Anda di halaman 1dari 44

MEKANISME PEMBUKTIAN

DALAM PERSIDANGAN PIDANA

Oleh : Luthy Yustika, SH, MH


MEKANISME PEMBUKTIAN
DALAM PERSIDANGAN PIDANA
PENGERTIAN Hukum Pembuktian (Law of
PEMBUKTIAN Evidence) menurut hukum acara
pidana merupakan ketentuan-
ketentuan yang mengatur alat
Yang dimaksud
bukti apa saja yang dibenarkan
dengan pembuktian adalah proses
oleh undang-undang yang boleh
membuktikan dan meyakinkan
hakim tentang kebenaran dalil di pergunakan hakim untuk
yang dikemukakan oleh para membuktikan kesalahan
pihak dalam suatu persengketaan terdakwa.
dimuka persidangan.
(M.Yahya Harahap, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(R.Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya edisi kedua, Jakarta, 2008, hlm. 273)
Paramita, Jakarta, 1995, Hlm. 1)
TEORI TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN
Secara Teoritis terdapat empat teori
mengenai sistem pembuktian yaitu: Kekuatan alat bukti tersebut
1. Sistem pembuktian menurut dan bagaimana hakim harus
Undang-undang secara positif memutus terbukti atau
(positief wettelijke bewijs theorie) tidaknya perkara yang sedang
Menurut teori ini, sistem diadili. Jadi jika alat-alat bukti
pembuktian positif bergantung
tersebut digunakan sesuai
pada alat-alat bukti sebagaimana
disebut secara limitatif dalam
dengan undang-undang maka
undang-undang. Singkatnya hakim mesti menentukan
undang-undang telah menentukan terdakwa bersalah walaupun
tentang adanya alat-alat bukti mana hakim berkeyakinan bahwa
yang dapat dipakai hakim, cara terdakwa tidak bersalah.
bagaimana hakim
menggunakannya,
TEORI TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN
2. Sistem pembuktian menurut Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan
keyakinan hakim belaka terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan
(conviction intime). kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang
Pada sistem pembuktian tidak menjamin terdakwa benar-benar
berdasarkan keyakinan hakim, melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh
hakim dapat menjatuhkan putusan karena itu, diperlukan bagaimanapun juga
berdasarkan keyakinan belaka keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal
dengan tidak terikat oleh suatu pada pemikiran itulah, maka teori berdasarkan
peraturan. Melalui sistem keyakinan hakim melulu yang didasarkan
“Conviction Intime”, kesalahan kepada keyakian hati nuraninya sendiri
terdakwa bergantung kepada ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan
keyakinan belaka sehingga hakim perbuatan yang didakwakan.
tidak terikat pada suatu peraturan.
Dengan demikian, putusan hakim
dapat terasa nuansa subjektifnya.
TEORI TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN
Sistem pembuktian menurut 3.Sistem pembuktian berdasarkan
keyakinan hakim belaka keyakinan hakim atas alasan
(conviction intime) ini memberi yang logis (Laconviction
kebebasan hakim yang terlalu
Raisonnee)
besar, sehingga sulit diawasi. Di
samping itu, terdakwa atau Menurut teori ini, hakim dapat
penasihat hukumnya sulit untuk memutuskan seseorang bersalah
melakukan pembelaan. Dalam hal berdasarkan keyakinannya,
ini hakim dapat memidana keyakinan yang didasarkan kepada
terdakwa berdasarkan dasar-dasar pembuktian disertai
keyakinannya bahwa ia telah dengan suatu kesimpulan (conclusie)
melakukan apa yang didakwakan. yang berlandaskan kepada
peraturan-peraturan pembuktian
tertentu.
TEORI TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN
Keyakinan hakim tetap Sistem atau teori pembuktian
memegang peranan ini disebut juga pembuktian
penting untuk menentukan bebas karena hakim bebas
kesalahan terdakwa, tetapi untuk menyebut alasan-
penerapan keyakinan alasan keyakinannya (vrije
hakim tersebut dilakukan bewijstheorie). Sistem atau
dengan selektif dalam arti teori pembuktian ini disebut
keyakinan hakim dibatasi teori jalan tengah karena dua
dengan harus didukung alasan, pertama teori
oleh alasan-alasan jelas pembuktian berdasarkan
dan rasional dalam keyakinan hakim atas alasan
mengambil keputusan. yang logis (conviction
raisonnee) dan kedua ialah
teori pembuktian
berdasarkan undang-undang
secara negatif (negatief
wettelijk bewcijstheorie).
TEORI TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN
Keyakinan hakim tetap 4. Sistem pembuktian menurut
memegang peranan penting undang-undang secara negatif
untuk menentukan kesalahan (negatief wettelijke bewijs
terdakwa, tetapi penerapan theorie)
keyakinan hakim tersebut Pada prinsipnya, sistem pembuktian
dilakukan dengan selektif menurut undang-undang secara
dalam arti keyakinan hakim negatif menentukan bahwa hakim
dibatasi dengan harus didukung hanya boleh menjatuhkan pidana
oleh alasan-alasan jelas dan tehadap terdakwa apabila alat bukti
rasional dalam mengambil tersebut secara limitatif ditentukan
keputusan oleh undang-undang dan didukung
pula oleh adanya keyakinan hakim
terhadap eksistensinya alat-alat
bukti tersebut.
TEORI TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN
Di dalam sitem pembuktian menurut Pasal 183 KUHAP menegaskan
undang-undang secara negatif ( negatief
aturan bahwa : “Hakim tidak
wettelijke bewujs theorie) terdapat
unsur dominan berupa sekurang- boleh menjatuhkan pidana
kurangnya dua alat bukti sedangkan kepada seorang kecuali
unsur keyakinan hakim hanya apabila dengan sekurng-
merupakan unsur pelengkap. Jadi dalam kurangnya dua alat bukti
menentukan apakah orang yang
didakwakan tersebut bersalah atau yang sah ia memperoleh
tidak, haruslah kesalahannya dapat keyakinan bahwa suatu
dibuktikan paling sedikit dengan dua tindak pidana benar-benar
jenis alat bukti seperti yang tertuang di terjadi dan terdakwalah yang
dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
bersalah melakukannya”.
Menurut Yahya Harahap hanya alat Ditinjau dari perspektif sistem
bukti yang mencapai batas minimal
peradilan pidana perihal
yang memiliki nilai kekuatan
pembuktian untuk membuktikan pembuktian merupakan hal
kesalahan terdakwa. Apabila alat bukti yang sangat determinan bagi
tidak mencapai sekurang-kurangnya dua setiap pihak yang terlibat
alat bukti yang sah dalam Kitab
secara langsung dalam proses
Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
maka pelanggaran itu dengan sendirinya pemeriksaan perkara pidana,
menyampingkan standar Beyond A khususnya dalam hal menilai
Reasonable Doubt yaitu patokan terbukti atau tidak terbuktinya
penerapan standar terbukti secara sah kesalahan yang didakwakan
dan meyakinkan dan pemidanaan yang
dijatukan dapat dianggap sewenang- kepada terdakwa.
wenang.
PERATURAN PEMBUKTIAN DALAM KUHAP
Peraturan Pembuktian yang diatur
dalam KUHAP yaitu : 2. Peraturan pembuktian, artinya
1. Alat-alat bukti yang bersifat limitatif, peraturan-peraturan yang
artinya alat-alat bukti apa saja yang mengatur cara bagaimana
dapat dipergunakan untuk menetapkan hakim boleh mempergunakan
kebenaran dalam penuntutan pidana alat-alat bukti yang dimaksud
hanyalah alat-alat bukti yang diatur dalam undang-undang, seperti
dalam undang-undang yaitu yang cara penyumpahan saksi-saksi,
ditegaskan dalam Pasal 184 Kitab cara pemeriksaan saksi dan
Undang-Undang Hukum Acara terdakwa, pemberian alasan-
Pidana. alasan pengetahuan pada
(R.Soesilo, Hukum Acara Pidana, kesaksian dan lain-lain.
Politeia, Bogor, 2002 hlm. 111).
PERATURAN PEMBUKTIAN DALAM KUHAP
3. Kekuatan alat-alat bukti, Hukum Pembuktian adalah
artinya ketentuan banyaknya seperangkat kaedah hukum yang
alat-alat bukti yang harus ada mengatur tentang pembuktian,
untuk dapat menjatuhkan yakni segala proses dengan
pidana, misalnya keterangan menggunakan alat bukti yang sah,
terdakwa itu hanya merupaka yakni dilakukan dengan prosedur
bukti yang sah apabila khusus guna mengetahui fakta
memenuhi syarat-syarat yang dipersidangan.
ditentukan dalam Pasal 189 (Syaiful Bakhri, Beban Pembuktian Dalam
Beberapa Praktik Peradilan, Gramata
KUHAP. Publishing, Jakarta, 2012, hlm. 35).
MACAM-MACAM ALAT BUKTI
MENURUT KUHAP
Alat bukti yang sah menurut Perbedaan alat bukti dalam perkara
undang-undang diatur dalam pidana dan perdata tidak sama jenis
Pasal 184 ayat (1) KUHAP, ataupun bentuk alat bukti yang diakui
terdiri dari : dalam perkara pidana dan perdata.
A. Ket. Saksi Mengenai alat bukti yang diakui dalam
acara perdata diatur dalam undang-
B. Ket. Ahli undang Perdata Pasal 1866 KUH
C. Surat Perdata, Pasal 164 HIR sedangkan
dalam acara pidana diatur dalam Pasal
D. Petunjuk
184 KUHAP. Sebagaimana tersebut di
E. Ket. Terdakwa atas.
PERBEDAAN ALAT BUKTI MENURUT HUKUM
ACARA PERDATA DAN HUKUM ACARA PIDANA

Menurut Hukum Acara Menurut Hukum Acara


Pidana, Pasal 184 Perdata, Pasal 1866
KUHAP : KUHPerdata, Pasal 164 HIR
:
A. Ket. Saksi
1. Tulisan/surat
B. Ket. Ahli
2. Saksi-saksi
C. Surat
3. Persangkaan
D. Petunjuk 4. Pengakuan
E. Keterangan Terdakwa 5. Sumpah
MACAM-MACAM ALAT BUKTI
MENURUT KUHAP
Mengenai keterangan saksi sebagai alat bukti
A. KETERANGAN telah diatur dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP
ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
SAKSI pengadilan. Sedangkan pengertian umum
Menurut Pasal 1 butir 26 keterangan saksi ada dalam Pasal 1 butir 27
KUHAP yang dimaksud KUHAP yang merumuskan sebagai berikut :
dengan saksi adalah orang "Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti
yang dapat memberikan dalam perkara pidana yang berupa keterangan
keterangan guna kepentingan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang
penyidikan dan peradilan ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
tentang suatu perkara pidana sendiri dengan menyebut alasan dari
yang ia dengar sendiri, ia pengetahuannya itu".
lihat sendiri, ia alami sendiri.
KETERANGAN SAKSI
Kesaksian yang didengar Berdasarkan Pasal 1 butir 27 KUHAP
dari orang lain atau biasa dihubungkan dengan Pasal 135 ayat (1)
disebut dengan KUHAP dapat diketahui sebagai berikut:
"testimonium de auditu" 1. Setiap keterangan saksi di luar dari yang
bukan merupakan didengarnya sendiri dalam peristiwa pidana
keterangan saksi. Begitu yang terjadi atau di luar dari yang dilihat dan
pula pendapat maupun dialaminya dalam peristiwa pidana yang
rekaan yang diperoleh dari terjadi, keterangan yang diberikan di luar
hasil pemikiran saja bukan pendengaran, penglihatan atau pengalaman
merupakan keterangan saksi sadar mengenai suatu peristiwa pidana terjadi,
(Pasal 185 ayat (5) tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat
bukti. Keterangan semacam ini tidak memiliki
KUHAP.
kekuatan nilai pembuktian.
KETERANGAN SAKSI

2. Testimonium de Auditu 3. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh


keterangan saksi yang dari pemikiran bukan merupakan
diperoleh sebagai hasil keterangan. Penegasan ini sesuai dengan
pendengarannya dari orang ketentuan Pasal 185 ayat (5) KUHAP.
lain, tidak mempunyai nilai Oleh karena itu setiap keterangan saksi
sebagai alat bukti. yang bersifat pendapat atau hasil
pemikiran saksi harus dikesampingkan
Keterangan saksi disidang
dari pernbuktian dalam membuktikan
pengadilan berupa
kesalahan terdakwa. Keterangan yang
keterangan ulang dari yang bersifat dan berwarna pendapat dan
didengarnya dari orang pemikiran pribadi saksi tidak dapat
lain, keterangan saksi dinilai sebagai alat bukti.
seperti ini tidak dapat
dianggap sebagai alat bukti.
KETERANGAN SAKSI
Dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah 2. Syarat Materil
harus memenuhi dua syarat yaitu :
Bahwa keterangan saksi saja tidak
1. Syarat Formil. dapat dianggap sebagai alat
Bahwa keterangan saksi hanya dapat pembuktian salah satu unsur
dianggap sah jika diberikan di bawah kejahatan yang dituduhkan. Menjadi
sumpah. Keterangan saksi yang tidak saksi adalah suatu kewajiban setiap
di bawah sumpah hanya boleh orang namun demikian Pasal 168
digunakan sebagai penambah KUHAP menentukan siapa-siapa
penyaksian yang sah. yang tidak dapat didengar
(Muhammad Taufik Makarao, Hukum Acara Pidana
keterangannya dan dapat minta
dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Ghalia Indonesia, mengundurkan diri sebagai saksi.
hlm 2).
KETERANGAN SAKSI
Nilai kekuatan pembuktian Nilai kekuatan pembuktiannya
keterangan saksi mempunyai tergantung pada penilaian hakim.
kekuatan pembuktian yang bebas. Hakim bebas untuk menilai
Pada alat bukti kesaksian tidak kesempurnaan dan kebenarannya
melekat pembuktian yang sempurna tergantung pada penilaian hakim
(volledig bewijs kracht) dan juga untuk menganggapnya sempurna
tidak melekat di dalamnya sifat atau tidak. Jadi tidak ada keharusan
kekuatan pembuktian yang mengikat
bagi hakim untuk menerima
dan menentukan (besliessende bewijs
kebenaran setiap saksi. Hakim
kracht). Tegasnya alat bukti kesaksian
bebas untuk menilai kekuatan dan
sebagai alat bukti yang sah
mempunyai nilai pembuktian bebas.
kebenaran yang melekat pada
keterangan itu. Hakim dapat
menerima atau menyingkirkannya.
KETERANGAN SAKSI
Keterangan saksi dapat ad. 1. Saksi yang diberikan tanpa
dibedakan menjadi dua yaitu : disumpah;
1. Saksi yang diberikan tanpa (1) Hal ini karena saksi menolak untuk
mengucapkan sumpah atau janji
disumpah; sehingga mengakibatkan keterangan
2. Saksi yang diberikan dengan saksi bukan merupakan alat bukti. telah
disumpah; memenuhi batas minimum pembuktian.
Menurut aturan hukum Pasal 161 ayat
(2) KUHAP, kekuatan pembuktian
keterangan saksi yang demikian “dapat
menguatkan keyakinan hakim” apabila
pembuktian yang telah ada.
KETERANGAN SAKSI
(2) Adanya hubungan Menurut aturan hukum Pasal
kekeluargaan. 171 KUHAP, ada saksi yang
tidak dapat memberikan
Seorang saksi yang mempunyai keterangan dengan sumpah,
pertalian keluarga tertentu mereka adalah :
dengan terdakwa tidak dapat 1) Anak yang umurnya belum
memberi keterangan dengan cukup lima belas tahun dan
sumpah. Menurut aturan hukum belum pernah kawin.
Pasal 171 KUHAP, ada saksi
2) Orang sakit ingatan atau sakit
yang tidak dapat memberikan jiwa meskipun kadang-kadang
keterangan dengan sumpah baik kembali.
Nilai keterangan saksi yang Ad. 2. Saksi yang diberikan dengan
tidak disumpah, mereka disumpah
dinilai bukan merupakan Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi
alat bukti yang sah. yang disumpah yaitu :
Penjelasan Pasal 171 (1) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas
KUHAP telah menentukan Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang
sah adalah bersifat bebas dan “tidak
nilai pembuktian yang sempurna” dan tidak “menentukan” atau
melekat pada keterangan “tidak mengikat”.
saksi yang tidak disumpah, (2) Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung
dapat dipakai sebagai pada penilaian hakim Tidak ada keharusan
petunjuk. bagi hakim untuk menarima kebenaransetiap
keterangan saksi.
B. KETERANGAN Pengertian umum dari
keterangan ahli tercantum dalam
AHLI
Pasal 1 butir 28 KUHAP, yang
Pengertian umum dari keterangan merumuskan bahwa:
ahli tercantum dalam Pasal 1 butir
"Keterangan ahli ialah
28 KUHAP, yang merumuskan
bahwa: "Keterangan ahli ialah
keterangan yang diberikan oleh
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
khusus tentang hal yang diperlukan diperlukan untuk membuat
untuk membuat terang suatu perkara terang suatu perkara pidana guna
pidana guna kepentingan kepentingan pemeriksaan."
pemeriksaan."
KETERANGAN AHLI
Keterangan ahli menurut Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli diberikan setelah ia
ialah dari seorang ahli nyatakan dalam sidang mengucapkan sumpah atau janji di
pengadilan. Dalam penjelasan Pasal 186 hadapan hakim dan juga keterangan
KUHAP disebutkan : "Keterangan ahli dapat ahli itu diperlukan untuk membuat
juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan terang suatu perkara pidana guna
oleh penyidik atau penuntut umum yang kepentingan pemeriksaan sesuai
dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dengan keahlian khususnya, baik itu
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia pemeriksaan yang dilakukan oleh
menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu penyidik maupun pemeriksaan yang
tidak diberikan pada waktu pemeriksaan, maka dilakukan di pengadilan. Pada
prinsipnya alat bukti keterangan ahli
di sidang diminta untuk memberikan keterangan
tidak mempunyai kekuatan
dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
pembuktian yang mengikat dan
Keterangan tersebut diberikan setelah ia menentukan.
mengucapkan sumpah atau janji di hadapan
hakim".
KETERANGAN AHLI
Dengan demikian, nilai kekuatan 2) Sesuai dengan prinsip
pembuktian yang melekat pada alat minimum pembuktian yang
bukti keterangan ahli : diatur dalam Pasal 183
1) Mempunyai nilai kekuatan KUHAP bahwa untuk
pembuktian bebas ( Vrij Bewijs membuktikan kesalahan
Kracht). Di dalam dirinya tidak ada Terdakwa, Hakim harus
melekat nilai kekuatan pembuktian memperhatikan minimal dua
yang sempurna dan menentukan, alat bukti yang sah menurut
terserah pada penilaian hukum. hukum.
Tidak ada keharusan bagi hakim
untuk menerima kebenaran
keterangan ahli dimaksud.
Jadi, keterangan ahli yang berdiri "Keterangan ahli dapat
sendiri tanpa didukung oleh salah dinamakan alat bukti atau
satu alat bukti yang lain, tidak cukup
dan tidak memadai dalam sebagai alat bukti apabila
membuktikan kesalahan terdakwa. keterangan tentang
Apalagi jika Pasal 183 KUHAP
dihubungkan dengan ketentuan Pasal
penghargaan dan
185 ayat (2) KUHAP yang kesimpulan dari para ahli
menegaskan, seorang saksi saja tidak mengenai akibat dalam
cukup untuk membuktikan kesalahan
terdakwa. Oleh karena itu agar
suatu perbuatan terdakwa
keterangan ahli dapat dianggap menimbulkan bukti atau
cukup membuktikan kesalahan dapat membuktikan
terdakwa, harus disertai oleh alat
bukti lain. peristiwa pidana".
C. SURAT
Macam-macam alat bukti surat
Pasal 187 KUHAP menurut Hukum Acara Pidana
memberikan pengertian adalah :
alat bukti surat 1) Berita acara dan surat lain
sebagaimana dimaksud dalam bentuk resmi yang dibuat
Pasal 184 ayat (1) huruf c oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di
KUHAP, yaitu surat yang hadapannya, yang memuat
dibuat atas sumpah jabatan keterangan tentang kejadian atau
atau dikuatkan dengan keadaan yang didengar, dilihat
sumpah. atau yang dialami sendiri
disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangan itu;
SURAT
Syarat mutlak dalam Nilai kekuatan pembuktian surat :
menentukan suatu surat 1. Ditinjau dari segi fomil
dikategorikan sebagai Ditinjau dari segi formil, alat
suatu alat bukti yang bukti surat yang disebut Pasal
sah ialah bahwa surat- 187 huruf a,b dan c KUHAP
adalah alat bukti yang sempurna.
surat itu harus dibuat di
Sebab bentuk-bentuk surat yang
atas sumpah jabatan disebut di dalamnya dibuat secara
atau dikuatkan dengan resmi menurut formalitas yang
sumpah. ditentukan perundang-undangan.
SURAT
Dengan dipenuhinya ketentuan formil 2. Ditinjau dari segi materiil
dalam pembuatannya dan dibuat berisi
keterangan resmi dari seorang pejabat Ditinjau dari segi materiil,
yang berwenang serta keterangan semua alat bukti yang
yang terkandung dalam surat tadi disebut dalam Pasal 187
dibuat atas sumpah jabatan, maka jika KUHAP, bukan alat bukti
dari segi formil alat bukti surat seperti yang mempunyai kekuatan
yang disebut dalam Pasal 187 huruf a,
mengikat. Pada alat bukti
b dan c KUHAP adalah alat bukti
yang bernilai sempurna. Oleh karena surat ini tidak melekat
itu alat bukti surat resmi mempunyai kekuatan pembuktian yang
nilai "pembuktian formil yang mengikat.
sempurna"
SURAT
Nilai kekuatan Tanpa mengurangi sifat
pembuktian alat bukti kesempurnaan formil alat bukti
surat inipun sama surat yang disebut Pasal 187
huruf a, b dan c KUHAP, sifat
halnya dengan nilai
kesempurnaan formil tersebut
kekuatan pembuktian tidak dengan sendirinya
keterangan saksi dan mengadung nilai kekuatan
alat bukti keterangan pembuktian yang mengikat.
ahli, sama-sama Hakim bebas untuk menilai
mempunyai nilai kekuatan pembuktiannya. Hakim
kekuatan pembuktian dapat saja menggunakan atau
yang bersifat bebas. menyingkirkannya.
D. PETUNJUK
Menurut Pasal 188
Alat bukti petunjuk dapat ditemukan ayat (2) KUHAP
dalam Pasal 188 KUHAP yang terdiri
dari ayat (1), (2), dan (3). Dalam Pasal petunjuk hanyalah
188 KUHAP ayat (1) dijelaskan yang dapat diperoleh dari
dimaksud dengan petunjuk adalah
perbuatan, kejadian atau keadaan yang keterangan saksi,
karena persesuaiannya baik antara yang surat dan keterangan
satu dengan yang lain maupun dengan terdakwa.
tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana
dan siapa pelakunya.
PETUNJUK
“Alat bukti petunjuk baru
dapat digunakan sebagai Menurut ketentuan Pasal 188
alat bukti jika petunjuk ayat (3) KUHAP bahwa
tersebut mempunyai penilaian atas kekuatan
persesuaian dengan pembuktian dan suatu petunjuk
keterangan saksi, surat, dan dalam setiap keadaan tertentu
keterangan terdakwa. Jika
petunjuk tidak memiliki
dilaksanakan oleh hakim
persesuaian dengan ketiga dengan arif dan bijaksana.
alat bukti tersebut tidak Setelah hakim melakukan
bisa dipergunakan sebagai pemeriksaan dengan cermat dan
alat bukti”. keseksamaan berdasarkan hati
nuraninya.
PETUNJUK
Alat bukti petunjuk 2) Petunjuk sebagai alat
mempunyai sifat kekuatan
bukti tidak bisa berdiri
pembuktian yang bebas yakni:
sendiri membuktikan
1) Hakim tidak terikat pada kesalahan terdakwa. Oleh
kebenaran persesuaian yang karena itu agar petunjuk
diwujudkan oleh upaya mempunyai nilai kekuatan
pembuktian. pembuktian yang cukup,
harus didukung dengan
sekurang-kurangnya satu
alat bukti yang lain.
E. KETERANGAN TERDAKWA
“Keterangan terdakwa
Pasal 189 ayat (1) sebagai alat bukti tidak
KUHAP dinyatakan perlu sama atau berbentuk
bahwa keterangan pengakuan, semua
terdakwa ialah yang keterangan terdakwa
terdakwa nyatakan di hendaknya didengar
sidang tentang apakah itu berupa
perbuatan yang ia penyangkalan ataupun
lakukan atau yang ia pengakuan sebagai dari
ketahui sendiri atau perbuatan atau keadaan”.
alami sendiri.
E. KETERANGAN TERDAKWA
Keterangan terdakwa Pada pengakuan terasa
tidak perlu sama dengan mengandung suatu
pengakuan karena pernyataan tentang sesuatu
pengakuan sebagai alat yang dilakukan seseorang
bukti mempunyai syarat : sedangkan pada
keterangan pengertiannya
1) Mengaku ia
lebih bersifat suatu
melakukan delik yang
penjelasan akan sesuatu
didakwakan;
yang akan dilakukan
2) Mengaku ia bersalah. seseorang.
KETERANGAN TERDAKWA
Keterangan terdakwa dapat 3) Keterangan terdakwa
dinilai sebagai alat bukti yang hanya merupakan alat
sah menurut undang-undang
bukti bagi dirinya
dengan diperlukan beberapa alat
sebagai landasan berpijak,
sendiri. Pasal 189
antara lain : ayat (3) KUHAP
menyatakan:
1) Keterangan itu dinyatakan di
sidang pengadilan. "Keterangan terdakwa
2) Tentang perbuatan yang ia hanya dapat
lakukan atau ia ketahui digunakan terhadap
sendiri atau ia alami sendiri. dirinya sendiri".
KETERANGAN TERDAKWA
Agar keterangan terdakwa Jika dalam suatu
dapat dinilai sebagai alat perkara pidana
bukti, keterangan itu harus terdakwanya terdiri
memuat pernyataan atau
penjelasan tentang : dari beberapa orang,
1) Perbuatan yang
masing-masing
dilakukan terdakwa; keterangan setiap
2) Apa yang diketahui terdakwa hanya
sendiri oleh terdakwa; merupakan alat bukti
3) Atau apa yang dialami yang mengikat pada
sendiri oleh terdakwa. diri sendiri
KETERANGAN TERDAKWA
Keterangan terdakwa saja Ketentuan tadi merupakan
tidak cukup membuktikan penegasan prinsip batas
kesalahannya. Pasal 189 ayat minimum pembuktian yang
(40) KUHP merumuskan
diatur dalam Pasal 183
bahwa :
KUHAP. Pasal 183 KUHAP
"Keterangan terdakwa saja menentukan asas pembuktian
tidak cukup untuk bahwa untuk menjatuhkan
membuktikan bahwa ia pidana terhadap seorang
bersalah melakukan perbuatan
terdakwa, kesalahannya harus
yang didakwakan kepadanya,
dapat dibuktikan dengan
melainkan harus disertai
sekurang-kurangnya dua alat
dengan alat bukti yang lain".
bukti yang sah.
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN
DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Istilah yang sering digunakan dalam tindak pidana korupsi
yaitu pembuktian terbalik. Perlu kita ketahui bahwa istilah yang
benar bukanlah “pembuktian terbalik”, akan tetapi “pembalikan
beban pembuktian”. Hal ini sebagaimana dijelaskan Dr. H. M.
Akil Mochtar, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul
Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi (hal.
129). Menurut Akil mengutip pendapat Andi Hamzah, istilah
sistem pembuktian terbalik telah dikenal oleh masyarakat
sebagai bahasa yang dengan mudah dapat dicerna pada
masalah dan salah satu solusi pemberantasan korupsi.
“Istilah ini (pembuktian Pada dasarnya, dalam sistem hukum
terbalik, ed.) sebenarnya pidana formil di Indonesia, beban
kurang tepat apabila untuk membuktikan ada atau
dilakukan pendekatan tidaknya pidana terletak pada Jaksa
gramatikal. Dari sisi bahasa Penuntut Umum. Hal ini
dikenal sebagai Omkering sebagaimana tersirat dalam Pasal 66
van het Bewijslast atau Kitab Undang-Undang Hukum
Reversal Burden of Proof Acara Pidana (“KUHAP”), bahwa
yang bila secara bebas tersangka atau terdakwa tidak
diterjemahkan menjadi dibebani kewajiban pembuktian.
“Pembalikan Beban Dalam penjelasan Pasal 66
Pembuktian’.” KUHAP dikatakan bahwa
ketentuan ini adalah penjelmaan
asas “praduga tak bersalah”.
Sistem pembalikan beban pembuktian
Di Indonesia, sistem yang bersifat terbatas atau berimbang ini
pembalikan beban pembuktian dijelaskan dalam penjelasan UU Tipikor
dapat dilihat antara lain dalam tersebut, yaitu terdakwa mempunyai
Undang-Undang No. 31 hak untuk membuktikan bahwa ia
Tahun 1999 sebagaimana tidak melakukan tindak pidana
diubah oleh Undang-Undang korupsi dan wajib memberikan
No. 20 Tahun 2001 tentang keterangan tentang seluruh harta
Pemberantasan Tindak bendanya dan harta benda istri atau
Pidana Korupsi (“”UU suami, anak, dan harta benda setiap
Tipikor”), tetapi yang orang atau korporasi yang diduga
diterapkan dalam UU Tipikor mempunyai hubungan dengan perkara
adalah sistem pembalikan yang bersangkutan, dan penuntut umum
beban pembuktian yang tetap berkewajiban membuktikan
bersifat terbatas atau dakwaannya.
berimbang.
Mengenai sistem pembalikan Pasal 37A ayat (3) UU Tipikor :
beban pembuktian yang bersifat
“Ketentuan sebagaimana dimaksud
terbatas atau berimbang ini
dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan
dapat kita lihat dalam Pasal 37
tindak pidana atau perkara pokok
ayat (1) UU Tipikor dan Pasal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
37A ayat (3) UU Tipikor.
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-
Pasal 37 ayat (1) UU Tipikor : undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
“Terdakwa mempunyai hak
untuk membuktikan bahwa ia dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12
Undang-undang ini, sehingga penuntut
tidak melakukan tindak pidana
korupsi.” umum tetap berkewajiban untuk
membuktikan dakwaannya.”
SISTEM PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN JUGA
DIATUR DALAM UU NO. 8 TAHUN 2010

Selain di dalam UU Dalam tindak pidana


Tipikor, sistem pembalikan pencucian uang. Menjadi
kewajiban jaksa untuk
beban pembuktian juga membuktikan kejahatan asal
diatur dalam UU No. 8 (predicate crime) sebelum
Tahun 2010 tentang menuduh terdakwa melakukan
Pencegahan dan pidana pencucian uang.
Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Pembuktian terbalik yang Pasal 35 UU Tindak
diatur dalam Pasal 35
Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 tentang Tindak menyebutkan “untuk
Pidana Pencucian Uang kepentingan pemeriksaan
dapat diberlakukan setelah di sidang pengadilan,
jaksa bisa membuktikan terdakwa wajib
kejahatan asal usul harta membuktikan bahwa harta
kekayaan. Jika jaksa tak
kekayaannya bukan
bisa membuktikan, majelis
dapat membebaskan merupakan hasil tindak
terdakwa. pidana”.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai