Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“JAWABAN PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM ATAS KRISIS GLOBAL”

OLEH :

GHONIM RAHADIAN

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


KOMISARIAT INSTITUT AGAMA ISLAM

SUKABUMI (IAIS)

CABANG SUKABUMI

BADAN KOORDINASI JAWA BARAT

KODE (H)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Jawaban Pembaharuan Pemikiran Islam Atas
Krisis Global”

Makalah ini bertujuan untuk membahas dan menjawab pembaharuan paradigma islam dalam
mengatasi krisis global. Semoga kepenulisan ini dapat di juga di perdebatkan dalam wacana-wacana
forum intelektual sebagaimana keadaan forum-forum nasional yang per-hari ini mengalami
kemunduran dalam memahami esensi dari demokrasi itu sendiri.
Metode dalam kepenulisan ini yaitu kualitatif deskriptif berdasarkan temuan data berupa studi
literatur yang ada di setiap sumber-sumber bacaan.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan sebuah permasalahan, rumusan masalah, bahkan
kerangka teori tentang pentingnya pembaharuan gerakan Mahasiswa khususnya pemikiran islam atas
kiris global. Diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman lebih mendalam melihat
fenomena yang saat ini ada didepan mata kita.

Penulis menyadari bahwa pembahasan ini tidak bersifat menghakimi, namun lebih sebagai
pandangan kritis terhadap Fenomena Studi Gerakan Islam, khususnya pemikiran islam atas krisis
global. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan kontribusi positif bagi pembaca.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan agar makalah ini dapat terselesaikan dan dapat di terima oleh panitia Latihan
Kepemimpinan II Cabang Ciamis Jawa Barat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi kritis tentang fenomena masa depan, dalam menyongsong perubahan
paradigma Mahasiswa dalam memberikan pemahaman islam khususnya dalam lanskap global.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sukabumi, Februari 2024


Penulis

Ghonim Rahardian

Halaman cover..............................................................................................................................
Kata Pengantar..............................................................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................

A. Kerangka Teori.................................................................................................................
B. Pembahasan......................................................................................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................

BAB I
PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Agama dalam bahasa sanskerta ‘A’ tidak ’Gama’ Kacau. Pengertian agama sendiri dalam bahasa
sanskerta sendiri adalah tidak kacau. Perlu kita sadari, bahwa agama mengajarkan tentang sesuatu
hal yang tidak kacau, sehingga ada kesimpulan bahwa agama mana pun seperti Hindu, Budha,
Kristen termasuk Islam sendiri tidak pernah mengajarkan sesuatu hal yang kacau. Tetapi, adapun jika
ada suatu agama mengajarkan sesuatu hal yang kacau, bisa di pungkiri itu bukan ajaran agama
terhadap subyek atau pelaku yang menjalankan agama tersebut. Melainkan oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab terhadap kepercayaannya tentang agama. Sehingga hal-hal yang berkaitan
tentang pengajaran agama sama sekali tidak di imaninya secara esensial. Agama sendiri selalu
mengajarkan hal-hal yang fundamentalisme, suatu hal yang berkaitan dengan agama tidak ada
kaitannya tentang terorisme, tidak menghormati relasi antar-gender, atau sesuatu hal yang berkaitan
dengan liberalisme. Tetapi kenyataannya agama seringkali dijadikan sebuah tunggangan politik, atau
di manfaatkannya agama terhadap politikus-politikus di penjuru negeri mana pun termasuk
Indonesia. Seperti gerakan ekstrimis kanan terhadap agama. Ekstrimis kanan ini seperti upaya agama
yang di politisasi, sehingga agama dalam pandangan politik itu sendiri selalu menjadi variabel yang
berbeda misalnya bukan sebagai perekat antar primodial atau hal yang mampu mempersatukan
dengan penyamampaian yang sejuk dan damai, tetapi sebagai hal yang di politisasi agama sendiri
selalu menjadi sesuatu hal yang memecah bela dan sering terjadinya konflik. Hal ini di kemukakan
dalam buku, Membentuk Militansi Agama, Iman dan Politik Dalam Masyarakat Modern: Sebagai
pengantar dari Nurcholish Madjid atau biasa di kenal Cak Nur.
Tentu jawaban isu agama terhadap tantangan di era modernisme yang semakin massif, bukan
hanya Langkah ijtidah agama dalam resolusi isu islam kontemporer dan risk society 5.0 saja, tetapi
perlu adanya jawaban yang mampu menjadi langkah solutif global dalam konteks pemikiran islam
yang keras tetapi humanis dan dapat di artikan dalam terjemahan era modernisme ini. Sebab
mendatang, agama akan selalu di pandang sebagai sebuah doktrin-doktrin yang sudah tidak lagi
relevan, karena agama di pandang sebagai sesuatu hal yang kaku atau tidak fleksibel, anti relasi
gender, anti liberalisme, sekuleralisme atau agama selalu menjadi hal yang tidak bisa pluralisme dan
sebagainya.
Tentu agama harus sebagai langkah desisif, tegas dan berpihak lebih dari basa-basi politik.
Sebab Islam, dari aktor-aktor yang sudah dikenal dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai dengan
para sahabat-sahabatnya, memiliki legitimasi yang kuat dan legitimasi agama yang jelas. Tidak ada
yang berani mempungkiri legitimasi tersebut, sehingga Islam diyakinkan masih dapat mampu
menjawab rumitnya peubahan sosial yang terjadi saat ini, apa lagi dalam konteks global seperti
permasalahan kemanusiaan, kemiskinan, perperangan, hingga kondisi sosial-politik.
Banyak juga yang mengatakan seperti para ulama abad pertengahan seperti, Al- Marwaddi
dan Ibn Taymiyah, bahwa islam memang tidak lagi produktif dalam mengelaborasi dimensi
politiknya. Tidak berkembangnya islam untuk mencoba menjawab pembaharuan pemikiran islam di
Tengah-tengah krisis global, memunculkan sikap apologetic dan defensif. Yang lebih parah lagi
tentang hal tersebut, bahwa kelompok diluar islam sebagai biang keladi kemunduran untuk sesuatu
yang tidak bisa dilakukan sendiri. Transisi agama selalu menjadi perhatian juga pasca runtuhnya
orde baru 1998 pada zaman Soeharto, tetapi agama selalu di pandang sebagai pengrusak tatanan
demokratisasi sistem suatu negara di Indonesia. Proses transisi dalam membangun konsolidasi
pemahaman dan gagasan tidaklah mudah, dalam realitanya selalu akan menemukan perbedaan multi-
kultural, menekankan kebijakan koersif dan gesekan-gesekan ideologis. Tetapi itulah pengertian dari
transisi. Semua hal yang bersifat transisi akan memiliki konsekuensi yang tinggi, sehingga proses
transisi tidak lagi di pungkiri, ada baiknya ada juga buruknya.
Artinya islam di abad-21 ini harus merasakan yang namanya paradoksal transisi dan
kehancuran dalam hal pemikiran untuk Kembali bergegas mengevaluasi hal yang terjadi selama 100
tahun ini. Apa lagi HMI mendatang akan menyambut proses 1 abad keorganisasianya yang dimana
tidak mudah bagi kader-kader HMI dalam merumuskan interpretasi pemikiran di tengah
reinterpretasi zaman.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagamaina peran HMI dalam menjawab keadaan krisis global dalam semangat resolusi isu
islam kontemporer dan Risk Society 5.0 di Era Modernisme ?

2. Apakah HMI bisa meminimalisir terjadinya Risk Society 5.0 dalam era modernisme dan
menjadi corong gerakan umat di tengah gejolak modernisme global yang tidak pasti ini ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. KERANGKA TEORI
Kerangka teori yang di gunakan penulis yakni metode kualitatif deskriptif, yang dimana lebih
menekankan kepada pengayaan kata dan penelitian secara pribadi atau individu dengan melihat
fenomena sosial yang berkembang di lingkungan sekitar. Data yang digunakan penulis yakni melalui
referensi hasil diskusi, buku bacaan baik jurnal, media online, media massa, atau pun artikel-artikel.
Analisis yang di gunakan penulis menggunakan analasisi induktif, dimana realita pengalaman
pribadi menjadi tolak ukur penulis dalam hal menganalisis perubahan sosial baik dalam aspek
ekonomi, sosial masyarakatnya, dan politik.

B. PEMBAHASAN
Indonesia pada masa reformasi mendapatkan gejolak yang begitu besar dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat. Dimana kita ketahui pada masa orde baru yang saat itu dipimpin oleh Presiden ke
dua Soeharto, tidak menemukan titik temu yang dapat merubah nasib Masyarakat Indonesia.
Kepemimpinannya yang otoriterianisme dan sentralistik membawa kekecewaan khususnya pada
kalangan Mahasiswa pada saat itu. Belum lagi krisis ekonomi yang di pengaruhi global dimana
kemerosotan harga rupiah kita per satu dollar yakni mencapai 15.000 rupiah. Dalam menurunnya
nilai rupiah kita di mata dunia, tentu sama saja kita mengalami kegagalan dalam mempertahankan
kondisi stabilitas ekonomi yang dimana pada saat itu seharusnya Soeharto sebagai pemimpin kepala
negara dapat mengambil Keputusan untuk mencari Solusi keluar dari permasalahan krisis yang di
intervensi oleh pihak global. Setelah dimana kita akhirnya mengalami kemunduran dalam hal system
demokrasi, munculnya pemilu pertama pada tahun 1999 juga mewarnai system politik di Indonesia
khsususnya dalam kalangan islam. Runtuhnya Soeharto pada saat itu, seakan mengembalikan gairah
para penganut ideologi islamisme untuk membangun kembali basis massa dalam mewarnai Sejarah
kontemporer politik Indonesia. Dimana yang kita ketahui pada saat orde lama, tidak bisa dipisahkan
pergulatan perjuangan kemerdekaan pada zaman Soekarno ada sejarah partai-partai islam yang turut
andil dalam memaknain posisi Indonesia saat itu seperti Partai Masyumi, Partai Kebangkitan Umat,
Partai Nadhatul Ummah dan lainnya.
Tentu dalam kacamata penulis hari ini tentang landscape percaturan politik dan kondisi sosial
tentang Ijtihad himpunan mahasiswa islam dalam mengawal peta perpolitikan Indonesia dan keadaan
krisis global dalam konteks upaya resolusi islam kontemporer dalam meminimalisir risiko sosial di
era modernisme, sangat tidak mudah. Krisis global bukan hanya saja membahas kondisi ekonomi,
sosial-politik, krisis iklim, tentu juga membahas dalam konteks agama. Agama dalam abad-21 ini,
sudah masuk dalam pembahasan yang juga krisis secara esensial juga substansial. Dalam
tantangannya, krisis global selalu menjadi bulan-bulanan dalam bayangan Masyarakat era-modern
terhadap suatu hal yang bahkan sulit untuk dapat dipercayai bahkan diterima. Seperti misalkan
pekerjaan di masa depan akan tergantikan oleh teknologi seperi Robot, AI, dan sistem-sistem yang
berjalan tanpa tenaga manusia. Lalu ada sebuah pertanyaan yang begitu meradikal penulis,
bagaimana peran Indonesia dalam menjawab tantangan krisis global yang terjadi di Indonesia
khususnya himpunan mahasiswa islam dalam peran sentral lokomotif perubahan ?
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama islam. Islam sendiri secara
formal dan konstituen, diakui oleh negara sebagai Sejarah penting bagi majunya bangsa kita ini.
Dimana 80% penduduk di Indonesia, memeluk agama islam. Tidak perlu di pungkiri bahwa islam
sebagai sebuah system kepercayaan dengan seperangkat pranata sosialnya telah mewarnai realitas
sosial politik di Indonesia selama berabad-abad dan turut membentuk identitas keindonesiaan
modern. Dalam hal kuantitas penganut islam di Indonesia tidak perlu diragukan lagi, terlebih kader-
kader Himpunan Mahasiswa Islam. Tetapi dalam menjawab tantangan akan krisis global, kuantitas
bukan lagi menjadi tolak ukur yang signifikan dan di utamakan. Keadaan genting yang membawa
HMI kedalam pusaran peradaban global, bukan hanya dari banyaknya kader HMI saat ini. Kualitas
kader HMI menjadi pertaruhan akan kemajuan bangsa Indonesia kedepan dalam memetakan
peradaban dan memformulasikan gagasan dalam lingkung-lingkup organisasi dan Indonesia. Tentu
peran kader HMI sangat tidak mudah dalam meresolusi gerakan pembaharu sebagai jawaban
pembaharuan pemikiran islam terhadap kondisi global yang semakin krisis ini. Sama saja, Indonesia
menceburkan diri ke lingkup yang tidak akan berpengaruh terhadap tatanan global dimasa
mendatang.
Anti-tesa ini muncul, bukan dalam hal wacana belaka saja. Tetapi kita bisa melihat fenomena
yang berkembang pada saat itu di Timur Tengah. Gerakan protes yang berkembang di Timur Tengah
pada saat 2010, ketika seorang pedagang buah yang menginisiasi sebuah gerakan dengan sengaja
membakar dirinya dan membuahkan respon yang signifikan di kalangan masyarakat Arab Spring di
Tunisia pada saat itu. Masyarakat yang merespon hal tersebut bukan hanya terpancing oleh apa yang
di lakukan pedagang buah itu, tetapi mereka juga ikut mendorong kepemimpinan otoritarianisme dan
ketidakadilan yang di pimpin oleh rezim Zainal Abidin Ben Ali. Beberapa bulan pergolakan yang
terjadi di Tunisia, protes rakyat di Mesir juga terjadi. Hal tersebut menentang kepemimpinannya
Husni Mubarok atas kebijakan yang memberangus kebebasan pers, dan para oposisi. Sama halnya
seperti masa orba, kekuatan politik islam seperti partai PKS yang menganut ideologi islam politik
mendapatkan intimidasi dan pelemahan. PKS yang saat itu disebut sebagai partai yang memiliki
hidden agenda atau memiliki agenda khusus dalam hal merubah system negara dengan syariat islam.
Sebab nilai-nilai yang diajarkan PKS dipandang berpotensi bertentangan dengan nilai-nilai
demokrasi. Dan dalam banyak hal, PKS memang masih cukup canggung dengan isu-isu demokrasi,
relasi islam dan negara, posisi kaum minoritas, serta posisi perempuan diruang publik.
Tadi merupakan bentuk anti-tesa penulis terhadap ideologi islam politik di Indonesia. Ada pun
bentuk tesa penulis yakni tentang proses pemilu yang baru saja usai. Tetapi dalam proses pemilu di
2024 ini ada beberapa pembahasan yang kiranya perlu kita cermati sebagai analisis mendasar atau
analisis fundamentalis. Agama dipandang sebagai gerakan yang merupakan sesuatu hal yang riskan
sehingga dalam perspektif orang awam, agama di pandang sebagai sesuatu yang tidak pantas jika
disandingkan dalam pembahasan politik. Tetapi dalam sejarah pergerakan Indonesia sendiri, hal yang
patut kita perjuangkan dalam mempertahankan jiwa nasionalis kita terhadap negara ini yakni mau
tidak mau dengan cara mengkolaborasikannya antara agama dan negara. Bahasa terminologi itu
mungkin dapat dengan mudah di pahami sebagian kalangan masyarakat awam dengan kondisi
bangsa kita saat ini. Tentu kita sandingkan dengan pemahaman islam era kontemporer. Seperti
mengutip sedikit apa yang dikatakan oleh ilmuwan muslim atau pun nonmuslim, bahwa politik islam
merupakan cara pandang islam universal. Artinya kalau kata, Dr. Schact, bahwa islam lebih dari
sekadar agama, tetapi juga mencerminkan teori perundang-undangan dan politik. Islam sendiri
dipandang sebagai menjawab hasil dari tuntutan demokrasi yang itu sendiri.
Era kontemporer membawa kita kepada sesuatu hal yang skeptis. Tentu rasa skeptisisme kita
terhadap suatu hal bukan semata-mata datang dari hasil proses terjemahan individu. Munculnya
permasahan krisis global tidak datang dengan sendirinya. Raut wajah bangsa kita, semakin tidak
menentu dalam menyikapi persoalan krisis global dan masifnya teknologi di era modernisme ini.
Belajar dari tiga negara di Timur Tengah pasca arab spring, menguatnya islam politik membuahkan
gambaran yang positif bagi kalangan Islam di Indonesia khususnya kader-kader himpunan
mahasiswa islam.
Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana peran hmi dalam menjawab keadaan krisis global
terutama krisis sistem demokrasi di Indonesia dalam hal membakar semangat isu islam kontemporer
di Tengah-tengah kejumudan perlakuan peradaban akan islam ?
Ada beberapa indicator yang bisa di ukur secara realitas, seperti misalkan. Kalau penulis
mengambil kesimpulan dalam hasil analisa pemilu 2024 dan masa Arab Spring Timur Tengah. Dua
hal tersebut sangat berkaitan dengan kekuatan politik islam yang tidak bis akita hindarkan. Penulis
akan jabarkan satu-persatu dengan semangat keislaman dan keindonesiaan.
Satu kita tahu ada beberapa yang masuk akal dan dapat diterima tetapi ada juga bahkan yang
sama sekali tidak bisa dapat diterima, sehingga memunculkan pembahasan yang dalam konteks
sekulerisme itu sesuatu hal yang rumit. Tetapi dalam hal perspektif lain, seperti islam itu sangat
masuk akal. Contoh, pada saat 1998 era reformasi terjadi sebuah gerakan besar-besaran akibat
runtuhnya rezim orde baru yang di pimpin oleh Soeharto. Dimana Soeharto saat itu sangat sekali
otoriter dan kepemimpinannya dikatakan tidak lagi bisa di kontrol oleh masyarakat sebagai
legitimasi politik yang paling kuat. Sehingga yang terjadi, kemarahan masyarakat yang diwakili oleh
Mahasiswa berhasil meruntuhkan rezim Soeharto dan bangkitnya kekuatan politik Islam dapat diakui
kembali ke atas permukaan. Ada pun di Timur Tengah sendiri, pasca Arab Spring ketiga negara
seperti Tunusia, Mesir, dan Libya telah membuka lembaran baru terhadap sistem perpolitikan di
Timur Tengah tersebut. Belum lagi runtuhnya Uni Soviet, negara-negara yang pro-demokrasi Timur
Tengah, berusaha memperkuat cengkaramannya di Timur Tengah yang sadar akan Sumber Daya
Alam seperti minyaknya yang meruah, dengan meneriaki slogan demokratisasi. Tetapi tidak bisa di
pungkiri, kekuatan politik islam di Mesir misalnya sebuah kekuatan yang datang untuk
menyelamatkan terjadinya krisis global. Dari sana, melalui Ikhwatul Muslimin dan Freedom and
Justice Party (FJP) Islam terjun kedalam politik praktis. Sehingga, terbentuknya Al-Azhar salah satu
sekolah di Timur Tengah yang mendatangkan murid sebanyak 400.000 Mahasiswa di berbagai
jurusan.
Tentu hal ini baik bagi kalangan muslim di Indonesia terkait permasalahan krisis global.
Walaupun tentu dalam konteks implemtasinya sangat tidak mudah untuk di praktikan, namun
melalui kader-kader himpunan mahasiswa islam, penanganan risiko berkembangnya risiko milenium
baru bisa di atasi. Terutama perkembangan isu seperti maraknya teknologi tetap di gencarkan namun
dengan penggunannya yang smart atau cerdas. Dengan begitu, orang-orang awam dalam
penggunaan teknologi tidak sembarangan untuk menggunakan suatu media sosial misalnya. Ada pun
dalam konteks kesenjangan sosial yang terjadi di masyarkaat Indonesia, HMI bisa dengan juga
merealisasikan isu agama sebagai satu kesatuan korelasi yang harus di patuhi akibat kejadian zaman
yang seandainya kalau tidak di bendung akan mengakibatkan sesuatu hal yang dapat mengganggu
psikis kesehatan masyarakat dan pekerjaan yang semakin sulit untuk di dapatkan akibat
berkurangnya pekerjaan yang seharusnya hal tersebut di kerjakan oleh kita sebagai manusia. Islam
juga harus bisa kembali kuat dalam kembali membahas hal-hal yang sifatnya fundamentalisme
sehingga hal-hal yang disampaikan islam dapat meminimalisir terjadinya gerakan ekstrim di
kehidupan yang akan datang dan entah kapan gerakan atau hal itu akan terjadi.
Empirisme menjadi langkah awal kita dalam mentransformasikan jawaban pembaharuan
pemikiran islam akan krisisis global. Risk Society 5.0 dengan mudah bisa kita tangani, asalkan
sesuatu hal yang fundamental bisa kita isukan dalam semangat ini. Tentu dalam sikap pemerintah
melihat fenomena yang berkembang saat ini dan keputusan yang nantinya di ambil akan
mendapatkan konsekuensi. Tetapi bagaimana konsekuensi itu bisa dapat di minimalisir oleh
kalangan yang memiliki pandangan sekularisme. Sebab sekularisme dipandang bukan sesuatu hal
yang tepat untuk saat ini, ada pun bahkan Islam sendiri di pandang sebagai agama yang saat itu di
kenalkan melalui Nabi Muhammad SAW lebih dahulu membahas mengenai apa itu pluralisme,
relasi-gender, bahkan Nabi Muhammad yang secara historis menikahkan Khadijjah sebagai langkah
ia memaksimalkan kondisi sosial-ekonomi yang ada di Arab pada saat itu. Tentu sebuah pertanyaan
yang menggelitik, seadainya atau jikalau Islam khususnya di Indonesia di pandang sebagai langkah
politik yang tidak menghargai proses demokrasi. Sementara, pelaku-pelaku muslim yang tidak
bertanggungjawab itu yang merusak citra islam secara keseluruhan. Bagaimana lalu setelah
perusakan oknum-oknum akan islam, yang tidak berani bertanggungjawab akan sikap yang telah ia
perbuat. Sehingga sejarah Islam di Indonesia di pandang sebagai sesuatu phobia yang menular
sampai ke darah cucu anak kita. Bagaimana lalu HMI dapat juga bisa memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Islam yakni, HMI harus berperan dan mengkader pada saat anak itu baru lahir.
Seperti yang di sampaikan Agus Sitompul dalam bukunya yakni 44 Indikator Kemunduran HMI.
Dengan begitu, Himpunan Mahasiswa Islam dapat kembali membahas lebih dalam tentang proses
tranformasi krisis global, risiko sosial di era-modernisme bahkan pasca-modernisme.
Tentu, ketidakpastian akan kondisi dunia saat ini tidak bisa di pungkiri. Banyak negara-negara
bukan hanya Indonesia mengalami hal yang sama. Tetapi, kondisi tersebut tidak bisa di biarkan
begitu saja. Melihat saat ini, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi di 2045. Di mana usia
produktif 15-64 tahun lebih banyak dari pada penduduk usia non-produktif. Sehingga ada yang
sangat mengutungkan bagi Indonesia, dalam hal pendapatan per kapitanya, pertumbuhan
ekonominya, peningkatan tabungan dan investasi. Namun dalam konteks HMI dan Islam itu sendiri,
himpunan mahasiwa islam harus berperan sebagai satu satu yang mampu menjawab hal-hal yang
dapat di transformasikan untuk kepentingan umat. Misalnya permasalahan pengangguran,
kemiskinan, ketimpangan sosial. Hal tersebut, yakni dengan cara meningkatkan kualitas SDMnya,
mencipatkan lapangan pekerjaan, Meningkatkan Infrastrukur dan hal tersebut tentunya akan
membuat kader HMI di pandang bukan hanya sebagai kader Islam tetapi HMI dapat menjawab
tantangan zaman baik dalam konteks agama atau pun lainnya.
Kemasifan teknologi di era modernisme 5.0 tidak bisa di bendung sebagaimana cita-cita
keinginan para sosialis, tetapi setidaknya bisa di minimalisir dengan baik dengan melalui cara,
misalnya :
1. Menggunakan sosial media tentu sangat berguna bagi kita terutama dalam hal mencari
informasi dan mengetahui informasi terbaru dan berkembang saat ini. Tetapi yang menjadi
pertanyaan, apakah kita sudah tahu informasi yang kita cari dapat berguna untuk kita baik
dalam untuk kepentingan ekonomi, sosial atau pun politik ?
2. Apakah dalam hal kemajuan teknologi, kita merasa takut akan kemajuan tersebut ? Kalau kita
takut akan perkembangan zaman yang berkembang, tentu kita perlu menanyakannya kembali
kedalam diri kita. Apakah kita merupakan orang yang sebenarnya tidak ingin ada kemajuan
dan perlu di pertanyakan kembali lingkungan yang seharusnya mencetak kita kepada hal-hal
yang baik dan positif ?
3. Apakah islam sendiri mampu menjadi corong pergerakan umat atau menjadi contoh melalui
himpunan mahasiswa islam dengan sebagai pelaku yang terjun langsung atas apa yang
terjadi oleh bangsa kita ini ? Misalnya sebagai pelaku ekonomi untuk mengurangi angka
pengangguran, menjadi intelektual yang nantinya menggantikan proses orang-orang
cendikiawan kedepannya, menjadi pemimpin yang mengedepankan pandangan yang lebih
memperbanyak perhatiannya kepada masyarakat ?
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulannya bahwa islam sampai detik ini tetap menjadi agama dalam hal islam politik yang
bisa ikut berperan dan bukan dipandang sebagai islam-phobia. Terutama di kalangan sekularisme
di Indonesia yang menganut system demokrasi. Tetapi demokrasi perlu juga dipandang sesuatu
hal yang tidak lagi relevan dan kebijakan-kebijakan atau cara pandang agama bisa sudah sebagai
alternatif negara dalam hal mengambil kebijakan dalam sistem pemerintahan saat ini. Krisis
global bukan sesuatu hal yang dapat bisa diremehkan khususnya Indonesia yang pada saat 2045
akan menyambut bonus demografi. Perlu perhatian khsusus bagi sumber daya manusianya,
sehingga hal-hal yang ditakutkan kedepan akan dapat bisa di minimalisir. Dengan cara seperti
apa, islam mentransformasikan pemikirannya terhadap kondisi dunia saat ini? Yakni melalui isu-
isu penyesuaian tetapi disatu sisi tetap kepada pendiriannya yang dengan fundamental memiliki
nilai-nilai yang termaktub di dalam Al-Quran seperti moral, etika, dan sebagainya. Sebab kita
pastikan, kemajuan suatu peradaban tidak akan bisa di bendung dan kekacauan dunia setiap
tahunnya suatu saat akan selalu kita rasakan, tetapi dalam negara yang mayoritas menganut islam
terbanyak di dunia, Indonesia perlu mempertahankan semangat nasionalisme yang
mempertahankan kepada bhineka tunggal ika.
Ketergantungan negara akan suatu negara yang lebih maju merupakan hal yang sudah di
ketahui sudah lama oleh bangsa Indonesia, tetapi dalam hal pergerakan politik dan kebijakan
ekonomi islam indonesia harus mengambil langkah inisiasi besar yang seharusnya memang tidak
memikirkan konsekuensi. Perubahan yang signifikan seperti kemajuan teknologi tidak bisa di
pungkiri. Perubahan sosial-politik di Indonesia mau tidak mau harus menggunakan konsep
pemikiran islam, seperti negara-negara Timur Tengah Libya, Mesir, Tunisia. Sehingga demokrasi
yang nyata bukan hanya bualan dalam suatu sistem demokrasi di dunia saat ini.
Pemilu 2024 di Indonesia menjadi gambaran melemahnya islam dalam ikut serta dalam hal
semangat mewacanakan paradigma islam itu sendiri. Sehingga ketakutan HMI jelas benar-benar
kelihatan akan semangat memperjuangan semangat keindonesiaan dan keislamaan serta
sebagaimana pasal 4 dalam NDP HMI ”Terbinanya insan akademis pencipta, pengabdi yang
bernafaskan islam serta bertanggungjawab akan terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT”.

B. SARAN
Himpunan Mahasiswa Islam harus lebih banyak lagi membaca bukan hanya dalam konteks
membaca kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan melalui kacamata empirisme,
tetapi himpunan mahasiswa islam harus Kembali kepada garis perjuangan intelektual
sebagaimana bukan hanya para pendiri-pendiri himpunan mahasiswa islam yang selalu di jadikan
motivasi kedepan, kader-kader hmi jangan hanya terlibat akan kenyamanan politik praktis dan
kepentingan-kepentingan sesaat. Membaca yang penulis sampaikan adalah membaca buku dan
ilmu pengetahuan untuk meminimalisir kemunduran akan kader-kader himpunan mahasiswa
islam yang tidak lagi relevan akibat kemalasannya membaca buku dan pengetahuan. Semoga
kesadaran ini tumbuh dari diri sendiri, dan tidak mempersulit mentor-mentor atau motivasi-
motivasi kader hmi kedepan. Apa yang di negara saat ini sama halnya yang di alami oleh hmi
saat ini, hal tersebut disampaikan oleh cak nur.
Penulis hanya ingin menyampaikan sedikit keluh kesah penulis akan keadaan hmi hari ini,
ada pun yang menjadi kekurangan penulis dalam hal menuliskan hasil tulisan ini kurang lebihnya
dapat di maklumi karena penulis hanyalah manusia yang dapat juga mengalami kesalahan dalam
pandangan atau pun analisa penulis saat ini. Tetapi yang perlu di garisbawahi bahwa penulis,
menuliskan hasil tulisan ini yakni berdasarkan sumber dan hasil bacaan yang mampu di
pertanggungjawabkan baik secara ilmiah atau secara kebenaran pencariannya.
Waillahitaufik Walhidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakattuh.

Penulis

Ghonim Rahadian Khairullah


DAFTAR PUSTAKA

Membentuk militansi agama: Iman dan Politik dalam Masyarakat modern (Kata
Pengantar:Nurcholish Madjid)
Dari Representasi Politik Formal Ke Representasi Politik Non-Elektoral:Jurnal Penelitian Politik
Vol. 11, No. 2, Desember 2014: (Esty Ekawati)
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/52394391/Julnal_Penelitik_Politik-
libre.pdf?1490932661=&response-content-
disposition=inline%3B+filename%3DJulnal_Penelitik_Politik.pdf&Expires=1708517354&Signatur
e=WBxpvdOGXdQdVldlAs7vfKhXBtw5D3lw~DEtzDbTNTGxMlLF0Wg4sijM71q1GY0kGyDu0
7Y41XBXTYm09zMsm3aRuvit0KDdLK1zc3WJAi~0Gp8mxaqQPWt0sVGW8pKN6wZVwRr4cJa
xMVREOFy2qU972cWjHv01nr-
rkL6YLHp4dJUkimwvlJBqJoLumqNqk9KR7~Jxg~DQJUzq~eMldAXL1VdKkHAH8HexnsYwFg
Y6bScPKZxCtn~HeI1z77izcL6d0iSgo4p4XduAPS5mmKcqQin5E8aYSAYrjBm2Eo0~DYTA~b8Z
YFP1SKiOvBYyRN57SzZmWmG4pFWqq9f6pw__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA#page=85
Literasi Politik dan Pelembagaan Pemilu: Prof. Andi Faisal Bakti, Ph.D., dkk., Eds.
CV DAN PORTOFOLIO

FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA


A. BIODATA
1. Nama Lengkap : Muhammad Ghonim Diah Khoirullah
2. Nama Panggilan : Ghonim
3. Tempat Tanggal Lahir : Pati-08-Februari 2000
4. Alamat Asal : Jati Asih, Bekasi
5. Alamat Tinggal Sekarang : Gunung Puyuh, Sukabumi
6. No. Whatsapp : 085210806772
7. Akun Instagram : @Cakghonim
8. E-mail :Muhammadghonim422@gmail.com
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
9. Pendidikan Sekarang
a. Universitas/Institut : Institut Agama Islam Sukabumi (IAIS)
b. Fakultas : Fakultas Ekonomi
c. Departemen/Jurusan : Ekonomi Bisnis Islam
d. Angkatan : II (DUA)
e. NIM : 2182018
10. Pendidikan Sebelumnya Tahun Masuk Tahun Tamat
a. SD Jati Mekar VIII 2005 2011
b. MTSN Jati Asih 2011 2014
c. SMK Rahayu Mulyo 2014 2017
C. JENJANG PERKADERAN DI HMI
11. Formal
Training Komisariat/ Cabang Tahun
Basic Training/LK 1 Komisariat STAI 2019
Kharisma

12. Non Formal


Training Cabang Tahun
LKK

D. PENGALAMAN ORGANISASI
13. Internal HMI
Jenjang Struktural Amanah Periode
Komisariat PTKP 2020 s.d. 2021
Cabang KPP 2021 s.d. 2022
14. Eksternal HMI (Internal Kampus)
Jenjang Struktural Amanah Periode
Dewan Eksekutif Mahasiswa
Wakil presma DEMA 2019 s.d. 2020
Koordinator Aliansi 2021 s.d. 2022
Bem Sukabumi
E. INFORMASI MINAT/BAKAT
15. Hobi : Bersepeda dan Menulis
16. Keahlian atau bakat dalam bidang
a. Seni : c. Agama :
b. Olahraga : d. Lainnya :
F. Latihan Kader II HMI Cabang Depok
17. Alasan (Motivasi) Mengikuti LK II HMI Cabang Depok :

18. Yang saya harapkan dalam LK II HMI Cabang Depok nantinya (jika lulus) adalah:

G. KESEHATAN
19. Penyakit/Gangguan kesehatan yang di alami :

(Di harapkan membawa obat-obatan khusus yang di perlukan secara mandiri)


Foto kamis, 30 November 2023
Tanda tangan

(.......................)

Anda mungkin juga menyukai