1 4
Annex 11. Konvensi Chicago 1944 Abeyratne, Ruwantissa. 2012. Air Navigation
2
Ibid. Law. German: Springer. hlm. 9
3
Ibid.
Permasalahan Flight Information Region (Hanifati, Gholib, Satria) 197
Dalam mengelola sebuah FIR suatu Publication (AIP) oleh Direktorat Jenderal
negara harus mampu menyediakan pelayanan Perhubungan Udara (DitJen Hubud) No. 02/05
tersebut, tetapi jika sebuah negara belum tanggal 14 April 2005. Ruang udara yang
mampu untuk mengelola sebuah FIR, tadinya empat menjadi hanya dua yaitu, FIR
pengelolaannya dapat didelegasikan kepada Jakarta yang mencakup pulau Sumatera,
negara lain yang sudah mampu mengelolanya. bagian barat pulau Kalimantan, bagian barat
Mengenai keselamatan penerbangan, Jawa Tengah hingga mengarah ke selatan dan
pemerintah Indonesia telah melakukan mencakup Pulau Christmas milik Australia, dan
pengaturan ruang udara sebagaimana yang FIR Ujung Pandang yang mencakup wilayah
telah dimandatkan oleh Konvensi Chicago udara Timor Leste dan sebagian Papua Nugini
1944. Begitu juga dengan sarana prasarana serta wilayah cakupan FIR Biak dan FIR Bali.
pendukung keselamatan penerbangan di Pengelolaan FIR dilakukan oleh Badan
wilayah Indonesia termasuk penetapan Flight Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Air
Information Region (FIR) dan Upper Navigation Indonesia (AirNav). Namun,
Information Region (UIR). FIR adalah hingga saat ini masih ada wilayah udara
pemberian pelayanan lalu lintas uadara di Indonesia yang dikelola oleh negara lain. Salah
dalam lapisan 20.000 kaki, sedangkan UIR satunya adalah wilayah udara di atas Kepulauan
adalah pemberian pelayanan lalu lintas udara di Riau dan Natuna yang kini dikelola oleh FIR
dalam lapisan diatas 20.000 kaki. Dasar hukum Singapura dan Malaysia. Bebagai upaya perlu
pengaturan FIR di wilayah Indonesia terdapat di lakukan oleh pemerintah Indonesia agar
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 wilayah udara yang dikelola oleh FIR
Tentang Penerbangan. Pasal 6 UU tersebut Singapura dapat diambil alih sepenuhnya.
menyatakan: Dalam rangka penyelenggaraan Meskipun banyak tantangan yang akan timbul,
kedaulatan negara atas wilayah udara Negara perlu keseriusan dari pihak pemerintah agar
Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah nantinya wilayah udara di atas Kepulauan Riau
melaksanakan wewenang dan tanggung jawab dan Natuna tidak lagi dikelola oleh FIR negara
pengaturan ruang udara untuk kepentingan lain melainkan dikelola oleh FIR Jakarta.
penerbangan, perekonomian nasional,
pertahanan dan keamanan negara, sosial B. Rumusan Masalah
budaya, serta lingkungan udara.5
Pada awalnya FIR di Indonesia terbagi Berdasarkan latar belakang diatas,
menjadi empat, yaitu FIR Jakarta yang rumusan masalah yakni, apa saja upaya yang
mencakup wilayah bagian barat pulau bisa dilakukakan pemerintah untuk menjadikan
Kalimantan, bagian barat pulau Jawa hingga wilayah udara di Kepulauan Riau dan Natuna
pulau Sumatera, selanjutnya ada FIR Bali yang dapat dikelola secara mandiri sehingga
mencakup Kalimantan bagian tengah hingga pemerintah Indonesia bisa lebih menjamin
bagian timur, kemudian Jawa Timur hingga keamanan wilayah kedaulatan negara Indonesia
Nusa Tenggara, kemudian ada FIR Ujung
Pandang yang mencakup pulau Sulawesi, C. Tujuan Penelitian
Maluku, hingga kepulauan Aru. Dan terakhir
ada FIR Biak yang mencakup wilayah perairan Penulisan ini bertujuan untuk
Arafuru dan pulau Papua. Demi memberikan berbagai bentuk upaya agar
mengefisiensikan dan mengefektifkan pemerintah Indonesia bisa menjadikan wilayah
pelayanan penerbangan, dikeluarkanlah udara di Kepulauan Riau dan Natuna dapat
Supplement Aeronautical Information dikelola secara mandiri sehingga pemerintah
5
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1
Tahun 2009
Permasalahan Flight Information Region (Hanifati, Gholib, Satria) 198
Indonesia bisa lebih menjamin keamanan penuh untuk keselamatan dan efisiensi
wilayah kedaulatan negara Indonesia. penerbangan dan pelayananan yang diberikan
untukmemperingatkan organisasi yang
D. Tinjauan Pustaka berkaitan dengan pesawat terbang yang
membutuhkan bantuan pertolongan dan
Menurut pendapat yang di kemukakan pencarian, dan membantu organisasi yang
oleh G.I Tunkin menyatakan bahwa secara membutuhkan bantuan atau pertolongan.
proposional perjanjian internasional pada
masa kini menduduki tempat yang paling utama METODE PENELITIAN
dalam hukum internasional sebagai akibat dari
munculnya secara meluas persetujuan- Metode penelitian yang digunakan
persetujuan internasional.6 Perjanjian adalah yuridis normatif yang mengacu pada
internasional merupakan salah satu sumber peraturan perundang-undangan dan literatur
hukum Internasional sebagaimana tercantum berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Pendekatan yang dilakukan dengan
Internasional dan sumber-sumber hukum menganalisis konsep yang berkaitan dengan isi
internasional terdiri dari perjanjian penelitian. Berdasarkan pada studi harus
internasional (international conventions) utama mengunakan bahan hukum primer dan bahan
maupun khusus, kebiasaan internasional hukum sekunder. Adapun bahan hukum primer,
(international custom), prinsip-prinsip hukum yang penulis gunakan, yaitu bahan-bahan
umum (general principle of law) yang diakui hukum yang digunakan sifatnya mengikat
oleh negara-negara beradab, keputusan yakni perjanjian internasional dan peraturan
pengadilan (judicial decisions) dan pendapat perundang-undangan nasional Indonesia
para ahli yang diakui kepakarannya (teachings terkait. Bahan hukum primer ini bersifat
of the most highly qualified publicist) yang otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu
merupakan sumber hukum tambahan.7 merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang
Pada dasarnya dalam ketentuan Annex dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk
11 Chapter 1 memberi pengertian mengenai itu.9 Bahan hukum sekunder artinya bahan
Flight Information Region merupakan suatu hukum yang memberikan penjelasan mengenai
ruang udara yang ditetapkan dimensinya di bahan hukum primer, serta memberi petunjuk
mana di dalamnya diberikan Flight Information bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian.
Service dan Alerting Service.8 Dengan Bahan hukum sekunder yang berasal dari buku
demikian Flight Infromation Region (FIR) literatur, majalah, makalah dan internet yang
adalah suatu ruang udara yang ditetapkan ada hubungannya dengan isu hukum udara
dimensinya di mana di dalamnya diberikan maupun yang bersifat umum.
pelayanan yang dibentuk dan dipersiapkan
untuk memberikan saran dan informasi secara PEMBAHASAN
6
G.I Tunkin dalam Wayan, I Parthiana. 2002. Aviation, This edition incorporates all amendments
Cetakan I. Hukum Perjanjian Internasional. adopted by the Council prior to 13 March 2001
Bandung: Mandar Maju. hlm. 3. and supersedes, on 1 November 2001, all previous
7
Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional editions of Annex 11. Chapter 2.1.1 page 23.
Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era 9
Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian
Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni. hlm. Hukum. Jakarta: Prenada Media Group. hlm.
84. 144.
8
International Civil Aviation Organization, Annex
11 to the Convention on International Civil
Permasalahan Flight Information Region (Hanifati, Gholib, Satria) 199
10
Kresno, Buntoro. 2010. Perjanjian Perbatasan
Natuna.Jakarta. hlm. 239.
Permasalahan Flight Information Region (Hanifati, Gholib, Satria) 200
yang diajukan oleh pihak negara ketiga dalam Pasifik untuk mempercayakan pelayanan ruang
hal ini Malaysia, Singapura menganggap bahwa udara di wilayah kepulauan Riau dan Natuna
peninjauan kembali tidak perlu adanya sampai kepada Indonesia. Tentunya hal ini merupakan
perjanjian tersebut disahkan oleh International pelanggaran dari perjanjian bilateral antara
Civil Aviation Organization (ICAO) serta Indonesia dan Singapura karena menurut pasal
selesainya sengketa antara Indonesia dan 9 perjanjian tersebut menyatakan bahwa dalam
Malaysia. hal terjadi sengketa maka penyelesaiannya
Indonesia harus mengupayakan harus melalui konsultasi antar kedua belah
berbagai cara untuk mengambil alih FIR di pihak. Namun pelanggaran yang dilakukan
wilayah tersebut karena jika tidak segera Indonesia dapat dibenarkan jika Singapura
dilakukan maka negara lain akan bertindak enggan mematuhi klausul tersebut. Upaya
semena-mena terhadap Indonesia. Landasan selanjutnya bisa dari langkah litigasi, Pasal 40
hukum pengambilalihan FIR terdapat dalam ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional
Annex 11 Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan, sebagai berikut : “Cases are
menyatakan :“Contracting States shall brought before the Court, as the case may be,
determine, in accordance with the provisions either by the notification of the special
of this Annex and for the territories over agreement or by a written application
which they have jurisdiction, those portions addressed to the Registrar. In either case the
of the airspace and those aerodromes where subject of the dispute shall be indicated.” Dari
air traffic services will be provided. They klausul tersebut terdapat dua prosedur dalam
shall thereafter arrange for such services to pengajuan sengketa ke Mahkamah
be established and provided in accordance Internasional yaitu, penyelesaian sengketa
with the provisions of this Annex, except that, melalui special agreement dan bisa melalui
by mutual agreement, a State may delegate pengajuan kepada Registrar atas pelanggaran
to another State the responsibility for internasional yang dilakukan oleh suatu negara,
establishing and providing air traffic services selama masih dalam yurisdiksi Mahkamah
in flight information regions, control areas or Internasional yang tertera dalam pasal 36
control zones extending over the territories Statutanya. Prosedur yang bisa dilakukan
of the former”.11 Dalam mengambil alih Indonesia jika ingin menyelesaikan sengketa di
pengelolaan FIR perlu langkah yang tepat, Mahkamah Internasional adalah dengan
sebab bagi Indonesia permasalahan ini tidak menggunakan Special Agreement. Hal tersebut
lagi berkaitan tentang operasional penerbangan karena Indonesia dan Singapura belum
melainkan berkaitan dengan masalah menyatakan persetujuan atas klausul ipso facto
kedaulatan. Upaya yang bisa dilakukan yang diatur dalam Pasal 93 Piagam PBB. Ipso
Indonesia adalah melakukan diplomasi bilateral facto merupakan semua anggota Perserikatan
antara Indonesia dan Singapura. Kedua negara Bangsa-Bangsa (PBB) dan menjadi pihak pada
bisa bekerja sama dalam mempersiapkan sarana Statuta Mahkamah Internasional. Upaya lain
dan prasarana serta saling bekerja sama dalam seperti mempersiapkan sarana dan prasarana
memepersiapkan sumber daya manusia yang pendukung misalnya, membangun Non
mumpuni. Pertimbangannya adalah karena Directional Beacon (NDB) yang merupakan
Indonesia sudah terikat perjanjian dengan peralatan suar yang bertempat di darat yang
Singapura. dapat mengirimkan sinyal radio kepada
Upaya lain yang bisa dilakukan pesawat dan memasang Very High Frequency
Indonesia adalah melakukan diplomasi dengan (VOR) yang merupakan radio navigasi pesawat
seluruh negara anggota RAN Meeting Asia- yang digunakan untuk menentukan posisi
11
Chapter 2.1.1. Annex 11. Konvensi Chicago
1944. hlm. 36.
Permasalahan Flight Information Region (Hanifati, Gholib, Satria) 201
pesawat dan tetap tersambung dengan ATC. menggelar latihan udara, dan melepaskan
Serta menyiapkan peralatan lain seperti radar tembakan rudal sekaligus melakukan latihan
dan Automatic Dependent Surveillance- militer dengan melibatkan pihak ketiga.
Broadcast (ADS-B) yang merupakan peralatan Tantangan lain datang dari pihak
di mana setiap pesawat udara, kendaraan Malaysia yang juga merupakan negara yang
bandara, dan objek lainnya yang berbatasan dengan wilayah kepulauan Riau dan
berkepentingan dapat mengirimkan atau Natuna. Keterlibatan Malaysia menjadi kendala
menerima data identifikasi, posisi dan data bagi Indonesia apalagi pemerintah Malaysia
pendukung lainnya. Upaya yang tak kalah meminta pemerintah Indonesia untuk merevisi
penting adalah menyiapkan sumber daya kembali batas-batas wilayah terluar Indonesia
manusia yang mumpuni dan berkualitas dalam dan mendepositkan ke sekjen PBB. Tantangan
menjalankan tugas-tugas ATC. Indonesia harus selanjutnya berasal dari kualitas dan kuantitas
bisa menyediakan personil-personil ATC yang sumber daya manusia dalam mengoperasikan
berkualitas sesuai standar yang telah ditetapkan ATC. Sampai saat ini, di seluruh wilayah
sebelumnya. Indonesia hanya ada empat sekolah atau
Dalam rangka mengambil alih FIR di institusi sehingga Indonesia masih kekurangan
wilayah kepulauan Riau dan Natuna dari FIR tenaga ATC. Kualitas lulusannya juga banyak
Singapura, Indonesia masih menemui berbagai yang belum memenuhi standar yang telah
tantangan. Tantangan seperti menyiapkan ditetapkan. Personil ATC Indonesia juga dinilai
sarana dan prasarana dan kurangnya sumber belum bisa memberikan pelayanan navigasi
daya manusia bisa menjadi penghambat yang baik dan akurat seperti Singapura. Hal
Indonesia untuk bisa mengambil alih FIR di tersebut juga diperkuat dengan banyaknya pilot
wilayah tersebut dalam waktu dekat. Singapura yang merasa nyaman melintas di atas wilayah
merupakan tantangan terbesar bagi Indonesia, FIR Singapura dibandingkan melintas di atas
apalagi mereka memiliki sumber daya manusia wilayah FIR Jakarta maupun FIR Ujung
yang maju di bidang pelayanan navigasi Pandang.
penerbangan juga teknologi yang lebih baik
dari teknologi milik Indonesia. Hal lainnya PENUTUP
seperti masuknya Singapura dalam
keanggotaan Dewan International Civil A. Kesimpulan
Aviation Organization (ICAO) kategori II. Sebenarnya Indonesia memiliki
Anggota Dewan ICAO kategori II merupakan kesempatan besar untuk mengambil alih dan
negara-negara yang memiliki kontribusi besar mengelola secara mandiri wilayah udara di atas
dalam fasilitas keselamatan penerbangan. kepulauan Riau dan Natuna tanpa
Singapura dapat mempertahankan kepentingan mengesampingkan tantangan yang harus
nasionalnya pada FIR tersebut, yaitu dihadapi. Sejak perjanjian bilateral antara
kepentingan ekonomi sekaligus kepentingan Indonesia dan Singapura tanggal 21 September
militer. Dengan wilayah yang sempit Singapura 1995 telah membuat wilayah kedaulatan dan
dapat menjadikan FIR di wilayah kepulauan keamanan Indonesia menjadi terancam. Oleh
Riau dan Natuna sebagai pemasukan negara. karena itu, pemerintah Indonesia dituntut
RANS Charges yang dipungut dari pesawat segera mengupayakan pengambilalihan
yang melintas di FIR tersebut sangat wilayah udara di atas kepulauan Riau dan
menguntungkan bagi pihak Singapura Natuna dari Flight Information Region (FIR)
meskipun nantinya pajak yang dihasilkan Singapura. Meski butuh waktu yang lama
diserahkan kepada pemerintah Indonesia. upaya-upaya yang telah dijelaskan di atas bisa
Selanjutnya di bidang militer, Singapura jadi membuat wilayah kepulauan Riau dan
memiliki hak istimewa di wilayah teritorial Natuna dapat dikelola oleh pemerintah
Indonesia untuk melakukan latihan militer, Indonesia sehingga kedaulatan dan keamanan
Permasalahan Flight Information Region (Hanifati, Gholib, Satria) 202
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abeyratne, Ruwantissa. 2012. Air Navigation
Law.German: Springer.
Peraturan Perundang-Undangan
Convention On International Civil Aviation,
Signed At Chicago, On 7 December 1944
(Chicago Convention 1944).