(Wawasan Al-Quran Tentang Islam Liberal, Islam Sekuler, dan Islam Modernis )
Makalah Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hermeneutika
Disusun oleh :
MAHASISWA SEMESTER V B
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta, taufik dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Islam
Liberal, Islam Sekulerisme dan Islam Moderenis dengan baik meskipun masih terdapat
banyak sekali kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita semua. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi diri kami sendiri maupun
pembaca.
Kelompok II
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................
3. Islam Moderenis................................................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................................................................
B. Daftar Pustaka ..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap produk pemikiran, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari epistemology atau
cara pandang mereka terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kerangka keilmuan yang
menjadi pisau analisisnya. Dari cara pandang tersebut nantinya akan mengasilkan buah
pemikiran. Keteguhan seseorang dalam mempertahankan argumentasinya akan tercermin
apabila produk pemikirannya mampu memberikan dampak perubahan cara pandang terhadap
orang lain. Seperti halnya para filosof terdahulu, bahwa diantara mereka saling memberikan
kontribusi dan pengaruh pemikiran terhadap filusuf yang lainnya.
Dalam konteks Islam, Kajian pemikiran dalam Islam pada hakekatnya adalah upaya untuk
membuka kerangka berfikir dalam memperoleh khazanah ilmu pengetahuan baru yang pada
titik endingnya kemudian mendapatkan kearifan, baik secara pemikiran maupun tindakan.
Dalam percaturan pemikiran Islam selama ini, disatu sisi dinilai bahwa hal demikan adalah
suatu keharusan, dengan harapan membangkitkan semangat dalam memahami pesan moral
Ilahi yang secara aksiologis bermanfaat untuk kehidupan manusia. Dari kebodohan menuju
berpengetahuan dan berkeadaban. Namun disisi lain, justru pemikiran yang tidak terkontrol,
akan memiliki dampak negatif terhadap gaya berfikir seseorang, sehingga antara satu dengan
yang lainnya saling klaim kebenaran dan menjatuhkan.
Sekularisasi banyak dipahami sebagai proses pemisahan agama dari dunia. Istilah ini
merupakan suatu fenomena universal dan akibat yang tak terelakkan dari proses modernisasi.
Dengan demikian, maka sekularisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan modern dan
menjadi sebuah kemestian. Dalam kehidupan modern ini, sekularisasi tidak bisa lagi
dibendung, sehingga kalau tidak ingin tersingkir, mau tidak mau harus belajar mencintainya.
Dengan ini, maka merupakan suatu kewajiban bagi manusia yang hidup di zaman modern
seperti sekarang ini, untuk menerapkan pola hidup yang sekuler. Atas dasar inilah, tidak
heran jika dewasa ini banyak ditemukan orang yang bersikap sangat agamis hanya ketika
berada di tempat peribadatan atau melaksanakan ritual-ritual keagamaan, dan bersikap seperti
orang tak beragama ketika berada di luar agama. Memang benar, Islam pada batas tertentu
juga melakukan sekularisasi. Akan tetapi proses tersebut berdasarkan pada wahyu, dikenal
dengan istilah Islamisasi.Sejatinya, sekularisme tidak pasti berakhir dengan atheisme, agama
pun tak akan lenyap karena sekulerisme, namun sebagai gantinya, masyarakat sekuler
cenderung akan beralih dari budaya beragama kepada sekedar percaya pada agama.
PEMBAHASAN
1. Islam Liberal
A. Difinisi Islam Liberal
Istilah Islam Liberal disusun dari dua buah kata, yaitu Islam dan liberal. Islam maksudnya
adalah agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw. Dan Liberal yang
artinya adalah kebebasan. Kata Liberal adalah satu istilah asing yang diambil dari kata
Liberalism dalambahasa Inggris dan liberalisme dalam bahasa perancis yang berarti
kebebasan. Kata ini kembali kepada kata Liberty dalam bahasa Inggrisnya dan Liberte dalam
bahasa prancisnya yang bermakna bebas.
Setelah dua kata ini disusun, kata liberal berfungsi sebagai keterangan terhadap Islam,
sehingga bisa secara singkat bisa dikatakan islam yang liberal atau bebas. Gerakan Islam
liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya tujuannya adalah untuk untuk membebaskan
(liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.
Lebih lanjut Menurut Owen Chadwik Kata “Liberal” secara harfiah artinya bebas (free)
dan terbuka, artinya “bebas dari berbagai batasan” (free from restraint). Seandainya kita
sifatkan dengan kata Islam berarti Islam yang bebas dan terbuka. Kita akui dalam Islam
memang tidak ada paksaan namun bukan berarti bebas secara total. ‘Islam’ itu sendiri
memiliki makna “pasrah”, tunduk kepada Allah dan terikat dengan hukum-hukum yang
dibawa Muhammad SAW. Dalam hal ini, Islam tidak bebas. Tetapi disamping Islam tunduk
kepada Allah SWT, Islam sebenarnya membebaskan manusia dari belenggu peribadatan
kepada manusia atau makhluk lainnya. Jadi, bisa disimpulkan Islam itu “bebas” dan “tidak
bebas”. beberapa program Islam Liberal dengan beberapa ciri lainnya, antara lain :
Islam liberal pada mulanya diperkenalkan oleh buku “Liberal Islam : A Source Book”
yang ditulis oleh Charles Kuzman (London, Oxford University Press, 1988) dan buku
“Islamic Liberalism : A Critique of Development Ideologies ” yang ditulis oleh Leonard
Binder (Chicago, University of Chicago Press, 1998). Walaupun buku ini terbit tahun 1998,
tetapi idea yang mendukung liberalisasi telah muncul terlebih dahulu seperti gerakan
modernisasi Islam, gerakan sekularisasi dan sebagainya. Oleh sebab itu walaupun Jaringan
Islam Liberal di Indonesia bermula tahun 2001, tetapi idea-idea Islam Liberal di Indonesia
sudah ada sejak tahun 1970 dengan munculnya idea sekularisasi dan modernisasi Islam yang
dibawa oleh Nurkholis Majid, Harun Nasution, Mukti Ali, dan kawan- kawannya.
Gerakan liberalisme ini sebenarnya adalah pengaruh dari pada falsafah liberalisme yang
berkembang di negara Barat yang telah masuk ke dalam seluruh bidang kehidupan seperti
liberalisme ekonomi, liberalism budaya, liberalisme politik, dan liberalisme agama. Gerakan
Liberalisme di Barat bermula dengan gerakan reformasi yang bertujuan menentang
kekuasaan Gereja, menghadkan kekuasaan politik, mempertahankan pemilikan serta
menetapkan hak asasi manusia. Gerakan liberalisme tersebut masuk ke dalam bidang agama,
sebagai contoh gerakan reformasi Inggris bertujuan untuk menghapuskan ketuanan dan
kekuasaan golongan agama (papal jurisdiction) dan menghapuskan cukai terhadap gereja
(clerical taxation). Oleh sebab itu gerakan liberalisme berkait rapat dengan penentangan
terhadap agama dan sistem pemerintahan yang dilakukan oleh golongan agama (gereja) atau
raja-raja yang memerintah atas nama Tuhan.
Gerakan liberalisasi agama ini telah lama meresap ke dalam agama Yahudi dan Kristian.
Contohnya, Gerakan Yahudi Liberal (Liberal Judaism) telah muncul pada abad ke-19 sebagai
usaha menyesuaikan dasar-dasar agama yahudi dengan nilai-nilai zaman pencerahan
(Enlightenment) tentang pemikiran rasional dan bukti-bukti sains. Organisasi Yahudi Liberal
diasaskan pada tahun 1902 oleh orang yahudi yang memiliki komitmen terhadap falsafah
liberal dengan tujuan mempercayai kepercayaan dan tradisi Yahudi dalam dunia
kontemporer. Akibatnya daripada pemahaman liberal tersebut maka daripada 31 pemimpin
agama yang tergabung dalam persatuan Rabbi Yahudi Liberal (Liberal Judaism’s Rabbinic
Conference) terdapat empat orang rabbi lesbian dan dua orang rabbi gay.
Dalam agama Kristian juga terdapat golongan Kristian Liberal, di mana mereka
melakukan rekonstruksi keimanan dan hukum dengan menggunakan metode sosio-historis
dalam agama (mengubah prinsip iman dan hukum agama sesuai dengan perkembangan
masyarakat), sehingga Charles A. Briggs, seorang Kristian Liberal menyatakan : “It is
sufficient that Bibel gives us the material for all ages, and leaves to an the noble task of
shaping the material so as to suit the wants of his own time”.
Akhir-akhir ini pengaruh liberalisme yang telah terjadi dalam agama Yahudi dan Kristian
mulai diikuti oleh sekumpulan sarjana dan pemikir muslim seperti yang dilakukan oleh Nasr
Hamid Abu Zayd (Mesir), Muhammad Arkoun (Al Jazair), Abdulah Ahmed Naim (Sudan),
Asghar Ali Enginer (India), Aminah Wadud (Amerika), Noorkholis Madjid, Syafii Maarif,
Abdurrahman Wahid, Ulil Absar Abdalla (Indonesia), Muhamad Shahrour (Syria), Fetima
Mernisi (Marocco) Abdul Karim Soroush (Iran), Khaled Abou Fadl (Kuwait) dan lain-lain.
Di samping itu terdapat banyak kelompok diskusi, dan institusi seperti Jaringan Islam Liberal
(JIL – Indonesia), Sister in Islam (Malaysia) hampir di seluruh negara Islam.
Golongan Islam Liberal tidak menzahirkan diri mereka sebagai orang yang menolak
agama, tetapi berselindung di sebalik gagasan mengkaji semula agama, mentafsir semula al-
Quran, menilai semula syariat dan hukum- hukum fiqih. Mereka menolak segala tafsiran
yang dianggap lama dan kolot mengenai agama termasuk hal yang telah menjadi ijmak
ulama, Termasuk tafsiran dari pada Rasulullah dan sahabat serta ulama mujtahid. Bagi
mereka agama hendaklah disesuaikan kepada realita semasa, sekalipun terpaksa menafikan
hukum-hukum dan peraturan agama yang telah sabit dengan nas-nas syara’ secara putus
(qat’ie). Jika terdapat hukum yang tidak menepati zaman, kemodenan, hak-hak manusia, dan
tamadun global, maka hukum itu hendaklah ditakwilkan atau sebolehnya digugurkan.
Gerakan Islam Liberal sebenarnya adalah lanjutan dari pada gerakan modernisme Islam
yang muncul pada awal abad ke-19 di dunia Islam sebagai suatu konsekuensi interaksi dunia
Islam dengan tamaddun barat. Modernisme Islam tersebut dipengaruhi oleh cara berfikir
barat yang berasaskan kepada rasionalisme, humanisme, sekularisme dan liberalisme.
Konsep ini mencerminkan jiwa yang tidak beriman kerana kecewa dengan agama.
Konsep tragedi ini mengakibatkan mereka asyik berpandu kepada keraguan, dan dalam
proses ini falsafah telah diiktiraf sebagai alat utama menuntut kebenaran yang tiada tercapai.
Leonard Binder, penulis buku Islamic Liberalism dan seorang pakar politik beragama
Yahudi dari Universiti Chicago mengakui bahwa sekularisme sebenarnya telah gagal di
Timur Tengah (dunia Islam), oleh sebab itu kini barat memberikan konsep Islam Liberal
untuk memperkuat liberalisme politik di negara-negara muslim. Buku ini (Islamic liberalism)
mempersoalkan kemungkinan wujudnya Islam Liberal dan menyimpulkan bahawa tanpa
liberalisme Islam yang kuat, maka liberalisme politik di Timur Tengah tidak akan berhasil.
Disisi lain ciri-ciri pemikiran Islam Liberal menurut Khalif Muammar adalah :
a) Menentang teokrasi
b) Demokrasi
Pada sisi ini, Charles Kurzman memandang bahwa modernitas dan perubahan
sebagai perkembangan-perkembangan positif yang potensial. Sikap ini merefleksikan
sebuah peralihan kebiasaan yang signifikan dari pandangan tradisional dalam islam,
yang memandang sejarah kontemporer sebagai kemunduran dan peralihan yang
berkesinambungan dari masa-masa awal pewahyuan yang diagungkan. Dalam
konteks ini, kemajuan atau progress hanya berarti sebuah pemulihan praktik-praktik
masa lalu.
Sebagaimana dikemukakan oleh rahman, model interpretasi shari’a dalam konteks ini
memaksakan penyeragaman penafsiran secara absolute adalah tidak mungkin dan diperlukan.
Perbedaan pendapat keberadaannya sangatlah berarti, harus diberi nilai positif yang tinggi.
Rahman mengkritik pemikiran islam tradisional yang lebih terikat pada penafsiran masa lalu
ketimbang menghadapi tantangan perubahan.
2. Islam Sekularisme
A. Pengertian Sekularisme
dalam pengertian ruang adalah Mundus. Sekularisme diterjemahkan kedalam bahasa
Inggris secularism yang berarti bersifat keduniaan, non agama atau irreligious ,non spiritual
Secara terminologi Secara etimologi Seculer dari bahasa latin yang berarti saeculum, yang
memiliki dua konotasi yaitu Time ( masa ) dan Location ( tempat ). Sekuler dalam pengertian
waktu menunjukan kepada “ sekarang “ dan dalam pengertian ruang berarti “ dunia atau
duniawi “. Makna lain dari sekuler atau unspiritual seluruhnya berdasarkan dari kata dunia (
world ).
Dalam sejarah Kristen Eropa, kata sekuler dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari
cengkeraman kekuatan Gereja yang sangat kuat di zaman pertengahan. Pembebasan dari
asuhan agama dan metafisika, dari sebuah pengalihan perhatian “ dunia lain “ menuju “ dunia
kini “. Maka tidak sepantasnya kaum kristen menolak sekulerisasi yang menjadi konsukensi
otentik dari kepercayaan Bible. Sewajibnya kaum kristen memelihara sekularisasi ini.
Dengan ini pun Harvey Cox, salah seorang “Penabuh Genderang “ dibarat, membedakan
sekularisasi dan sekularisme. Menurutnya sekularisme adalah nama sebuah ideologi yang
tertutup. Sedangkan sekularisasi lebih membebaskan alam masyarakat dari kontrol agama
dan pandangan yang tertutup.
Sekularisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia pertama dari belenggu agama dan
metafisika yang terlalu mengatur akal dan kehidupan manusia. Kebebasan yang menurutnya
terlepas segala paham berunsurkan agama, menghapus segala mitos, membebaskan segala hal
dari campur tangan nasib, dan bertahan bahwa nasib dunia ada pada tangan pribadi masing-
masing. Karena sudah menjadi sebuah keharusan bagi kaum kristen pun dilarang keras untuk
menolak ajaran ini, melainkan menyokong, mendukung dan memelihara sekularisasi.
Sekularisasi pun dapat diartikan sebagai faham atau pandangan yang berpendirian
bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Dengan beberapa devinisi diatas
maka, munculah beberapa perbedaan antara sekularisasi dan sekularisme walaupun sekilas
keduanya tampak sama.
Ajaran ini akan menjadikan semua jenis karya budaya hanya berdasarkan dari
pandangan alam yang memiliki makna akhir dan tidak bisa diubah lagi. Dengan inilah
masa depan akan mengalami perubahan dengan kebebasan manusia dalam
menciptakan perubahan dan melibatkan dirinya dalam proses “ evolusi “. Perubahan
pada nilai-nilai ini juga merupakan pertukaran akidah dan terjadi pada tindakan serta
sikap manusia terhadap sejarah. Semua nilai-nilai akan terus menerus mengalami
pembaharuan sesuai dengan sejarah yang berevolusi.
Ideology sekuler akan memberi makna baru terhadap konsep Tuhan,wahyu, alam,
kenabian , manusia, kepemimpinan, moral dan etika yang telah pasti dalam ajaran agama
Islam. Ideologi sekularisme akan terus menceraikan hubungan antara alam dan Tuhan.
Sekalipun Islam mempunyai sisi dalam pengosongan nilai-nilai, tetapi hal itu lebih diberatkan
kepada animisme, takhayul, khurafat dan mengisinya dengan nilai-nilai Islami , dengan
pandangan bahwa alam semesta adalah tanda-tanda kekuasaan Allah swt.
Begitupun dalam desakralisasi politik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, yang
membuang peranan ulama dalam pemerintahan. Hal ini sangat bertentangan dengan risalah
Rasulullah SAW yang mengajarkan dirinya menjadi pemimpin negara dan kemudian
dilanjutkan oleh para khulafa setelahnya. Seluruhnya memiliki kepribadian yang arif dalam
masalah agama. Menceraikan Islam dari politik akan menghalangi sepak terjang agama Islam
dalam masyarakat . Dengan demikian agama menjadi urusan pribadi bukan publik.
Dalam relativisme sejarah, yang mana hal ini menjadi titik utama dalam pemikiran
sekuler juga bertentangan dalam ajaran Islam. Agama Islam memiliki nilai-nilai kebenaran
yang mutlak bukan hanya untuk masa dahulu, tetapi untuk sekarang dan akan datang, bersifat
sepanjang masa. Penolakan agama Islam atas ide relativisme yang dianut oleh sekularis ini
dikarenakan ide ini akan merelativkan semua system akhlak .
Dapat dipastikan bahwa sekularisme tidak terdapat dalam ajaran Islam, karena bertujuan
untuk memisahkan antara akal dan ilmu, antara agama dan kehidupan. Inilah hal besar yang
ditentang oleh ajaran agama Islam sendiri. Karena didalam agama Islam sendiri tidak ada
pemisahan antara agama dan negara. Dalam Al-Qur’an telah dipaparkan mengenai politik di
zaman para khulafa’ Ar-rasyidin. Definisi politik sendiri menurut para ulama ialah untuk
melanjutkan peran Rasullulah SAW dalam penegakan agama dan pengaturan dunia.
Dengan melihat konsep sekuler tentang motto bahwa Agama adalah untuk Tuhan
sedangkan Negara adalah untuk semua, adalah keburukan jahiliyyah yang tidak dapat
diterima dalam pandangan Islam. Dalam agama Islam penciptaan segala sesuatu dan pengatur
segala urusan bahkan masalah yang diperbuat oleh manusia termasuk dalam ruang lingkup
kehendak dan penguasaanNYA. Sedangkan manusia hanyalah khalifah Allah yang mengatur
sesuai dengan kehendakNYA.
Sebagai khalifah, manusia terikat dengan syari’ahNYA dalam segala perbuatan. Maka
sangat tidak semestinya konsep agama Islam bahwa Allah yang maha pengatur segala urusan
dimuka bumi ini disandingkan dengan konsep pemisah antara agama dan Negara yang
ditawarkan oleh sekularisme.
Rasulullah SAW telah merumuskan prinsip Al-Qur’an sebagai refrensi agama landasan
atas pembentukan sebuah Negara dan mewujudkan kehidupan yang kaffah. Karena jika
undang-undang dalam suatu Negara dibentuk berdasarkan syari’at Allah, maka inilah politik
agama yang memberi manfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat . Segala aspek
kepemimpinan berujung pada segala kemaslahatan seluruh umat. Tetapi apa yang dibawa
oleh kaum sekuler hanya mengatur menurut peraturan akal untuk mewujudkan kemaslahatan
duniawi saja.
3. Islam Modernis
A. Pengertian Mujaddid Dan Modernis Islam
a. Pengertian Mujaddid
Istilah Mujaddid secara bahasa berasal dari Bahasa Arab yaitu Jaddada – Yujaddidu
yang bermakna memperbaharui. Mujaddid sendiri adalah isim fa‟il (subjek) sehingga
maknanya yaitu „orang yang memperbaharui
Lima kriteria di atas ada yang dapat dinilai secara objektif berdasarkan fakta-fakta dan
adapula yang bisa bersifat subjektif atau relatif, berbeda penilaiannya dari satu orang ke yang
lainnya. Yang paling kentara sifat relatifnya adalah kriteria „ditunjuk‟ (yusyaaru ilaiih). Ini
tentu akan menimbulkan pertanyaan semisal : „Siapa yang menunjuk?‟, „Berapa banyak
yang harus menunjuk?‟, dan seterusnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata modern bermakna terbaru, mutakhir, atau
sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan imbuhan –is
di belakang kata modern bermakna menunjukan pada orang yang melakukan pembaharuan
atau pemutakhiran mengenai suatu hal tertentu.
Sehingga istilah „Modernis Islam‟ dapat diartikan sebagai orang yang melakukan
pembaharuan dalam agama Islam dan menjauhkannya dari kejumudan dalam rangka
merespon tantangan zaman. Namun adapula pengertian lain mengenai modernisme Islam,
yaitu : “Gerakan yang telah digambarkan sebagai „respons ideologis Muslim pertama‟ yang
berusaha untuk mendamaikan iman Islam dengan nilai-nilai Barat modern seperti
nasionalisme, demokrasi, hak-hak sipil, rasionalitas, kesetaraan, dan kemajuan.”
Dalam hal latar belakang tentu dunia barat dan dunia Islam jauh berbeda. Dalam
dunia barat modernitas melahirkan sekulerisme yang bertentangan dengan prinsip agama di
sana, yaitu kristen. Dimana para ilmuan menempati posisi yang berseberangan dengan
otoritas keagamaan di sana. Namun dalam Islam kondisi ini jelas berbeda karena sejarah
mencatat banyak pemegang otoritas kegamaan di dunia Islam dan pada saat yang sama juga
merupakan seorang ilmuan dan saintis. Artinya bahwa Islam lebih adaptif dan akomodatif
terhadap perubahan zaman (Solihun likulli zaman).
Meski begitu akan lain halnya jika berbicara umat Islam yang mungkin saja kurang
adaptif terhadap perubahan zaman karena sikap yang cenderung kaku (tasyaddud) dalam
memahami teks (literal), bahkan cenderung parsial. Hal ini terbukti dengan munculnya
paham khawarij sejak abad pertama lahirnya Islam. Di lain sisi adapula yang terlalu
akomodatif terhadap nilai modern sehingga mengabaikan nilai-nilai substantif dalam Islam
itu sendiri, yang dalam perjalanan sejarah Islam tercermin dengan kemunculan kelompok
muktazilah. Seharusnya sebagai seorang muslim mampu akomodatif terhadap zaman namun
tidak pula kehilangan jati diri dan mengabaikan nilai-nilai fundamental dalam ajaran Islam.
Dalam hal madzhab keagamaan dan politik, Al-Afghani bermadzhab Hanafi, walau
dalam hal akidah beliau tidak menggunakan metode taqlidi (konservatif) namun menurut
Muhammad Abduh beliau selalu berpedoman pada sunnah-sunnah yang sahih, beliau juga
cenderung mengikuti jalan kesufian. Secara politik Al-Afghani berpedoman pada nilai-nilai
Islam untuk membangkitkan kembali kejayaannya. Di antaranya adalah penentangan
terhadap penjajahan Inggris di wilayah timur dan mereduksi pengaruh Inggris terhadap
pemimpin-pemimpin Islam disana.
Tidak hanya dari masyarakat timur yang menghromati Al-Afghani, bahkan para tokoh
di barat pun menaruh penghargaan yang besar. Ernest Renan yang merupakan filsuf Perancis
misalnya, merasa seolah tengah berhadapan dengan tokoh besar seperti Ibnu Sina atau Ibnu
Rusyd ketika berdiskusi dengan Al-Afghani. Begitu pula halnya dengan politikus dan
orientalis Inggris, S. Blunt yang menyebut Jamaluddin sebagai seorang jenius yang mampu
memberikan pengaruh besar pada gerakan perbaikan Islam.
Namun tidak berarti bahwa tidak ada yang menentang Jamaluddin AlAfghani, bahkan
di antara kaum muslimin sendiri ada yang menghujaninya dengan tuduhan dan fitnah semisal
disebut zindiq dan mulhid (atheis), yang kemudian memunculkan buku bantahan semisal
Jamaluddin Al-Afghani Baina Haqaiq At-Tarikh wa Akadzib Luis „Awadh yang disusun oleh
Muhammad Imarah atau Jamaluddin Al-Afghani Al-Muslih Al-Mutaro „alaih oleh Muhsin
Abdul Hamid.
Muhammad Abduh telah menelurkan banyak karya yang memuat pemikirannya, yang
pertama yaitu koran Al-„Urwah Al-Wutsqa yang merupakan karya bersama dengan gurunya,
Jamaluddin Al-Afghani dan diterbitkan di Paris. Selain itu beliau juga menulis Risalat At-
Tauhid yang membahas perjalanan sejarah ilmu teologi Islam beserta pembahasan berbagai
permasalahannya serta metode dalam mempelajarinya. Beliau menjelaskan kaitan akal
dengan syariat beserta peran filsafat dalam perkembangan ilmu akidah itu sendiri dengan
batasan-batasan tertentu.
Beliau juga menerangkan mengenai tidak relevannya taklid dalam Islam karena taklid
akan menegasikan dan menihilkan peranan akal manusia, padahal Allah memerintahkan
untuk berpikir dan menggunakan akal. Bahkan beliau menyebut bahwa Islam sendiri
melarang umatnya untuk bertaklid.
Selain itu Muhammad Abduh bersama muridnya, Rasyid Ridha juga membuat
majalah Al-Manar yang menjadi penyampai ide gerakan pembaharuan dalam dunia Islam dan
menjadi penerus dari surat kabar AlUrwah Al-Wutsqa. Dan dari majalah Al-Manar kemudian
muncul Tafsir AlManar yang merupakan seri kajian tafsir dalam majalah tersebut.
Muhammad Abduh juga yang mempelopori pendirian kampus Mesir yang baru terwujud
setelah beliau wafat, dan kemudian dinamai dengan Universitas Kairo.
PENUTUP
KESIMPULAN
Istilah Islam Liberal disusun dari dua buah kata, yaitu Islam dan liberal. Islam
maksudnya adalah agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw. Dan
Liberal yang artinya adalah kebebasan. Kata Liberal adalah satu istilah asing yang diambil
dari kata Liberalism dalambahasa Inggris dan liberalisme dalam bahasa perancis yang berarti
kebebasan. Kata ini kembali kepada kata Liberty dalam bahasa Inggrisnya dan Liberte dalam
bahasa prancisnya yang bermakna bebas.
Leonard binder, Islam Liberal; Kritik Terhadap Ideologi Pembangunan, Pustaka Pelajar