PENDAHULUAN
Latar belakang
Ideologi pancasila lahir dari sebuah gagasan para tokoh yang terlibat
dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana pancasila memiliki 5 asas
yang digunakan sebagai landasan bagi setiap rakyat Indonesia dalam bernegara
dan berbangsa, termasuk sebagai landasan dasar fundamental peraturan-peraturan
atau segala undang-undang Republik Indonesia. Dan untuk benar benar mewujudkan
pancasila sebagai dasar fundamental maka kita harus mengetahui apa saja makna
dalam setiap asas yang terdapat dalam pancasila. Untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana Pancasila sebagai dasar fundamental negara dan mengenal inti asas
Pancasila, maka akan kami lanjutkan dalam bab berikutnya.
BAB II
Kedudukan Pancasila sebagai pokok atau kaidah negara yang mendasar atau
fundamental bersifat kuat, tetap, dan tidak dapat dirubah oleh siapapun
termasuk MPR-DPR. Merubah pancasila sama saja dengan membubarkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD 1945
pada alinea keempat “........,maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Meskipun di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak tercantum kata Pancasila, namun
bangsa Indonesia sudah bersepakat bahwa limat prinsip yang menjadi dasar negara Republik
Indonesia disebut Pancasila. Kesepakatan tersebut tercantum pula dalam berbagai Ketetapan
MPR-RI di antaranya adalah:
1. Lahirnya Pancasila
Lahirnya pancasila bermula saat adanya sidang BPUPKI. Dimana syarat utama
untuk kemerdekaan Indonesia dimana Indonesia harus memiliki dasar negara. Maka
digelarlah pertemuan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945,
untuk membahas tentang dasar negara bagi Indonesia yang dipimpin oleh Dr.
Radjiman Wedyoningrat. Dalam rapat tersebut beliau meminta kepada setiap
peserta rapat untuk menyampaikan ide-ide mereka mengenai dasar Negara
Indonesia.
Salah satu peserta yang mengungkapkan idenya adalah Mohammad Yamin. Beliau
menyampaikan sebuah gagasan lima dasar negara yaitu, peri kebangsaan, peri
ketuhanan, peri kesejahteraan, peri kemanusian, dan peri kerakyatan. Lalu
pembicara terakhir yang mengungkapkan gagasannya adalah Soekarno, dimana
beliau juga menawarkan lima dasar negara yaitu kebangsaan Indonesia,
kemanusiaan atau internasionalisme, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan
sosial, dan ketuhanan yang maha esa.
Pada hari yang sama saat lahirnya Pancasila dibentuk juga sebuah panitia
kecil yang beranggotakan delapan orang yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Sutardjo, A. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Mr. Moh.
Yamin, dan A. A. Maramis. Tugas dari panitia delapan ini adalah untuk
menganalisa usulan-usulan isi dasar negara dari anggota BPUPKI. Setelah
melakukan analisa panitia delapan menemukan ada dua perbedaan pendapat tentang
usulan isi dasar negara dimana golongan tokoh Islam menginginkan syariat islam
sebagai landasan dasar negara sementara para tokoh nasionalis menolak hal
tersebut.
Untuk menangani perbedaan pendapat dari para anggota BPUPKI maka dibuatlah
kepanitian lagi yang beranggotakan sembilan orang yaitu: Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. A. A. Maramis, Ahmad Soebarjo, Abikusno
Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, A. Wachid Hasyim, dan H. Agus Salim.
Panitia sembilan ini di ketuai oleh Ir. Soekarno.
Persatuan Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 BPUPKI yang sudah menyelesaikan tugasnya pun
akhirnya dibubarkan. Dan setelah itu dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) beranggotakan 21 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno
dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Tugas dari PPKI adalah untuk mempersiapakan
kemerdekaan Indonesia dengan tujuan utamanya ialah mengesahkan dasar negara
dan UUD 1945.
Pada tanggal 15 Agustus Jepang menyerah kepada sekutu dan kesempatan itu
dimanfaatkan oleh para golongan pemuda untuk meminta kepada Ir. Soekarno agar
segera mengumumkan kemerdekaan Republik Indonesia, tapi sayangnya para
golongan tua menolak karena menurut mereka proklamasi harus direncanakan
secara matang. Setelah itu terjadilah kesepakatan di Rengasdengklok dan pada
akhirnya Proklamasi dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh
Ir. Soekarno didampingi Drs. Moh. Hatta di kediaman Ir. Soekarno di Jakarta.
Tak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia ada seorang opsir dari
Jepang yang mewakili Indonesia bagian Timur menemui Drs. Moh. Hatta untuk
menyatakan keberatan terhadap isi sila Pancasila pertama yang sesuai dengan
rumusan Piagam Jakarta. Kemudian diadakanlah pertemuan dengan para tokoh-tokoh
islam yang akhirnya menghasilkan sebuah keputusan bahwa sila pertama diganti
menggunakan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
(a). Penetapan Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat rumusan Pancasila
yang telah disepakati sebagai dasar negara Indonesia
(b). Penetapan presidan dan wakilnya yaitu Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moh.
Hatta.
(c). KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) badan yang bertugas membantu
presiden dalam melaksanakan tugas-tugas negara.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini niali-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai
bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral
penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan
perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia diakui dan diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai kemanusian,
gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan.
Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa indonesia merasa dirinya sebagai bagian
dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa-bangsa lain.
Sila kedua ini menghendaki agar negara mengakui hak dan kewajiban yang sama pada setiap
warga negara indonesia, dan mengharuskan kepada negara untuk mempelakukan manusia
indonesia dan manusia lainnya secara adil dan tidak sewenang-wenang. Disamping itu negara
harus menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan kedudukan hukum dan
pemerintahan yang sama, serta membebani kewajiban yang sama dalam hukum dan
pemerintahan. Negara wajib menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang berbudi luhur
sesuai dengan harkat dan martabat manusia(Effendi,1995:39)
3. Persatuan Indonesia
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara apabila diperlukan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran