Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENERAPAN ASAS PIDANA

ANALISIS TENTANG TURUT SERTA DALAM


PUTUSAN NOMOR 1906/PID.B/2015/PN.SBY

Oleh :
Ratu Salza Handayani
1706048154

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang atau bersama-sama atau dapat
disebut sebagai tindakan penyertaan, sering menimbulkan kesulitan dalam proses
pembuktiannya karena adanya andil dari beberapa pihak yang turut serta dalam satu tindak
pidana. Dalam praktiknya, suatu tindak pidana yang dilakukan oleh bergabungnya
beberapa orang, yang setiap orang melakukan wujud-wujud tingkah laku tertentu
kemudian lahirlah satu tindak pidana yang utuh ini. Para pelaku dapat dihukum sebagai
pelaku dalam tindakan turut serta itu diatur dalam Pasal 55 Ayat (1) KUHP yang secara
yuridis ancaman atau pertanggungjawabanny adalah sama tapi secara keadilan seorang
hakim harus pula menentukan para pelaku tersebut sesuai dengan apa yang dilakukannya
atau kapasitas dari masing-masing pelaku dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan atau
tindak pidana tersebut. Dalam tindakan turut serta melakukan tindak pidana ini, sedikit-
dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut
melakukan (medepleger) peristiwa pidana.
Selanjutnya tentang tindakan yang melibatkan lebih dari seorang pelaku tindak pidana
juga diatur dalam Pasal 56 KUHP yaitu tentang tindakan membantu melakukan kejahatan
atau medeplichtig, jika ia adalah orang yang sengaja memberikan bantuan tersebut, pada
waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan.1
Lalu selanjutnya dari perbuatan-perbuatan penyertaan diatas itu, diaturlah ancamannya
dalam Pasal 56 dan Pasal 57 KUHP.
Oleh karena itu dalam analisis pidana kali ini, saya akan membahas mengenai
penerapan pasal mengenai turut serta atau membantu melakukan ke dalam putusan Nomor
Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY yang diputuskan oleh Hakim Sri Herawati, SH., MH.
Pembahasan lebih lanjut serta koreksi terhadap penafsiran hakim yang berakhir pada
putusan akan dilakukan guna tercapainya suatu pemahaman komprehensif mengenai
perbuatan turut serta pada kejahatan.

1
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal, cet. 15 (Bogor: POLITEIA-BOGOR, 2013), hlm. 75
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka muncul perumusan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan perbuatan turut serta atau penyertaan itu?
2. Bagaimana pengaturan tentang perbuatan turut serta pada kejahatan di Indonesia?
3. Bagaimana penerapan tentang perbuatan turut serta pada kejahatan di dalam
putusan Majelis Hakim Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian perbuatan turut serta pada kejahatan
2. Mengetahui syarat-syarat dalam perbuatan turut serta pada kejahatan
3. Mengetahui penerapan turut serta pada kejahatan di Indonesia
4. Mengetahui penerapan turut serta pada kejahatan di dalam putusan Majelis Hakim
dalam Putusan Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Penyertaan Dalam Tindak Pidana


Tindak pidana turut serta atau deelneming oleh Undang-Undang diatur dalam Pasal 55
dan Pasal 56 KUH. Namun menurut Lamintang dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia” lebih tepat jika pembicaraan mengenai Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP itu disebut
sebagai pembicaraan mengenai pelaku (dader) dan keturutsertaan (deelneming) daripada hanya
membahas mengenai keturutsertaan saja, karena dalam Pasal 56 KUHP yang dibahas adalah
tentang perbuatan membantunya.
Adapun bunyi dari Pasal 55 KUHP adalah sebagai berikut:
“(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan,
atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.”
Dan Pasal 56 KUHP:
“Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan ;
2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.”
Di dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP itu akan ditemukan sebutan-sebutan seperti
dader, plegen, doen plegen dan lainnya yang tiap-tiap kata memiliki arti yang berbeda-beda.
Orang yang dapat dihukum sebagai orang yang melakukan terbagi menjadi 4 (empat) macam,
yaitu:
1. Orang yang melakukan (pleger): orang yang secara sendirian telah mewujudkan
segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana.
2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen): Dalam tindakan ini sedikitnya ada
dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Dalam hal ini
orang yang disuruh (pleger) hanya merupakan suatu alat saja. maksudnya ia tidak
dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggung-jawabkan atas perbuatannya,
misalnya dalam hal-hal sebagai berikut :
a) Tidak dapat dipertanggung-jawabkan menurut pasal 44.
b) Telah melakukan perbuatan itu karena terpaksa oleh kekuasaan yang tidak dapat
dihindarkan (overmacht) menurut pasal 48.
c) Telah melakuan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak sah menurut pasal
51.
d) Telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali.
3. Orang yang turut melakukan (medepleger). Turut melakukan dalam arti kata
bersama-sama melakukan. Sedikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang
melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana
itu. Disini diminta bahwa kedua orang itu semuannya melakukan perbuatan
pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak
boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang
sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak
masuk medepleger, akan tetapi dihukum sebagai membantu melakukan
(medeplichtige) tersebut dalam pasal 56.
4. Orang dengan pemeberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dsb,
dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan itu (uitlokker). Orang itu harus
sengaja mebujuk orang lain, sedang membujuknya harus memakai salah satu dari
jalan-jalan seperti dengan pemberian, salah memakai kekuasaan dsb. yang
disebutkan dalam pasal itu, artinya tidak boleh memakai jalan lain. Disini seperti
halnya dengan suruh melakukan sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang
yang membujuk dan yang dibujuk, hanya bedanya pada membujuk melakukan,
orang yang dibujuk itu dapat dihukm juga sebagai pleger. Sedang pada suruh
melakukan, orang yang disuruh itu tidak dapat dihukum.

Mengenai Pasal 56 KUHP, menurut R. Soesilo adalah orang yang membantu


melakukan (medeplichtig) jika orang tersebut sengaja memberikan bantuan tersebut, pada
waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan. Oleh karena itu, elemen “sengaja” harus ada dari
tindakan para pelakunya, sehingga orang yang secara kebetulan dan tanpa sadar membantu,
memberi kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk dapat melaksanakan suatu tindak
kejahatan tanpa mengetahui apa yang sebenarnya ia lakukan atau orang lakukan terhadap
perbuatan itu tidak dapat dihukum.
Membujuk melakukan (uitlokking) dan suruh melakukan (doen plegen) dapat berlaku
bagi kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi membantu melakukan (medeplichtig) hanya
kejahatan saja, pelanggaran tidak (Pasal 60).2

Bagaimana cara menentukan siapa saja yang harus dipandang sebagai seorang dader
atau seorang pelaku pada kenyataannya tidaklah semudah itu. Pada delik-delik formal atau
delik yang dianggap telah selesai dilakukan oleh pelakunya apabila tindakan yang dilarang oleh
Undang-undang sudah terjadi, hanya perlu dilihat saja siapa yang melakukan tindak kejahatan
yang disebutkan dalam Undang-Undang.

Lain halnya dengan delik-delik materiil, untuk menentukan siapa yang harus dipandang
sebagai dadaer itu, sebelumnya orang harus dapat memastikan apakah suatu tindakan itu
sebagai suatu penyebab dari suatu akibat yang timbul ataupun tidak. Menurut penganut
aequivalentieleer, mereka yang menyuruh, yang turut melakukan, yang mengerakkan orang
lain, ataupun yang memberikan bantuan untuk melakukan suatu delik materiil itu haruslah
dipandang sebagai pelaku-pelaku delik secara bersama-sama. Sedangkan menurut penganut
adaequate causaliteitsleer, yang dipandang sebagai penyebab suatu akibat hanyalah tindakan-
tindakan yang dipandang sebagai penyebab suatu akibat itulah yang dianggap sebagai dader
atau pelaku tindak pidana materiil, sedang doen plegen, uitlokken, dan medeplichtigheid,
semuanya merupakan bentuk deelneming atau pembantuan.

Dapatnya perbuatan seseorang dianggap terlibat bersama peserta lainnya dalam


mewujudkan tindak pidana, disyaratkan sebagai berikut:3

1. Dari sudut subjektif, ada 2 syaratnya, ialah :

a. adanya hubungan batin (kesengajaan) dengan tindak pidana yang hendak


diwujudkan, artinya kesengajaan dalam berbuat diarahkan pada terwujudnya tindak
pidana. Di sini, sedikit atau banyak ada kepentingan untuk terwujudnya tindak
pidana;

b. adanya hubungan batin (kesengajaan, seperti mengetahui) antara dirinya dengan


peserta lainnya, dan bahkan dengan apa yang diperbuat oleh peserta lainnya.

2 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap


Pasal Demi Pasal, cet. 15 (Bogor: POLITEIA-BOGOR, 2013), hlm. 75
3
Adami Chazami, Percobaan dan Penyertaan Pelajaran Hukum Pidana, cet.2 (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 77.
2. Dari sudut objektif; ialah bahwa perbuatan orang itu ada hubungan dengan terwujudnya
tindak pidana, atau dengan kata lain wujud perbuatan orang itu secara objektif ada
perannya/pengaruh positif baik besar atau kecil, terhadap terwujudnya tindak pidana.

Kemudian, Hoge Raad dalam arrestnya (29-10-1934, dikenal dengan hooi arrest) juga
telah meletakkan dua kriteria tentang adanya bentuk pembuat peserta, yaitu :4
a. Antara para peserta ada kerja sama yang diinsyafi;
b. Para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimaksudkan.

Dari dua syarat yang diberikan oleh Hoge Raad tadi, maka arah kesengajaan bagi
pembuat peserta ditunjukan pada dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :5
a. Kesengajaan yang ditunjukkan dalam hal kerja samanya untuk mewujudkan tindak
pidana, ialah berupa keinsyafan/kesadaran seorang peserta terhadap peserta lainnya
mengenai apa yang diperbuat oleh masing-masing dalam rangka mewujudkan tindak
pidana yang sama-sama dikehendaki.
b. Kesengajaan yang ditunjukan dalam hal mewujudkan perbuatannya menuju
penyelesaian tindak pidana. Di sini kesengajaan pembyat peserta adalah sama dengan
kesengajaan pembuat pelaksana, ialah sama-sama ditunjukkan pada penyelesaian
tindak pidana. Pembicaraan mengenai kesengajaan pembuat peserta pada umumnya
adalah mengenai kesengajaan yang kedua ini.

4
Ibid. hlm. 102.
5
Ibid. hlm. 103-104.
BAB III
KASUS POSISI

3.1 Kasus Posisi


Bahwa Terdakwa EKA PURNAMA bin MARGONO, pada hari Rabu tanggal 04
desember 2013 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain di dalam tahun 2013 bertempat di
Kantin Kantor Badan Kepegawaian Daerah Jl. Jemur Sari No. 01 Surabaya, atau setidak-
tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Surabaya,yang berhak untuk mengadili perkara berikut ini.
Bahwa terdakwa pada tahun 2010 kenal dengan saksi Sunaji dan bulan November 2012
baru dikenalkan oleh saksi Sumadi oleh saksi Sunaji mau meminta bantuan agar anak saksi
Sumadi dimasukkan sebagai CPNS di bagian kesehatan Pemprov, Jawa Timur kepada
Terdakwa. Awalnya saks Sumadi minta tolong kepada saksi Sunaji agar anaknya yang bernama
Nur Afifah bisa dimasukkan sebagai PNS di bagian kesehatan Pemrov, Jawa Timur. Lalu saksi
Sunaji menghubungi terdakwa menyampaikan keinginan saksi Sumadi mau minta tolong hal
tersebut dan untuk itu saksi Sunaji memnta uang sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta
rupiah) tetapi saksi Sumadi tidak sanggup kemudian terdakwa turunkan menjadi Rp
35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah), saksi Sumadi tetap tidak sanggup / keberatan dan
hanya sanggup memberikan sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Akhirnya hal tersebut diterima oleh terdakwa dan saksi Sanuji sambil menanyakan
kapan uangnya akan diserahkan, kalau sudah bisa diserahkan bisa melalui saksi Sanuji atau
langsung ke Terdakwa. Kemudian terdakwa menyanggupi untuk membantu saksi Sumadi dan
terjadi kesepakatan diantara terdaka dan saksi Sumadi bahwa saksi Sumadi harus membayar
uang sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)sebagai sarana untuk memasukkan saksi
Nur Afifah sebagai CPNS. Bahwa saat saksi Sumadi menyerahkan uang sebesar Rp
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) kepada terdakwa di kantin kantor BKD Jl. Emur
Andayani No. 1 Surabaya bersama-sama dengan saksi Sanuji dan Nur Afifah, terdakwa
membuat kwitansi penerimaan uang tertanggal 04 Desember 2013 seolah-olah uang tersebut
merupakan Titipan dana untuk RS UNAIR Surabaya bulan Januari 2013. Lalu uang tersebut
dibagikan kepada Musa Mashuri dan Saksi Sunaji. Musa Mashuri adalah orang yang menunjuk
terdakwa untuk menjadi panitia penerimaan CPNS.
Ternyata saksi Nur Afifah tidak pernah dipanggil untuk ikut tes CPNS dan tidak diterima
sebagai CPNS seperti yang telah dijanjikan karena memang tidak pernah didaftarkan oleh
Terdakwa. kemudian saksi Sumadi meminta kembali uang yang telah ia titipkan kepada
Terdakwam namun terdakwa meminta saksi Sumadi untuk menunggu namun saksi Sumadi
tidak mau. Bahwa terdakwa telah mengembalikan uang saksi Sumadi sebesar Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah) sehingga masih ada kekurangan sebesar 16.000.000,00 (enam belas juta
rupiah). Melihat aturan dalam penerimaan CPNS, tidak ada dan tidak dapat menggunakan uang
sebagaimana yang dilakukan oleh terdakwa.

3.2 Dakwaan

Kesatu
Melihat fakta dan keterangan yang sudah dijabarkan dalam kasus posisi diatas, atas perbuatan
Terdakwa Eka Purnama tersebut mengakibatkan saksi Sumadi mengalami kerugian sebesar Rp
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Penuntut Umum mengancam perbuatan Terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 378 KUHP. Atau,

Kedua
Melihat fakta dan keterangan yang sudah dijabarkan dalam kasus posisi diatas, atas perbuatan
Terdakwa Eka Purnama tersebut mengakibatkan saksi Sumadi mengalami kerugian sebesar Rp
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Penuntut Umum mengancam perbuatan Terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 372 KUHP.

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya, Penuntut Umum telah mengajukan


barang-barang bukti berupa:
 1 (satu) lembar kwitansi tanggal 04 Desember 2013 senilai Rp 20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah)
 1 (satu) buah HP

Menimbang, bahwa selain mengajukan barang-barang bukti tersebut, Penuntut umum juga
mengajukan saksi-saksi yang memberikan keterangan dibawah sumpah pada pokoknya sebagai
berikut:
1. Saksi SUMADI
- Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga ataupun
pekerjaan.
- Saksi kenal dengan terdakwa karena dikenalkan oleh saksi Sanuji dirumah terdakwa
yaitu Jl. Simo Sidomulyo Gang VII No. 11-S Surabaya.
- Bahwa peristiwa penggelapan dan atau penipuan itu terjadi pada tanggal 04
Desember 2013 sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di kantin Kantor BKD di Jl.
Jemur Handayani No. 01 Surabaya
- Bahwa pada bulan November 2013 sekitar jam 15.00 WIB saksi secara tidak
sengaja bertemu dengan saksi Sanuji di desa Slempit kemudian saksi bercerita
kepada saksi Sanuji bahwa saksi menyekolahkan anak habis banyak tetapu susah
untuk mendapatkan pekerjaan dan saksi Sanuji bilang kalau ada penerimaan CPNS
- Bahwa saksi bilang kepada saksi Sanuji kalau kepingin anaknya dimasukkan
bekerja di RS Petro Gresik dan saksi Sanuji bilang gampang tetapi saksi Sanuji
menyarankan agar anak saksi masuk Pegawai Negeri lebih aman daripada swasta
- Bahwa saksi Sanuji bilang temannya yang mana adalah Terdakwa Eka Purnama
bisa memasukkan anak saksi Sumadi. Tetapi kalau saksi Sumadi ingin anaknya
dimasukkan, ia harus membayar uang sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta
rupiah) tetapi saksi tidak sanggup dan akhirnya kesepakatannya menjadi sebesar Rp
Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
- Bahwa kemudian saksi diajak saksi Sanuji ke rumah terdakwa dan saksi Sanuji yang
mengatur ke terdakwa kemudian saksi Sumadi mengatakan kalau uang Rp
20.000.000,00 tadi sudah siap.
- Tanggal 04 desember 2013 saksi dan anak saksi diantar oleh saksi Sanuji bertemu
dengan terdakwa di kantornya Jl. Jemur Handayani no. 01 Surabaya dan setelah
bertemu dengannya, saksi Sumadi menyerahkan Rp 20.000.000,00 tersebut.
- Atas penyerahan uang tersebut terdakwa memberi kwitansi tanda terima. Namun
sampai saat ini anak saksi tidak pernah dipanggil untuk ikut tes CPNS dan tidak
diterima menjadi PNS.
- Bahwa selain meminta uang, terdakwa juga meminta sebagai persyaratan berupa:
fotocopy ijazah, fotocopy KK, foto 4x6 = 4 lb, foto 3x4 = 4 lb, surat lamaran kerja,
fotocopy dari Disnaker, fotocopy SKCK, Transkrip nilai, fotocopy sertifikat
praktek dan fotocopy KTP anak saksi.
- Saksi dan saksi Sanuji pernah mencari terdakwa ke rumahnya tetapi tidak pernah
ketemu dan akhirnya saksi mencari sendiri dan ketemu dengan terdakwa kemudian
saksi meminta kembali uangnya dan terdakwa berjanji akan mengembalikannya
tetapi sampai sekarang baru dikembalikan Rp 4.000.000,00
- Atas keterangan saksi Sumadi, terdakwa menyatakan ada keterangan yang tidak
benar yaitu: terdakwa bilang anak saksi akan dijadikan honorer dan bukan CPNS.

2. Saksi Nur Afifah AMD.KEP


- Saksi tahu dalam perkara ini adalah karena adanya peristiwa terdakwa yang teah
menipu saksi Sumadi, pada tanggal 04 Desember 2013 sekitar pukul 10.00 WIB, di
kantor terdakwa / BKD di Jl. Jemur Andayani no. 01 Surabaya
- Saksi kenal dengan terdakwa karena dikenalkan oleh saksi Sanuji dirumah terdakwa
yaitu Jl. Simo Sidomulyo Gang VII No. 11-S Surabaya.
- Terdakwa berjanji bisa memasukkan menjadi PNS di bagian kesehatan ternyata
sampai sekarang tidak pernah dipanggil untuk mengikuti tes CPNS
- terdakwa juga meminta sebagai persyaratan berupa: fotocopy ijazah, fotocopy KK,
foto 4x6 = 4 lb, foto 3x4 = 4 lb, surat lamaran kerja, fotocopy dari Disnaker,
fotocopy SKCK, Transkrip nilai, fotocopy sertifikat praktek dan fotocopy KTP
saksi.
- Terdakwa selain itu meminta uang orang tua saksi sebesar Rp 20.000.000,00
- Pada tanggal 04 Desember 2013, saksi dan saksi Sumadi diantar oleh saksi Sanuji
menemui terdakwa di kantornya Jl. Jemur Andayani No. 01 Surabaya, lalu uang
tersebut diatas diserahkan kepada terdakwa
- Atas penyerahan itu terdakwa memberikan saksi Kwitansi tanda terima
- Bahwa setelah saksi tidak diterima menjadi CPNS maka saksi Sumadi meminta
kembali uangnya kepada terdakwa tetapi hanya dikembalikan sebesar Rp
4.000.000,00 (empat juta rupiah)
- Saksi Nur Afifah tidak tahu apakah ada pihak lain yang ikut mengurusi masalah ini
- Atas keterangan saksi Sumadi, terdakwa menyatakan ada keterangan yang tidak
benar yaitu: terdakwa bilang anak saksi akan dijadikan honorer dan bukan CPNS.
3. Saksi SANUJI
- Bahwa pada tahun 2012 saksi sudah kenal dengan terdakwa saat di Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) dan dengan saksi Sumadi sudah lama kenal karena
teman SD
- Bahwa sekitar bulan November 2013 sekitar jam 17.30 WIB saksi menghubungi
terdakwa dan menyampaikan kalau saksi Sumadi mau memasukkan anaknya / nur
afifah masuk CPNS di bagian kesehatan
- Saksi bilang ke terdakwa bahwa ia meminta uang sebesar Rp 80.000.000,00 tetapi
saksi Sumadi tidak sanggup dan akhirnya hanya sanggup memberikan Rp
20.000.000,00
- Lalu terdakwa meminta agar saksi Sumadi diantar kerumah terdakwa saja untuk
membicarakannya lagi
- Lalu saksi bersama-sama dengan saksi Sumadi dan anaknya menemui terdakwa di
kantin kantor terdakwa / BKD Jl. Jemur Handayani no. 01 Surabaya dan
menyerahkan uang sebesar Rp 20.000.000,00
- Atas penyerahan uang tersebut, terdakwa membuat kwitansi penerimaan uang
tertanggal 04 Desember 2013 seolah-olah uang tersebut merupakan Titipan dana
untuk RS UNAIR Surabaya bulan Januari 2013
- Bahwa uang tersebut tidak dititipkan ke RS UNAIR oleh terdakwa tetapi dibawa
olehnya
- Bahwa saksi diberi uang oleh terdakwa sebesar Rp 200.000,00 padahal terdakwa
menjanjikan mau memberi Rp 2.000.000,00. Dan uangnya habis untuk kepentingan
saksi sendiri
- Bahwa saksi Nur Afifah tidak pernah diterima di CPNS
- Bahwa setelah itu saksi sumadi mengajak saksi mencari terdakwa tetapi tidak
pernah ketemu
- Bahwa saksi tidak tahu waktu itu (2012 s/d 2013) ada atau tidak penerimaan CPNS
- Bahwa saksi bersama-sama dengan terdakwa tidak bisa memasukkan menjadi
CPNS tetapi hanya membohongi agar saksi Sumadi mau menyerahkan uang sesuai
permintaan saksi serta terdakwa
- Atas keterangan saksi Sumadi, terdakwa menyatakan ada keterangan yang tidak
benar yaitu: terdakwa bilang anak saksi akan dijadikan honorer dan bukan CPNS.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Putusan Hakim

Dalam Putusan Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY yang saat ini saya bahas, Terdakwa
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan kesatu, yaitu Pasal 378 KUHP Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menurut Penuntut Umum telah terpenuhi semua unsur-
unsurnya karena dalam putusan tersebut dinyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah atas tindak pidana kejahatan : PENIPUAN SECARA BERSAMA-
SAMA sebagaimana yang jelas diatur dalam Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
tentang turut serta dalam melakukan penipuan secara bersama-sama.
Dalam membahas Putusan Hakim ini, saya sependapat dengan tuntutan Penuntut
Umum dan keputusan majelis Hakim yang menjatuhkan terdakwa Eka Purnama terbukti
bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kejahatan penipuan secara
bersama-sama. Dalam hal tindakan yang dilakukan secara bersama-sama sedikit-dikitnya harus
dilakukan oleh dua orang, dalam Putusan Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY ini saya
berpendapat bahwa penipuan yang dilakukan oleh Terdakwa Eka Purnama dilakukannya
bersama dengan saksi Sanuji kepada saksi Sumadi dan anaknya Nur Afifah. Hal ini dapat saya
katakan berdasarkan apa yang ada dan mendengar keterangan dari saksi-saksi dan fakta hukum
di depan persidangan pada Putusan Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY atas nama terdakwa
EKA PURNAMA BIN MARGONO, yang mana dari keterangan saksi-saksi terdapat
kesesuaian untuk dapat mengatakan bahwa Terdakwa EKA PURNAMA memenuhi semua
unsur turut serta tindak pidana dalam hal ini ia adalah merupakan medepleger, antara Terdakwa
dan Saksi Sanuji sama-sama melakukan tindak pidana penipuan yang keduanya melakukan
perbuatan pelaksanaan, atau melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana itu secara
lengkap bersama-sama. Untuk kejelasannya berikut Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-
1 KUHP yang akan saya uraikan unsur-unsurnya :
1. Unsur Barang siapa :
Bahwa dalam Putusan 1906/PID.B/2015/PN.SBY yang dimaksud dengan
“barangsiapa” adalah siapa saja yang dapat disebut sebagai subyek hukum yang
dapat dimintai pertanggungjawaban dan dapat mempertanggungjawabkan
perbuatan pidana yang dilakukannya secara sadar dan tanpa memiliki gangguan
jiwa apapun. Dalam hal ini, Terdakwa EKA PURNOMO BIN MARGONO sudah
memenuhinya dengan secara benar menerangkan identitas dirinya yang sesuai
dengan seluruh identitas sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan Penuntut
Umum dan Berita Acara Pemeriksaan Penyidik, sehingga benar adanya bahwa
Terdakwa adalah subyek hukum yang dimaksud dalam perkara ini. Oleh karena
itum unsur “Barangsiapa” dinyatakan terpenuhi menurut Hukum.
2. Unsur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain :
Bahwa dalam perkara ini yang dimaksud dengan “Dengan maksud” dapat pula
diartikan pula dengan “Dengan sengaja” yaitu kesengajaan sebagai maksud
terjadinya suatu tindakan tertentu. Dalam kasus ini, maksudnya adalah untuk
mendapatkan uang dari Saksi Sumadi. Dengan uang yang didapatkannya itu pula
Terdakwa memenuhi unsur “Menguntungkan” karena ia mendapat keuntungan
untuk dirinya sendiri maupun orang lain yang membantunya untuk melakukan
tindak pidana penipuan tersebut.
3. Unsur secara melawan hukum :
Bahwa yang dimaksud dengan “melawan hukum” adalah bertentangan degna
hukum atau Terdakwa tidak memiliki hak untuk melakukan perbuatannya.
Perbuatan melawan hukum disini memiliki arti formil maupun materiil karena pada
faktanya dalam kasus ini, untuk memasukkan seseorang untuk menjadi CPNS,
tidak memerlukan sejumlah uang sebesar yang Terdakwa mintakan, maka dari itu
Terdakwa tidak memiliki hak atas itu, dan ia melawan ketentuan dan keadilan yang
seharusnya.
4. Unsur dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat ataupun rangkaian kebohongan :
Bahwa yang dimaksud dengan “ nama palsu” adalah bukan namanya sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan “keadaan palsu” adalah mengaku dan bertindak
sebagai seseorang yang menjabat suatu jabatan padaha yang sebenarnya ia tidak
menduduki jabatan yang ia akui itu. sedang unsur “tipu muslihat” dan “rangkaian
kebohongan” dalam kasus ini dapat dikatakan saling berhubungan dan berkaitan
erat. Rangkaian kebohongan terpenuhi karena adanya beberapa perkataan-
perkataan yang tidak benar, sedang tipu muslihat berupa membohongi tanpa kata-
kata tetap dengan, misalnya, memperlihatkan sesuatu. Bahwa yang dimaksud
dengan barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk didalamnya
misalnya uang. Melihat fakta persidangan dan keterangan hukum yang ada, unsur
ini sudah terpenuhi.
5. Unsur melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan :
Seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab II mengenai Landasan Teori, terdapat 3
(tiga) bentuk perbuatan turut serta yaitu yang melakukan, menyuruh melakukan,
dan turut serta melakukan. Menurut Prof. Satochid Kartanegara, S.H. dalam
bukunya “Hukum Pidana Bagian Satu hal. 568”, syarat kerjasama perlu timbul
sebagai akibat permufakatan yang diadakan oleh para peserta. Akan tetapi sudah
cukup dan terdapat kesadaran kerjasama. Menurutnya lagi dalam bukunya “Hukum
Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Dua” menyebutkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
ajaran “deelneming” yang terdapat dalam suatu delik, apabila dalam suatu delik itu
tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang, dalam hal ini harus dipahami
bagaimana hubungan tiap peserta itu terhadap deliknya. Dalam buku SR Sianturi,
S.H. yang berjudu “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”
halaman 347 yaitu Arrest HR 21 Juni 1926 W.11541 menyebutkan bahwa
walaupun pada seseorang (yang turut melakukan tindakan pelaksanaan) tidak
memenuhi unsur keadaan pribadi dari Pelaku tetapi dalam bekerjasama ia
mengetahui adanya keadaan pribadi tersebut dan dengan siapa ia bekerjasama,
maka orang itu sudah dapat dikatan seorang pelaku peserta. Hal ini memperlihatkan
bahwa para pelaku telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang
dimaksudkan dalam Pasal 378 KUHP.
BAB V
KESIMPULAN

Penyertaan, turut serta, atau membantu melakukan dalam Hukum Pidana merupakan
bagian kesalahan yang penting dan sangat harus untuk dipertanggungjawabkan karena satu
tindak pidana pada kenyataannya tidak hanya dapat dilakukan oleh satu orang saja, tetapi juga
dapat dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan pembagian-pembagiannya sesuai dengan
bentuk kerjasama yang pelaku-pelaku tindak pidana itu lakukan.
Singkatnya dari kasus Putusan Nomor 1906/PID.B/2015/PN.SBY ini memang benar
adanya bahwa Terdakwa Eko Purnomo melakukan tindak pidana PENIPUAN kepada saksi
Sumadi dan anaknya. Unsur-unsur yang terkandung sesuai Pasal 378 KUHP memang terpenuhi
karena tindakannya dan perbuatan itu tidak hanya ia lakukan sendiri tetapi dilakukan secara
bersama-sama dengan adanya keikutsertaan orang lain.
Apa yang diperbuat oleh terdakwa sudah jelas diatur pula dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP mengenai turut serta dengan adanya andil Saksi Sumadi sebagai medepleger. Sudah
jelas dan teranglah dapat dikatakan bahwa saya setuju dengan putusan majelis hakim yang
menjerat Terdakwa dengan Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penipuan secara
bersama-sama, karena memang terdakwa tidak sendirian untuk melancarkan perbuatannya
dalam menipu Saksi Sumadi demi keuntungan pribadinya ataupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soesilo,R. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus.
Bandung: PT. Karya Nusantara, 1984.
2. Chazami, Adami. Percobaan dan Penyertaan Pelajaran Hukum Pidana. Cet.2. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2005.
3. Soesilo,R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Cet. 15. Bogor: POLITEIA-BOGOR, 2013.

Anda mungkin juga menyukai