Anda di halaman 1dari 10

Hukum Udara dan Angkasa .

HUKUM RUANG UDARA

a. Pengertian, dan ruang lingkup Hukum Udara.

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang


Keantariksaan; Ruang Udara adalah ruang yang mengelilingi dan
melingkupi seluruh permukaan bumi yang mengandung udara yang
bersifat gas;

Apa fungsi dari ruang udara?

Ruang udara merupakan suatu ruang antarsel yang besar dan


berfungsi ganda dalam fotosintesis, transpirasi, dan juga respirasi.
Keadaan keempat bagian tersebut berbeda pada saat stomata terbuka dan
tertutup. Untuk itulah ruang Udara perlu diatur, baik secara nasional
maupun secara internasional .
Secara umum ruang udara dapat dikelompokan, dengan dasar
beberapa pertimbangan kaidah yaitu kaedah penerbangan, pemberian
separasi, pelayanan yang disediakan, pembatasan kecepatan, komunikasi
radio, dan atau persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2022 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun
2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional.

Hukum udara dan hukum angkasa merupakan bidang hukum yang


tersendiri yang mengatur suatu objek yang mempunyai sifat yang khusus.
Munculnya pengaturan hukum ruang udara dan hukum luar angkasa
dimulai sejak ditemukan berbagai macam teknologi bagi umat manusia
pada abad 20.
Tujuannya adalah agar dapat mengeksplor lebih lanjut mengenai
ruang udara dan luar angkasa. 

Hukum (ruang) udara (Air Space) sendiri diartikan sebagai


serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai pesawat,
navigasi udara, pengangkutan udara komersial, dan semua hubungan
hukum publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik
dan internasional.
Ruang udara dapat dikatakan mempunyai status analogi dengan laut,
yaitu kedaulatan teritorial negara atas ruang udara di atasnya dengan
ketinggian tertentu dan selanjutnya berlaku rezim kebebasan seperti
kedaulatan negara atas laut wilayah.
Mengenai kedaulatan negara di udara di atas wilayahnya, Gerhard
Von Glahn mengemukakan beberapa teori, yaitu;

1. Berlakunya kebebasan penuh di ruang udara seperti laut lepas;


2. Yurisdiksi teritorial di ruang udara sampai 1000 kaki di atas bumi
dengan status udara di atasnya yang bebas seperti di laut lepas;
3. Sejumlah ruang udara di atas negara tanpa adanya batas ketinggian
dianggap sebagai udara nasional dengan memberikan hak lintas
kepada semua pesawat udara yang terdaftar di negara-negara
sahabat; dan
4. Kedaulatan mutlak dan tanpa batas atas ruang udara national tanpa
batas ketinggian.
Oleh karena itu dapat dikatakan, Ruang Udara adalah ruang yang
terletak diatas ruang daratan dan atau di atas perairan Indonesia
dimana Indonesia memiliki kedaulatan yang telah diakui berdasarkan
hukum internasional.

Pengembangan teknologi yang terus terjadi ini tidak hanya membuat


dibutuhkan sebuah pengaturan. Tetapi, diperlukan pula sebuah wadah
atau tempat yang diakui oleh secara universal sebagai wujud pelaksanaan
pengaturan tersebut yang dilandasi dari hukum domestik maupun hukum
internasional.
Dengan demikian hadirlah Organisasi Penerbangan Sipil (International
Civil Aviation Organization) ICAO, sendiri merupakan lembaga PBB yang
mengembangkan teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara Internasional
serta membantu perkembangan perencanaan dan pengembangan
angkutan udara internasional untuk memastikan pertumbuhannya
terencana dan aman.

  Tentang ruang udara di Republik Indonesia juga sudah diatur dalam


payung hukum yang tidak kalah kompleksnya bila dibandingkan dengan
peraturan dan kebijakan tata ruang di daratan.

Sifatnya yang berkaitan lekat dengan pengamanan kekuasaan


wilayah, membuat peraturan tata ruang udara di Indonesia kerap harus
melibatkan dan memperhitungkan campur tangan negara tetangga.
Masalah kekuasaan di udara seringkali harus diselesaikan secara
diplomatis antar negara, bahkan terkadang harus berlarut-larut baru bisa
muncul solusi.
Di dalam penyelenggaraan penerbangan baik internasional maupun
nasional selalu mengacu pada norma-norma hukum internasional maupun
nasional yang berlaku. Dalam hukum udara internasional publik terdapat :

1. Konvensi Chicago 1944 yang merupakan konsitusi penerbangan sipil


internasional sebagai acuan pembuatan hukum nasional bagi negara
anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, untuk menjamin
keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara
maupun barang-barang yang diangkut, di samping konvensi yang
mengatur kejahatan penerbangan baik berupa pembajakan udara,
sabotase, peledakan bom, perusakan sarana dan prasana
penerbangan yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
transportasi udara.
2. Di bidang hukum udara perdata internasional juga terdapat berbagai
konvensi internasional seperti Konvensi Warsawa 1929 beserta
Protokol serta suplemennya. Konvensi ini mengatur tanggung jawab
hukum terhadap pihak ketiga (third parties liability) beserta
Protokolnya, konvensi mengenai pengakuan hak atas pesawat udara,
di samping hukum nasional perdata maupun publik sebagai
implementasi konvensi internasional tersebut di atas.

Berangkat dari hal itu, menarik untuk diulas lebih lanjut tentang
bagaimana kondisi tata ruang udara di Indonesia sesungguhnya.
b. Tata Ruang Udara dan Pembagian Kawasan.

Tata Ruang Udara.

Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan tata ruang udara ?

Sekompleks apakah ruang udara hingga harus diatur sedemikian rupa ?

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018


tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia, yang mengatur
tentang tata ruang udara.

Berdasarkan peraturan tersebut, ruang udara dibagi ke dalam dua kategori:


yakni, wilayah udara dan wilayah udara yurisdiksi.

Wilayah udara memiliki definisi wilayah kedaulatan udara di atas


wilayah daratan dan perairan Indonesia.

Sedangkan wilayah udara yurisdiksi adalah wilayah udara di luar


wilayah negara yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen,
dan Zona Tambahan dimana negara memiliki hak berdaulat dan
kewenangan tertentu lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.

Berdasarkan Pasal 5 dalam peraturan pemerintah No.4 Tahun 2018


tersebut, adanya istilah ruang udara digunakan untuk kepentingan
penerbangan sipil dan pertahanan yang pelaksanaannya dilakukan secara
bersama-sama dalam kerjasama sipil militer antara kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan dengan
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan.
Lebih lanjut lagi, dalam Pasal 6 disebutkan bahwa kawasan udara
dibagi ke dalam dua kategori. Yang pertama adalah kawasan udara
terlarang dan yang kedua adalah kawasan udara terbatas.

c. Pembagian Kawasan Udara


Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia

Air Navigation Indonesia yang mengelola dan melayani navigasi


penerbangan di seluruh wilayah Indonesia yang terbagi menjadi dua
wilayah Flight Information Region (FIR).
FIR adalah sebuah ruang udara yang ditetapkan oleh organisasi penerbangan
sipil internasional yang pembagiannya melingkupi wilayah di seluruh dunia yang
mana di dalamnya terdiri dari layanan informasi penerbangan dan layanan siaga.
FIR sendiri merupakan bagian dari pengaturan penerbangan disertai dengan
masalah penerbangan yang tidak terbatas pada suatu negara dengan negara lain.
Sehingga agar tercapai keselamatan dalam dunia penerbangan maka diperlukan
pengaturan terhadap lalu lintas atau navigasi penerbangan yang berlaku secara
internasional.

Adapun yang menjadi tujuan dari layanan lalu lintas udara adalah untuk:

1. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat;


2. Mencegah terjadinya tabrakan antara pesawat yang berada di area manuver
dan penghalang di daerah tersebut;
3. Mempercepat dan menjaga arus lintas udara yang teratur;
4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk melakukan
penerbangan yang aman dan efisien; dan
5. Memberitahu organisasi yang tepat mengenai peswat yang membutuhkan
bantuan pencarian dan penyelematan, dan membantu organisasi seperti yang
diperlukan.

Terdapat dua wilayah FIR di Indonesia, yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung
Pandang dengan total luas wilayah FIR sebesar 5.193.252 km2; luas wilayah
sebesar 4.110.752 km2 dengan jumlah lalu lintas penerbangan
10.000 movement perhari.
Wilayah operasi AirNav Indonesia berbatasan langsung dengan FIR
Melbourne dan Brisbane (Australia), FIR Colombo (Sri Lanka), FIR Singapura,
FIR Kuala Lumpur dan Kinabalu (Malaysia), FIR Manila (Filipina), FIR Oakland
(Amerika Serikat), FIR Port Moresby (Papua Nugini) dan FIR Chennai (India). 

Pembagian FIR Indonesia


Sumber: AirNav, 2020

d. Kondisi Tata Ruang Udara Indonesia

Posisi Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang luas dengan posisi
yang sangat strategis menyebabkan banyaknya arus lalu lintas penerbangan yang
terjadi di wilayah udara Indonesia.
Sehubungan dengan perkembangan hukum internasional saat ini, Indonesia
memiliki konsekuensi untuk menyediakan alur laut kepulauan (archipelagic sea
lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan pesawat
udara asing sesuai dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut Tahun 1982.
Untuk melaksanakan hak lintas yang dimaksud di atas, Indonesia haruslah
berpedoman pada ketentuan International Civil Aviation Organization (ICAO).

Batas wilayah darat suatu negara ditentukan bersama berdasarkan perjanjian


yang dilakukan dengan negara-negara tetangga, sehingga setiap negara juga
memiliki batas kedaulatan di wilayah udaranya secara horizontal.

Kedaulatan wilayah udara secara horizontal tersebut memiliki arti bahwa


kedaulatan wilayah udara sama dengan luas wilayah yang berada di darat.
Kemudian untuk batas wilayah negara berpantai akan bertambah luasnya sesuai
dengan ketentuan hukum yang telah diatur dalam Pasal 3 UNCLOS 1982.

Pada pasal tersebut dikatakan bahwa setiap negara yang berpantai dapat
menentukan lebar dari luas wilayahnya sampai maksimum 12 mil yang
diukur dari garis pangkal.

Hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah adanya fakta bahwa Kepulauan
Riau dan Natuna, yang notabene termasuk ke dalam wilayah kedaulatan
Indonesia,  tidak berada di bawah naungan FIR Jakarta maupun FIR Ujung
Pandang, melainkan masuk ke dalam FIR Singapura maupun FIR Kuala Lumpur.

Padahal, Indonesia sebagai pemilik sah dari wilayah Riau dan Natuna
memiliki tanggung jawab untuk menentukan alur laut dan rute penerbangan di atas
wilayahnya guna keperluan lalu lintas kapal dan pesawat asing yang akan melintasi
wilayah tersebut.

Masuknya Kepulauan Riau dan Natuna ke dalam FIR Singapura dan Kuala
Lumpur semata-mata untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan
agar terhindar dari adanya kecelakaan di udara yang disebabkan karena tidak
terkoordinasikannya lalu lintas udara dengan baik. Pada contoh kasus ini, jika
suatu negara mendelegasikan ruang udaranya kepada negara lain berdasarkan
perjanjian, maka tanggung jawab terhadap pengelolaan pelayanan navigasi udara
tersebut menjadi tanggung jawab negara yang menerima delegasi dan tidak akan
mengabaikan kedaulatan negara yang mendelegasikannya.Awal mula
pendelegasian FIR Indonesia atas Kepulauan Riau dan Natuna kepada Singapura
dan Malaysia terjadi Ketika adanya pertemuan yang dieselenggarakan
oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) pada tahun 1946.
Hal tersebut dilakukan karena pada saat itu, Indonesia belum memiliki
kemampuan di bidang teknologi yang berhubungan dengan pengaturan lalu lintas
udara. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan FIR Singapura oleh otoritas navigasi
udara Singapura terbatas pada ketinggian di atas 20.000 kaki, sedangkan pada
ketinggian 20.000 kaki ke bawah dikontrol oleh Malaysia.

************

Anda mungkin juga menyukai