Anda di halaman 1dari 8

BAB XVI

GUGUR DAN VERSTEK

A. Capaian Pembelajaran
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Gugur dan Verstek. Anda diharapkan harus
mampu:
1.1 Menjelaskan Pengertian Gugur Dan Verstek
1.2 Menjelaskan Penerapan Acara Verstek Jika Tergugat Lebih dari Satu
1.3 Menjelaskan Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek
1.4 Menjelaskan Putusan Perlawan (verzet) dan Eksekusi Putusan Verstek

B. Materi
Pembelajaran 1.1
Pengertian Gugur Dan Verstek

Sebelum menguraikan tentang gugur dan verstek terlebih dahulu kita memahami
mengenai acara istimewa. Jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili
suatu perkara, salah satu pihak, baik pihak penggugat atau pihak tergugat tidak hadir atau
tidak menyuruh wakilnya atau kuasanya untuk menghadap pada sidang pengadilan yang
telah ditentukan, maka berlakulah acara istimewa sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Pasal 124 dan Pasal 125 H.I.R. Acara Istimewa adalah jika ada lebih dari satu
penggugat atau lebih dari satu tergugat, kesemuanya, baik para penggugat atau para
tergugat tidak hadir dalam suatu persidangan yang diadakan untuk mengadili suatu perkara
tertentu. Jika dari pihak penggugat atau pihak tergugat ada yang hadir dalam persidangan,
maka acara istimewa tidak berlaku. Dan Sidang akan diundur serta perkara tersebut pada
akhirnya akan diputus menurut acara biasa. Pengaturan mengenai gugur dan verstek telah
ditegaskan dalam ketentuan Pasal 124 HIR.
Berdasarkan ketentuan Pasal 122 HIR, mengatur mengenai arti dari “telah dipanggil
secara patut”, dalam pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang bersangkutan telah
dipanggil dengan cara pemanggilan menurut ketentuan undang-undang, pemanggilan
dilakukan oleh juru sita dengan membuat berita acara pemanggilan pihak-pihak, yang
dilakukan terhadap yang bersangkutan atau wakilnya yang sah, dengan memperhatikan
tenggang waktu, kecuali dalam hal yang sangat perlu, tidak boleh kurang dari tiga hari kerja.
Terkait dengan perkara gugur, maka sebelum gugatan digugurkan, terlebih dahulu hakim
harus dengan teliti memeriksa berita acara pemanggilan pihak-pihak. Apakah pihak
penggugat telah dipanggil dengan patut dan seksama. Jika seandainya cara pemanggilan
tidak dilakukan sebagaimana mestinya, hakim tidak boleh menggugurkan gugatan, akan
tetapi menyuruh juru sita untuk memanggil pihak penggugat sekali lagi, dengan biaya
pemanggilan yang tidak sah itu, smenjadi tanggungan dari juru sita yang telah melakukan
pemanggilan tidak sah tersebut, atau setidaknya terhadap juru sita yang tidak cakap itu,
harus diberikan teguran. Kalau yang bersangkutan melakukan kesalahan tersebut berkali-
kali, terhadapnya hendaknya diberikan tindakan administratif.
Apabila pihak penggugat telah dipanggil dengan patut, dan pihak penggugat telah
mengirim orang atau surat yang menyatakan bahwa pihak penggugat berhalangan hadir
secara sah, misalnya karena sakit parah, atau pihak penggugat telah mengutus wakil atau
kuasanya berdasarkan surat kuasa yang dibuat untuk itu, akan tetapi surat kuasa yang ia
telah berikan kepada wakil atau kuasanya tersebut tidak memenuhi persyaratan di dalamnya
terdapat kesalahan , maka hakim harus cukup bijaksana untuk mengundurkan sidang.
Dalam hal penggugat sebelum dipanggil telah meninggal dunia, maka terserah kepada para
ahli warisnya, apakah mereka akan meneruskan perkara tersebut atau akan mencabut
perkara yang bersangkutan. Hendaknya para ahli waris datang menghadap pada Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk mengutarakan maksudnya. Apabila para ahli
waris tersebut berkehendak untuk melanjutkan gugatan, maka surat gugatan harus diubah
dengan mencantumkan para ahli waris sebagai penggugat. Apabila di antara para ahli waris
tersebut ada yang tidak mau ikut menggugat, maka agar gugatan tidak dinyatakan tidak
diterima karena kurag lengkap, ahli waris yang tidak mau menggugat, diikut sertakan
sebagai turut tergugat, sekedar untuk tunduk dan taat terhadap putusan hakim. Demikian
juga penggugat setelah dipanggil dengan patut, namun meninggal dunia, sehingga ia tidak
dapat hadir di persidangan, perihal kematiannya tersebut diberitahukan kepada pengadilan,
maka perkara tersebut tidak akan digugurkan, tetapi pihak ahli waris akan dipanggil untuk
ditanya apakah mereka akan melanjutkan atau akan mencabut gugatan. Menjadi hal yang
berbeda jika kematian dari penggugat, tidak diberitahukan oleh para ahli warisnya, dan
pengadilan tidak mengetahui adanya kematian penggugat itu, maka pengadilan akan
menggugurkan gugatan tersebut. Jika gugatan digugurkan, maka dibuatlah surat putusan
dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Pihak penggugat yang perkaranya
digugurkan, diperkenankan untuk mengajukan gugatannya sekali lagi setelah ia terlebih
dahulu membayar biaya perkara dan membayar uang muka untuk perkaranya yang baru.
Jika pengajuan perkara yang kedua ini juga digugurkan, apakah pihak penggugat
masih diperkenankan untuk mengajukan gugatannya sekali lagi dan seterusnya. Terhadap
hal tersebut, H.I.R tidak mengaturnya secara tegas, akan tetapi oleh karena tidak nyata-
nyata dilarang, hal itu berarti bahwa pengajuan gugatan semacam itu diperkenankan. Dalam
perkara yang digugurkan, pokok perkara sama sekali belum diperiksa oleh hakim, oleh
karenanya penggugat tersebut, tidak boleh dianggap tidak berhak lagi mengajukan gugatan.
Pengaturan mengenai putusan verstek ditegaskan dalam Pasal 125 HIR. Verstek
adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia menurut hukum acara harus
datang. Verstek hanya dapat dinyatakan, apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang
menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundur sesuai dengan
ketentuan pasal 126 H.I.R, kesemuanya pihak tergugat juga tidak datang menghadap lagi.
Jika tergugat pada sidang pertama hadir dan pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir
hadir, atau apabila tergugat atau para tergugat pada sidang pertama tidak hadir lalu hakim
mengundurkan sidang berdasarkan pasal 126 H.I.R, dan pada sidang yang kedua ini
tergugat atau para tergugat hadir dan kemudian dalam sidang-sidang selanjutnya tidak hadir
lagi, maka perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan secara
contradictoir.
Berdasarkan Pasal 125 Ayat (1) HIR, menentukan syarat adanya sutau gugatan yang
dikabulakan dengan putusan verstek yaitu; “(1) Tergugat atau para tergugat kesemuanya
tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan; (2) Tergugat atau para tergugat tidak
mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap; (3) Tergugat atau para
tergugat kesemuanya telah dipanggil dengan patut; (4) Petitum tidak melawan hak; (5)
Petitum beralasan.”
Syarat-syarat tersebut harus satu persatu diperiksa dengan seksama, barulah apabila
benar-benar persyaratan itu kesemuanya terpenuhi, putusan verstek dijatuhkan dengan
mengabulkan gugatan. Namun apabila syarat-syarat yaitu: “(a) pada angka 1, 2, dan 3
dipenuhi, akan tetapi petitumnya ternyata melawan hak atau tidak beralasan, maka
meskipun perkara diputus dengan verstek, gugatan ditolak; (b) pada angka 1, 2, dan 3
terpenuhi, akan tetapi ternyata ada kesalahan formil dalam gugatan, sepert, gugatan
diajukan oleh orang yang tidak berhak, atau kuasa yang menandatangani surat gugatan
ternyata tidak memiliki surat kuasa khusus dari pihak penggugat, maka gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima. Oleh karena itu, putusan verstek tidak secara otomatis akan
menguntungkan bagi penggugat.”
Sesuai dengan ketentuan Pasal 125 Ayat (2) HIR, mengharuskan hakim untuk terlebih
dahulu memberi putusan tentang eksepsi dengan mendengar pihak penggugat. Apabila
pihak tergugat meskipun tidak hadir dan tidak pula mengirimkan wakil atau kuasanya, telah
mengirimkan surat jawaban yang memuat pula eksepsi bahwa pengadilan negeri yang
bersangkutan tidak berwenang memeriksa perkara tersebut, jadi eksepsi yang
menyangkut kekuasaan absolut atau mutlak dan  kekuasaan relatif. Apabila eksepsi tersebut
dibenarkan, maka hakim tidak akan memeriksa pokok perkara lebih lanjut. Tidak akan
diperiksa apakah petitum melawan hak atau petitum tidak beralasan hukum. Hakim akan
memberi putusan bahwa tergugat yang telah dipanggil dengan patut tidak hadir dan
menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut
dalam hal adanya eksepsi mengenai kekuasaan mutlak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Verstek adalah yang dimana salah satu
pihak tidak hadir pada sidang sehingga hakim bisa memutuskan perkara, putusannya itu
disebut dengan verstek.
Adapun tujuan verstek adalah untuk mendorong para pihak mentaati tata tertib
beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari anarki atau
kesewenangan.
Berhubungan dengan cara pemanggilan maka kategori cara pemanggilan yang sah,
sesuai ketentuan Pasal 390 ayat (1) dan (3) HIR atau pasal 6 ke-7 Rv. adalah tempat
tinggal tergugat diketahui, disampaikan kepada yang bersangkutan sendiri atau keluarganya
atau penyampaian dilakukan ditempat tinggal atau tempat domisili. Dan atau disampaikan
kepada kepala desa, apabila yang bersangkutan dan keluarga tidak diketemukan juru sita di
tempat kediaman. Apabilan tempat tinggal tidak diketahui maka juru sita menyampaikan
panggilan kepada walikota atau bupati, dan atau Wali kota atau Bupati mengumumkannya.
Jika pemanggilan tergugat yang berada di luar negeri, maka juru sita menyampaikan
panggilan kepada walikota atau bupati, dan atau Walikkota atau bupati mengumumkannya.
Dan pemanggilan terhadap tergugat yang meninggal, maka tata caranya berpedoman pada
ketentuan pasal 390 ayat (2) HIR dan 7 Rv.
Terkait dengan jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang, maka ketentuan Pasal
122 HIR atau pasal 10 Rv, mengatur tentang Jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang,
jika dalam keadaan normal, maka digantungkan pada faktor jarak tempat kediaman tergugat
dengan gedung Pengadilan Negeri, yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh dan 14 hari,
apabila jaraknya agak jauh serta 20 hari, apabila jaraknya jauh. Sementara dalam keadaan
mendesak, sesuai ketentuan Pasal 122 HIR, menentukan jarak waktunya dapat
dipersingkat, tetapi tidak boleh kurang dari 3 hari.

Pembelajaran 1.2
Penerapan Acara Verstek Jika Tergugat Lebih dari Satu

Mengenai Penerapan cara verstek jika tergugat lebih dari satu, ditegasakan dalam
ketentuan Pasal 127 HIR Juncto Pasal 151 RBg. Dalam kasus ini hakim dapat memilih
alternatif di bawah ini “Mengundurkan persidangan; atau Melangsungkan persidangan
secara kontradiktoir”.
Dan terkait dengan putusan verstek, apabila tergugat tidak hadir dan sudah dilakukan
pengunduran sidang tetapi tetap saja tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka hakim
langsung hari itu juag menetapakan putusan verstek dan tidak dibenarkan untuk ditunda-
tunda. Dan pengaturan mengenai bentuk putusan verstek yang dapat dijatuhkan, telah
diatur dalam ketentuan Pasal 125 ayat (1) HIR, Juncto Pasal 149 RBG, dan Pasal 78 Rv.

Pembelajaran 1.3
Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek

Berdasarkan ketentuan Pasal 129 HIR, Pasal 153 RBg. Berhubungan dengan bentuk
upaya hukum perlawanan terhadap verstek maka ketentuan Pasal 129 ayat (1) HIR Juncto
Pasal 83 Rv menegaskan bahwa Tergugat yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan
tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan perlawanan atas putusan itu. Jadi apabila
tergugat dijatuhkan putusan verstek, dan dia keberatan atasnya, tergugat dapat mengajukan
perlawanan. Terkait dengan perlawanan itu, maka yang berhak mengajukan perlawanan,
menurut ketentuan Pasal 129 Ayat (1) Juncto Pasal 83 Rv, yang berhak mengajukan
perlawanan hanya terbatas pihak tergugat saja sedangkan pihak penggugat tidak diberikan
hak mengajukan perlawanan. Terkait dengan kepentingan penggugat, maka upaya yang
dapat dilakukan penggugat adalah banding. Apabila putusan verstek yang dijatuhkan
menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau gugatan ditolak, maka ada hak bagi
penggugat mengajukan banding berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1947.
Akibat dari pengajuan banding penggugat, maka secara hukum dapat menggugurkan
hak tergugat untuk mengajukan perlawanan. Begitu juga sebaliknya jika pengajuan verzet
terhadap putusan verstek oleh tergugat menutup hak penggugat untuk mengajukan
banding.
Sehubungan dengan perlawanan ini, maka tenggang waktu pengajuan perlawanan.
Yang merupakan syarat formil yang bersifat impratif. Apabila tenggang waktu yang
ditentukan Undang-undang dilampaui, maka perlawanan menjadi cacat formil, sehingga
permintaan perlawanan yang diajukan tidak dapat diterima.
Adapun tenggang waktu pengajuan perlawanan terhitung dari tanggal pemberitahuan
putusan verstek kepada tergugat. Pengaturan mengenai tenggang waktu ini, diatur dalam
ketentuan Pasal 129 ayat (2) HIR.
Oleh karena itu, jika terhadapnya diajukan perlawanan, putusan verstek tidak dapat
dieksekusi meskipun putusan itu mencantumkan amar dapat dilaksanakan lebih dahulu.
Pemeriksaan perlawanan (verzet), yaitu Pemeriksaan berdasarkan gugatan semula dan
Proses pemeriksaan dengan acara biasa. Ketentuan mengenai pemeriksaan perlawanan ini
diatur dalam Pasal 129 Ayat (3) HIR
Berdasarkan ketentuan Pasal 129 Ayat (1) HIR, mengenai perlawanan ini, maka di
dalam surat perlawanan yang sama fungsi dan kualitasnya dengan surat jawaban, dapat
mencantumkan hal-hal berikut: a) berisi eksepsi; b) berisi bantahan terhadap pokok
perkara; c) permintaan penundaan eksekusi putusan verstek;

Pembelajaran 1.4
Putusan Perlawan (Verzet) dan Eksekusi Putusan
Verstek

Jika dalam penyelesaian satu perkara diterapkan acara verstek yang dibarengi
dengan acara verzet maka terhadap putusan verstek tersebut, Pengadilan Negeri akan
menerbitkan dua bentuk putusan, yaitu
pertama, putusan verstek sesuai dengan acara verstek yang ditegaskan dalam
ketentuan Pasal 125 Ayat (1) HIR; kedua, putusan verzet berdasarkan acara verzet sesuai
dengan yang diatur dalam Pasal 129 ayat (1) HIR. Kedua putusan itu, saling berkaitan
karena sama-sama bertolak dari perkara yang sama, namun keberadaan masing-masing
putusan adalah terpisah dan berdiri sendiri. Secara teori hukum, putusan verzet bersifat
pelengkap (asesor) terhadap putusan verstek. Hal ini bermakna bahwa putusan verzet
merupakan ikutan dari putusan verstek. Oleh karena itu, putusan verzet lahir karena adanya
putusan verstek.
Mengenai bentuk putusan verzet, terdapat 3 (tiga) corak putusan, yaitu pertama,
verzet tidak dapat diterima; kedua, menolak verzet atau perlawanan; ketiga, mengabulkan
perlawanan. Sedangkan terkait dengan Verstek atas Verstek tidak dapat diterima. Karena
prinsip ini diatur dalam ketentuan Pasal 129 ayat (5) yang berbunyi: Jika kepada tergugat
dijatuhkan keputusan tanpa kehadiran untuk kedua kalinya maka, kalau ia mengajukan pula
perlawanan terhadap putusan tanpa kehadiran, perlawanan itu tidak akan diterima.
Contoh: Andi menggugat Budi, pada sidang pertama Budi sebagai tergugat, tidak
hadir tanpa alasan yang sah, meskipun telah dipanggil dengan patut. Dengan adanya
keingkaran itu, Pengadilan Negeri langsung menerapkan acara verstek, berupa penjatuhan
putusan verstek yang mengabulkan gugatan penggugat Andi. Terhadap putusan verstek
tersebut, Budi mengajukan perlawanan (verzet tengen verstek). Dalam rangka pemeriksaan
perlawanan itu, Budi dipanggil dengan patut untuk menghadiri sidang, tetapi tidak datang
menghadap tanpa alasan yang sah lagi. Maka atas dasar keingkaran itu, Pengadilan Negeri
untuk kali yang kedua menerapkan acara verstek dengan jalan kembali menjatuhkan
putusan verstek kepada tergugat Budi, dengan amar: (a) Menjatuhkan putusan verstek atas
putusan verstek No... Tgl.. (b) Menguatkan putusan verstek No... Tgl......
Dengan adanya putusan yang demikian, maka tertutup hak tergugat untuk melakukan
perlawanan (verzet).
Terkait eksekusi putusan verstek, maka pengaturan mengenai putusan Verstek
diatur dalam ketentuan Pasal 128 HIR, yang terbatas mengatur tentang kapan pada putusan
verstek melekat kekuatan eksekutorial, sementara mengenai cara melaksanakan eksekusi
diatur dalam Pasal 195 HIR, yang dapat dijelaskan sebagai berikut; (1) Putusan verstek
tidak dapat dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan;
(2) Dapat dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari atas alasan yang sangat perlu. Prinsip
ini menjelaskan bahwa dalam keadaan yang sangat perlu dapat dilaksanakan eksekusi
putusan vertsek, meskipun tenggang waktu pengajuan perlawanan belum lewat. Ketentuan
mengenai pengecualian ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 128 Ayat (2) HIR, serta
sesuai dengan Pasal 180 HIR, yang memberikan wewenang kepada ketua Pengadilan
Negeri untuk melaksanakan putusan terlebih dahulu (vitvoebaar bij voorraad) meskipun
tergugat mengajukan perlawanan atau banding. Jika ketentuan Pasal 128 Ayat (2) HIR ini
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 180 HIR, maka dapat dibolehkan menjalankan
eksekusi putusan verstek terlebih dahulu, walaupun belum melampaui 14 hari sejak tanggal
pemberitahuan putusan verstek terhadap tergugat, dengan syarat;
a. Putusan mencantumkan diktum serta-merta
b. Terdapat keadaan yang sangat perlu
c. Ada permintaan dari penggugat

C. Latihan
1. Mengapa suatu perkara dapat dinyatakan melalui putusan Gugur Dan putusan
Verstek?
Uraikan penjelasan anda
2. Bagaimana tindakan alternatif yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri jika pada
saat sidang pertama semua tergugat tidak hadir walaupun telah dipanggil secara
patut?
Uraikan jawaban anda
3. Apa Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek ?
Jelaskan maksud pilihan anda
4. Bagaimana eksekusi terhadap putusan verstek ?
Uraikan jawaban anda
5. Jelaskan Batasan jangka waktu mengajukan upaya hukum verzet!
Uraikan jawaban anda
6. Jelaskan tahapan beracara pemeriksaan upaya hukum verzet!
Uraikan jawaban anda
7. Jelaskan persyaratan untuk dapat mengajukan upaya hukum verzet!
Uraikan jawaban anda

D. Referensi
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1992.
Balitbang, Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, Tentang Pedoman Teknis Administrasi
dan Teknis Peradilan Perdata, Jakarta, 2007.
M. Yahyah Harahap, Hukum Acara Perdata terntang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
__________________, Perlawanan terhadap Grosse Akta serta Putusan Pengadilan dan
Arbitrase dan Hukum Eksekusi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.
Retnowulan Sutantio, at all, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar
Maju, Cet.VII, Bandung, 1995, h.48
MA - RI, Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, ,Jakarta,
1994.
Retnowulan Sutantio, at all, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar
Maju, Cet.VII, Bandung, 1995.
R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Politeia, Cet.II, Bogor, 1995.
Soepomo, Hukum Acara Perdata Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Anda mungkin juga menyukai