Anda di halaman 1dari 2

TUGAS HUKUM ACARA PERDATA TOPIK 16

NAMA : Djohansyah Halim


NPM.  : 20300101
KELAS : A

1. Berikut perbedaan antara sistem pembuktian hukum acara perdata dan hukum acara pidana.
A. SISTEM HUKUM ACARA PERDATA
Prinsip Umum Pembuktian Hukum Perdata
yang dimaksud prinsip umum pembuktian ialah landasan penerapan pembuktian dimna semua pihak
termasuk hakim harus berpegang teguh pada patokan yang digariskan oleh prinsip tersebut.
Berikut beberapa prinsip umum pembuktian :
- Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil
Sistem pembuktian yang dianut oleh hukum acara perdata tidak bersifat stelsel negatif menurut undang-
undang (Negatif Wettelijk Stelsel) seperti dalam proses pemeriksaan hukum acara pidana, dimana harus
dibuktikan berdasarkan alat buktu yang mencapai batas minimal pembuktian yakni sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah dan memenuhi syarat formil dan materil. selain mencapai batas minimum juga
harus berdasarkan keyakinan hakim, sistem pembuktian inilah yang dianut oleh pasal 183 KUHAP. Beda
hal dalam proses peradilan perdata dimana kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim hanya kebenaran
formil saja hal ini ditegaskan dalam putusan MA no.3136k/pdt/1983.
- Pengakuan Mengakhiri Pemeriksaan Perkara
Pada prinsipnya , pemeriksaan perkara sudah berakhir apabila salah satu pihak memberikan pengakuan
yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok perkara. Apabila tergugat mengakui scara bulat dan murni
atas materi pokok yang didalilkan penggugat, dianggap perkaran yang disengketakan telah selesai hal ini
sejalan dengan ketentuan pasal 164 HIR.284 RBG jo. Pasal 1866 KUH Perdata dimana salah satu alat
bukti dalam hukum acara perdata ialah pengakuan.
Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata
Berdasarkan pasal 164 64 HIR/284 RBG Jo. Pasal 1866 KUH Perdata bahwa dalam hukum acara perdata
mengenail hierarki alat bukti yakni :
- Bukti Tertulis
- Bukti Saksi
- Persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
B. SISTEMHUKUMACARAPIDANA
Sistem Pembuktian Menurut KUHAP
KUHAP yang sekarang berlaku menganut sistem negatief wettelijke yakni sistem menurut undang-undang
sampai suatu batas yang tersebut dalam pasal 183, yang berbunyi :

”hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa yang
bersalah melakukannya”
Dalam Pasal 183 KUHAP telah diatur syarat-syarat hakim untuk menghukum terdakwa yaitu sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang syah yang ditetapkan oleh undang-undang disertai keyakinan hakim bahwa
terdakwalah yang melakukannya. Kata-kata sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, memberikan
limit dari bukti yang minimum yang harus digunakan dalam membuktikan suatu tindak pidana.
Alat bukti yang sah terdapat dalam Pasal 184 KUHAP
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
adalah :
2. Alat bukti pengakuan sendiri secara khusus diatur di dalam Pasal 174-176 Herzien Inlandsch Reglement
(“HIR”), Pasal 311-313 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (“RBg”) dan pasal 1923-1928
KUHPerdata. Secara umum, pengakuan dapat didefinisikan sebagai suatu keterangan yang membenarkan
peristiwa, hak, atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawan. Pengakuan di hadapan hakim dalam
persidangan (gerechtelijke bekentenis) merupakan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang
tegas dinyatakan oleh salah satu pihak dalam perkara di persidangan, yang membenarkan baik seluruhnya
atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawannya, yang
mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.

Anda mungkin juga menyukai