Anda di halaman 1dari 9

Right To Be Forgotten, Penyelenggara Sistem Elektronik dan Pengajuan Melalui

Pengadilan
Oleh
Fikrinur Setyansyah
Pendahuluan

Pada 28 November 2016, setelah delapan tahun berlalu Pemerintah akhirnya


mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Pasal 26 pada
peraturan tersebut menjadi sorotan karena memuat suatu hak baru dalam ranah sistem hukum
Indonesia yaitu right to be forgotten. Right to be forgotten atau yang jika diterjemahkan
secara bebas dalam bahasa Indonesia menjadi hak untuk dilupakan. Hak dilupakan adalah
hak seseorang agar datanya dilupakan atau dihapus dari jagat maya jika dinyatakan tidak
bersalah oleh pengadilan dalam perkembangan sebuah kasus.1
Awal mula munculnya hak untuk dilupakan dimulai sekitar tiga belas lalu di
Argentina. Hak untuk dilupakan adalah sebuah konsep yang sudah didiskusikan dan
dipraktikan di Eropa dan Argentina sejak 2006.2Konsep tersebut menjelaskan pemberian hak
ke setiap individu untuk meminta mesin pencari menghapus tautan berkaitan dengan data
pribadi mereka. Namun hak untuk dilupakan baru booming dua tahun kemudian, seorang
warga Spanyol bernama Mario Costeja Gonzales terlilit utang jaminan social. Lilitan utang
tersebut membuat propertinya dijual paksa melalui lelang yang diumumkan di salah satu
koran di Spanyol bernama La Vanguardia atas perintah dari Kementerian Tenaga Kerja dan
Urusan Sosial. Kemudian beberapa tahun setelahnya La Vanguardia mengarsipkan koran-
koran terbitannya dalam format digital, termasuk laman yang memuat iklan baris penjualan
rumah Costeja. November 2009, Costeja mengajukan komplain ke koran tersebut. Costeja
merasa terganggu dengan munculnya iklan baris itu ketika ia mencari namanya di Google
tetapi permintaan tersebut ditolak Koran tersebut. Singkat cerita persoalan tersebut sampai
pada babak akhir. Pada 26 Februari 2013 diadakan rapat dengar pendapat dimana beberapa
Negara di Eropa memberikan pandangan. Tanggal 13 Mei 2014 Majelis Hakim membacakan

1
Diakses melalui
https://tekno.kompas.com/read/2016/11/29/09250047/.hak.untuk.dilupakan.di.revisi.uu.ite.belum.berla
ku pada tanggal 12 Maret 2019
2
Diakses melalui https://tirto.id/tak-terlupakan-dengan-hak-untuk-dilupakan-bZHi pada tanggal 12
Maret 2019

1
putusan untuk memenangkan Costeja atas dasar hak untuk dilupakan dan memerintahkan
Google menghapus tautan tersebut.
Di Indonesia, ketentuan mengenai hak untuk dilupakan baru diadopsi pada tahun
2016, tepat sepuluh tahun setelah konsep mengenai hak untuk dilupakan diperbincangkan di
Eropa dan Argentina. Munculnya hak tersebut menarik perhatian publik, karena sebelumnya
tidak pernah terdapat dalam usulan perubahan Undang-Undang Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Dalam Naskah Awal Inisiatif perubahan Undang-Undang yang
diajukan oleh pemerintah tidak menyebut hak untuk dilupakan. 3Ketentuan yang mengatur hak
untuk dilupakan dijelaskan pada pasal 26 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menghapus Informasi ELektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang
berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang berssangkutan berdasarkan
penetapan pengadilan. Dalam ayat (4) menjelaskan Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik
wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen
Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat berikutnya menjelaskan mekanisme penghapusan informasi atau dokumen elektronik
yang dinilai tidak relevan, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pengadopsian hak untuk dilupakan oleh Indonesia bukan tanpa permasalahan. Adapun
masalah yang timbul adalah terkait frasa penetapan pengadilan dan informasi yang tidak
relevan yang dapat dimintakan hak untuk dilupakan.

Permasalahan

Berdasarkan paparan yang dijelaskan pada pendahuluan diatas terdapat permasalahan yang
akan dibahas dalam paper ini, permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana mekanisme dan prosedur yang dilalui pemohon hak untuk dilupakan
untuk mendapat penetapan Pengadilan?
2. Bagaimana prosedur bagi Penyelenggara Sistem Elektronik jika merasa hak dan
kepentingan terlanggar?
3. Apa saja informasi pribadi yang termasuk kualifikasi tidak relevan?

Pembahasan
Mekanisme Dan Prosedur Penetapan Untuk Pemohon Hak Untuk Dilupakan

3
Laksmi Shita Dkk , Hak Atas Penghapusan Informasi di Indonesia Orisinalitas Dan Tantangan
Dalam Penerapannya, Jakarta,LBH Pers, 2018

2
Penetapan pengadilan dapat dikeluarkan berdasarkan adanya permohonan atau
gugatan voluntair.4Istilah permohonan dapat dilihat dalam penjelasan pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Gugatan voluntair yaitu gugatan permohonan secara
berpihak tanpa adanya pihak lain yang ditarik sebagai tergugat. Perkara permohonan
termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan berdasarkan permohonan yang diajukan
oleh pemohon tersebut maka hakim memberikan penetapan.5 Adapun ciri khas permohonan
atau gugatan voluntair adalah:
1. Masalah yang diajukan bersifat for the benefit one party only.
2. Bukan merupakan sengketa dengan pihak lain atau whitout disputes or differences
with another party.
3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan.
Jika dilihat dari ciri khas permohonan atau gugatan voluntair maka perkara
permohonan hak untuk dilupakan masuk dalam yurisdiksi voluntair. Didasarkan permohonan
yang diajukan oleh pemohon, hakim kemudian mengeluarkan penetapan.
Seseorang yang ingin meminta penetapan pengadilan sebagai dasar permintaan ke
Penyelenggara Sistem Elektronik yang selanjutnya disebut PSE untuk menghapus informasi
yang tidak relevan terkait dirinya harus melaksanakan prosedur pengajuan permohonan yang
ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Adapun prosedur pengajuan permohonan
adalah:6
1. Mengajukan permohonan secara tertulis yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri.
2. Dalam permohonan tersebut diuraikan mengenai identitas Pemohon, duduk
permasalahan hukumnya (posita), dan petitum permohonan. Pada petitum tersebut
tidak boleh melanggar atau melampaui hak orang lain. Adapun acuan petitum
adalah:
a. Isi petitum merupakan permintaan yang bersifat deklaratif.
b. Petitum tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak ikut sebagai pemohon.
c. Tidak boleh memuat petitum yang bersifat condemnatoir (mengandung sifat
menghukum).

4
Elmiya Nurul dan Sujadi Suparjo ,Upaya-Upaya Hukum Terhadap Penetapan, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke 35 Nomor 3 , Juli 2015
5
Yahya Harahap, M.,”Hukum Acara Perdata ten tang Gugatan. Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan", Cetakan kedua, Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2005, hal. 28.
6
Yahya Harahap, M., Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika:Jakarta, 2005 hal 37-38

3
d. Petitum permohonan harus dirinci satu per satu tentang hal-hal yang
dikehendaki pemohon untuk ditetapkan Pengadilan kepadanya; dan
e. Petitum tidak boleh bersifat compositur atau ex aquo et bono.
Pemeriksaan permohonan penetapan pengadilan yang diajukan oleh pemohon tersebut
haruslah dilandaskan bukti-bukti yang sepenuhnya beban wajib bukti dibebankan kepada
pemohon untuk dijadikan pertimbangan hakim yang bersangkutan dalam memeriksa
permohonan tersebut. Setelah hakim memeriksa permohonan berikut bukti-bukti yang telah
diajukan oleh pemohon, dan alasan-alasan pemohon dalam mengajukan permohonan telah
memenuhi ketentuan dasar hukum yang berlaku, maka dengan memuat pertimbangan hukum
dan dictum, penyelesaian permohonan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk penetapan.
Bahwa penetapan yang dikeluarkan/ditetapkan oleh pengadilan merupakan produk yang
diterbitkan oleh hakim dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan kepadanya.7
Upaya Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik Yang Merasa Haknya Terlanggar
Berdasarkan pasal 1 angka 6a Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) adalah setiap Orang,
penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola,
dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

Rumusan mengenai pasal 26 ayat (3) yang mengatur hak untuk dilupakan, pihak PSE
diwajibkan untuk menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak
relevan yang terdapat pada kendalinya atas permintaan sesorang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan. Jika melihat ciri khas dari penetapan pengadilan yang
merupakan sebuah produk dari permohonan maka pada dasarnya permohonan hanya
mengikat pihak pemohon saja namun jika dicermati lagi penetapan tersebut berdampak pada
hak dan kepentingan PSE sebagai pihak yang menguasai informasi tersebut.

Dalam rumusan pasal 26 perubahan Undang-Undang ITE tersebut tidak dijelaskan


prosedur sanggahan, bantahan, dan jawaban jika PSE merasa terlanggar atas penetapan
pengadilan tersebut sehingga PSE dalam rumusan pasal tersebut menjadi pihak yang
memiliki potensi hak dan kepentingannya dilanggar. Meskipun dalam rumusan pasal 26 tidak

7
Elmiya Nurul dan Sujadi Suparjo ,Upaya-Upaya Hukum Terhadap Penetapan, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke 35 Nomor 3 , Juli 2015

4
terdapat prosedur sanggahan, bantahan, dan jawaban dari PSE namun terdapat mekanisme
hukum lain yang dapat ditempuh oleh PSE apabila tetap ingin mempertahankan hak dan
kepentingannya untuk menjaga informasi tersebut tetap dalam penguasaannya.
Terdapat beberapa mekanisme hukum yang bisa ditempuh dan dilakukan oleh PSE
yang merasakan dirugikan atas penetapan tersebut:8
1. Mengajukan Perlawanan Terhadap Permohonan Selama Proses Pemeriksaan
Berlangsung.
Dasar hukum upaya perlawanan terhadap permohonan yang merugikan kepentingan
orang lain merujuk pada pasal 378 Rv atau pasal 195 ayat (6) HIR. Perlawanan
tersebut sangat bermanfaat untuk menghindari terbitnya penetapan yang keliru. Upaya
tersebut mengatur tentang:
1. Mengajukan perlawanan pihak ketiga yang bersifat semu atau quasi derden verzet
selama proses pemeriksaan permohonan berlangsung.
2. Pihak yang merasa dirugikan tersebut bertindak sebagai pelawan dan pemohon
ditarik sebagai terlawan.
3. Dasar perlawanan ditujukan kepada pengajuan permohonan gugatan voluntair
tersebut.
4. Pelawan meminta agar permohonan ditolak serta perkara diselesaikan secara
contradictoir atau mekanisme sengketa yang memberikan kesempatan pelawan
untuk mengajukan bantahan dan sanggahan.
2. Mengajukan Gugatan Perdata.
Apabila isi penetapan mengabulkan permohonan dan pihak yang merasa dirugikan
baru mengetahui setalah penetapan dikeluarkan, yang bersangkutan dapat mengajukan
perdata bisaa jika:
1. Pihak yang merasa dirugikan bertindak sebagai penggugat dan pemohon ditarik
sebagai tergugat.
2. Dalil gugatan bertolak dari hubungan hukum yang terjalin antara diri penggugat
dengan permasalahan yang diajukan pemohon dalam permohonan.
3. Mengajukan Permintaan Pembatalan Kepada Mahkamah Agung Republik
Indonesia Atas Penetapan.
Pihak yang merasa dirugikan atas suatu penetapan pengadilan dapat mengajukan
pembatalan kepada Mahkamah Agung. Upaya tersebut merujuk pada penetapan
Mahkamah Agung Nomor 5 Pen/ Sep/ 1975. Adapun asal mula dari penetapan
8
Yahya Harahap, M., Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 hal 44

5
tersebut berawal dari dikeluarkannya Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
274/ 1972, pihak yang merasa dirugikan atas penetapan tersebut, mengajukan
permohonan kepada Mahkamah Agung agar mengeluarkan penetapan untuk
membatalkan untuk membatalkan penetapan Pengadilan Negeri. Ternyata
permohonan itu dikabulkan Mahkamah Agung dengan jalan menerbitkan Penetapan
No.5 Pen/ Sep/ 1975.
4. Mengajukan Upaya Peninjauan Kembali (PK).
Cara selanjutnya yang dapat digunakan untuk melakukan upaya hukum terhadap
penetapan yang dikeluarkan pengadilan adalah dengan mengajukan Peninjauan
Kembali (PK). Upaya PK dapat juga ditempuh untuk mengoreksi dan meluruskan
kekeliruan atas permohonan dengan mempergunakan putusan PK. Sebagai contoh
seperti yang terdapat pada putusan PK Nomor 1 PK/Ag/1990 tanggal 22 Jnuari 1991.
Dalam kasus tersebut, Pengadilan Agama Pandeglang telah mengabulkan status ahli
waris dan pembagian harta warisan melalui permohonan secara sepihak. Terhadap
penetapan tersebut, pihak yang dirugikan mengajukan PK kepada Mahkamah Agung.
Ternyata Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK dan bersamaan dengan itu,
Mahkamah Agung membatalkan Penetapan Pengadilan Agama Pandeglang tersebut.
Kualifikasi Informasi Pribadi (Tidak Relevan)
Dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik tidak
memuat tentang jenis-jenis informasi yang dapat dilakukan penghapusan. Jika dicari sumber
referensi lain mengenai informasi apa saja yang dapat dimintakan penghapusan maka dapat
merujuk pada studi ELSAM.9Dalam studi ELSAM tersebut disebutkan informasi pribadi
yang dapat diajukan penghapusan, karena bersinggungan erat dengan martabat dan reputasi
seseorang adalah jenis-jenis informasi pribadi seperti:
1. Informasi kependudukan.
2. Informasi riwayat kesehatan (rekam medis).
3. Informasi keuangan, perbankan, dan perpajakan.
4. Informasi tentang diri pribadi seseorang, khususnya yang berkaitan dengan
kesusilaan, termasuk dalam kaitannya dengan perlindungan anak.
5. Informasi yang berisi muatan fitnah terhadap seseorang yang telah terbukti fitnah
menurut putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

9
ELSAM, Hak Atas Penghapusan Informasi (Right To Be Forgotten) dan Kebebasan Berekspresi:
Pertarungan Wacana , Jakarta, Elsam, 2016

6
Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bagian pembahasan dalam paper ini,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Jika dilihat dari ciri khas permohonan atau gugatan voluntair maka perkara
permohonan hak untuk dilupakan masuk dalam yurisdiksi voluntair. Didasarkan
permohonan yang diajukan oleh pemohon, hakim kemudian mengeluarkan
penetapan. Seseorang yang ingin meminta penetapan pengadilan sebagai dasar
permintaan ke Penyelenggara Sistem Elektronik yang selanjutnya disebut PSE
untuk menghapus informasi yang tidak relevan terkait dirinya harus melaksanakan
prosedur pengajuan permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
2. Terdapat beberapa mekanisme hukum yang bisa ditempuh dan dilakukan oleh
PSE yang merasakan dirugikan atas penetapan yaitu mengajukan perlawanan
terhadap permohonan selama proses pemeriksaan berlangsung, mengajukan
gugatan perdata, mengajukan permintaan pembatalan kepada mahkamah agung
republik indonesia atas penetapan, mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
3. Dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik tidak memuat tentang jenis-jenis informasi yang dapat dilakukan
penghapusan, sedangkan dalam studi ELSAM disebutkan informasi yang dapat
dilakukan penghapusan adalah Informasi kependudukan, Informasi riwayat
kesehatan (rekam medis), Informasi keuangan, perbankan, dan perpajakan,
Informasi tentang diri pribadi seseorang, khususnya yang berkaitan dengan
kesusilaan, termasuk dalam kaitannya dengan perlindungan anak, Informasi yang
berisi muatan fitnah terhadap seseorang yang telah terbukti fitnah menurut
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Saran

Terkait dengan paper mengenai hak untuk dilupakan tersebut, maka saran yang dapat
mentee berikan adalah:

7
1. Agar Pemerintah dapat segera membuat serta mengesahkan peraturan pelaksana
proses pengajuan hak untuk dilupakan ke Pengadilan yang memuat mekanisme
pengajuan hak untuk dilupakan, mekanisme perlawan bagi PSE, kualifikasi informasi
yang tidak relevan.
2. Agar Mahkamah Agung dapat melaksanakan sosialisasi dan pelatihan bagi hakim
agar dapat memahami ketentuan-ketentuan yang menyangkut hak untuk dilupakan.

8
DAFTAR PUSAKA

Buku Dan Jurnal

Elmiya Nurul dan Sujadi Suparjo ,Upaya-Upaya Hukum Terhadap Penetapan, Jurnal Hukum
dan Pembangunan Tahun ke 35 Nomor 3,Juli 2015.
ELSAM, Hak Atas Penghapusan Informasi (Right To Be Forgotten) dan Kebebasan
Berekspresi: Pertarungan Wacana,Jakarta, Elsam, 2016.
Laksmi Shita Dkk, Hak Atas Penghapusan Informasi di Indonesia Orisinalitas Dan Tantangan
Dalam Penerapannya, Jakarta,LBH Pers, 2018.
Yahya Harahap,M.,”Hukum Acara Perdata tentang Gugatan. Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan", Cetakan kedua, Jakarta, Sinar Grafika
Offset, 2005.
Yahya Harahap,M.,Hukum Acara Perdata,Jakarta,Sinar Grafika,2005.

Website

https://tekno.kompas.com/read/2016/11/29/09250047/.hak.untuk.dilupakan.di.revisi.uu.ite.bel
um.berlaku

https://tirto.id/tak-terlupakan-dengan-hak-untuk-dilupakan-bZHi
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/1520/1439

Anda mungkin juga menyukai