Anda di halaman 1dari 32

33

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuktian Dalam KUHAP

Pembuktian memiliki peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan.

Proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk

menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap

kebenaran peristiwa tersebut. Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu

peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,

sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Melalui pembuktian akan

ditentukan nasib terdakwa.

Tahap pembuktian dalam persidangan merupakan “jantungnya” sebuah proses

peradilan guna menemukan kebenaran materiil, sebagai tujuan adanya hukum acara

pidana. Kebenaran materiil diartikan sebagai suatu kebenaran yang diupayakan

mendekati kebenaran sesungguhnya atas tindak pidana yang telah terjadi.1 Adanya

asas praduga tak bersalah dalam hukum acara pidana untuk mengetahui apakah

seseorang bersalah atau tidak bersalah dapat diketahui dengan proses pembuktian.

Sebagaimana dikemukakan oleh Leden Marpaung yang menyatakan bahwa

Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan, orang tersebut berhak dianggap tidak

bersalah, hal ini dikenal dengan asas praduga tak bersalah (presumption of

innocence).

Untuk menyatakan seseorang melanggar hukum, Pengadilan harus dapat

menentukan “kebenaran” diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan

1
Hibnu Nugroho, Op. Cit.hlm. 27.
34

kebenaran suatu peristiwa. Dari uraian tersebut, “bukti”dimaksud untuk menentukan

“kebenaran”. 2

Menurut Suharto RM3, Pembuktian di muka sidang pengadilan adalah suatu

usaha penuntut umum dalam mengajukan alat-alat bukti yang sah menurut undang-

undang di muka sidang pengadilan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Pengertian pembuktian juga dikemukakan oleh M. Yahya Harahap, yang mengatakan

bahwa:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman


tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan
yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh
dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.”4

Terbukti atau tidaknya seseorang dalam melakukan tindak pidana tergantung

dari pembuktian dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Untuk menilai seseorang

bersalah atau tidak diperlukan suatu alat bukti, dari alat bukti ini menunjukan bahwa

salah atau tidaknya seseorang di sidang pengadilan. Apabila hasil pembuktian

dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan

kesalahan terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukumannya. Sebaliknya, apabila

kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti, terdakwa dinyatakan

bersalah dan dikenakan hukuman kepadanya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Taufik Makarao dan Suhasril

yang menyatakan bahwa :

“Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam


proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan
nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang

2
Leden Marpaung, Op. Cit. hlm 22-23.
3
Suharto RM, Op. Cit. hlm 78.
4
M. Yahya Harahap,Op.Ccit. hlm 273
35

ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang


didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.
Sebaliknya, kalau kesalahan yang didakwakan terdakwa dapat dibuktikan
dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), terdakwa harus dinyatakan bersalah.”

Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukkan bahwa ada beberapa

sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem atau teori

pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat. Sehingga di setiap negara

memiliki sistem pembuktian yang berbeda-beda.

Sistem pembuktian dalam hukum acara pidana terbagi ke dalam beberapa

sistem, yaitu:

1. Sistem Pembuktian Menurut Keyakinan Hakim Semata (Conviction-in

time).

Sistem pembuktian ini didasarkan kepada keyakinan hakim semata -mata,

tidak peduli dari mana keyakinan hakim tersebut yang penting yang dipakai

adalah keyakinan hakim. Sebagaimana diungkapkan oleh M. Yahya harahap yang

menyatakan bahwa:

Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah tidaknya seorang


terdakwa, semata -mata ditentukan dengan penilaian keyakinan hakim.
Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa,
dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya tidak menjadi
masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan
hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya di dalam sidang pengadilan.
Sistem ini mengandung kelemahan yaitu hakim dapat saja menjatuhkan
hukuman pada seorang terdakwa semata -mata atas dasar “keyakinan”
belaka tanpa didukung alat bukti yang cukup.”5

Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim semata atau dapat juga disebut

sistem pembuktian keyakinan hakim melulu memiliki kelemahan yaitu dalam

5
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 277
36

menjalankan tugasnya hakim tidak dibatasi oleh apapun, sehingga hakim memiliki

kebebasan yang terlalu besar dan hal ini dapat mengakibatkan ketidakadilan maupun

kesewenang-wenangan. Menurut A. Minkenhof dalam Andi Hamzah, mengatakan

bahwa:

“Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit
diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumnya sulit untuk
melakukan pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa
berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan.
Praktik peradilan juri di Prancis membuat pertimbangan berdasarkan metode
ini dan mengakibatkan banyaknya putusan-putusan bebas yang sangat aneh.”6

2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Dasar Keyakinan

Logis (Conviction Raisonce).

Sistem pembuktian ini merupakan sistem pembuktian yang didasarkan pada

keyakinan hakim menggunakan alasan yang dapat diterima atau secara logis.

Menurut M. Yahya Harahap7 bahwa dalam sistem ini pun dapat dikatakan,

keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah

tidaknya seorang terdakwa,akan tetapi di dalam sistem pembuktian ini faktor

keyakinan hakim dibatasi. Jika di dalam convictio -in time peran keyakinan hakim

leluasa tanpa batas maka pada sistem conviction raisonce keyakinan hakim harus

didukung alasan-alasan yang jelas. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan

alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa.

Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar alasan yang logis dan benar-

benar dapat diterima oleh akal.

6
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,2011. hlm 9.
7
M Yahya Harahap, Op.Cit. hlm 278-279
37

Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas dasar keyakinan logis

juga dijelaskan oleh Andi Hamzah8 yang menyatakan bahwa menurut teori ini,

hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan

yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan

(conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.

Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.

Sistem pembuktian ini menurut keyakinan hakim secara logis yang tidak

didasarkan kepada undang-undang, tetapi ketentuanketentuan menurut ilmu

pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang pelaksanaan

pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan.

3. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif

Sistem pembuktian ini dikatakan secara positif karena hanya mendasarkan

pada undang-undang saja tidak berdasarkan atas keyakinan hakim, yang artinya

dalam sistem ini keyakinan hakim tidak memiliki peranan. Hal tersebut juga

dikemukan oleh Andi Hamzah9 yang mengatakan bahwa pembuktian yang

didasarkan melulu ke pada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang,

disebut sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif

(positief wettelijk bewijstheorie). Dikatakan secara positif, karena hanya

didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu

perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka

keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori

pembuktian formal (formele bewijstheorie).

8
Andi Hamzah Op. Cit. hlm 10.
9
Ibid, hlm251
38

Ajaran ini didasarkan kepada kemurnian undang-undang seperti diatur dalam

Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merumuskan

sebagai berikut : “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan

aturan pidana dalam undang yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan”.

Artinya hakim dalam memutuskan perkara harus berdasarkan undang-undang,

yang berarti tugas hakim hanya sebagai pelaksana undang-undang belaka.10

Sehingga dalam ajaran tersebut memberi kesempatan bagi orang melakukan

perbuatan yang pada hakikatnya ia melakukan kejahatan tetapi karena tidak diatur

dalam undang-undang sebagai tindak pidana ia lepas dari tuntutan pidana.

4. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk

Stelsel)

Sistem pembuktian ini mendasarkan pada dua unsur yaitu adanya unsur alat

bukti yang ada dalam undang-undang dan unsur keyakinan hakim. Sehingga dapat

dikatakan bahwa sistem pembuktian ini merupakan gabungan dari sistem

pembuktian berdasar undangundang secara positif dan sistem pembuktian

berdasar keyakinan hakim semata.

M. Yahya Harahap11 mengatakan bahwa pembuktian menurut undang-undang

secara negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang

secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in

time. Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur mengenai sistem pembuktian

hukum acara pidana Indonesia yaitu sebagai berikut : “Hakim tidak boleh

10
Suharto RM, Op.cit. hlm 132
11
M Yahya Harahap, Op.Cithlm.278
39

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Menurut Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut hukum acara pidana

Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif

yaitu menggunakan alat bukti yang telah ditentukan undangundang dan dengan

keyakinan hakim demi tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum.

Membuktikan mengandung maksud dan tujuan untuk menyatakan kebenaran atas

suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa

tersebut.

Salah satu keuntungan dari dianutnya sistem pembuktian menurut undang-

undang yang bersifat negatif, seperti yang dianut oleh Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana kita dewasa ini adalah, bahwa menurut sistem pembuktian

ini hakim dipaksa menjelaskan alasan atau atas dasar apa ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa

terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Menurut sistem

pembuktian yang dianut oleh KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari

alat-alat bukti yang diajukan ke depan sidang pengadilan oleh penuntut umum,

sepenuhnya diserahkan kepada majelis hakim.

B. Upaya Pembuktian Dalam Penuntutan Tindak PidanaPenganiayaan

Terhadap Anak
40

Penanganan perkara anak di Indonesia berdasarkan pada UU SPPA,Ketentuan

dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Anak memberikan pengertian anak yang berhadapan dengan hukum adalah

Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan

anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak

ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan

kemampuan nusa dan bangsa. Perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum

yang berakibat hukum, oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan

perlindungan anak12

Banyaknya kasus mengenai kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia

dianggap sebagai suatu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan

anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-

orang sebagai tempat berlindung bagi anak. Rendahnya kualitas perlindungan anak di

Indonesia banyak menuai sorotan dan kritik dari berbagai lapisan masyarakat.

Meningkatnya kekerasan terhadap anak juga diakui Ketua Pembina Komisi

Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Seto Mulyadi atau yang biasa disapa

Kak Seto. Penyebab utama dari banyaknya kekerasan yang dialami oleh seorang

anak adalah masih banyaknya sebuah paradigma lama yang selalu keliru dimana

masih berpegangan untuk mendidik seorang anak harus dengan cara-cara kekerasan.

12
Nasriana.. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta: Rajawali
Pers,2014, hlm 1.
41

Misalnya mendidik anak dengan cara dipukul, ditempeleng dan dijewer, sehingga itu

menjadi bagian dari tindakan kekerasan dalam mendidik anak13

Dalam perkara anak sebagai korban penganiayaan Proses penyidikannya di

mulai dari adanya Laporan/Pengaduan dari pihak korban dan adanya keterangan

saksi yang melihat langsung hal tindak pidana penganiayaan terhadap anak yang

dilakukan tersangka kepada korban, dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan

oleh pihak kepolisian dalam proses penanganannya baik dalam hal dari melakukan

penangkapan, penggeledahan, penyitaaan dan Penahanan serta terakhir penyerahan

berkas kepada jaksa penuntut umum. penuntut umum membuat surat dakwaan atas

tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka Kemudian penuntut umum

melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan.

Dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, pembuktian dalam hukum acara

pidana merupakan bagian yang sangat penting dan memegang peranan yang sangat

strategis Membuktikan mengandung maksud dan tujuan untuk menyatakan

kebenaran atas suatu peristiwa. Seperti yang telah penulis bahas sebelumnya

bahwasanya menurut Pasal 183 KUHAP, sistem pembuktian yang digunakan di

Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

Pembuktian sangat penting dalam membuktikan kesalahan seseorang, apalagi

saat ini kejahatan semakin berkembang dengan pesat. Barda Nawawi Arief

sebagaimana dikutip Moh. Hatta mengungkapkan pendapatnya tentang kejahatan

bahwa kejahatan merupakan masalah sosial yang tidak hanya dihadapi oleh

Indonesia atau masyarakat dan negara tertentu, tetapi merupakan suatu universal

phenomena, tidak hanya jumlahnya saja yang meningkat tetapi juga kwalitasnya

13
http://depkominfo.go.id, diakses tanggal 5 April 2018.
42

dipandang serius di banding masa-masa lalu. Kejahatan timbul bukan sekedar karena

niat, juga bukan pula tumbuh karena kesempatan, tetapi kejahatan hadir karena

memang semua orang lebih ‘aman dan tentram’ dengan berbuat jahat.14

Terkait dengan pembuktian, maka tidak dapat dilepas pisahkan dari alat-alat

bukti yang termuat dalam pasal 184 (1), yang terdiri dari keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk serta keterangan terdakwa.selanjutnya akan penulis

jelaskan nilai pembuktian dari masing-masing alat bukti terbut

Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi:

a. Mempunyai kekuatan pembuktian bebas.

Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah mempunyai

kekuatan pembuktian bebas, tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna dan menentukan. Sebagaimana dikemukakan oleh Mohammad

Taufik Makarao dan Suhasril 38 yang mengatakan bahwa alat bukti

keterangan saksi mempunyai kekuatan bebas, tidak melekat nilai

pembuktian yang sempurna.

b. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim.

Keterangan saksi sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim tidak

diharuskan untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim bisa

saja mengesampingkan keterangan saksi. Seperti yang dikatakan M. Yahya

Harahap15 bahwa tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima

kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim bebas menilai kekuatan atau

14
Eko Prasetyo, Op. Cit. hlm 85.
15
M. Yahya Harahap Opcit. 295
43

kebenaran yang melekat pada keterangan itu, dan dapat menerima atau

menyingkirkannya.

Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli:

a. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas.

Keterangan ahli sebagai alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan

pembuktian bebas, tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan

menentukan, sehingga terserah pada penilaian hakim

b. Harus memenuhi batas minimum pembuktian.

Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, keterangan ahli saja tanpa

didukung oleh alat bukti yang la in, tidak cukup dan tidak dapat

membuktikan kesalahan terdakwa.

Bagaimanapun sempurnanya nilai pembuktian dari pada alat bukti surat,

kesempurnaan itu tidak merubah sifatnya menjadi alat bukti yang mempunyai nilai

kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan yang melekat pada

kesempurnaannya tetap bersifat kekuatan pembuktian “yang bebas”. Hakim bebas

untuk menilai kekuatannya dan kebenarannya. Kebenaran penilaian itu dapat ditinjau

dari beberapa alasan. Boleh dari segi asas kebenaran sejati, atas keyakinan hakim

maupun dari sudut batas minimum pembuktia n. Dan memang pada prinsipnya,

ajaran pembuktian yang dianut hukum acara pidana pada dasarnya tidak mengenal

alat bukti yang sempurna dan mengikat, kecuali bagi negara yang menganut sistem

pembuktian menurut undang-undang “secara positif”16

16
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm 312.
44

Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan

kekuatannya dengan alat bukti yang lain yaitu:

a. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas.

Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh

petunjuk, oleh karena itu makaseorang hakim bebas menilainya serta

mempergunakannya sebagai bagian dari upaya pembuktian.

b. Harus memenuhi batas minimum pembuktian.

Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, alat bukti petunjuk saja tanpa

didukung oleh alat bukti yang lain, tidak cukup dan tidak dapat

membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh karena itu, agar petunjuk

mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus didukung dengan

sekurangkurangnya satu alat bukti yang lain.

Menurut M. Yahya Harahap nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan

terdakwa adalah sebagai berikut :

a. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas.

Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti

keterangan terdakwa. hakim bebas untuk menilai kebenaran yang

terkandung di dalamnya. Seorang hakim juga dapat menerima ataupun

menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan cara yaitu mengemukakan

alasan-alasannya.

b. Harus memenuhi batas minimum pembuktian.

Asas batas minimum pembuktian telah menegaskan, tidak seorang

terdakwa pun dapat dijatuhi pidana kecuali jika kesalahan yang


45

didakwakan kepadanya telah dapat dibuktikan dengan sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah.

c. Harus memenuhi asas keyakinan hakim.

Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas batas

minimum pembuktian, masih harus lagi dibarengi dengan “keyakinan

hakim”, bahwa memang terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadanya.

Berikut akan penulis paparkan salah satu contoh kasus kekerasan atau

penganiayaan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo Jawa

Tengahmengenai pembuktian fakta peristiwa dan fakta yuridis yang terungkap di

pengadilan sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo

No.17/Pid.b/2009/PN.SKH yang telah berkekuatan hukum tetap dengan uraian

sebagai berikut :

A. Identitas Terdakwa

Nama : Priyono Als Supri BinMarto Wiyono

Tempat lahir : Sukoharjo

Umur : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal : Kab. Sukoharjo

Agama : Islam

Pekerjaan : Tani

B. Surat Dakwaan
46

Bahwa ia terdakwa pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 atausetidak –

tidaknya pada bulan November tahun 2008 bertempat di Kabupaten Sukoharjo

atau setidak – tidaknya di sekitar tempat yang masih termasuk dalamdaerah

hukum Pengadialan Negeri Sukoharjo, telah melakukan kekerasan fisikyakni

membuat rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat terhadap anak kandungnyayakni

saksi I, perbuatan terdakwa tersebut dilakukan dengan cara sebagaiberikut :

Pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar pukul 17.30 WIBterdakwa

pulang di rumahnya di Kabupaten Sukoharjo, sesampainya di rumah

terdakwa diomeli oleh anaknnya yaitu saksi I, dikarenakan telah mengambil

kacang tanah seberat 19 Kg (kilogram) dan menjualnya tanpa seijin dari saksi

Imengatakan “orang tua tidak mau bekerja bisanya cuma jual kacang tanah”

mendengar perkataan tersebut terdakwa langsung melempar sandal kearah saksiI

mengenai tubuhnya, lalu terdakwa mendorong tubuh saksi I hingga terjatuhdan

kepala bagian belakangnya terbentur lantai teras, selanjutnya

terdakwamembenturkan kepala saksi ke tembok sebanyak 3 (tiga) kali, akibat

dariperbuatan terdakwa sehingga saksi I mengalami luka fisik sebagaimana

tersebutdalam Visum Et Repertum No. 000/4322/XI/2008 tertanggal 17

November2008 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dokter pada puskesmas I

PolokartoKabupaten Sukoharjo dengan kesimpulan : luka derajat ringan akibat

benturanbenda tumpul, selanjutnya perbuatan terdakwa dilaporkan ke Polsek

Polokartoguna pengusutan lebih lanjut. Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

A. Pembuktian Oleh Penuntut Umum


47

a. Keterangan Saksi
Saksi (saksi korban) IMAM, Wirun, 15 tahun, laki-laki, Indonesia, Dk.

Gendegan Rt. 04/04 Ds. Wirun, Kec. Mojolaban Kab. Sukoharjo, didepan

persidangan memberikan keterangan sebagai berikut :

 Bahwa benar, saksi adalah anak kandung terdakwa;

 Bahwa benar, saksi dan terdakwa tinggal satu rumah di Kecamatan

Polokarto, Kabupaten Sukoharjo;

 Bahwa benar, pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar

pukul17.30 WIB di rumah terdakwa telah melempar sandal kearah saksi

Imengenai tubuhnya, lalu terdakwa mendorong tubuh saksi I

hinggaterjatuh dan kepala bagian belakangnya terbentur lantai teras,

selanjutnyaterdakwa membenturkan kepala saksi ke tembok rumah

sebanyak 3 (tiga)kali;

 Bahwa benar, oleh karena saksi merasa kesakitan, kemudian saksi

berteriakminta tolong dan tidak lama kemudian datang saksi II datang

meleraidengan menarik terdakwa ke halaman rumah, sedangkan saksi

terusmasuk ke dalam rumah;

 Bahwa benar, akibat kepala saksi dibenturkan ke tembok oleh

terdakwatersebut, kepala bagian belakang menjadi memar dan merasa

pusing –pusing;

 Bahwa benar, tedakwa melakukan perbuatan tersebut karena emosi

setelahsaksi I berkata : “ Orang tua tidak mau kerja bisanya jual kacang

tanah”;
48

 Bahwa benar, kacang yang dijual terdakwa tersebut adalah milik ibu saksi

I(isteri terdakwa);

 Bahwa benar, ibu saksi I (isteri terdakwa) berdagang palawija;

 Bahwa benar, terdakwa tidak bekerja dan hanya kadang –

kadangmembantu ibu saksi I berdagang palawija;

 Bahwa benar, terdakwa menjual kacang tanah tersebut tidak

sepengetahuanibu saksi I (isteri terdakwa) karena sedang pergi ke

Surabaya;

 Bahwa benar, saksi I membenarkan keterangan yang tertulis di

dalamVisum Et Repertum No. 000/4322/XI/2008 tertanggal 17 November

2008dari puskesmas I Polokarto Kabupaten Sukoharjo;

 Bahwa benar, sehubungan dengan kejadian tersebut, saksi dan

terdakwasudah saling memaafkan;

 Bahwa benar, atas barang bukti yang diajukan di persidangan, saksi

Imenyatakan kenal dan membenarkan.

Saksi II (HARSO WIYONO), surakarta, 57 tahun, laki-laki, Indonesia, Dk.

Gendegan Rt. 04/04 Ds. Wirun, Kec. Mojolaban Kab. Sukoharjo, dibawah

sumpah didepan persidangan memberikan keterangan sebagai berikut :

 Bahwa benar, saksi II adalah tetangga dari terdakwa dan saksi I

(saksikorban);

 Bahwa benar, pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar

pukul17.30 WIB ketika saksi berada di rumah, mendengar teriakan minta

tolongdari rumah terdakwa;


49

 Bahwa benar, kemudian saksi II mendatangi rumah terdakwa, pada

waktuitu terdakwa dan saksi I berada di teras;

 Bahwa benar, waktu itu saksi I menangis dan terdakwa berada di

dekatsaksi I;

 Bahwa benar, melihat hal tersebut saksi kemudian menarik terdakwa

kehalaman rumah dengan tujuan melerai, sedangkan saksi I terus masuk

kedalam rumah;

 Bahwa benar, pada waktu saksi II tiba di rumah terdakwa dan

melihatkejadian tersebut, saksi bertanya kepada ada kejadian apa, yang

dijawaboleh terdakwa bahwa tidak ada apa – apa;

 Bahwa benar, saksi II tidak tahu apa yang menjadi permasalahan

antaraterdakwa dan saksi I sehingga menangis;

 Bahwa benar, pada waktu itu isteri terdakwa sedang pergi ke Surabaya;

 Bahwa benar, atas barang bukti yang diajukan di persidangan, saksi

Imenyatakan tidak kenal dan tidak tahu menahu.

Atas keterangan saksi II tersebut terdakwa membenarkan.

Saksi III (SUTOTO Als MINTHUL), Sukoharjo, 31 tahun laki-laki,

Indonesia,Dk. Gendegan Rt. 04/03 Ds. Wirun Kec Mojolaban, Kab

Sukoharjo, Islam, Swasta, dibawah sumpah didepan persidangan memberikan

keterangan sebagai berikut :

 Bahwa benar, pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar

pukul17.30 WIB ketika saksi berada di teras saksi II sedang menunggu


50

anaknyapulang sekolah, tiba – tiba mendengar teriakan minta tolong dari

daridepan rumah saksi II;

 Bahwa benar, kemudian saksi III melihat ke arah rumah terdakwa tetapi

karena terhalang krei, maka saksi III tidak bisa melihat secara jelas apa

yang sedang terjadi di rumah terdakwa;

 Bahwa benar, kemudian saksi III memanggil sasi II yang pada waktu itu

berada di dalam rumah yang diminta apa yang terjadi di rumah terdakwa;

 Bahwa benar, saksi III tidak tahu apa yang menjadi permasalahan antara

terdakwa dan saksi I sehingga menangis;

 Bahwa benar, pada wakti itu isteri terdakwa sedang pergi ke Surabaya;

 Bahwa benar, atas barang bukti yang diajukan di persidangan, saksi I

menyatakan tidak kenal dan tidak tahu menahu.

Atas keterangan saksi III tersebut terdakwa membenarkan

b. Keterangan Saksi Ahli

Keterangan ahli tidak didengar secara langsung dimukapersidangan namun

tertuang dalam Visum Et Repertum No. 000/4322/XI/2008 tertanggal 17

November 2008 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dokter pada

puskesmas I Polokarto Kabupaten Sukoharjo dengan kesimpulan : luka

derajat ringan akibat benturan benda tumpul.

c. Surat

Dengan berpedoman kepada ketentuan pasal 187 huruf a, b, dan dKUHAP

dalam perkara ini terdapat alat bukti surat yaitu : adanya berita

acara pemeriksaan yang dibuat oleh Penyidik Polri.


51

Keterangan Terdakwa (Priyono Als Supri BinMarto Wiyono), Sukoharjo, 48

tahun laki-laki, Indonesia, Dk. Gendegan Rt. 04/03 Ds. Wirun Kec Mojolaban,

Kab Sukoharjo, Islam, Tani, dibawah sumpah didepan persidangan memberikan

keterangan sebagai berikut :

 Bahwa benar, pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar

pukul17.30 WIB terdakwa telah melempar sandal kearah saksi I

mengenaitubuhnya, lalu terdakwa mendorong tubuh saksi I hingga terjatuh

dankepala bagian belakangnya terbentur lantai teras,

selanjutnyamembenturkan kepala saksi ke tembok rumah sebanyak 3 (tiga)

kali;

 Bahwa benar, terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena emosi

setelahsampai di rumah sehabis membeli rokok saksi I (anak terdakwa)

berkata :“ Malinge mulih”(pencurinya pulang)

 Bahwa benar, saksi I (anak terdakwa) berkata demikian karena

terdakwatelah menjual kacang tanah;

 Bahwa benar, kacang yang dijual terdakwa tersebut adalah milik ibu saksi

I(isteri terdakwa) yang pekerjaannya berdagang palawija;

 Bahwa benar, terdakwa menjual kacang tanah karena kehabisan rokok;

 Bahwa benar, terdakwa menjual kacang tanah seberat 19 Kg

(kilogram),dan laku Rp. 94.000,- (sembilan puluh empat ribu rupiah);

 Bahwa benar, terdakwa menjual kacang tanah tersebut isteri terdakwa

tidaktahu, yang tahu saksi I (anak terdakwa);

 Bahwa benar, terdakwa sering menjual kacang tanah tanpa seijin isterinya;
52

 Bahwa terdakwa memperlakukan saksi I (anak terdakwa)

sebagaimanatersebut diatas adalah tidak benar;

 Bahwa benar, atas kejadian tersebut terdakwa merasa menyesal,

danberjanji tidak akan mengulanginya lagi;

 Bahwa benar, atas barang bukti yang diajukan di persidangan,

terdakwamenyatakan kenal dan membenarkan.

d. Petunjuk

Dari keterangan para saksi maupun dari keterangan terdakwa serta alat

bukti surat yang saling bersesuaian antara satu sama lainya yang sangat

mendukung dengan berpedoman kepada ketentuan pasal 188 ayat 2

KUHAP serta didukung pula dengan adanya barang bukti yang diajukan

dimuka persidangan ini yang telah dibenarkan baik oleh para saksi maupun

oleh terdakwa sendiri yang merupakan suatu petunjuk telah terjadinya

tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

D. Pembuktian unsur kekerasan atau tindak pidana penganiayaan terhadap


anak.

Menimbang, bahwa untuk menentukan apakah betul atau tidaknya

terdakwabersalah melakukan tindak pidana sebagaimana sebagaimana

yangdidakwakan kepadanya, maka terlebih dulu secara Yuridis perlu

dipertimbangkan apakah perbuatan terdakwa sebagaimana diterangkan oleh saksi –

saksi maupun terdakwa sendiri apabila dikaitkan dengan barang bukti yang telah

memenuhi semua unsur dari pasal – pasal yang didakwakan kepada terdakwa ;

Menimbang, bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum telah didakwa dengan

dakwaan tunggal, yaitu melanggar Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang
53

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang unsur–unsurnya adalah sebagai

berikut :

a) Unsur Setiap Orang ;

b) Unsur Yang Melakukan Kekerasan Fisik ;

c) Unsur Dalam Lingkup Rumah Tangga ;

Menimbang, bahwa selanjutnya Mejelis akan mempertimbangkan unsur –

unsur tersebut sebagai berikut :

a) Unsur Setiap Orang


Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “ Setiap Orang “ di sini adalah

orang selaku subyek hukum yang didakwa telah melakukan suatu tindak pidana, dan

orang tersebut sehat jasmani dan rohaninya serta dapat mempertanggung jawabkan

perbuatannya secara hukum ;

Menimbang, bahwa orang selaku subyek hukum dalam perkara ini adalah

terdakwa, yang identitasnya setelah diperiksa dan ditanyai di persidangan ternyata

cocok dan sesuai dengan identitas terdakwa yang terdapat dalam berkas perkara ini,

dan berdasarkan keterangan saksi – saksi dan pengakuan terdakwa sendiri benar

terdakwalah orangnya yang melakukan tindak pidana yang dimaksud dan bukan eror

in persona, dan terdakwa sehat jasmani dan rohani serta dapat mempertanggung

jawabkan perbuatannya ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka unsur “ Setiap

Orang “ telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa ;

b) Unsur Yang Melakukan Perbuatan Kekerasan Fisik


54

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Kekerasan Fisikmenurut Pasal 6

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat ;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi – saksi danpengakuan

terdakwa sendiri serta dikaitkan dengan barang buktiterungkap fakta – fakta berupa :

(1)Bahwa Pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar pukul 17.30 WIB

terdakwa melempar sandal kearah saksi I ( anak terdakwa ), kemudian

mendorongnya hingga terjatuh dan selanjutnya terdakwa membenturkan

kepala saksi ke tembok teras sebanyak 3 ( tiga ) kali,

(2)Bahwa akibat kepala saksi ( anak terdakwa ) yang dibenturkan ke tembok

teras sebanyak 3 ( tiga ) kali tersebut, kepala saksi I ( anak terdakwa )

menjadi memar dan merasa pusing – pusing tetapi hal tersebut tidak

mengahalangi untuk melakukan pekerjaan sehari – hari ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka “ Unsur– unsur

Yang Melakkan Perbuatan Kekerasan Fisik “ telah terbukti dan terpenuhi ;

c) Unsur Dalam Lingkup Rumah Tangga

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Lingkup Dalam RumahTangga

menurut Pasal 2 ayat ( 1 ) UU No. 23 Tahun 2004 adalah suami, isteri, dan

anaktersebut kareana hubungan darah, perkawinan, persususan, pengasuhan, dan

perwalian yang menetap dalam rumah tangga dan atau orang yang bekerja membantu

rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut ;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi – saksi serta keterangan

terdakwa sendiri dan dikaitkan dengan barang bukti ditemukan fakta – fakta :
55

a) Bahwa antara terdakwa dan saksi I adalah sebagai ayah dan anak kandung

dari perkawinan terdakwa dengan isterinya;

b) Bahwa antara terdakwa dan saksi I (saksi korban) tinggal 1 rumah

diKabupaten Sukoharjo

c) Bahwa penyebab dari saksi korban dilempar sandal dan kemudiankepalanya

dibenturkan ke tembok teras oleh tedakwa adalah karena padawaktu pulang

setelah sampai di rumah sehabis membeli rokok saksi I (anak terdakwa )

berkata : “ Malinge mulih ( pencurinya pulang ) “ ,sehingga terdakwa emosi

dan melakukan perbuatan tersebut kepada saksiI ( saksi korban ).

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan fakta – fakta diatas, maka unsur

“ Dalam Lingkup Rumah Tangga ” telah terpenuhi ;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur – unsur dari Pasal 44 ayat ( 1 )

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

dalam dakwaan Tunggal telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “ Melakukan Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah

Tangga “ ;

Menimbang, bahwa oleh karena selama pemeriksaan di persidangan tidak

ditemui adanya alasan – alasan pembenar dan pemaaf atas diri terdakwa yang

sifatnya dapat menghapus pidananya terdakwa, maka atas perbuatan pidana yang

telah dinyatakan terbukti dan meyakinkan itu, terhadap terdakwa dapat dipersalahkan

dan dapat dipertanggung jawabkan kepadanya ;

Menimbang, bahwa sebelum majelis menjatuhkan pidana terlebih dahulu

Majelis menjatuhkan hukuman pidana terlebih dahulu Majelis Hakim akan


56

mempertimbangkan hal – hal yang memberatkan dan hal – hal yangmeringankan atas

diri terdakwa ;

a) Hal – hal Yang Memberatkan :

- Terdakwa melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri atau

orang yang seharusnya ia lindungi ;

- Perbuatan terdakwa meresahkan warga sekitarnya.

b) Hal – hal yang meringankan

- Terdakwa belum pernah dihukum;

- Terdakwa berlaku sopan di persidangan dan mengakui terus terang

perbuatannya;

- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagidi

masa mendatang.

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa ditahan, maka adalah cukupalasan

untuk mengurangi seluruhnya masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dari

lamanya pidana yang dijatuhkan ;

Menimbang, bahwa oleh karena masa pidana yang dijatuhkan lebih lama dari

masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, maka terdakwa haruslah

dinyatakan tetap berada dalam tahanan ;

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti berupa : 1 ( satu ) buah sandal jepit

Merk Ardiles warna putih biru, akan diputuskan dalam amarputusan dibawah ini ;

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa terbukti bersalah makaterdakwa juga

dibebani untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini ; Memperhatikan

ketentuan Pasal 44 ayat ( 1 ) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan


57

Dalam Rumah Tangga dan Hukum Acara Pidana serta peraturan – pereturan lainnya

yang bersangkutan.

Menimbang berdasarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa dan

dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan, maka

diperoleh fakta – fakta sebagai berikut :

a) Bahwa pada hari Sabtu tanggal 15 November 2008 sekitar pukul 17.30 WIB

di rumah terdakwa telah melempar sandal kearah saksi I mengenai

tubuhnya;

b) Bahwa kemudian terdakwa mendorong tubuh saksi I hingga terjatuh

dankepala bagian belakangnya terbentur lantai teras;

c) Bahwa selanjutnya terdakwa membenturkan kepala saksi ke tembokrumah

sebanyak 3 (tiga) kali;

d) Bahwa oleh karena saksi merasa kesakitan, kemudian saksi berteriakminta

tolong dan tidak lama kemudian datang saksi II datang meleraidengan

menarik terdakwa ke halaman rumah, sedangkan saksi terusmasuk ke dalam

rumah;

e) Bahwa akibat kepala saksi dibenturkan ke tembok oleh terdakwa

tersebut,kepala bagian belakang menjadi memar dan merasa pusing –

pusing;

AMAR PUTUSAN HAKIM


1) Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah

tangga;
58

2) Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama :

6(enam) bulan;

3) Menyatakan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa

dikurangkanseluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4) Memerintahkan bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah sandal jepit

merkArdiles warna putih biru, dikembalikan pada terdakwa;

5) Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,-

(dua ribu lima ratus rupiah).

Analisis Penulis

Dalam upaya pembuktian dalam Penuntutan kekerasan atau tindak pidana

penganiayaan terhadap anak berdasarkan kasus yang telah penulis paparkan diatas,

adalah dengan alat bukti-alat bukti yang sah, yaitu :

1. keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan bersesuaian dengan

keterangan korban dan dibenarkan atau diakui oleh terdakwa;

2. Keterangan saksi ahli tidak didengar lngsung di muka persidangan,

namun tertuang dalam visum et repertum dengan nomor 000/4322/XI/2008

tertanggal 17 November 2008;

3. Alat bukti surat dengan berpedoman kepada ketentuan pasal 187 huruf a, b, dan d

KUHAP dalam perkara ini terdapat alat bukti surat yaitu : adanya berita acara

pemeriksaan yang dibuat oleh Penyidik Polri.


59

4. Keterangan terdakwa bahwa benar terdakwa Priyono Als Supri BinMarto

Wiyono

telah melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap korban.

5. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya,

baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dari

keterangan para saksi maupun dari keterangan terdakwa serta alat bukti surat

yang saling bersesuaian antara satu sama lainya yang sangat mendukung dengan

berpedoman kepada ketentuan pasal 188 ayat 2 KUHAP serta didukung pula

dengan adanya barang bukti yang diajukan dimuka persidangan ini yang telah

dibenarkan baik oleh para saksi maupun oleh terdakwa sendiri yang merupakan

suatu petunjuk telah terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa

Priyono Als Supri Bin Marto Wiyono.

Berdasarkan persidangan tersangka dan diperkuat dengan alat bukti yang

berupa alat bukti saksi, alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan

keterangan terdakwa. Maka jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan

dakwaan tunggalnya dengan mendakwa terdakwa PriyonoAls Supri Bin Marto

Wiyono telah melanggar ketentuan Pasal 44 ( 1 ) UU No. 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang unsur-unsur pokoknya sebagai

berikut : Setiap Orang ; Melakukan Kekerasan Fisik ; Dalam Lingkup Rumah

Tangga.

Jaksa penuntut umum menyatakan terdakwa Priyono Als Supri Bin Marto

Wiyono bersalah telah melakukan kekerasan terhadap anaksebagaimana diatur dalam

pasal 44 ( 1 )Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Priyono Als Supri BinMarto
60

Wiyono dengan pasal 44 (1) dalam dakwaan tunggal dikarenakan dalam persidangan

unsur-unsur yang terkandung didalam pasal 44 (1) Sudah terpenuhi dalam

penganiayaan terhadap korban Imam, akibat tindakanya tersebut telah membuat

kepala belakang menjadi memar dan pusing-pusing.

Menyatakan terdakwa Priyono Als Supri Bin Marto Wiyono dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan

sementara dengan perintah tetap ditahan.Menyatakan barang bukti satu buah sandal

merk ardiles dirampas untuk dimusnahkan. Menetapkan agar terdakwa membayar

biaya perkara sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).

C. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Jaksa Dalam Upaya Pembuktian

Terhadap Penuntutan Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Tehadap Anak

Dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, Jaksa dalam menuntut dan

membuktikanseseorang yang melakukan suatu tindak pidana, akan

mempertimbangkan segala perbuatan terdakwa yang telah dilakukan sehingga

tuntutan itu dirasakan adil oleh terdakwa maupun masyarakat karena Jaksa harus

senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma

keagamaan, kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan

keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Melakukan pertimbangan dalam melakukan penuntutan dan pembuktian

tidaklah mudah, adapun yang menjadi hambatan-hambatan maupun kendala bagi

seorang Jaksa penuntut umum dalam melakukan penuntutan maupunpembuktian

berdasarkan kasus yang penulis paparkan adalah hambatan yang bersifat Non-

Yuridis.
61

Pada kasus yang telah penulis paparkan terlihat bahwasanya pelaku kekerasan

atau tindak pidana penganiayaan terhadap anak merupakan ayah kandung dari pada

korban sendiri. Disini ada rasa kekahwatiran dari dalam diri korban apabila kejadian

yang menimpa dirinya di teruskan kedalam lingkaransistem peradilan pidana akan

berdampak pada retaknya hubungan personal antara ayah dan anak. Hal ini terlihat

jelas di mana fakta dalam persidangan menunjukan bahwa korban sebelumnya sudah

berdamai dengan ayahnya.

Kendala berikut yaitu terungkap bahwa pada hari yang telah ditetapkan di

persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, jaksa penuntut umum tidak dapat

menghadirkan saksi II dan saksi III, hal ini menyebabkan sidang di tunda. Hal ini

tentu saja memperlambat proses pembuktian di persidangan.

Kendala terakhir menurut penulis yang paling substansial yaitu jaksa

cenderung mengabaikan pihak korban yang mempunyai status sebagai partisipan

aktif dalam kasus ini. Dimana korban, memainkan berbagai macam peranan yang

mempengaruhi terjadinya kejahatan tersebut. Pelaksanaan peran pihak korban

dipengaruhi oleh kondisi tertentu langsung atau tidak langsung, pengaruh tersebut

hasilnya tidak selalu sama pada korban.

Masalah korban ini sebenarnya bukan masalah yang baru, karena hal-hal

tertentu kurang diperhatikan, bahkan diabaikan. Apabila kita mengamati masalah

kejahatan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional, maka perhatian kita

tidak akan lepas dari peranan si korban dalam timbulnya suatu kejahatan. Korban

mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Pada

kenyataannya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin timbul suatu kejahatan kalau

tidak ada korban. Tanpa korban tidak mungkin terjadi suatu tindak pidana, jadi jelas
62

bahwa dalam suatu tindak pidana yang terjadi tidak selamanya pelaku merupakan

pihak yang selalu bersalah, tetapi korban juga memiliki peran serta dalam terjadinya

suatu tindak pidana.17

Peran yang dimaksud adalah sebagai sikap dan keadaan diri seseorang yang

akan menjadi calon korban ataupun sikap dan keadaan yang dapat memicu seseorang

untuk berbuat kejahatan. Pihak korban dapat berperan dalam keadaan sadar dan tidak

sadar, secara langsung maupun tidak langsung, secara aktif ataupun pasif, dengan

motivasi positif maupun negatif. Semuanya bergantung pada situasi kondisi pada saat

kejahatan tersebut berlangsung. Pihak korban sebagai partisipan utama dalam

terjadinya kejahatan memainkan berbagai macam peranan yang dibatasi situasi dan

kondisi tertentu.

Jika diruntut kebelakang sebelum perkara ini disidangkan, menurut hemat

penulis idealnya dalam membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Penyidik harus

bersifat objektif dengan melihat hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya

suatu tindak pidana yang sebenarnya terjadi, dengan demikian penyidik benar-benar

mencari kebenaran materiil dalam suatu tindak pidana.

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan

yang lengkap dari penyidik, Jaksa penuntut umum segera menentukan apakah berkas

perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke

Pengadilan. Kesempatan bagi penuntut umum untuk menentukan apakah berkas

perkara yang diterima dari penyidik itu sudah memenuhi syarat yuridis sebelum

berkas perkara dilimpahkan kepengadilan negeri, disini dibutuhkan kemampuan

17
Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa di Tengah-tengah Masyarakat, Jakarta: Ghalia, 1985, hlm.
23
63

Penuntut Umum dalam penguasaan Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara

Pidana atau peraturan lain untuk meneliti berkas perkara.

Penuntut umum terlebih dahulu melakukan prapenuntutan yang bersifat

selektif, disini Jaksa melihat dan memeriksa berkas perkara yang diajukan oleh

penyidik sehingga dapat diketahui apakah seorang telah memenuhi syarat sehingga

dapat dikatakan telah melakukan suatu tindak pidana dan untuk

mengetahuisepenuhnya mengenai peran korban sesuai dengan kebenaran materiil

dari suatu tindak pidana.18

Kemampuan dan pengetahuan menjadi salah satu faktor pendukung bagi Jaksa

penuntut umum itu sendiri dalam melakukan penuntutan maupun pembuktian untuk

dapat melihat peran korban. Selain itu adanya perbedaan pandangan mengenai peran

korban dimana pada kenyataannya, jika berbicara mengenai hukum pidana maka

akan ditemukan beberapa perbedaan antara teori dan praktek yang sebenarnya

terjadi. Dalam hal ini Jaksa menilai bahwa peran korban seperti dalam kajian

victimologi itu merupakan penyertaan “deelneming” sehingga bagi seorang Jaksa

akan ragu-ragu dalam menilai korban itu sendiri, tetapi mungkin saja “peran korban”

dapat diasumsikan sebagai “potensi/kedudukan korban” yang bisa menyebabkan

terjadinya suatu tindak pidana.

Untuk melihat peran korban dalam terjadinya suatu tindak pidana, seorang

Jaksa penuntut umum harus cermat dan sangat berhati-hati, karena korban

merupakan orang yang mengalami penderitaan baik secara rohani maupun jasmani,

sehingga Jaksa penuntut umum dalam memberikan pertimbangan terhadap terdakwa

bisa memberikan suatu pandangan terhadap korban, bahwa pertimbangan yang

18
Ibid, hal. 23
64

diberikan Jaksa kepada terdakwa sudah layak dan cukup adil bagi terdakwa tanpa

melanggar ketentuan undang-undang dan rasa keadilan yang ada dalam masyarakat.

Peran korban dalam perkara ini, berdasarkan fakta yang terungkap di


persidangan bahwasanya kekerasan atau tindak pidana penganiayaan terhadap anak
yang terjadi di picu oleh rasa emosi terdakwakarena setelahsampai di rumah sehabis
membeli rokok, korban berkata “ Malinge mulih”(pencurinya pulang), hal ini
dilatarbelakangi oleh korban yang marah akibat terdakwa menjual kacang tanah milik
ibunya (istri terdakwa) sebanyak 19 (Sembilan belas) Kilogram tanpa seijin korban dan
sepengetahuan ibunya. Hal ini dilakukan terdakwa untuk membeli rokok tersebut.

Anda mungkin juga menyukai