Anda di halaman 1dari 3

Nama : Anastasia Jennycapri U.S.

NIM : 044273834
Program Studi : S1 Ilmu Hukum
Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara/ADPU4332

Tugas 2

Soal :

Dalam negara Hukum, perlindungan terhadap kepentingan masyarakat ataupun privat merupakan
komitmen yang harus dilaksanakan oleh. Keputusan PTUN untuk menolak gugatan warga tersebut
dapat melalui beberapa asas pembuktian secara proposional, berikan gambaran prinsip pembuktian
dalam PTUN yang beda dengan hukum acara perdata dan pidana.

Jawaban :

Berbeda dengan prinsip peradilan perdata yang lebih bersifat privat, dalam peradilan tata usaha
negara berdasarkan asas erga omnes merupakan ciri khusus dari peradilan administrasi, putusan
peradilan administrasi daya keberlakuan tidak hanya kepada para pihak yang bersengketa, tetapi
juga kepada umum. Pemberlakuan asas erga omnes ini adalah satu konsekuensi logis dari lapangan
hukum PTUN yang merupakan peradilan dalam wilayah lapangan hukum public, yaitu lebih
menekankan pada keberlakuan umum daripada keberlakuan perseorangan.

Dalam peradilan tata usaha negara, perlu ditambahkan beberapa prinsip atau asas yang sangat
berkaitan denga proses penyelesaian sengketa administrasi :

1. Asas pembebanan pembuktian secara proporsional


2. Asas pembuktian untuk mencari kebenaran materiil
3. Asas pertanggungjawaban moral

Dalam peradilan tata usaha negara kedudukan antara pihak penggugat dan tergugat secara
sosiologis tidak sama. Bagaimanapun tergugat, yakni badan atau pejabat tata usaha negara,
kedudukan lebih kuat dibandingkan dengan kedudukan penggugat yang merupakan masyarakat
biasa. Ketimpangan kedudukan ini berpengaruh dalam proses pembuktian. Pihak yang lemah tentu
akan sulit membuktikan hal-hal yang sesungguhnya justu ada pada pihak tergugat yang kuat.
Untuk mengatasi hal itu, digunakanlah asas pembebanan pembuktian secara proposional.

Asas pembuktian secara proposional ini menekankan bahwa beban pembuktian diletakkan secara
proposional, khususnya pada pihak yang paling mungkin membuktikannya, terlepas pihak mana
pun yang mendalilkannya. Hal ini berbeda dengan sistem pembuktian dalam lapangan hukum
acara peradilan perdata yang berlaku asas, “Barang siapa mendalilkan wajib membuktikan.” Asas
pembuktian proporsional ini didukung dengan Penjelasan Pasal 107 UU Nomor 5 Tahun 1986.

Pasal ini mengatur ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materiil. Berbeda dengan
sistem hukum pembuktian dalam hukum acara perdata, dengan memperhatikan segala sesuatu
yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa tergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak,
hakim peradilan tata usaha negara dapat menentukan sendiri :

a. Apa yang harus dibuktikan;


b. Siapa yang harus dibebani pembuktian dan seterusnya;
c. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian;
d. Kekuatan pembuktian yang telah diajukan.

Berbeda dengan prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata yang lebih menekankan
pembuktian formil, yakni pembuktian untuk mencari kebenaran berdasarkan bukti-bukti yang
tampak saja; dalam hukum acara PTUN, digunakan asas pembuktian materiil. Hal ini dimaksudkan
bahwa dalam peradilan tata usaha negara, pembuktian ditujukan untuk mencari dan mencapai
kebenaran materiil yang sebenar-benarnya, bukan seperti dalam peradilan perdata yang
berdasarkan pada fakta-fakta formal belaka. Terdapat sistem hukum acara yang dalam proses
pembuktiannya juga memberi kebenaran materiil, yakni sistem hukum acara pidana. Pembuktian
materiil dalam hukum pidana didasarkan pada fakta-fakta perbuatan pidana yang sesungguhnya
terjadi dan kemudian diuji berdasarkan perundangan pidana, sedangkan pembuktian materiil
dalam peradilan tata usaha negara hanya sebatas pada menguji fakta materiil dan prosedural dari
membuat keputusan (beschikking) yang digugat dengan berdasarkan ketentuan hukum dasarnya.

Dapat disimpulkan dalam pemeriksaan alat-alat bukti di persidangan Peradilan Tata Usaha Negara
hampir sama dengan pemeriksaan alat-alat bukti dipersidangan Peradilan Umum dalam
menyelesaikan perkara pidana , hanya sedikit perbedaan dimana dalam pemeriksaan alat bukti di
Peradilan Tata Usaha negara bahwa hakim harus aktif dan hakim mempunyai kewenangan untuk
menentukan siapa, apa dan bagaimana kekuatan alat-alat bukti, sedangkan di Peradilan Umum
bahwa yang harus aktif dalam mengajukan alat-alat bukti adalah para pihak. Asas yang dianut
dalam pembuktian di Peradilan Tata Usaha Negara adalah pembuktian bebas, dalam arti kata
bahwa hakim bebas menentukan jenis-jenis alat bukti sebagaimana yang diatur dalam pasal 100
ayat (1) tetapi dalam mengambil keputusan untuk syahnya pembuktian diperlukan sekurang-
kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 295
HIR atau Pasal 184 KUHAP dalam pemeriksaan perkara pidana di Peradilan Umum bahwa alat
bukti utama yang harus diajukan adalah saksi, karena keterangan saksi bisa memberika n
keterangan, petunjuk tempat, waktu, penyebab peristiwa pidana tersebut.

Referensi :

Utama, Yos Johan. (2021). BMP ADPU4332 Hukum Admininstrasi Negara. Tangerang Selatan :
Penerbit Universitas Terbuka

Jurnal Ilmu Hukum “Pembuktian Dalam Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara dan Perkata
Pidana”. (2015) oleh Latifah Amir.

Anda mungkin juga menyukai