Anda di halaman 1dari 4

Penyelesaian Sengketa Melalui Penyelesaian Sengketa Non-Litigasi

Pencapaian penyelesaian sengketa diantara para pihak pada dasarnya sangat


mempertimbangkan kepentingan bisnis dalam rangka untuk memelihara kepercayaan dan
hubungan bisnis. Hal ini menjadi pertimbangan bisnis mengapa tidak perlu untuk
menyelesaikannya melalui forum peradilan.

Penyelesaian sengketa non-litigasi atau penyelesaian sengketa alternatif saat ini telah
diundangkan dalam Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Penjelasan pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999 ini dinyatakan tentang
runag lingkup hukum perdagangan ynag dapat diselesaikan melalui forum penyelesaian alternative
ini yang meliputi, kegiatan perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dan hak
atas kekayaan intelektual (HaKI).

Pasal 1 angka 10 dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternative Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau peredaan pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperbarui daftar Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di sektor jasa keuangan yang merupakan wadah penyelesaian sengketa
antara konsumen dan lembaga jasa keuangan. Adapun lembaga tersebut, yaitu: Badan Mediasi dan
Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan
Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia
(LAPSPI), Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI), dan Badan
Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI).

a. Arbitrase
Arbitrase (arbitrare-menurut kebijaksanan) adalah proses penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim yang berdasarkan persetujuan
bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang diberikan oleh para hakim
yang mereka pilih atau tunjuk.
Pasal 1 angka 1 dari undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa, memberikan definisi arbitrase yaitu cara penyelesaian
suatu sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Arbitrase adalah suatu proses yang mudah dan sederhana yang dipilih oleh para
pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus sesuai dengan pilihan mereka,
dimana putusan mereka didasarkan dalil-dalil dalam perkara. Para pihak setuju sejak
semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat.

b. Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR)


1) Negosiasi (Negotiation)
Kata negosiasi (negotium) pada umumnya, dipakai untuk suatu
pembicaraan atau perundingan yang merujuk pada bentuk tawar-menawar dengan
tujuan mencapai suatu kesepakatan dan penyelesaian diantara para pihak tanpa
melibatkan pihak lain tentang objek kepentingan yang dirundingkan yang
merupakan suatu proses pembicaraan atau perundingan untuk mencapai suatu
kompromi atau kesepakatan diantara para pihak yang melakukan negosiasi. Hasil
dari kesepakatan tersebut selanjutnya wajib didaftarkan ke pengadilan setempat 30
hari sejak tanggal tercapainya kesepakatan (Pasal 6 UU No.30 Tahun 1999).

2) Mediasi (Mediation)
Mediasi adalah metode penyelesaian yang dilakukan dengan sukarela, tanpa
paksaan dengan dibantu mediator yang ditunjuk oleh para pihak, namun mediator
tersebut tidak memiliki kekuatan apapun untuk memutus, ia hanya berfungsi untuk
mencari jalan tengah, jadi keputusan akhir dan eksekusi tetap ada dipara pihak.
Mediasi adalah metode pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak
memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan kontrak dengan memuaskan. Berbeda
dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan sengketa diantara para pihak, namun dalam hal ini para pihak
menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-
persoalan diantara mereka.
Karakteristik mediasi mengandung unsur sebagai berikut:
a) Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berdasarkan
perundingan secara sukarela.
b) Mediator terliat dan diterima oleh para pihak yang ersengketa didalam
perundingan.
c) Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian bersama.
d) Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan berlangsung.
e) Tujuan mediasi adalah untuk mencapai dan menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

3) Konsiliasi (Conciliation)
Seperti halnya mediasi, konsiliasi (conciliation) juga merupakan suatu
proses penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga
yang netral dan tidak memihak.
Biasanya konsiliasi mengacu pada suatu proses yang mana pihak ketiga
bertindak sebagai pihak yang mengirimkan suatu penawaran penyelesaian antara
para pihak tetapi perannya lebih sedikit dalam proses konsiliasi dibandingkan
dengan mediator.
Sepert juga mediator, tugas dari konsiliator hanyalah sebagai pihak
fasilitator untuk melakukan komunikasi diantara pihak sehingga dapat diketemukan
solusi oleh para pihak sendiri.
Pihak konsiliator hanya melakukan tindakan-tindakan seperti mengatur
waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan,
memawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin
disampaikan langsung atau tidak mau bertemu muka langsung, dan lain-lain.

4) Penilaian Ahli (Expert Appraisal)


Penilaian ahli merupakan salah satu mekanisme penyelesaian sengketa
diluar pengadilan (pasal 1 angka 10 UU Nomor 30 Tahun 1999). Penilaian ahli
adalah suatu proses yang menghasilkan pendapat objektif, independen, dan tidak
memihak atas fakta atau isu yang diperselisihkan, oleh seorang ahli yang ditunjuk
oleh para pihak yang bersengketa, dimana pendapat para ahli bersifat final dan
mengikat sesuai persetujuan para pihak. Dalam pasal 52 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 dinyatakan para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk
memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum
tertentu dari suatu perjanjian.

Referensi:

Saliman, Abdul R. 2016. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Jakarta:Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai