Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH LIBERALISME.

RADIKALISME DAN PLURALISME


DALAM STUDI ISLAM

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam Dan Moderenisasi
Baeragama)
Dosen Pengampu : Ahmad Bustomi,M.Pd

Di susun oleh :
Ibnu Witanto / 23010111086
Wina Novita/ 2301011035

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
1445/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang dan
ridhanya, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat beriringakan
salam semoga selalu kita sanjung agungkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW.

Kepada keluarga, sahabat dan teman-teman yang senantiasa istiqomah dalam


menegakkan risalah islam dimuka bumi ini dan mengharapkan syafa’at Rasullah di
akhirat kelak. Makalah kami yang berjudul “Liberalisme. Radikalisme Dan Pluralisme
Dalam Studi Islam ”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Studi
Islam Dan Moderenisasi Baeragama

Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada bapak/ibu Dosen Mata
Kuliah Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial serta teman-teman yang telah membantu kami
dalam menyumbangkan buah pikirannya untuk menyelesaikan makalah ini. Terakhir
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya dan saya pun menyadari di dunia ini tak ada
yang sempurna, begitu pula dengan makalah kami masih jauh dari kata sempurna untuk
itu saya membuka lembar-lembar kritik dan saran yang bersifat membangun.

Metro, September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 4

A. Latar Belakang ……………………………………………………..4


B. Rumusan Masalah……………………………………………….….5
C. Tujuan Masalah………………………………………………….….5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 6

A. PENGERTIAN LIBERAL………………………………….……..6
a. Tujuan Pemikiran Islam Liberal………………………………….7
B. PENGERTIAN RADIKALISME………………………………....8
a. Ciri-Ciri Radikalisme…………………………………………..…10
b. Pendidikan Islam Dalam Mengatasi Radikalisme………..…….11
C. PENGERTIAN PLURALISME……….………………………….13
a. Konsep Pluralisme dalam Pendidikan Islam…………………….13
b. Penerepan Pluralisme dalam Pendidikan Islam………………....16

BAB III PENUTUP…………………………………………………………...17

a. Kesimpulan……………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia sedang di goncang dengan isu-isu kekerasan yang di analisir timbulnya dari
gerakan gerakan radikal, Pemahaman yang terlalu ekstrim serta kelompok-kelompok
puritan dalan pemahaman tertentu atau kelompok tertentu. Islam merupakan agama
Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan
kepada seluruh umat manusia, demi tercapainya keharmonisan hubungan antara
manusia dan Tuhannya juga hubungan manusia dengan sesamanya. Nabi Muhammad
SAW tidak hanya diutus kepada umat tertentu saja, melainkan terhadap seluruh umat
di muka bumi. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya surat Saba’ ayat 28 yang
:( Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada
seluruh ummat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Ayat di atas sangat jelas, bahwasanya pengutusan Nabi Muhammad Saw, tidak
terbatas terhadap umat tertentu, melainkan terhadap seluruh umat meliputi jin dan
manusia bahkan alam semesta. Allah Swt menganjurkan manusia untuk berbuat baik
terhadapNya dan terhadap sesama manusia. Keharmonisan akan tercipta manakala
ada keselarasan antar dua pihak atau lebih. Terciptanya keadaan yang sinergis diantara
pihak satu dan pihak lainnya yang di dasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola
kehidupan dengan penuh keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik
dalam tubuh keluarga maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga terciptanya
suasana aman, perasaan tentram dan lain sebagainya juga dapat menjalankan peran-
perannya dengan penuh kematangan sikap, serta dapat melalui kehidupan dengan
penuh keefektifan dan kepuasan batin. Sementara paham yang radikal, ekstrim, dan
fundamental akan melahirkan acaman terhadap dirinya serta sekitarnya yang akan
dirasakan dalam jang waktu yang perlahan sehingga menjadi isu teror dimana-mana
sbagaimana yang telah dan sedang terjadi saat ini.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Liberal, Radikalisme Dan Pluralisme?
2. Apa Tujan Dari Islam Liberal?
3. Bagaimana Ciri Islam Radikal ?
4. Bagaimana Pendidikan Islam Mengatasi Radikalisme?
5. Bagaimaana Konsep Pluralisme dalam Pendidikan Islam?
6. Bagaimana Penerapan Pluralisme dalam Pendidikan Islam
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Liberal, Radikalisme dan Pluralisme
2. Untuk Mengetahui Tujan dari Islam Liberal
3. Untuk Mengetahui Ciri Islam Radikal
4. Untuk Mengetahui Pendidikan Islam Mengatasi Radikalisme
5. Untuk Mengetahui Pluralisme dalam Pendidikan Islam
6. Untuk Mengetahui Pluralisme dalam Pendidikan Islam

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN LIBERAL
Istilah “Islam liberal” juga sering dilawankan dengan “Islam radikal”, kedua
istilah ini mengandung konotasi beragam dan sering konotasi itu di kalangan
kaum Muslim sendiri bersifat pejoratif. Sebahagian cenderung menolak
kategorisasi semacam ini dengan alasan bahwa Islam itu “satu” tidak bisa
dibagibagi dengan memberi kata sifat tertentu. Namun harus diakui bahwa
secara sosiologis, fenomena pemahaman dan ideologi, pengkategorisasian
“Islam radikal” dan sebaliknya “Islam liberal” adalah sebuah kenyataan.
Kaum fundamentalis dan ortodoks biasanya menolak pahaman liberal ini
dengan mengatakan bahwa liberalisme adalah paham yang menganut asas
kebebasan tanpa batas, dengan tidak menghiraukan nilai moral dan orang lain.
Padahal kaum liberal itu berfikir bahwa agama itu harus ditransformasikan
menjadi penalaran moral (moral reasoning). Kaum liberal justru membatasi
kebebasan, sepanjang tidak melanggar hukum dan hak orang lain. Dengan kata
lain, kaum liberal berorientasi pada kebebasan dalam kerangka hak-hak sipil
dan hak-hak asasi manusia pada umumnya. Kaum liberal menjadikan hak-hak
asasi manusia sebagai ukuran dan orientasi. Dengan demikian jika ada
penafsiran wahyu yang bertentangan dengan asas itu maka akan ditolak oleh
kaum liberal.9 Istilah “liberal” merujuk kepada keadaan atau sikap orang atau
gerakan tertentu yang bersedia menghargai gagasan atau perasaan orang lain,
yang juga mendukung perubahan-perubahan sosial, politik dan keagamaan
melalui “pembebasan” pemikiran dari pandangan dunia dan sikap literal,
dogmatis, reaksioner atau pro status qou. Manakala istilah “radikal” menurut
pengertian kamus secara sederhana merujuk kepada keadaan atau orang dan
gerakan tertentu yang menginginkan perubahan sosial, politik secara cepat dan
menyeluruh yang sering dilakukan dengan mengunakan cara-cara tanpa
kompromi atau bahkan kekerasan bukan dengan cara yang damai.

Istilah Islam liberal sering juga disebut sebagai Islam progresif yang
merupakan pengembangan lebih mendalam dari pemikiran dan posisi ”Islam

6
moderat” yang dilawankan dengan ”Islam radikal”. Dengan kata lain, Islam
liberal dan Islam progresif mempunyai makna yang sama.

a. Tujuan Pemikiran Islam Liberal


Arah dari gerakan Pemikiran Islam liberal adalah untuk melakukan dua hal
penting: pertama, pembaharuan pemahaman keislaman dalam rangka
menyelaraskan pemahaman keagamaan dengan perkembangan semasa. Untuk
itu, mereka menyedari bahwa diperlukan sebuah formulasi ”fiqih baru” yang
mampu menjawab problem kemanusiaan dewasa ini. Misalnya umat Islam
dituntut untuk mengembangkan fiqih yang boleh berdialog dengan isu
demokrasi (fiqih demokrasi), pluralisme (fiqih toleransi dan fiqih lintas
agama), liberalisme (fiqih politik dan fiqih gender) dan seterusnya. Dengan
kehadiran fiqih seperti ini menurut mereka sangat penting untuk membuktikan
relevansi Islam dalam dunia yang lebih plural dan global. Bagaimanapun
pemikir Islam sejatinya mampu memberikan alternatif bagi ummat dalam
mensosialisasikan informasi yang benar tentang Islam. Kedua,
mensosialisasikan informasi yang benar tentang Islam. Hal ini mereka lakukan
untuk melakukan pelurusan terhadap citra Islam, kerana selama ini banyak
suara atas nama Islam dipresentasikan oleh kelompok ”Islam fundamental dan
radikal”. Umat Islam secara keseluruhan mendapat stigma kerana citra Islam
radikal ini. Dengan kata lain umat Islam dirundung citra buruk di mata dunia
dengan stigmatisasi radikalisme, bahkan terorisme. Islam diidentikan dengan
seluruh tindakan yang bernuansa kekerasan.18 Kerana itulah pemikir Islam
liberal berusaha menghadirkan wajah Islam progresif dalam arti Islam yang
penuh dengan kedamaian, toleran, moderat, liberal dan berkeadaban. Namun
dalam usahanya para pemikir dan intelektual Islam mengalami banyak
kesulitan besar dalam memasukkan pendekatan kritis mereka ke dalam
wilayah sosial dan kultural kerana senantiasa didominasi oleh ideologi-
ideologi militan.19 Ideologi militan inilah yang disuarakan oleh kelompok
Islam fundamentalis dalam menolak Islam liberal atau Islam progresif . Dari
keseluruhan uraian di atas dapat pahami bahwa, yang dimaksudkan dengan
pemikiran Islam liberal di sini adalah sebuah model pemikiran Islam yang

7
menghendaki tradisi kritis dan dekonstruktif atas pemahaman yang baku.
Menurut pemikiran Islam liberal, Islam itu harus dipahami secara kontekstual
dan progresif.20 Pemikiran Islam Liberal yang selama ini dilaksanakan
dimaksudkan untuk membuat pemahaman kembali terhadap ajaran Islam.
Pemahaman ini harus dimulai dengan dua tindakan yang saling berhubung
kait, iaitu melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional, dan mencari nilai-nilai
yang berorientasi ke masa depan. Pembaharuan pemikiran Islam ini dapat
dilakukan dengan liberalisasi ajaran Islam. Dengan demikian yang
dimaksudkan dengan liberalisasi adalah pembebasan dari belenggu-belenggu
kepercayaan yang tidak benar.21 Dari pernyataan di atas dapat dipahami
bahwa liberalisme adalah sebuah pandangan yang membebaskan diri dari
otoritarianisme agama. Otoritariasme yang dimaksudkan di sini adalah hasil
dari himpunan konsensus-konsensus besar dalam pemikiran Islam, baik dalam
bidang fiqih, kalam, falsafah maupun tasauf yang telah menghegemoni dan
mendominasi keberagamaan ummat Islam.22 Liberalisasi itu bertolak dari
premis bahwa wacana hegemonik itu seolah-olah telah mencapai kebenaran
akhir (ultimate truth) dan kerana itu merupakan dianggap sebagai akhir dari
evolusi pemikiran keagamaan dalam Islam. Persepsi mengenai itu tercermin
dalam pandangan ”pintu Ijtihad telah tertutup” yang melahirkan sikap taqlid.
Hal inilah yang kemudian dalam wacana pemikiran Islam liberal
dikembangkan bahwa ”pintu ijtihad masih terbuka

B. Pengertian Radikalisme
Radikalisme merupakan paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Esensi
radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara
itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh
sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Apabila dilihat
dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang
mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme

8
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham/aliran
tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham/aliran untuk
mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk
diterima secara paksa

Adapun yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan


kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka.
Sementara Islam merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan
praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan
serta paham politik.

Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang
artinya akar (pohon). Bahkan anak-anak sekolah menengah lanjutan pun sudah
mengetahuinya dalam pelajaran biologi. Makna kata tersebut, dapat diperluas
kembali, berarti pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan
ketenteraman, dan makna-makna lainnya. Kata ini dapatdikembangkan menjadi
kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Hingga dapat dipahami secara kilat,
bahwa orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih detail
dan mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam mempertahankan
kepercayaannya. Memang terkesan tidak umum, hal inilah yang menimbulkan
kesan menyimpang di masyarakat. Setelah itu, penambahan sufiks –isme sendirri
memberikan makna tentang pandangan hidup (paradigma), sebuah faham, dan
keyakinan atau ajaran. Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu
aliran atau kepercayaan tertentu

Dari berbagai definisi maka dapat dikatakan makna radikalissme, yaitu


pandangan/cara berfikir seseorang yang menginginkan peningkatan mutu,
perbaikan, dan perdamaian lingkungan multidimensional, hingga semua lapisan
masyarakatnya dapat hidup rukun dan tenteram Perkembangannya pemahaman
terhadap radikalisme itu sendiri mengalami pemelencengan makna, karena
minimnya sudut pandang yang digunakan, masyarakat umum hanya menyoroti
apa yang kelompok-kelompok radikal lakukan (dalam hal ini praktek kekerasan),
dan tidak pernah berusaha mencari apa yang sebenarnya mereka cari (perbaikan).

9
Hal serupapun dilakukan oleh pihak pemerintah, hingga praktis
pendiskriminasian terhadap paham yang satu ini tak dapat dielakkan.

a. Ciri-Ciri Radikalisme
Islam Jihad oleh tokoh-tokoh ekstrimis didefinisikan sebagai misi suci
menegakkan ajaran agama serta cara pintas masuk surga dengan melakukan
aksi bom bunuh diri serta penerangan secara membabi buta kepada target yang
diyakini sebagai orang kafir atau thaghut. Skenario doktrin jihad ini menjadi
semakin efektif dengan cara memboncengi isu-isu ketidakadilan, kesenjangan
ekonomi, penistaan agama, dan pelanggaran HAM. Kondisi seperti ini dapat
dikatakan bahwa pada hakikatnya para ekstrimis telah merobohkan bangunan
ajaran Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin, yaitu Islam yang penuh kesantunan,
Islam dengan ajaran damainya adalah rahmat bagi alam semesta. Ekstrimisme
telah mengakibatkan persepsi yang salah terhadap umat Islam, seolah-olah
Islam sebagai penebar teror, kebencian dan permusuhan yang menakutkan.
Bahkan di beberapa Negara terjangkit wabah Islamphobia. Padahal kebrutalan
tersebut hanya dilakukan oleh segelintir kelompok dari orang-orang yang pada
prinsipnya telah berseberangan dan jauh menyimpang dari ajaran Islam itu
sendiri

Secara sederhana radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh
empat hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: pertama, sikap tidak
toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua,
sikap fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain
salah. Ketiga, sikap eksklusif, yaitu membedakan diri dari kebiasaan orang
kebanyakan. Keempat, sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan
kekerasan untuk mencapai tujuan

Adapun faktor penyebab terjadinya Islam radikal dapat diuraikansebagai


berikut:

1. faktor agama, yaitu sebagai bentuk purifikasi ajaran Islam dan pengaplikasian
khilafah Islamiyah di muka bumi. Terdorongnya semangat Islamisasi secara
global ini tercetus sebagai solusi utama untuk memperbaiki berbagai

10
permasalahan yang oleh golongan radikal dipandang sebagai akibat semakin
menjauhnya manusia dariagama.
2. faktor sosial-politik. Di sini terlihat jelas bahwa umat Islam tidak diuntungkan
oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan
yang mendominasi. Penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan
komunitas muslim, menyebabkan terjadinya gerakan radikalisme yang
ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.
3. faktor pendidikan. Minimnya jenjang pendidikan, mengakibatkan minimnya
informasi pengetahuan yang didapat, ditambah dengan kurangnya dasar
keagamaan mengakibatkan seseorang mudah menerima informasi keagamaan
dari orang yang dianggap tinggi keilmuannya tanpa dicerna terlebih dahulu,
hal ini akan menjadi bumerang jika informasi didapat dari orang yang salah.
4. faktor kultural. Barat dianggap oleh kalangan muslim telah dengan sengaja
melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim
sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Barat, dengan
sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-
budaya bangsa timur dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar
keberlangsungan moralitas Islam.
5. faktor ideologis anti westernisasi. Westernisasi merupakan suatu pemikiran
yang membahayakan muslim dalam mengaplikasikan syari'at Islam sehingga
simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syari'at Islam.
Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan
keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme
justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri
sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban

b. Pendidikan Islam Dalam Mengatasi Radikalisme


implementasi pendidikan anti terorisme bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat muslim yang toleran dan cinta damai di tengah kehidupan bangsa
Indonesia yang plural. Sebagaimana kita ketahui, bangsa Indonesia hidup
bersama dalam keragaman suku, agama, ras, dan adat kebiasaan. Akhir-akhir
ini tak jarang keragaman tersebut, termasuk keragaman dalam hal agama

11
ditunggangi oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan aksi terorisme.
Alhasil agama yang diyakini oleh masyarakat Indonesia

Kurikulum pendidikan agama yang lebih berorientasi pada hukum (nomos


oriented religion) yang kaku dan eksklusif, bukannya pada cinta (eros oriented
religion) yang moderat dan inklusif. Padahal Islam adalah ajaran yang sangat
berorientasi pada ajaran cinta (eros). Dalam Al-Qur’an, ada lima kali lebih
banyak asma Jamaliyyah ketimbang Jalaliyyah. Allah Swt sendiri lebih
banyak menampilkan diri-Nya dalam wajah yang lembut dan penuh cinta.
Tapi kenapa pengajar agama kita lebih suka menampilkan wajah keras dalam
Islam? Mengapa seolah Nabi itu hanya mengajarkan perang dan kekerasan?
Seolah belum dikatakan beriman seseorang kalau belum mengkafirkan orang
dan menggorok leher orang? Kenapa seolah-olah kemuliaan mati syahid itu
harus di medan perang? Nabi tidak syahid di medan perang. Tapi siapa yang
berani bilang Nabi tidak mulia? Bukankah Nabi justru mengingatkan ada jihad
yang lebih besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu? Untuk mencegah lahirnya
radikalisme ini, perlunya merombak total carapandang terhadap agama Islam.
Di sinilah peran guru sebagai pendidik menduduki posisi kunci. Karena di
tangan merekalah, anak didik bisa dibentuk cara pandangnya pada agama
dengan kacamata cinta. Ajarkan pada anak kecil nama Jamaliyyah bukan
Jalaliyyah. Pendidikan agama Islam harus moderat, ini agama cinta kasih.
Jadilah figur pendidik yang modal utamanya adalah kasih sayang kepada
siswa. Ajarkan bahwa Islam itu adalah kasih sayang Allah Swt sebagai
ramatan lil ‘alamin. Moderat dalam Islam jangan disalah artikan sebagai
golongan yang tidak memiliki pendirian, namun moderat dalam artian
mengambil jalan tengah yang mengedepankan aspek mashlahah al-mursalah
sebagai konsekuensi atas fakta bahwa masyarakat Indonesia dilahirkan dengan
beragam ras, suku, bahasa, adat, warna kulit serta keyakinan akan tuhan yang
beragam.

12
C. Pengertian Pluralisme
Pluralisme merupakan suatu kenyataan dalam kehidupan manusia dimana
terdapat berbagai macam bentuk keragaman seperti ras, suku, budaya, dan agama.
Adanya faktor lingkungan yang berbeda-beda membuat adanya suatu
keberagaman. Nurcholish Madjid yang dikenal sebagai bapak pluralisme
berpendapat bahwa bukan hanya mengakui adanya keberagaman tetapi juga dapat
bersikap adil, saling menghormati tanpa harus membedabedakan agar dapat
menciptakan suatu perdamaian.1 Pluralisme dipahami sebagai ikatan pertalian
sejati dari kebhinekaan yang beradab, sehingga menjadikan keselamatan ummat
manusia. Oleh karena itu, telah ditegaskan adanya masalaah besar dalam
kehidupan beragama dapat ditandai dengan kenyataan pluralism.2 Dengan satu
cara untuk membentuk gaya kehidupan yang bersifat kolektif sebagai masyarakat
yang berbangsa dan bernegara dengan melalui perkembangan dan penerapan
pendidikan Islam yang berbasis pluralism. Hidup saling berdampingan membuat
kita tidak terlepas dari masyarakat yang bersifat majemuk. Keberagaman yang
sudah ditetapkan tidak terkecuali dalam hal bahasa serta sosial dan budaya
sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang mempunyai keberagaman
yang kompleks atau heterogen. Manusia dapat memahami dan menyadari akan
keberagaman antar individu dengan individu yang lain juga karena adanya
adaptasi yang tinggi dalam masing-masing diri.

a. Konsep Pluralisme dalam Pendidikan Islam


Konsep pluralisme sendiri telah berkembang pesat di Indonesia, dan
diserukan oleh berbagai pihak, Namun pemahaman tentang pluralisme cukup
beragam. Khususnya lembaga pendidikan sebagai agen perubahan perlu
mengkaji kembali konsep pendidikan yang berbasis nilai-nilai pluralisme.

Pluralisme pendidikan merupakan suatu konsep dasar yang perlu untuk


ditanamkan terhadap peserta didik guna mewujudkan rasa toleransi akan
adanya suatu sikap dalam perbedaan dan keragaman dalam konteks social
masyarakat untuk saling menghormati, menghormati, esadaran, dan toleransi
yang harus diajarkan terutama pada pengembangan pembelajaran tersebut.
Pluralisme adalah upaya membangun tidak saja kesadaran bersifat teologis

13
tetapi juga kesadaran sosial. Hal itu berimplikasi pada kesadaran bahwa
manusia hidup di tengah masyarakat yang plural dari segi agama, budaya,
etnis, dan berbagai keragaman sosial lainnya. Karena dalam pluralisme
mengandung konsep teologis dan konsep Pluralisme tidak dapat dipahami
hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam,
terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru hanya menggambarkan kesan
fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian
sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Pluralisme adalah
keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok- kelompok kultural
dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman. kepercayaan atau sikap
dalam satu badan, kelembagaan dan sebagainya. Pluralisme adalah bentuk
kelembagaan dimana penerimaan terhadap keragaman melingkupi masyarakat
tertentu atau dunia secara keseluruhan dan munumbuhkan rasa persaudaraan
di antara manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Pluralisme
menuntut upaya untuk memahami pihak lain dan kerjasama mencapai
kebaikan bersama. Pluralisme adalah bahwa semua manusia dapat menikmati
hak dan kewajibannya setara dengan manusia lainnya. Kelompok- kelompok
minoritas dapat berperanserta dalam suatu masyarakat sama seperti peranan
kelompok mayoritas. Pluralisme dilindungi oleh hukum negara dan hukum
internasional.

Menurut Nurcholish Madjid pluralisme merupakan sesuatu tataan nilai yang


telah mengamati secara absolut dan pesimis terhadap keanekaragaman
tersebut, dengan menerimanya sebagai sebuah kebenaran dan bertindak
sebaik-baiknya yang berdasarkan kenyataan tersebut. Pluralisme tidak mudah
dipahami dengan menegaskan bahwa rakyat kami plural, yang berbagai
macam, berbagai ras dan keyakinan.14 Karena semua itu hanya dapat
menggambarkan kesan fragmentasi saja. Pluralisme dapat dimengerti
semacam susunan sejati keragaman dalam ikatan-ikatan kesopanan, sehingga
pluralism menjadi suatu kemestian bagi kesejahteraan umat manusia dengan
mellaui mekanisme pengawasan. Dalam konsep pendidikan Islam, manusia
senantiasa dipandang secara utuh dan seimbang. Oleh karena itu pendidikan

14
Islam diminta untuk menwarkan pendidikan yang universal dan mampu
menjaga seluruh aspek peserta didik secara utuh. Karena perlunya berpikir
kritis dan menjadi alat intelektual untuk pengembangan berbagai keilmuan
termasuk pendidikan Islam. Sehingga proses pendidikan harus disiapkan
secara terpadu dengan mengikuti kurikulum yang berlaku, dan metode
pembelajaran yang telah diterapkan.15 Dengan begitu dapat mengantarkan
seseorang untuk membentuk sikap yang relavisme internal dan terbuka (tidak
hitam putih) yang mampu membedakan ajaran murni dan yang merupakan
tafsir terhadap ajaran. Nurcholish Madjid memiliki pandangan bahwa nilai
pluralisme menjadi basis ontologi dan aksiologi dalam mengembangkan
kontruksi pendidikan Islam yang dapat mewujudkan tujuannya. Sehingga
menjadi ide utama untuk semua gagasan tentang upaya peningkatan kualitas
pendidikan Islam dengan makna yang luas. Adapun yang dapat menunjukkan
pentingnya pluralisme pendidikan Islam dengan memiliki beberapa karakter.
Yang pertama, pendidikan islam perlu memiliki kepribadian sebagai
pendidikan umum yang mempunyai ciri keislaman. Namun disisi lain dapat
memperlihatkan pendidikannya serta kemampuan atas sainsnya dengan
kualitas keyakinan yang sebagai elemen yang koheren dan dapat menjadi
bagian dari aktivitas murid sehari-hari. Yang kedua, pendidikan Islam perlu
memiliki kepribadian sebagai pendidikan dengan mendasari keragaman. Maka
pendidikan yang diterima pada murid tidak membentuk sesuatu interpretasi
yang satu, sehingga yang termasuk interpretasi tentang kebenaran variabilitas.
Pemahaman pluralisme menggambarkan sesuatu keadaan yang harus
dimengerti oleh murid. Yang ketiga, pendidikan Islam perlu memiliki
integritas sebagai pendidikan yang telah mencetuskan system demokrasi
dalam pendidikan. Diamana system pendidikan itu dapat membagi keluasaan
pada peserta didik untuk memberikan tanggapantnya secara semestinya.16
Tentunya adanya system demokrasi tersebut dapat memberikan pendidikan
kepada peserta didik tentang asas sosial yang memiliki penilaian dan
tanggapan yang berbeda. Sehingga ingin mengajarkan pendidikan Islam
dengan mendasari keragaman yang merupakan suatu permulaan dari realitas

15
sejarah pendidikan.17 Yang dimana pembelajaran global hanya menciptakan
orang yang pandai tetapi tidak memiliki integritas keilmuan dan keagamaan.
Sedang kan pendidikan Islam telah menciptakan orang ahli agama dengan pola
pikir fargmentaris dan minim. Untuk merealisasikan keinginan pendidikan
yang dapat mencerdaskan, pendidikan Islam mesti menerapkan system
pembelajaran yang menyesuaikan pada kapitalisasi pemahaman plural dalam
aktivitas. Dengan mengadakan beberapa rencana edukasi yang kiat untuk
meneguhkan pemahaman pluralisme tersebut. Oleh karena itu, pendidkan
sekolah harus memungkinkan dapat membenahi dan mengetahui pengetahuan
yang diperoleh dari lingkungannya.

b. Penerepan Pluralisme dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan suatu bimbingan yang mengacu pada ajaran


agama Islam. Dalam pendidikan Islam ini, para siswa bukan hanya diajarkan
bagaimana cara untuk dapat menjalankan syari’at Islam, namun mereka juga
diajarkan beberapa ilmu umum seperti matematika, pendidikan
kewarganegaraan, fisika dan lainnya dengan tujuan sebagai penyeimbang.
Karena jika para siswa hanya diajarkan ilmu agama saja tanpa ilmu umum
maka mereka akan tertinggal oleh zaman. Kemajuan zaman saat inilah yang
menjadi salah satu pemicu unruk terus meningkatkan ilmu umum. Dalam
pendidikan Islam juga terdapat nilai dasar yang digunakan sebagai pedoman,
yakni nilai ilahiyah dan nilai insaniyah.18 Nilai ilahiyah ini meliputi berbagai
aspek yang berhubungan dengan Tuhan, yakni iman, Islam dan ihsan.
Penerapan siswa dengan nilai ini dapat tercermin ketika siswa berupaya
melaksanakan ibadah sehari-hari dengan baik dan teratur. Ibadah yang
dimaksud bukan hanya sholat, namun sikap taqwa dan ikhlas juga termasuk.
Ketika siswa dapat menerapkan sikap ikhlas dan taqwa, maka mereka juga
telah menerapkan nilai ilahiyah ini. Penerapan sikap ini bukan merupakan
penerapan yang mudah. Agar dapat terwujud dibutuhkan sikap yang konsisten
juga, sehingga akan lebih mudah terbiasa dalam penerapannya. Pendidikan
Islam bukan hanya mengandung nilai ilahiyah dan insaniyah, namun
pendidikan Islam ini juga mengandung nilai pluralisme. Nilai pluralisme yang

16
terkandung yakni pluralisme agama dan budaya. Pluralisme agama dalam
pendidikan Islam ini dapat terlihat dari adanya sikap toleransi para siswa
terhadap agama lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa di Indonesia ini memang
terdapat banyak agama sehingga diharuskan untuk dapat menerapkan sikap
toleransi. Nilai pluralisme agama juga dapat dilihat ketika para siswa
menerapkan perilaku yang baik dan juga bersikap adil serta bijaksana terhadap
sesama. Kemudian, nilai pluralisme budaya dalam pendidikan Islam dapat
dilihat dari adanya penerapan budaya yang dilakukan para siswa. Salah satu
budaya yang diterapkan yakni berbagi pada sesama ketika memperingati hari
lahirnya Rasulullah. Kegiatan tersebut biasanya disebut sebagai bancaan oleh
masyarakat Jawa. Hal ini memang dilakukan dalam bentuk mengingat
kelahiran Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
yang lain seperti ceramah dan do’a bersama

Pendidikan Islam yang dikorelasikan dengan pluralisme juga memiliki tujuan,


yakni sebagai jalan mempererat tali persaudaraan antar manusia dan ciptaan
Tuhan yang diterapkan oleh para siswa dan guru dilingkungan sekolah. Tujuan
tersebut juga hampir sama dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu untuk dapat
mengajarkan dan menjadikan peserta didik sebagai makhluk ciptaan Tuhan
sekaligus hamba yang bertaqwa dan beradab. Para peserta didik diharapkan
dapat menjadi manusia yang dapat menjadi pemimpin bijaksana dan adil. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran di sekolah mereka diajarkan cara yang tepat
untuk menumbuhkan akhlak atau perilaku yang baik.20 Pluralisme dalam
pendidikan Islam juga memiliki beberapa pandangan yang juga mencakup
beberapa aspek, antara lain: Pertama, pandangan pluralisme dalam aspek
aqidah. Dalam pandangan ini, pluralisme menganggap bahwa tidak ada
satupun makhluk Tuhan yang mampu membatasi kehendak-Nya. Karena
manusia tidak mungkin sanggup menandingi kekuasaan Tuhan, terutama
dalam menyelesaikan perbedaan agama meskipun dengan berbagai cara.21
Dengan adanya pandangan ini, para siswa diharapkan agar tetap
mengutamakan Tuhan diatas segalanya. Mereka tidak boleh menyepelekan
Tuhan, karena kuasa Tuhan memang tidak ada yang bisa menandingi. Kedua,

17
pandangan pluralisme dalam aspek sosial. Dalam pandangan ini, pluralisme
mengutamakan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam lingkup
pendidikan Islam, para siswa diharapkan dapat memiliki hubungan yang baik
antar sesama. Tidak ada pembedaan dalam beragama sehingga semuanya
dianggap sama. Bukan berarti jika salah satu siswa beragama Kristen dan salah
satunya beragama Islam sehingga mereka tidak boleh berteman, namun kedua
siswa tersebut harus bisa menerapkan sikap toleransi agar bisa tetap berteman.
Dengan begitu akan tercipta suatu lingkungan masyarakat yang baik. Ketiga,
pandangan pluralisme dalam aspek status sosial. Dalam pandangan ini,
pluralisme beranggapan bahwa setiap manusia itu sama di hadapan Tuhan
sehingga mereka tidak boleh membeda-bedakan. Dengan begitu, para siswa
juga diharapkan dapat memliki pandangan yang sama. Mereka tidak boleh
beranggapan bahwa ada yang lebih hebat dalam pertemanan. Apabila ada yang
menganggap salah satu lebih hebat, maka tidak akan tercipta suatu lingkup
pertemanan yang baik. 22 Dengan adanya pemaparan tersebut, pluralisme
pendidikan Islam dianggap sebagai model pendidikan yang apresiatif.23
Anggapan tersebut didasarkan pada cara pembelajaran pada para siswa. Dalam
pendidikan Islam ini bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan, namun
juga tetep mengajarkan ilmu lokal salah satunya yakni adat istiadat. Seperti
contoh para siswa diajarkan untuk bersikap sopan pada guru dengan berbicara
menggunakan bahasa yang halus. Dalam agama Islam sikap tersebut memang
sangat dianjurkan untuk diterapkan sejak dini oleh para siswa, sehingga ketika
mereka dewasa sikap tersebut akan terus diterapkan. Begitu pula dalam ilmu
lokal atau adat dalam masyarakat, para siswa juga dianjurkan untuk bersikap
demikian pada yang lebih tua agar dapat menumbuhkan sikap menghormati
dan menghargai.

18
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Pada hakikatnya nilai-nilai liberalisme dalam hal pengembangan akal tidak
bertentangan dengan ilainilai ajaran Islam itu sendiri. Sebagai manusia,
memang dituntut untuk mempergunakan akal dengan sebaikbaiknya.
Menggunakan akal dengan baik tidak perlu dikhawatirkan, asalkan tidak serta
merta meninggalkan alQuran sebagai pedoman ajaran Islam

Radikalisme dalam pendidikan memiliki potensi ancaman yang sangat


berbahasa dalam mewujudkan kelangsungan kualitas pendidikan. Radikalisme
bisa muncul kapan saja, dari mana saja dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
Oleh sebab itu radikalsime perlu di sikapi secara utuh dan komprehensif yang
meliputi berbagai aspek melakukan sinergi secara rapi dan tepat.

Pendidikan agama Islam, bertujuan untuk memperteguh keyakinan pada


agamanya, juga harus diorientasikan untuk menanamkan empati, simpati dan
solidaritas terhadap sesama. Maka, dalam hal ini, semua materi buku-buku
yang diajarkannya tentunya harus menyentuh tentang isu pluralitas. Dari
sinilah kemudian kita akan mengerti urgensinya untuk menyusun bentuk
kurikulum pendidikan agama berbasis pluralisme agama.

19
DAFTAR PUSTAKA
A Faiz Yunus. Radikalisme, Liberalisme Dan Terorisme:Pengaruhnya
Terhadap Agama Islam. Universitas Indonesia . Jurnal Studi Al-Qur’an; Vol.
13 , No. I , Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani
Doi.Org/10.21009/Jsq.013.1.06. Tahun. 2017
Eva Sofia Sari. Konsep Pluralisme Pendidikan Islam Di Indonesia Dalam
Perspektif Abdurrahman Wahid (Gus Dur. Universitas Islam Negeri Mataram,
Indonesia. Jurnal Pgmi, Volume 4 Nomor 2 Desember 2021
Fatkhul Mubin. Wawasan Pluralisme Dalam Kurikulum Pendidikan Agama
Islam.
Ikmal, Internalisasi Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Pendidikan Islam, Jurnal:
Pendidikan Islam Iqra’ Vol. 9. Nomor 1, Tahun 2015
Kholifatur Rosida,Dkk. Interpretasi Konsep Pluralisme Pendidikan Islam
Persfektif Nurcholis Madjid. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya. Jurnal Penelitian Keislaman Issn: 1829-6491 (P); 2580-9652 (E);
Vol.17 No.01 (2021): 87-98, Doi; Https://Doi.Org/10.20414/Jpk.V17i1.2964
Lukman Hakim. Mengenal Pemikiran Islam Liberal. Fakultas Ushuluddin Iain
Ar-Raniry
M. Saekan Muchith. Radikalisme Dalam Dunia Pendidikan. Stain Kudus,
Jawa Tengah, Addin, Vol. 10, No. 1, Februari 2016
Rahmat. Liberalisme Dalam Pendidikan Islam (Implikasinya Terhadap Sistem
Pembelajaran Agama Islam Di Sekolah). Institut Pesantren K.H Abdul
Chalim. Nidhomul Haq Vol 1 No: 2 Juli 2016
Saihu, Pendidikan Pluralisme Agama: Kajian Tentang Integrasi Budaya Dan
Agama Dalam Menyelesaikan Konflik Sosial Kontemporer, Jurnal: Tmbnjlb,
Volume 9 No.1 Januari-Juni 2019.
Sri Mulya Nurhakiky. Pendidikan Agama Islam Penangkal Radikalisme.
Akultas Tarbiyah Dan Keguruan Uin Sunan Gunung Djati, Bandung. Jurnal
Pendidikan Islam Volume 2 No. 01 2019, P. 101-116 Issn: 2338-4131 (Print)
2715-4793

20

Anda mungkin juga menyukai