Anda di halaman 1dari 9

UU APBN dan UU Non-APBN (undang-undang Pada Umumnya)

APBN merupakan perwujudan dari pengelolaan keuangan Negara


secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan dan bertanggung jawab sehingga penyelenggara Negara
(Pemerintah) setiap tahun mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU)
APBN untuk dibahas bersama DPR dan jika disetujui, maka RUU tersebut
ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) APBN yang berlaku selama 1 (satu)
tahun anggaran.1 Atas hal tersebut, jelas UU APBN memiliki hal-hal khusus
atau perbedaan dengan UU Non-APBN atau undang-undang pada umumnya
(yang berbentuk pengaturan bagi masyarakat).
Perbedaan-perbedaan
tersebut dapat kita tinjau mulai dari kewenangan DPR dalam membentuk UU
APBN dan undang-undang pada umumnya, perbedaan UU APBN dengan
undang-undang pada umumnya, materi muatan UU APBN dan undangundang pada umumnya, penggunaan APBN tahun lalu, hingga apakah
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji UU APBN karena
adanya anggapan bahwa UU APBN berbeda dengan undang-undang pada
umumnya yang biasa diuji oleh Mahkamah Konstitusi. Berikut akan dibahas
mengenai hal-hal tersebut.
Perbedaan DPR dalam membentuk UU dengan UU APBN
Dalam hal membahas UU APBN dan undang-undang pada umumnya,
pembahasan ini tidak terlepas dari kewenangan DPR itu sendiri dalam proses
pembentukan UU APBN dan undang-undang pada umumnya. Atas hal ini,
kita perlu merujuk terlebih dahulu pada Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan 3 fungsi DPR, yaitu:
a. fungsi legislasi (membentuk peraturan perundang-undangan)
b. fungsi anggaran (menyusun anggaran negara), dan
c. fungsi pengawasan (terkait dengan adanya hak angket dan hak
interpelasi).
Dari ketiga fungsi tersebut, dapat kita lihat bahwa pembentukan undangundang pada umumnya dan UU APBN merupakan dua fungsi DPR yang
berbeda. Berikut adalah penjelasannya.
Pembentukan undang-undang pada umumnya
Pembentukan undang-undang pada umumnya (UU Non-APBN)
merupakan fungsi legislasi DPR, yaitu untuk mengatur masyarakat
1

Ditama
Binbangkum,
Anggaran
Belanja
Negara
dalam
APBN,
http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/Anggaran_Belanja.pdf , diunduh pada 29
Oktober 2012.

melalui peraturan perundang-undangan. Fungsi legislasi ini diatur


dalam Pasal 20 UUD 1945, yaitu:
1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
Undang-undang.
2. Setiap rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3. Jika rancangan Undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
bersama, rancangan Undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
4. Persidangan mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi Undang-undang.
5. Dalam rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.
Proses pembentukan undang-undang tersebut diatur dalam UU No. 12 Tahun
2011
tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-Undangan (UU
2
12/2011). Selain itu, proses pembentukan undang-undang juga diatur
dalam Tata Tertib DPR mengenai Tata Cara Pembentukan Undang-undang.
Dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 diatur mengenai materi
muatan suatu undang-undang, yaitu:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Berbeda halnya dengan undang-undang pada umumnya (UU NonAPBN), pembentukan UU APBN didasarkan pada fungsi DPR yang lain yaitu
fungsi anggaran (fungsi budgeting). Landasan penyusunan UU APBN ini
diatur dalam Pasal 23 UUD 1945 yang menegaskan bahwa:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung
jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan
2

Ilman
Hadi,
Proses
Pembentukan
Undang-Undang,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt506c3ff06682e/proses-pembentukan-undangundang, diunduh pada 1 November 2012.

Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan


Daerah.
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan
anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara tahun yang lalu.
Berbeda dengan penyusunan-pembentukan undang-undang pada
umumnya, dalam penyusunan-pembentukan UU APBN, DPR mengacu pada
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya yang termaktub
dalam Pasal 13 Pasal 15. Anggaran Pendapatan Belanja Negara merupakan
perpaduan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan Presiden bersama Dewan
Perwakilan Rakyat, dimana Presiden disini merupakan pelaksana kedaulatan
rakyat dibidang pemerintahan negara yang berwenang mengajukan
rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara sedangkan Dewan
Perwakilan Rakyat melaksanakan fungsinya dibidang legislasi anggaran
negara3 atau bisa disebut dalam menjalankan fungsi anggarannya.
Namun atas perbedaan prosedur penyusunan undang-undang pada
umumnya dan UU APBN, perlu dipertegas bahwa baik fungsi DPR dalam
pembentukan undang-undang pada umumnya (UU Non-APBN) maupun
pembentukan UU APBN menunjukkan bahwa DPR juga memiliki andil dalam
penyelenggaraan kedaulatan rakyat dimana apabila dalam pembentukan
undang-undang pada umumnya merupakan peranan DPR dalam membentuk
pengaturan perundang-undangan yang berupa kebijakan bagi masyarakat, di
lain hal, dalam pembentukan UU APBN ditunjukkan bahwa DPR turut serta
dalam penentuan keuangan negara masyarakat Indonesia atas hidupnya
(hak begrooting/hak anggaran) yang tercermin dalam APBN sebagai wujud
dari pengolahan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan oleh pemerintah dan aparat yang
bersangkutan. Dengan demikian, secara filosofis-yuridis, ini tanda
kedaulatan rakyat.4
Perbedaan UU APBN dengan UU lainnya
Pada dasarnya, norma-norma dalam suatu undang-undang sudah
merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci, serta sudah dapat
3

MK,

A.K Pringgodigdo, Tiga Undang-Undang Dasar, cet. 4, (Jakarta: Pembangunan, 1974),

Mevi
Primaliza,
UU
APBN
Tidak
Bisa
Di-Judicial
Review
http://hukum.kompasiana.com/2012/04/24/uu-apbn-tidak-bisa-di-judicial-review-mk/,
diunduh pada 1 November 2012.
Hal 79.

langsung berlaku di dalam masyarakat.5 Selain itu apabila dilihat dari segi
formalitas, hal yang terpenting dalam pembentukan suatu undang-undang
adalah cara pembentukkannya, yaitu dibentuk oleh pihak yang berwenang
(dalam hal ini yaitu eksekutif-legislatif). Oleh sebab itu, apabila melihat dari
segi formal (wet in formele zin), undang-undang pada umumnya dan UU
APBN sudah memenuhi pengertian undang-undang dalam arti formal yaitu
melihat pembentukkannya dimana undang-undang dalam arti formal di
Indonesia adalah dibentuk dengan adanya kerjasama antara legislatif
dengan eksekutif (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945).
Perbedaan diantara UU APBN dan undang-undang lainnya mulai
terlihat apabila ditinjau dari undang-undang dalam arti materiil (wet in
materiele zin), yaitu dengan melihat isi dari undang-undang yang mengikat
umum. Dalam hal ini, undang-undang pada umumnya merupakan norma
hukum umum. Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang
ditujukan untuk orang banyak (addressatnya) umum dan tidak tertentu.6 Hal
ini jelas berbeda apabila kita bandingkan dengan UU APBN dimana UU APBN
tidak mengikat umum (masyarakat) melainkan hanya mengikat pemerintah
beserta aparatnya serta bagian-bagiannya. Perlu kiranya diingat bahwa
Undang-Undang APBN adalah undnag-undang formal semata-mata. 7 Bukti
bahwa UU APBN hanya mengikat pemerintah beserta aparatnya serta
bagian-bagiannya saja adalah adanya keharusan pembentukan laporan
pertanggungjawaban penggunaan anggaran belanja dalam bentuk Laporan
Keuangan (perhitungan anggaran) kepada pihak-pihak terkait saja (bukan
kepada masyarakat umum). Oleh sebab itu, jelaslah bahwa salah satu
perbedaan antara undang-undang pada umumnya dan UU APBN adalah pada
undang-undang dalam arti materiil.
Perbedaan lain yang dapat dilihat dilihat antara undang-undang
pada umumnya dengan UU APBN adalah dimana UU APBN memiliki unsur
priodisitas dan kontinuitas8 yang tidak dimiliki undang-undang pada
umumnya. UU APBN diajukan dan ditetapkan setahun sekali dan hal ini tidak
dapat dipersamakan dengan undang-undang pada umumnya (het
rechtskarakter van de begrotingswet). Selain itu, bobot dari UU APBN tidak
5

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,


2007), hal 51.
6

Ibid, hal 26.

Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan publik dalam Perspektif Hukum, (Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2009), Hal 9.
8

H. Marshaal NG, Hukum, APBN, dan Perencanaan Pembangunan


http://isjd.pdii.lipi.go.id/../6206223229.pdf, diunduh pada 29 Oktober 2012.

Ekonomi,

sama dengan undang-undang pada umumnya, sehingga apabila undangundang APBN dipertentangkan dengan undang-undang lainnya akan
terdapat suatu perbandingan yang tidak seimbang, apalagi undang-undang
ini membuat pula ketentuan yang bersifat mengubah, menambah atau
meniadakan isi suatu undang-undang lain. 9
Setidak-tidaknya apabila diuraikan secara singkat, berikut adalah perbedaan
karakteristik UU APBN dan UU Non-APBN (undang-undang pada umumnya),
yaitu:10
UU APBN
Landasan Hukum

Pasal 23 UUD 1945

UU Non-APBN
Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 20 ayat (1) UUD
1945

Fungsi DPR

Fungsi anggaran

Fungsi legislasi

Hak DPR

Hak budget

Hak legislatif

Masa berlaku

Satu tahun

Bergantung
kebutuhan
perubahan

Kekuatan mengikat

Pemerintah

Seluruh rakyat

Posisi
pemerintah/Presiden

Pihak
mengusulkan

Posisi DPR

Pihak yang memberikan Pihak


yang
persetujuan
terhadap mengusulkan/pihak
usulan pemerintah
yang menerima usulan

Materi muatan

Penetapan
kebijakan Pengaturan
kebijakan
anggaran Negara
Negara dalam bidang
tertentu

yang Pihak
yang
mengusulkan/pihak
yang menerima usulan

Jalan konstitusional jika Menggunakan UU APBN RUU


tidak
DPR tidak setuju
tahun lalu
diajukan pada
9

pada
dan

dapat
masa

Ibid.

10

Bahan perkuliahan Hukum Anggaran Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,


Sifat dan Karakter Hukum Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 18
Maret 2006.

persidangan saat itu


Perbuatan hukum yang Perbuatan
dilakukan
pemerintahan

Perbuatan pembentukan
perundang-undangan

Mekanisme perubahan Pemerintah mengajukan


materi muatan UU
RUU APBN T/P sebelum
tahun
anggaran
berakhir

Pemerintah mengajukan
RUU
perubahan
berdasarkan
pertimbangan tertentu

Apakah UU APBN penetapan/pengaturan?


Meskipun disebut Undang Undang APBN, namun UU APBN tidak
seperti undang-undang pada umumnya (UU Non-APBN) yang berisikan
pengaturan kebijakan Negara yang ditujukan untuk umum. Undang-Undang
APBN jelas mengandung unsur menetapkan yang bermuatan sebuah
keputusan seperti beschikking, karena undang-undang tersebut mengatur
secara teknis mengenai jumlah-jumlah penerimaan dan pengeluaran serta
saldo lebih dan saldo kurang yang dapat langsung segera dilaksanakan
tanpa harus di interpretasikan lagi, karena secara jelas sudah ditetapkan
didalam undang-undang tersebut.11 Anggaran negara yang ditetapkan dalam
bentuk undang-undang tersebut mengandung unsur-unsur seperti, dokumen
hukum yang memiliki keuatan hukum yang mengikat, rencana penerimaan
negara, baik dari sektor pajak, bukan pajak dan hibah, rencana pengeluaran
negara, baik bersifat rutin maupun pembangunan, kebijakan negara
terhdapa kegiatan-kegiatan dibidang pemerintahan yang memperoleh
prioritas atau tidak memperoleh prioritas dan masa berlaku satu tahun,
kecuali diberlakukan untuk tahun anggaran negara ke depan. 12 Selain itu,
dalam UU APBN, APBN ditetapkan dengan undang-undang yang harus
dipenuhi, yakni adanya kata sepakat atau persetujuan antara pemerintah
dengan DPR untuk menetapkan APBN satu tahun tertentu sebagai undangundang. 13
Pengaturan/dasar hukum bentuk penetapan ini secara eksplisit dapat kita
lihat dengan merujuk pada:
UUD 1945 Pasal 23 ayat (1), yang menyatakan bahwa:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
11

Mevi Primaliza, Op.cit.

12

Ibid.

13

H.Marshaal NG, Op.cit.

undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung


jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara:


Pasal 3 ayat (2)
APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 11 ayat (1)
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan
ditetapkan tiap tahun dengan undang undang.

negara

yang

Apakah Mahkamah Konstitusi dapat menguji (judicial review) UU


APBN?
Apabila merujuk pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 10 ayat (1)
UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo Pasal 12 ayat (1) UU
No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dapat disimpulkan bahwa
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final, salah satunya untuk menguji
undang-undang terhadap UUD 1945. Dalam hal ini bagaimanakah dengan
UU APBN? Apakah Mahkamah Konstitusi tetap dapat menguji/judicial review
UU APBN dengan mengingat beberapa perbedaan yang dimiliki UU APBN
dengan undang-undang pada umumnya, seperti sifat hukum UU APBN (het
rechtskarakter van de begrotingswet) yang ditetapkan setiap tahun sehingga
pada dasarnya ia tidak dapat dipersamakan dengan undang-undang biasa,
adanya pemahaman bahwa UU APBN tidak memenuhi syarat undang-undang
dalam arti materiil karena ia tidak mengikat umum melainkan hanya
mengikat pemerintah serta aparat penerima otorisasi anggaran saja, dan UU
APBN dianggap hanya memuat jumlah-jumlah penerimaan dan pengeluaran
serta saldo lebih atau saldo kurang, dan tidak mengandung materi muatan
yang bersifat mengatur14?
Atas hal-hal tersebut, dengan merujuk pada pertimbangan hukum
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 026/PUU-III/2005
yang merupakan putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji materiil
terhadap UU No 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2006, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah
Konstitusi tetaplah memiliki kewenangan untuk menguji UU APBN dengan
berdasar pada:
14

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 026/PUU-III/2005

Meski UU APBN hanya dianggap memenuhi jenis undang-undang


dalam arti formil dan tidak memenuhi undang-undang dalam arti
materiil, namun baik UUD 1945 maupun UU Mahkamah Konstitusi tidak
mengatur jenis undang-undang yang dapat diuji oleh Mahkamah
Konstitusi terhadap UUD 1945.
- Berlandaskan pada tugas Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian
of the constitution, maka sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi
dapat menguji, memeriksa, dan memutus bahwa UU APBN tersebut
dianggap telah sesuai dengan UUD 1945 (setiap undang-undang di
bawah UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945).
Oleh sebab uraian singkat di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa meski
UU APBN memiliki beberapa perbedaan dengan undang-undang pada
umumnya, Mahkamah Konstitusi tetap berwenang untuk menguji UU APBN
terhadap UUD 1945 sebagai bentuk upaya Mahkamah Konstitusi untuk
menjaga konstitusi di Indonesia dan dengan mengingat bahwa UU APBN
memenuhi kriteria undang-undang dalam arti formil.
-

Penggunaan APBN Tahun Lalu


Dalam Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa:
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Atas pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apabila Rancangan
APBN tidak disetujui oleh DPR, maka APBN tahun sebelumnya menjadi
digunakan kembali untuk APBN selama satu tahun berikutnya. Dalam hal ini
tentunya keadaan pada masa pelaksanaan APBN tahun sebelumnya tidaklah
mungkin sama dengan keadaan baru dimana APBN tersebut akan digunakan
kembali selama satu tahun. Oleh sebab itu, dimungkinkanlah perubahan
APBN bilamana:15
-

Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang


digunakan dalam APBN
Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antar unit organisasi,antarkegiatan,dan antar jenis belanja
15

Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, Penetapan APBN,


http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/penetapan-apbn, diunduh pada 1 November 2012.

Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih (SAL) tahun


sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang
berjalan
(Pasal 27 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2003)
-

Kemudian diatur lagi dalam Pasal 27 ayat (5) UU No. 17 Tahun 2003 bahwa:
Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang
Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Dengan demikian jelaslah terhadap APBN yang bersangkutan (tahun lalu)
dapat diajukan RAPBNP untuk menyesuaikan bilamana terpenuhinya
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU No 17 Tahun 2003 sehingga
APBNP yang bersangkutan dapat dipergunakan sesuai dengan keadaan
tahun akan digunakannya APBNP tersebut (dapat berfungsi secara
implementatif).

Anda mungkin juga menyukai