Anda di halaman 1dari 21

Yurisprudensi

Oleh: YAS
Objek perkara harus jelas

 Putusan MA RI No. 565


k/Sip/1973, tgl. 21 Agustus
1974, “Kalau objek gugatan
tidak jelas, maka gugatan tidak
dapat diterima”.
 Putusan MA RI No. 1149
k/Sip/1979, tgl. 17 April 1979,
“Bila tidak jelas batas-batas
tanah sengketa, maka gugatan
tidak dapat diterima”.
Hubungan posita dan petitum
 Putusan MARI No. 67 k/Sip/1975, tgl. 13
Mei 1975, “ Petitum tidak sesuai dengan
posita, maka permohonan kasasi dapat
diterima dan putusan Pengadilan Tinggi
dan Pengadilan Negeri dibatalkan”.
 Putusan MA RI No. 556 k/Sip/1971, tgl.
10 November 1971 jo Putusan MA RI No.
1245 k/Sip/1974,tgl. 9 November 1976,
“Putusan yang mengabulkan lebih dari
yang dituntut, diizinkan selama hal itu
masih sesuai dengan keadaan materil, asal
tidak menyimpang daripada apa yang
dituntut dan putusan yang hanya meminta
sebagian saja, sesuai putusan MA No. 339
k/Sip/1969
Dwangsom (uang paksa),
Ps. 225 HIR jo 1267 BW

 Putusan MA RI No. 307k /Sip/1976,


tgl. 7 Desember 1976, “Dwangsom
akan ditolak apabila putusan dapat
dilaksanakan dengan eksekusi riil”
 Putusan MA RI No. 79k/Sip/1972,
“ Dwangsom tidak dapat dituntut
bersama –sama dengan tuntutan
membayar uang”
Ne bis in idem

Unsur-unsur nebis in idem :


 Objek tuntutan sama

 Alasan yang sama

 Subjek gugatan sama


 Putusan MA RI No. 144
k/Sip/1973, tgl. 27 Juni 1973,
“Putusan declaratoir Pengadilan
Negeri mengenai penetapan ahli
waris/ warisan bukan
merupakan nebis in idem”.
 Putusan MA RI No. 102
k/Sip/1968, “Bila ternyata
pihak-pihak berbeda dengan
pihak-pihak dalam perkara yang
sudah diputus terlebih dahulu,
maka tidak ada nebis in idem”.
Para Pihak Harus Lengkap
 Putusan MA RI No. 663k/Sip/1971,
tgl. 6 Agustus 1971 Jo. Putusan
MARI No. 1038k/Sip/1972, tgl. 1
Agustus 1973, “Turut Tergugat
adalah seseorang yang tidak
menguasai sesuatu barang akan
tetapi demi formalitas gugatan harus
dilibatkan guna dalam petitum
sebagai pihak yang tunduk dan taat
pada putusan hakim perdata.”
Tuntutan Provisionil
 Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl.
7 Mei 1973, “Tuntutan provisionil yang
tercantum dalam pasal 180 HIR hanyalah
untuk memperoleh tindakan-tindakan
sementara selama proses berjalan;
tuntutan provisionil yang mengenai pokok
perkara tidak dapat diterima “.
 Putusan MARI No. 1400k/Sip/1974, tgl.
18 Nopember 1975, “Perbedaan hakim-
hakim anggota dalam pemeriksaan
tuntutan provisionil dan dalam pemeriksaan
pokok perkara adalah tidak mengakibatkan
batalnya seluruh putusan karena tuntutan
provisionil sifatnya mempermudah
pemeriksaan dalam pemutusan pokok
perkara”.
 Putusan MA RI No. 753k/ Sip/ 1973, tgl.
22 April 1975, “Keberatan yang diajukan
Penggugat untuk Kasasi; bahwa
Pengadilan Negeri telah menjatuhkan
putusan sela yang merupakan putusan
provisionil menyimpang dan melebihi dari
surat gugatan, sebab tuntutan provisionil
semacam itu tidak pernah diajukan oleh
Penggugat asal, tidak dapat diterima
karena hal itu menyebabkan batalnya
putusan judex facti”.
 Putusan MA RI No. 279k/Sip/1976, tgl. 5
Juli 1976, “Permohonan provisi seharusnya
bertujuan agar ada tindakan hakim yang
mengenai pokok perkara; permohonan
provisi yang berisikan pokok perkara harus
ditolak”.
Tuntutan Warisan-Daluarsa
 Putusan MA RI No. 7
k/Sip/1973, tgl. 27 Februari
1975,” Tidak ada batas waktu
daluarsa dalam menggugat
harta warisan “.
Mengabulkan apa yg tak dituntut
Putusan MA RI No. 339k/Sip/ 1969, tgl. 21
Februari 1970,
 Putusan Pengadilan Negeri harus dibatalkan
karena putusannya menyimpang daripada
yang dituntut dalam surat gugatan lagipula
putusannya melebihi dari apa yang dituntut dan
lebih menguntungkan pihak Tergugat sedang
sebenarnya tidak ada tuntutan rekopensi.
 Putusan Pengadilan Tinggi juga harus
dibatalkan karena hanya memutus sebagian
saja dari tuntutan.
Putusan MARI No. 77 k/Sip/1973, tgl. 19
September 1973, “Karena petitum tidak
menuntut ganti rugi, maka putusan Pengadilan
Tinggi yang mengharuskan Tergugat
mengganti kerugian harus dibatalkan.”
 Putusan MA RI No. 753k/ Sip/ 1973, tgl.
22 April 1975, “Keberatan yang diajukan
Penggugat untuk Kasasi; bahwa
Pengadilan Negeri telah menjatuhkan
putusan sela yang merupakan putusan
provisionil menyimpang dan melebihi dari
surat gugatan, sebab tuntutan provisionil
semacam itu tidak pernah diajukan oleh
Penggugat asal, tidak dapat diterima
karena hal itu menyebabkan batalnya
putusan judex facti”.
 Putusan MARI No. 425k/Sip/1975, tgl. 15
Juli 1975, “Mengabulkan lebih dari petitum
diizinkan, asal saja sesuai dengan posita.
Disamping itu dalam hukum acara yang
berlaku di Indonesia, baik hukum acara
pidana /perdata, hakim bersifat aktif”
Perubahan gugatan
 Putusan MA RI No. 209k/Sip/1970,
tgl.6 Maret 1971, “Perubahan
Gugatan diperbolehkan asal tidak
mengubah atau menyimpang dari
kejadian materil, walaupun tidak ada
gugatan subsider (Ex aequo et
bono)”.
 Putusan MA RI No. 1043 k/
Sip/1971, tgl. 3 Desember 1974,
“Perubahan atau tambahan surat
gugatan boleh asal tidak
mengakibatkan perubahan posita
dan Tergugat tidak dirugikan dalam
haknya untuk membela diri”.
 Putusan MA RI No. 226 k/Sip/1973,
tgl. 27 November 1975, “Perubahan
gugatan mengenai pokok perkara
harus ditolak”.
 Putusan MA RI No. 1070
k/Sip/1975, tgl. 7 Mei 1973, “
Tuntutan provisional yang mengenai
pokok perkara tidak dapat diterima “.
 Putusan MA RI No. 224 k/Sip/
1975,tgl. 25 November 1975,
“Pengadilan Tinggi dapat menerima
gugatan insidentil, untuk diperiksa
bersama-sama dengan gugatan
pokok
Tanggung Jawab Garantor
 Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 992 K/Pdt/1995 tanggal 31
Oktober 1997 diputus oleh majelis hakim
Yahaya Harahap, HL. Rukmini, Iswo,
dengan kaidah hukum :
 “Status Keperdataan principal tidak dapat
dialihkan kepada guarantor diluar
tuntutan pembayaran hutang karena
penjamin selamanya adalah penjamin
atas hutang prinsipal yang tidak mampu
membayar hutang, maka kepada diri
guarantor tidak dapat dimintakan pailit,
sedangkan yang dapat dituntut hanyalah
pelunasan hutang prinsipal”.
 (Mahkamah Agung-Republik Indonesia.Yurisprudensi
Mahkamah Agung-Republik Indonesia Jakarta:
Oktober 1999, hal.140).
Perlindungan Hukum
bagi Pembeli yang beriktikad baik
 Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 314 K/TUN/1996 tanggal
29 Juli 1998 diputus oleh majelis hakim German
Hoedianto, Ny. Emin Aminah, Toton Suprapto,
dengan kaidah hukum :
 “Pembeli lelang tanah eksekusi
pengadilan yang dilaksanakan oleh
kantor lelang negara harus mendapat
perlindungan hukum, karena itu
penguasaan sertifikat atas tanah oleh
Pemerintah Daerah adalah tidak sah dan
sertifikat hak miliknyaharus dinyatakan
batal demi hukum.
 (Mahkamah Agung-Republik Indonesia.Jakarta: Oktober
1998, hal.446).
Risalah Lelang bukan Obyek TUN
 Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 47 K/TUN/1997 tanggal 26
Januari 1998 oleh majelis hakim Sarwata,SH., German
Hoedianto,SH dan Th. Ketut Suraputra SH, telah
memberikan kaidah hukum :
 “Risalah lelang bukan merupakan
keputusan Badan/Pejabat TUN tetapi
merupakan berita acara hasil penjualan
lelang barang tereksekusi, sebab tidak
ada unsur ‘Beslissing’ maupun
pernyataan kehendak dari pejabat kantor
lelang”.
 (Mahkamah Agung Republik Indonesia. Yurisprudensi
Mahkamah Agung-Republik Indonesia.Jakarta:
Oktober 1998, hal.537).
Hibah wewenang PA
 Putusan Mahkamah Agung No. 552
K/Sip/1970.joPutusan Pengadilan Tinggi
Medan No. 237/1967 jo Putusan
Pengadilan Negeri Band Aceh No.
10/1964.
 Kaidah Hukum :
Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi (Pengadilan Umum) tidak
berwenang untuk memeriksa
perkara hibah yang menurut Hukum
Agama Islam. Adapun yang
berwenang adalah Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah.
 Yurisprudensi tahun 1970 (Buku No. 4)
Kurang Memberikan Pertimbangan Hukum
yang Cukup (onvoldoende gemotiveerd).
 Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Sip/1969 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.
151/1969 Pdt/PT Smg. Jo Putusan Pengadilan
Negeri Yogyakarta No. 49/1964 Pdt.
 Kaidah Hukum:
 Mahkamah Agung mengganggap
perlu untuk meninjau keputusan
Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi yang kurang cukup
dipertimbangkan (onvoldoende
gemotiveerd).
( Yurisprudensi tahun 1970 , Buku No. 4, hal 525-537)
 Putusan Mahkamah Agung No.
492K/Sip/1970 jo Putusan Pengadilan
Tinggi Jakarta No. 252/1968 PT Pdt. Jo
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
No. 502/67 G.
 Kaidah Hukum:
1. Putusan Pengadilan Tinggi harus
dibatalkan karena kurang cukup pertim
bangannya (onvoldoende gemotiveerd)
yaitu karena dalam putusannya itu hanya
mempertimbangkan soal keberatan-
keberatan yang diajukan dalam memori
banding dan tanpa memeriksa perkara
itu kembali baik mengenai fakta-faktanya
maupun mengenai soal pengetrapannya
hukumnya terus menguatkan putusan
Pengadlan Negeri begitu saja.
2. Pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Negeri hanya
mempertimbangkan soal tidak benarrnya bantahan dari
pihak tergugat, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta
apa dan dalil-dalil mana yang tela dianggap terbukti
lalu mengabulkan begitu saja seluruh gugatan tanpa
saru dasar pertimbangan adalah kurang lengkap dan
karenanya harus dibatalkan.
3. Tuntutan-tuntutan yang berupa:
 agar semua putusan Menteri dinyatakan tidak sah
tanpa menyebut putusan-putusan yang mana, serta
 agar segala perbuatan tergugat terhadap penggugat
harus dinyatakan tidak sah tanpa menyebutkan dengan
tegas perbuatan-perbuatan tergugat yang mana yang
dituntut itu, dan
 ganti kerugian sejumlah uang tertentu tanpa perincian
kerugian-kerugian dalam bentuk apa yang menjadi
dasar tuntutan itu, harus dinyatakan tidak dapat
diterima karena tuntutan tersebut adalah tidak
jelas/tidak sempurna
( (Yurisprudensi tahun 1970 , Buku No. 4, hal 391-410)

Anda mungkin juga menyukai