satu peraturan itu adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE 2008”). Namun, seiring dengan kemajuan teknologi yang
penyesuaian terhadap UU ITE 2008 tersebut, sehingga pada tanggal 25 November 2016,
Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan sebuah peraturan yang berisi revisi atas UU ITE
2008, yaitu Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE 2016”). Setelah
UU ITE 2016 terbit, terdapat pro dan kontra di masyarakat terkait dengan isi dari UU ITE
2016. Walaupun UU ITE 2016 tidak menghapus seluruh isi UU ITE 2008 (hanya revisi
sebagian dan/atau penambahan beberapa ketentuan), namun UU ITE 2016 telah hangat
dibicarakan oleh para ahli dan para pemangku kepentingan, seperti pers, dosen, pengacara,
anggota DPR, dll. Kami mencatat beberapa perubahan maupun perbedaan antara UU ITE
2008 dan UU ITE 2016, namun di antara perbedaan-perbedaan tersebut, ada 5 (lima) aspek
Cyber Bullying. I. PENURUNAN ANCAMAN PIDANA Jika di dalam Pasal 45 juncto Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU ITE 2008, setiap orang yang mendistribusikan dan/atau
nama baik diancam pidana penjara maksimum 6 (enam) tahun dan/atau denda maksimum Rp
1 (satu) miliar. Sedangkan, di dalam UU ITE 2016, pelanggaran terhadap hal tersebut di atas
diancam pidana penjara maksimum 4 (empat) tahun dan/atau denda maksimum Rp 750 (tujuh
ratus lima puluh) juta. Implikasi dari perubahan ketentuan di atas adalah penyidik tidak dapat
langsung melakukan penahanan karena dengan merujuk kepada ketentuan pasal 21 ayat (4)
KUHAP, penahanan hanya boleh dilakukan penyidik atas tindak pidana yang diancam pidana
penjara lima tahun atau lebih. II.RIGHT TO BE FORGOTTEN Indonesia merupakan negara
forgotten dipraktekkan pertama kali oleh Uni Eropa dan Argentina pada tahun 2006.
that individuals have the civil right to request that personal information be removed from the
internet. (terjemahan bebas: right to be forgotten adalah konsep dimana setiap individu
mempunyai hak untuk meminta agar informasi tentang dirinya dihapus dari internet). UU ITE
2016 tidak memberikan pengertian dari right to be forgotten, namun konsep ini diatur di
dalam Pasal 26 ayat (3) UU ITE 2016, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: “Setiap
Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang
Uni Eropa Konsep right to be forgotten di [3] Indonesia berbeda dengan konsep aslinya di
Uni Eropa. Perbedaan pertama adalah Jika di Uni Eropa, penerapan right to be forgotten
adalah penghapusan data/konten seseorang pada mesin pencari (search engine) namun konten
tersebut tetap ada pada direktori milik penyelenggara sistem eletronik. Implikasinya adalah
data tersebut hanya tidak dapat ditemukan oleh orang lain/ sulit dicari di dalam mesin pencari
(search engine). Di Indonesia konsep right to be forgotten adalah penghapusan konten itu
sendiri yang wajib dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik atas permintaan orang
yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. Ini berarti yang dihapus adalah konten
sumbernya/ kontennya dihapus dan tidak ada lagi. Perbedaan kedua konsep right to be
forgotten di Indonesia dan Uni Eropa adalah jenis data/informasi elektronik yang dihapus.
Jika di Uni Eropa data/informasi yang dihapus adalah informasi/ data pribadi dari diri orang
yang bersangkutan. Sedangkan konsep right to be forgotten di Indonesia lebih luas, dimana
setiap informasi dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan dapat dihapus. III. HAK
KETENTUAN Merujuk kepada Pasal 40 ayat 2a dan 2b UU ITE 2016, 2a. “Pemerintah
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.” [4]
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Pemerintah Republik Indonesia berhak dan wajib
menghapus konten dokumen dan/atau Informasi Elektronik yang melanggar hukum. Hal ini
Pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksana dari ketentuan ini agar tetap menjamin
kebebasan berekspresi setiap orang tanpa melanggar hak orang lain. IV. PENYADAPAN UU
ITE 2016 mengatur bahwa Informasi dan Data Elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah.
Hal ini tercantum di dalam penjelasan Pasal 5 ayat 1 dan 2 UU ITE 2016 yang selengkapnya
berbunyi sebagai berikut: (1) “Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian
hukum terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam
pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem
Elektronik.” Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil
intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan harus
peristiwa. Meskipun terdapat berbagai peraturan yang berusaha untuk mengelola dan
Informasi yang terdapat di internet bisa dalam bentuk data yang kita unggah sendiri atau
diunggah oleh orang lain. Foto memalukan yang kita post sendiri bisa kita hapus dengan
mudah. Namun, bagaimana jika foto tersebut di-copy oleh orang lain, atau bahkan menjadi
viral atau meme, dan sulit bagi kita untuk meminta orang-orang tersebut untuk
ketenaran yang tidak diinginkan atau bahkan sampai mengganggu karier? Pertanyaan yang
sama berlaku bagi jenis-jenis informasi lainnya, seperti tweet, status update, maupun laporan
berita.
Setiap orang memiliki masa lalu dan mungkin kejadian-kejadian tersebut sudah tidak relevan
dengan kehidupan kita sekarang. Internet dan teknologi cloud membuat kita sulit untuk
mengubur masa lalu itu. Maka, munculnya ‘hak untuk dilupakan’ adalah perkembangan
sejak tahun 2006. Menurut Mantelero Alessandro, profesor Hukum Perdata dari Italia, hak
untuk dilupakan berangkat dari keinginan individual untuk menentukan sendiri arah
pengembangan hidup mereka secara otonom, tanpa terus-menerus dikenai stigma sebagai
Hak ini mulai diberlakukan saat seorang warga Spanyol merasa pemberitaan mengenai suatu
hutang di masa lalunya sudah tidak relevan lagi untuk diberitakan, sebab ia telah melunasi
tersebut dari search result sebagai wujud haknya untuk dilupakan. Google membela diri dari
permintaan tersebut sebab mereka ingin menjadi platform informasi yang netral. Namun
Google kalah dan hak untuk dilupakan ini menjadi preseden yang berlaku terhadap seluruh
Perlu dicatat bahwa dalam kasus ini, penghapusan tautan hanya dilakukan di search engine,
sementara tautannya sendiri masih bisa ditemukan di situs berita yang bersangkutan. Dengan
berlakunya hak untuk dilupakan secara menyeluruh di Uni Eropa, hak ini juga dapat
Perdebatan soal hak untuk dilupakan sesungguhnya mendasar secara konsep dan filsafat
hukum. Ketika diturunkan menjadi diskursus antara hak untuk dilupakan versus hak
kebebasan berekspresi, hak asasi manusia dapat menjadi pedang bermata dua. Kedua hak
tersebut merupakan hak asasi manusia. Tidak sedikit yang mengkritik hak untuk dilupakan
Hak untuk dilupakan tidak sama dengan hak privasi. Hak privasi adalah hak atas informasi-
informasi pribadi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi identitas seorang individu
dan berpotensi membahayakan keselamatan individu tersebut, seperti alamat, nomor telepon,
catatan kesehatan, dan lain-lain. Sedangkan hak untuk dilupakan berhubungan dengan
Terlepas dari kontroversinya, hak untuk dilupakan dapat dimanfaatkan untuk hal-hal baik.
Korban dari revenge porn atau perbuatan asusila dapat menggunakan hak ini untuk
Remaja Gen Z atau bayi-bayi yang sudah punya akun Instagram sendiri karena orang tuanya,
yang menyesali keberadaan konten digital dirinya, juga dapat memanfaatkan hak yang sama
Namun, bagaimana dengan seorang dokter yang pernah melakukan malpraktik atau
pengobatan yang sempat menjadi sorotan? Dokter itu bisa saja menggunakan hak untuk
dilupakan demi mengubur informasi soal malpraktiknya di masa lalu. Kerugian terbesar
tentunya adalah bagi konsumen yang perlu mengambil keputusan dengan informasi
menyeluruh.
Pada skala lebih kecil, jika kita pernah diberitakan melakukan tindakan kriminal atau
memiliki konten memalukan di akun atau situs publik, dan kita tidak mau informasi tersebut
mempersulit kita mencari kerja, pantaskah hak untuk dilupakan digunakan dalam hal ini?
Apakah pemberi kerja berhak untuk mengetahui informasi ini, meskipun kita merasa
Hak untuk dilupakan ini sudah dimanfaatkan oleh Dejan Lazic, pianis dari Uni Eropa, untuk
menghapus resensi jelek soal musiknya di internet. Penerapan hak untuk dilupakan sangat
nyata dalam kehidupan publik di internet dan berpengaruh langsung terhadap kebutuhan akan
informasi masyarakat.
Oktober lalu, DPR telah mengesahkan perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu perubahan itu adalah
(a) setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak
relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan
saya hanya mengandalkan pemberitaan Kominfo. Ada beberapa hal yang dapat ditanggapi:
(a) Definisi ‘tidak relevan’ terlalu rancu. Informasi apa yang masih relevan dan tidak relevan?
Apakah Perubahan UU ITE akan menjelaskan ukuran dari ‘tidak relevan’? Belajar dari
perkembangannya di Uni Eropa, perlu ada pengecualian terhadap informasi yang diunggah
sehubungan dengan kegiatan jurnalistik dan resensi karya seni, supaya hak-hak warganegara
akan informasi tetap terjamin. Pengadilan Uni Eropa secara eksplisit mengklarifikasi bahwa
hak untuk dilupakan tidaklah absolut dan akan selalu perlu diseimbangkan dengan hak-hak
definisinya di UU ITE, penyelenggara yang dimaksud akan meliputi seluruh pengendali data
di internet, seperti search engine dan media digital, termasuk media sosial dan blog pribadi.
Namun, ketentuan ini menjadi tidak berlaku bagi search engine dan media non-Indonesia
kewajiban OTT untuk memiliki badan hukum di Indonesia, hak untuk dilupakan tidak bisa
(c) Apa yang dimaksud dengan ‘menghapus’? Apakah menghapus berarti meniadakan
mana memakan waktu dan biaya. Sisi positifnya adalah Penyelenggara Sistem Elektronik
tidak bisa mengelak. Penetapan pengadilan juga memastikan hak untuk dilupakan tidak dapat
digunakan begitu saja. Di sisi lain, jika Penyelenggara Sistem Elektronik keberatan untuk
menghapus data, mereka harus melakukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung. Hakim
sebagai penentu apa yang ‘relevan’ jadi memiliki beban baru untuk memahami internet,
termasuk soal integritas dan distribusi informasi di internet, serta hubungannya dengan
konteks sosial dari informasi tersebut. Ketiadaan preseden juga berpotensi mengakibatkan
penetapan hakim berbeda dari kasus ke kasus, sehingga dapat mengakibatkan ketidakpastian
hukum.
Elektronik yang sudah tidak relevan. Akan tetapi belum jelas apakah Perubahan UU ITE akan
menentukan standar mekanisme itu. Mungkinkah hal tersebut akan diserahkan sepenuhnya ke
Informasi Elektronik yang bersangkutan? Apakah mereka dapat dikenakan denda atau upaya
Saya turut menekankan perlu ada mekanisme tambahan supaya hak untuk dilupakan tidak
disalahgunakan oleh pemangku kepentingan. Pasal 27 ayat (3) soal penghinaan dan
pencemaran nama baik di internet cenderung dapat disalahgunakan oleh pejabat dalam
melawan kritik terhadap pemerintah. Ketentuan hak untuk dilupakan berpotensi untuk
Beberapa media nasional telah menyampaikan kekhawatiran mereka soal ‘penyensoran’ ini.
menentukan koridor-koridor yang jelas dalam penggunaan hak untuk dilupakan. Jika tidak,
hak untuk dilupakan hanya akan menambah pekerjaan rumah, bukannya memberikan solusi
Disclosure: Fallissa Putri, S.H. adalah konsultan hukum dan advokat dari Klikonsul,
konsultan hukum dan bisnis di bidang ekonomi kreatif, termasuk teknologi informasi.
ANALISA UU ITE
BAIHAQI MUHAMMAD
1416100077
DOSEN:
WAWASAN KEBANGSAAN 22
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BAB I. PENDAHULUAN
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa disingkat UU ITE
merupakan Undang-Undang (UU) yang didalamnya mengatur segala hal tentang teknologi
informasi yang berlaku di Indonesia. UU ini mulai dirancang pada tahun 2003 oleh
Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) yang saat itu dijabat oleh Syamsul
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
diresmikan secara langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Panjang sekali
perjalanan UU ITE hingga akhirnya dapat bergulir sebagai konstitusi yang mengatur arus
Awal mula dirumuskan undang-undang ini adalah demi menjaga stabilitas arus
internet Indonesia dari hal-hal yang dapat merusak serta melindungi hak-hak para pengguna
Internet. Namun dalam berbagai kajian yang membahas UU ITE secara mendalam, telah
ditemukan beberapa kejanggalan yang ada dalam UU ITE serta dirasa perlu dilakukan sebuah
revisi. Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi akibat imbas dari UU ITE yang banyak
dipertanyakan oleh para ahli. Sehingga akhirnya terjadilah revisi UU ITE pada bulan oktober
2016 dengan terdapat setidaknya 4 hal yang berubah. Namun dari revisi tersebut pun dirasa
para ahli masih belum dapat menjaga stabilitas internet Indonesia serta perlu diadakan kajian
lebih lanjut. Oleh karena itu sebagai rakyat Indonesia hendaknya ikut aktif mengawal
jalannya konstitusi yang ada ini sehingga tidak terjadi yang namanya kesewenang-wenangan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penilitian ini adalah :
UU ITE mulai dirancang pada bulan maret 2003 oleh kementerian Negara komunikasi
dan informasi (Kominfo), pada mulanya RUU ITE diberi nama Undang-Undang Informasi
Perindustrian, Departemen Perdagangan, serta bekerja sama dengan Tim dari universitas
yang ada di Indonesia yaitu Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung
(ITB) dan Universitas Indonesia (UI). Pada tanggal 5 september 2005 secara resmi Presiden
Susilo Bamgbang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat
Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia)
sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI. Dalam rangka
pembahasan RUU ITE Departerment Komunikasi dan Informasi membentuk Tim Antar
Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD) sebagai Pengarah (Gubernur Bank
Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus
Antar Departemen antara lain adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam
pelaksanaan pembahasan RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI.
membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10
Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE yang
disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain perbankan,Lembaga Sandi
pada bulan Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
sebanyak 287 DIM RUU ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU
ITE DPR RI. Tanggal 24 Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan
pemerintah yang diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika)
dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) membahas DIM
RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE
dalam tahapan pembentukan dunia kerja (panja). Sedangkan pembahasan RUU ITE tahap
Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung sejak tanggal 13
Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008. 18 Maret 2008 merupakan naskah akhir UU
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan dimuat
dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008. UU ITE atau Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik akhirnya resmi dilakukan revisi pada tanggal 27 oktober 2016 serta
langsung berlaku 30 hari setelah kesepakatan tersebut, yaitu pada tanggal 28 November 2016.
Hal ini sendiri disebabkan karena seluruh fraksi di Komisi I DPR telah menyatakan
persetujuannya untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tersebut. Dari
persetujuan ini nantinya DPR akan membentuk Panitia Kerja untuk membahas secara rinci isi
revisi tersebut.
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan
pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law
on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna
1. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5
UU ITE); dan
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan
Pasal 29 UU ITE);
Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua
institusi pendidikan yakni Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Indonesia (UI).
Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh
dengan para pakar di Institut Teknologi Bandung yang kemudian menamai naskah
akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI
menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim
yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang
Seiring dengan berjalannya waktu banyak sekali kasus-kasus yang terjadi akibat imbas UU
ITE yang dirasa para ahli perlu banyak perbaikan. Sehingga akhirnya pada tanggal 27
Oktober 2016 yang lalu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati
revisi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Revisi tersebut pun langsung berlaku tiga puluh hari setelah
kesepakatan tersebut, yaitu pada tanggal 28 November 2016 kemari. Setidaknya ada 4
1. Penambahan pasal hak untuk dilupakan, yakni pasal 26. Pasal itu menjelaskan
seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah
selesai, namun diangkat kembali. Salah satunya seorang tersangka yang terbukti tidak
2. Durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan sebagainya
dikurangi menjadi di bawah lima tahun. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP,
tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan
tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.
3. Tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di
pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan
dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan
4. Penambahan ayat baru dalam Pasal 40. Pada ayat tersebut, pemerintah berhak
nama baik, dan lainnya. Jika situs yang menyediakan informasi melanggar undang-undang
merupakan perusahaan media, maka akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers. Namun, bila
situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai
Dalam era globalisasi ini arus informasi yang mengalir melalui internet sangatlah deras.
Bahkan dapat dibilang segala hal yang ada di dunia ini dapat dengan mudah didapatkan
melalui internet. Begitupun dengan maraknya gadget yang sekarang menjadi barang yang
lumrah dibawa khalayak umum. Orang-orang pun menjadi melek informasi berkat gadget,
bahkan terkadang dengan gadget seseorang dapat terlihat sangat pintar. Melalui gadget
seseorang dapat dengen mudah menyalurkan aspirasi mereka ke khalayak umum. Namun
tentu ada batasan-batasan yang harus dipatuhi sesuai dengan UU ITE yang berlaku di Negara
Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, yang akan mulai
berlaku pada Senin 28 November 2016, tampaknya masih mengundang kontroversi terutama
pasal pencemaran nama baik. Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informasi, Noor Iza,
menegaskan bahwa revisi UU ITE bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlakuan yang adil bagi para pengguna internet. Setidaknya ada beberapa analisa singkat
Salah satu revisi adalah mengatur pasal pencemaran nama baik menjadi delik aduan, yang
berarti hanya dapat diproses secara hukum jika dilaporkan oleh korban atau sesorang yang
merasa menjadi sasaran. Apabila ditilik lebih dalam dapat diambil contoh bahwa ketika ada
oarng lain diluar yang bersangkutan hendak melaporkan delik aduan, maka hal tersebut
bersangkutan atau disebut sebagai korban. Oleh karena itu pada pasal pencemaran nama baik
ini masih banyak diperdebatkan oleh para ahli hokum, banyak yang menyangkal bahwa revisi
UU tersebut masih terbilang belum matang. Akan tetapi apabila dilihat dari contoh kasus
diatas sepertinya masih butuh kajian yang lebih mendalam terkait pencemaran nama baik.
Hal terpenting yang harus dipatuhi adalah tetap berpedoman pada KUHP yang telah
dirancang sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan hal yang kontradiktif terhadap
2. Hukuman diringankan
Perubahan lain adalah ancaman hukuman pencemaran nama baik diturunkan dari maksimal
enam tahun menjadi empat tahun sehingga tersangka pelaku pencemaran nama baik tidak
akan ditahan. Alasannya dalam KUHP disebutkan bahwa penahanan perlu dilakukan jika
UU ITE yang mulai diberlakukan pada 2008 telah mengundang banyak kecaman karena
dianggap membatasi publik untuk memberikan kritik. Salah satu yang menjadi korban adalah
Prita Mulyasari, yang mengkritik salah satu rumah sakit swasta melalui email pribadi yang
kemudian tersebar di dunia maya. Prita kemudian ditahan walau Pengadilan Tangerang
3. Blokir pemerintah
Lewat revisi ini, pemerintah juga diberikan kewenangan untuk memutus akses informasi
elektronik yang dianggap melanggar hukum. Berbagai ahli berpendapat bahwa ketentuan
tersebut sebenarnya sudah lama diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo walau belum ada
undang-undang sebagai payung hukum yang menegaskan pemerintah wajib memblokir
konten negatif.
Hal-hal yang dapat diblokir itu mengacu lagi pada UU lain. Misal jikalau konten yang
diblokir terkait terorisme maka hal tersebut akan diatur dalam UU Terorisme dan yang
diperbolehkan meminta pemblokiran misalnya BNPT. Serta apabila konten yang ada terkait
dengan obat-obatan terlarang, maka akan diatur lewat UU kesehatan dan hanya BPOM serta
badan sejenisnya yang diperbolehkan meminta pemblokiran. Oleh karena itu pihak Kominfo
memiliki pekerjaan berat untuk menerapkan blokir yang tepat sasaran, adil, cepat dan
transparan. Karena apabila blokir tidak tepat sasaran tentu dapat merugikan beberapa pihak
4. Right to Be Forgotten
Selain perubahan pencemaran nama baik, revisi juga menambahkan ketentuan mengenai right
to be forgotten atau hak untuk dilupakan dengan menghapus konten informasi elektronik
yang tidak benar, berdasarkan keputusan pengadilan. Penghapusan konten ini dilakukan
untuk semua data di internet setelah dibuktikan di pengadilan karena bertujuan untuk
membersihkan nama baik seseorang. Agar konten-konten itu tidak dapat diakses, dikeluarkan
dari sistem yang terbuka atau konten-konten itu dihapus. Tidak lagi dapat di-search jadi
search engine harus menghilangkan dan juga server-server harus menutup konten-konten itu
agar tidak dapat diakses. Indonesia adalah negara pertama di Asia yang menerapkan
mengalami pencemaran nama baik. Karena sebelum adanya UU yang mengatur ini banyak
korban pencemaran nama baik yang citra nya tidak bisa dikembalikan seperti awal mula.
Sehingga dapat menimbulkan kerugian secara non materiil bagi korban yang terkena dampak.
Maka dari itu revisi UU yang satu ini banyak didukung oleh para ahli yang bergerak di
bidang IT. Harapannya tentu dapat membantu memperbaiki nama seseorang yang telah
tercemar namanya.
4.1. Kesimpulan
Dari pemaparan analisa diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasannya pekerjaan
rumah dari Kominfo sangatlah berat. Hal ini sejalan dengan semakin banyaknya pengguna
internet di Indonesia sekarang. Apabila undang-undang yang diterapkan tidak berjalan seperti
seharusnya tentu akan berdampak negatif bagi banyak pihak. Sudah banyak sekali kasus
cybercrime yang terjadi di Indonesia ini. Harapannya dengan revisi UU ITE ini dapat
mengurangi tingkat kejahatan cybercrime yang terus melanda pengguna internet Indonesia.
Tentu juga dengan adanya UU ITE ini semoga tidak membatasi kebebasan berekspresi dari
rakyat Indonesia. Karena pada hakikatnya menyampaikan pendapat merupakan hak dari
seseorang. Namun perlu kita cermati bahwa Kominfo tidak akan bisa bekerja dengan sendiri
dan tentu butuh bantuan serta pengawasan dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu mari
kita tumbuhkan rasa peduli dalam diri kita sehingga dapat ikut mengawal berjalannya
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
http://ghanchou.blogspot.co.id/2010/07/sejarah-undang-undang-ite.html
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38124294
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160224_indonesia_internet_kebeba
sanekspresi
http://www.indotelko.com/kanal?c=ed&it=setumpuk-pr-pasca-revisi-uu
Google mengatakan Inggris merupakan negara peringkat ketiga di Uni Eropa yang
masyarakatnya paling banyak mengajukan permintaan agar sejumlah tautan di mesin pencari
Google dihapus.
Tercatat sebanyak 18.304 permintaan penghapusan tautan telah diajukan publik di Inggris.
Berhak dilupakan
Aturan 'berhak untuk dilupakan' bermula pada 20012. Kala itu, Komisi Eropa merilis rencana
yang membuat seseorang bisa meminta agar data-data mereka di internet dihapuskan.
Perusahaan teknologi informasi, seperti Google, harus mematuhi permintaan itu, kecuali jika
Kementerian Kehakiman Inggris mengklaim aturan tersebut tidak realistis dan menimbulkan
ketidakpastian.
Contoh kasus
Sebagai bagian dari laporan transparansi, Google memberikan sejumlah contoh permintaan
Misalnya, penghapusan tautan berita mengenai seorang pria yang pernah diadili karena
sebuah kasus.
Tautan itu dihapus karena sesuai dengan Undang-Undang Rehabilitasi Pelanggar Hukum,
sebuah petisi organisasi siswa yang menuntut pelengseran dirinya dari jabatan.
Lalu, ada seorang mantan pendeta Inggris yang meminta Google menghapus dua tautan
Kemudian terdapat permintaan seorang dokter agar lebih dari 50 tautan artikel surat kabar
Penghapusan sejumlah tautan oleh Google ini berdampak pada hilangnya 3.353 tautan
yang sudah tidak relevan lagi untuk dapat ‘dihapuskan dari internet’ atau yang dikenal
Perlu diketahui, cakupan right to be forgotten di Indonesia bukan hanya search engine atau
mesin pencari yang harus melakukan penghapusan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik, tetapi setiap Penyelenggara Sistem Elektronik. Siapa sajakah yang termasuk
Ulasan:
Pertanyaan Anda sebenarnya terkait dengan sebuah konsep yang dikenal sebagai right to be
forgotten, yang secara harafiah berarti ‘hak untuk dilupakan’. Pertanyaan ini menjadi relevan
karena Indonesia baru saja mengatur eksekusi hak ini melalui revisi Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang baru saja
disahkan oleh DPR pada 27 Oktober 2016 yang lalu. Kini, setiap orang dapat meminta agar
informasi dan/atau dokumen elektronik terkait dirinya yang sudah tidak relevan lagi untuk
dapat ‘dihapuskan dari internet’. Penjelasan lebih lanjut terkait right to be forgotten dapat
Konsep right to be forgotten merupakan sebuah konsep yang sedang berkembang di bidang
hukum siber, dan konsep ini sendiri lahir dari keinginan untuk mengembalikan fungsi kontrol
atas informasi pribadi yang beredar di internet kepada pribadi masing-masing orang. Konsep
ini mulai berkembang di Uni Eropa pada tahun 2010, dimana Viviane Reding, yang pada
waktu itu menjabat di European Comission, menegaskan bahwa “pengguna internet harus
memiliki kontrol efektif atas konten yang mereka bagikan secara daring dan harus memiliki
kekuasaan untuk dapat memperbaiki, menarik kembali dan menghapuskan konten tersebut
sesuai keinginannya”[1].
Indonesia sendiri mengatur eksekusi right to be forgotten ini melalui Pasal 26 ayat (3) dan (4)
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”). Pasal tersebut
(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Melihat isi dari pasal tersebut, terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan terkait
pengadilan setempat.
Elektronik yang memegang kendali atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
Ketentuan ini menjadi menarik untuk dicermati karena sistem yang diterapkan oleh
pemerintah Indonesia agak sedikit berbeda dengan konsep right to be forgotten yang sejauh
ini sudah berjalan di beberapa negara lainnya khususnya di wilayah Uni Eropa. Konsep yang
sejauh ini berjalan di negara-negara tersebut adalah informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik hanya dihapuskan dari hasil pencarian search engine atau mesin pencari, namun
tidak dihapuskan dari sumber asalnya. Contohnya dapat kita lihat dalam Costeja Case[2],
Dalam Costeja Case, Mr. Mario Costeja adalah seorang warga negara Spanyol yang
badan perlindungan data pribadi Spanyol) untuk: (1) Meminta surat kabar La Vanguardia
menghapuskan berita terkait dirinya yang terpaksa menjual asetnya karena terlilit hutang; dan
(2) Meminta Google Spain dan Google Inc untuk menghapuskan tautan yang terkait dengan
berita tersebut. Permohonan tersebut diajukan karena berita yang dimuat oleh La Vanguardia
terjadi lebih dari satu dekade yang lalu dan sudah tidak relevan lagi dengan kondisinya
sekarang. Namun, setiap Mr. Costeja mencari namanya melalui mesin pencari, tautan ke
berita terkait Mr. Costeja di La Vanguardia tetap dapat diakses namun Google harus
menghapuskan tautan ke berita tersebut dari hasil mesin pencarinya. Google lalu membawa
kasus ini sampai ke European Court of Justice (“ECJ”, Pengadilan Eropa), namun ECJ dalam
pertimbangannya tetap menguatkan penetapan dari AEPD. Salah satu pertimbangan penting
dari ECJ dapat dilihat dalam putusannya, yang menyatakan “setiap individu memiliki hak –
dalam kondisi tertentu – untuk meminta mesin pencari menghapuskan tautan yang
mengandung informasi pribadi mereka. Hal ini berlaku ketika informasi tersebut sudah tidak
pengadilan terkait right to be forgotten ini. Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) a UU 19/2016, yang
Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk
Sehingga, dapat dikatakan bahwa cakupan right to be forgotten di Indonesia menjadi luas
karena bukan hanya search engine atau mesin pencari yang harus melakukan penghapusan
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Lebih lanjut terkait perbedaan ini dapat
dilihat di artikel berita Hukumonline 5 Alasan ICJR dan LBH Pers Tolak UU ITE Hasil
Revisi.
Dengan demikian, jika Anda ingin ‘dilupakan’ oleh internet, kini pemerintah Indonesia sudah
lengkapnya kita masih harus menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah yang akan
mengatur terkait right to be forgotten ini lebih lanjut. Kami sendiri akan melakukan
pembaharuan untuk jawaban ini jika Peraturan Pemerintah yang dimaksud sudah terbit.
Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikel Penerapan ‘Right To Be Forgotten’
Dasar Hukum:
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
[1] Press Release, June 22, 2010, (teks lengkap dari pernyataan Reding), dapat diakses secara
daring di http://europa.eu/rapid/pressReleasesAction.do?reference=SPEECH/10/327
[2] Case C-131/12, Google Spain SL, Google Inc. v. Agencia Española de Protección de
Datos (AEPD), Mario Costeja. González (May 13, 2014), dapat diakses secara daring di
http://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/HTML/?uri=CELEX:62012CJ0131&rid=14.
hasil perubahan telah resmi berlaku kemarin (28 November 2016). Di dalam perubahannya,
salah satunya diatur tentang “right to be forgotten” di Pasal 26 atau hak bagi seseorang untuk
1. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak
relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan
Ketentuan tersebut wajib dikritisi karena setidaknya beberapa alasan. Pertama, selama ini
mesin pencari (search engine) yang ada dalam internet, misalnya Google, bermanfaat untuk
mencari tahu rekam jejak (track record) seseorang atau badan hukum atau entitas yang lain.
Bagi kita sebagai warga negara, informasi atas rekam jejak seseorang, khususnya pejabat
publik, mantan pejabat, calon pejabat, badan publik maupun swasta, baik di dalam negeri
maupun internasional, sangat penting. Hal ini di antaranya untuk mengetahui bagaimana
rekam jejak yang bersangkutan dalam banyak hal, misalnya hak asasi manusia, lingkungan
Dengan adanya informasi itu, publik bisa mengetahui kualitas dan integritas yang
bersangkutan sehingga bisa dimanfaatkan, misalnya, untuk menentukan hak pilihnya dalam
pemilihan umum.
Kedua, ketentuan “right to be forgotten” tersebut bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu
untuk menghapus informasi yang sifatnya menjadi hak publik untuk tahu, atau dengan kata
lain dimanfaatkan untuk menyembunyikan informasi tentang dirinya agar rekam jejak
Dengan demikian, ketentuan tentang informasi apa yang eligible atau layak untuk
dihapuskan, harus diputuskan dengan hati-hati, cermat, dan obyektif, melalui penetapan
pengadilan.
Pada 2010, seorang warga negara Spanyol mengajukan gugatan terhadap media massa dan
atas informasi kasus yang masih ditemukan di Google, padahal kasus itu sudah dinyatakan
selesai (resolved) beberapa tahun yang lampau, sehingga informasi yang ada di Google
Pengadilan Spanyol kemudian meminta pendapat dari Pengadilan Uni Eropa, apakah
Peraturan tentang Perlindungan Data Uni Eropa 1995 berlaku untuk mesin pencari seperti
Google; apakah aturan itu berlaku untuk Google Spanyol mengingat bahwa server Google
berada di Amerika Serikat; dan apakah penggugat mempunyai hak untuk meminta agar data
Setelah berproses selama empat tahun, Pengadilan Uni Eropa dalam putusannya pada Mei
2014 menyatakan bahwa meskipun server Google ada di AS, ia terikat pada Peraturan tentang
Perlindungan Data Pribadi, karena Google mempunyai cabang di Spanyol; Google harus
mematuhi aturan tersebut; dan penggugat mempunyai hak untuk dilupakan (dalam kondisi
Namun Pengadilan Uni Eropa menegaskan, ketentuan untuk menghapus informasi tersebut
harus memenuhi persyaratan, yaitu jika informasi tersebut tidak akurat (inaccurate), tidak
Ketentuan lain yang sangat prinsipil yang ditegaskan oleh Pengadilan Uni Eropa adalah
bahwa “right to be forgotten” tidak bersifat absolut atau mutlak. Akan tetapi ia harus
seimbang dengan hak yang fundamental, yaitu hak atas informasi dan hak bagi media untuk
berekspresi.
Dengan demikian, tidak setiap informasi yang diminta untuk dihapus bisa memenuhi kriteria
right to be forgotten. Oleh karena itu, prinsip ini tidak bisa diterapkan secara umum atau
digeneralisasi, namun harus melalui asesmen kasus per kasus dengan mempertimbangkan hak
Untuk konteks Indonesia, kebebasan untuk mendapatkan informasi yang merupakan bagian
Publik, belum diimbangi dengan adanya Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi.
Padahal adanya undang-undang tersebut sangat penting agar ada keseimbangan antara
kebebasan di satu sisi dan perlindungan hak di sisi lain. Adanya perubahan atas UU tentang
ITE belum memadai, walaupun ada maksud untuk membatasi distribusi informasi yang
ketentuan tentang “right to be forgotten” tersebut dengan penjabaran dan analisis yang hati-
hati dan cermat berbasis pada prinsip dan norma HAM. Pemerintah harus melibatkan
partisipasi publik dalam perumusannya agar ada proses yang transparan dan partisipatif.
Hal ini agar ketentuan tentang right to be forgotten tidak menjadi bumerang bagi hak publik
untuk tahu dan hak media untuk berekspresi serta tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu
(RUU ITE) akan segera terealisasi menjadi Undang-undang, namun ada hal yang menarik
dalam penambahan pasal baru, yaitu pasal 26 mengenai "the right to be forgotten" atau Hak
Untuk Dilupakan.
Pertanyaannya adalah kenapa ada penambahan pasal baru, di pasal 26, yaitu : mengenai "the
right to be forgotten" atau Hak Untuk Dilupakan, tepatnya di pasal 26 ayat 4 berbunyi:
penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus informasi tidak relevan yang berada di
Ada peristiwa menarik yang menjadikan munculnya pasal 26 mengenai "the right to be
forgotten" atau Hak Untuk Dilupakan ini, berawal dari sebuah kasus di Spanyol, di mana
seorang pria bernama Mario Costeja, pada 2009 lalu, menggugat Google karena keberatan
namanya masih tercantum dalam hasil pencarian Google yang merujuk pada situs di sebuah
koran Spanyol tahun1998 yang mengabarkan secara detail utang Costeja hingga ia terpaksa
menjual propertinya.
Padahal, masalah hutang-piutang tersebut sudah selesai dalam beberapa tahun lalu. Dia pun
merasa hasil pencarian Google mengenai dirinya sudah tidak lagi relevan. Costeja pun
meminta harian Spanyol, La Vanguardia dan juga Google menghapus beritanya tersebut.
Namun permintaan tersebut tak diindahkan oleh La Vanguardia dan Google. Akhirnya,
Costeja mengajukan gugatan kepada Badan Perlindungan Data Spanyol dengan dalih telah
Otoritas Spanyol memerintahkan Google untuk menghapus tautan berita pada Juli 2010.
Namun Google menolak dan membawa perkara ini ke pengadilan dengan dasar bahwa
Google tidak boleh melakukan penyensoran atas materi yang telah dipublikasikan oleh
Koran.
Pengadilan Spanyol turut menolak gugatan Google, sehingga Google membawa perkara ini
ke European Union Court of Justice. Dan, dalam putusannya pada 13 Mei 2014, pengadilan
Uni Eropa justru memenangkan tuntutan Costeja dan memerintahkan Google untuk
menghapus data pribadi yang sudah tidak relevan dan kadaluara dari hasil pencariannya.
Meski kasus ini berawal dari sebuah kasus di Spanyol dan melibatkan Google, tapi putusan
atas kasus ini juga diterapkan terhadap 28 negara anggota Uni Eropa dan seluruh mesin
pencari yang beroperasi di Negara-negara Uni Eropa termasuk Yahoo dan Bing.
Bagaimana di Indonesia ?
Di Indonesia, pasal mengenai hak untuk dilupakan merupakan pasal inisiatif Komisi I DPR
RI. Dan pemerintahpun turut menyetujui adanya pasal hak Untuk Dilupakan ini.
"Bila informasinya sudah tidak relevan, maka tidak boleh diberitakan terus menerus.
Sehingga belajar dari kasus di Spanyol, tidak apa jika kejadian tersebut hanya dijadikan
sebagai background story, yang penting tidak dipakai untuk menjatuhkan reputasi. Namun
saat ini banyak status di sosial media, ditayangkan dalam upaya menjatuhkan nama baik
seseorang, namun justru menggunakan berita lama yang sudah tidak relevan. Dengan adanya
Aturan serta mekanisme tentang Hak untuk dilupakan ini masih dibahas secara detail dalam
Peraturan Pemerintah (PP), karena harus dijelaskan ke publik secara detail, karena nantinya
Dalam Dunia maya atau Dunia Internet saat ini bisa menghasilkan kejahatan atau dikenal
dengan "cyber crime" sehingga lahir UU ITE. Pada awalnya UU ITE menjadi "cyber law"
bagi terjadinya "cyber crime" namun memunculkan polemik khususnya sejumlah rumusan
banyak kalangan berharap bahwa revisi UU ITE ini tidak ada lagi melakukan pengekangan
dengan mengatasnamakan pencemaran nama baik. Agar kedepan tidak ada lagi aktivis,
blogger dan orang yang mengemukakan pendapatnya diseret ke ranah hukum setelah
demokrasi, namun kita harus hormati tatanan sosial. Hukum yang berlaku harus lindungi
kepentingan sosial.
Sebahgian banyak orang yang terlibat di Dunia Internet mengemukakan bahwa Keamanan
data pribadi sangat penting sehingga antisipasi kebocoran mutlak diperlukan, sehingga
pencemaran nama baik harus diterapkan secara cermat dan profesional oleh penegak hukum.
Penggalakkan Program internet sehat dengan memutuskan konten ilegal dan sesegera
Di banyak negara, penerapan hak untuk dilupakan hanya sebatas pada mesin pencari (search
engine) sementara di Indonesia penghapusan langsung terhadap konten yang tidak relevan.
Secara konteks, cakupan informasi atau dokumen elektronik yang dapat dimohonkan
penghapusan di Indonesia juga lebih luas, tak hanya terkait data pribadi.
Ini Bedanya Konsep Right to be Forgotten di Indonesia dengan Negara Lain Ilustrasi: HGW
BERITA TERKAIT
UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak hanya mengubah ancaman pidana pada
Pasal 27 ayat (3), namun juga terdapat penambahan norma baru mengenai ketentuan hak
Indonesia boleh bangga lantaran menjadi negara Asia pertama yang menerapkan konsep
tersebut. Konsep yang diadopsi dari negara-negara Uni Eropa ini agaknya tak akan sama
persis saat diimplementasikan. Lantas, bagaimana sebetulnya penerapan konsep ini untuk di
Indonesia?
di Indonesia akan berbeda dengan negara lain. Penghapusan konten di Uni Eropa atau Rusia
atau negara lainnya yang menerapkan hanya dilakukan sebatas dalam mesin pencari (search
“Di Eropa maupun Argentina, yang wajib melakukan penghapusan adalah mesin pencarinya.
Itu beda the right to be forgotten di Indonesia dengan negara lain,” kata Teguh kepada
mesin pencari (search engine). Penghapusan konten yang dianggap tidak relevan berdasarkan
memegang kendali langsung atas suatu konten tertentu.(Baca Juga: Penerapan ‘Right to be
Hal tersebut tegas disebut dalam Pasal 26 ayat (3) revisi UU ITE: “Setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan”. Frasa ‘berada di bawah kendalinya’ menjadi penegasan
“Pasal 26 itu konten yang berada di bawah kendalinya. Karena tidak semua konten berada di
Selain itu, perbedaan penerapan right to be forgotten yang lain adalah soal luasnya cakupan
informasi atau dokumen elektronik yang dapat dimohonkan penghapusan oleh seseorang.
Dalam revisi UU ITE, konten yang dapat dimohonkan penghapusan tak hanya mengenai
konten yang berkaitan dengan data pribadi, namun lebih luas dari hal itu. Apapun informasi
atau dokumen elektronik sepanjang dinilai tidak relevan, maka yang bersangkutan dapat
Sementara itu, Dosen Hukum Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran (FH Unpad), Sinta Dewi Rosadi menjelaskan bahwa cakupan
penerapan right to be forgotten di negara-negara Uni Eropa dilakukan secara sangat sempit,
yakni khusus pada konten yang terkait dengan data pribadi. Penerapan tersebut sejalan
dengan klasifikasi hak untuk dilupakan ini dalam rezim perlindungan data pribadi. (Baca
“Tapi di Indonesia dimasukan dalam UU ITE padahal di RUU Perlindungan Data sudah kita
masukan sebagai salah satu prinsip dasar. Pertama, data itu sudah tidak akurat, kedua data itu
sudah tidak relevan, ketiga data itu dimunculkan secara berlebih dan tidak tepat saji. Nah, itu
dengan menghapus konten dari penyedia sistem elektronik asalnya. Dalam arti, konten yang
dimintakan right to be forgotten hanya dibuat agar sulit diakses oleh siapapun apabila dicari
melalui search engine. Sedangkan, konten tersebut tetap ada atau tersimpan pada direktori
Dikatakan Sinta, implementasi right to be forgotten dalam revisi UU ITE terbaru ini agaknya
tidak mengadopsi konsep yang dilakukan negara-negara Uni Eropa dimana sangat strict
hanya pada konten perlindungan data pribadi. Ambil contoh di sejumlah negara bagian
Amerika Serikat misalnya, kelaziman regulasi negara bagian Amerika Serikat ada yang
memperluas cakupan right to be forgotten, misal untuk kasus-kasus pencemaran nama baik
(defamation).
“Amerika tidak memiliki UU Perlindungan Data Pribadi. Personal data itu konteks Uni
Eropa. Secara global, yang sudah memiliki UU Perlindungan Data Pribadi ada 105 negara.
Terakhir Turki, mereka mengadopsi pendekatan dari EU (Uni Eropa). The right to be
Perlindungan data pribadi adalah informasi yang betul tentang seseorang tetapi tidak boleh
diekspos karena melanggar kenyamanannya. Sedangkan, pencemaran nama baik itu adalah
informasi yang tidak betul biasanya berupa fitnah, kebohongan, atau menurunkan reputasi
seseorang.
“Jadi, ini memang dua rezim yang sama sekali beda. Tapi, karena ini sudah masuk dalam UU
ITE, mau tidak mau ini jadi diperluas the right to be forgotten,” ujar Sinta menyayangkan.
Untuk diketahui, konsep right to be forgotten merupakan usulan dari sejumlah fraksi Komisi I
DPR sewaktu membahas revisi UU ITE. Konsep itu sempat dikritik keras oleh sejumlah LSM
salah satunya oleh Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin. Ia menilai
pasal 26 ayat (3) menjadi persoalan baru. (Baca Juga: 5 Alasan ICJR dan LBH Pers Tolak
Menurutnya, ketentuan itu dapat menjadi alat ganda bagai pemerintah selain kewenangan lain
yakni penyaringan konten sebagaimana diatur dalam Pasal 40 revisi UU ITE. “Praktik di
Eropa, the right to be forgotten masih menjadi perdebatan serius meski implementasinya
hanya terhadap mesin pencari (search engine) dan tidak termasuk situs ataupun aplikasi
bahwa konsep right to be forgotten bukanlah ‘pasal sisipan’ yang sengaja didorong oleh
fraksi Komisi I DPR jelang pembahasan akhir revisi UU ITE. “Dari teman PAN usul, saya
langsung dukung. Kita buat right to be forgotten,” katanya kepada Hukumonline di Kampus
Politisi PDI Perjuangan tersebut menjelaskan bahwa usulan dibahas menjelang terakhir
karena dari awal pembahasan sangat intens merumuskan pasal-pasal yang diusulkan oleh
pemerintah, misalnya mengenai penurunan ancaman pidana pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE
yang lama. Setelah selesai, barulah kemudian usulan dari parlemen mulai coba dilontarkan
Arah penerapan konsep right to be forgotten sendiri, kata Evi, sebagai upaya memberikan
perlindungan bagi korban fitnah agar dihapus akses terhadap informasi elektronik yang
dianggap tidak benar sesuai penetapan pengadilan. Penghapusan semua konten dilakukan
untuk semua data yang tidak benar di internet setelah dibuktikan di pengadilan karena
tujuannya untuk membersihkan nama baik seseorang yang terbukti tidak bersalah di
pengadilan.
“Ini pasal tambahan yang disepakati DPR dan pemerintah,” tegas Evi.
Terlepas dari hal itu, konsep asal right to be forgotten sendiri yang banyak dirujuk adalah
terkait sengketa data pribadi antara Mario Costeja Vs. Google di Spanyol dimana yang
menjadi pokok sengketa adalah mengenai informasi pribadi masa lalu Mario yang
menyatakan bahwa dia bangkrut lalu menjual rumahnya lewat lelang untuk membayar
utangnya.
Beberapa waktu kemudian, ia ditolak bank ketika mengajukan pinjaman karena informasi
masa lalunya yang menjual rumah lewat lelang karena bankrut. Singkatnya, pengadilan
menyetujui sengketa tersebut dan memenangkan Mario. Lain di Indonesia lain pula di
negara-negara lain. Ketentuan mengenai perlindungan terhadap hak pribadi ini kebanyakan
Saat ini, Indonesia kebetulan mengadopsi right to be forgotten dalam UU ITE meskipun nafas
awalnya akan diatur lewat RUU Perlindungan Data Pribadi. Di beberapa negara lain,
kebanyakan diatur dalam aturan yang lebih spesifik. Sebutlah misalnya di Inggris (UK
Rehabilitation Act), Perancis (le droit a l’oubli), Jerman (Lebach decision), hingga Swiss (R.
salah satunya mengenai upaya memberikan perlindungan hak pribadi seseorang terkait
informasi atau dokomen elektroniknya. Menurut Teguh, efektivitas perlindungan hak pribadi
Teguh. (Baca Juga: Right to be Forgotten, Lahir Prematur dalam UU ITE Baru)
Kata Teguh, kewenangan pemutusan akses oleh Kominfo secara teknis hanya Geo Blocking,
artinya suatu konten hanya terblokir sebatas wilayah Indonesia. Apabila diakses dari luar
Indonesia, maka konten tersebut masih tetap bisa diakses. Boleh jadi, secara efektivitas tidak
terlalu berdampak namun setidaknya bisa meredam upaya akses dari siapapun agar hak
Kondisi seperti itu nyatanya terjadi di negara-negara Uni Eropa. Kata Sinta, praktik di sana
mulanya terhambat persoalan teknis saat take down suatu konten. Mayoritas perusahaan
search engine yang berasal dari luar Uni Eropa itulah yang sempat menjadi tantangan. Jalan
keluarnya, regulasi terkait perlindungan data pribadi di Eropa mengikat bahwa perusahaan
search engine sepanjang punya kantor perwakilan tunduk terhadap ketentuan right to be
forgotten.
“Dalam praktiknya di Eropa pun ini masih sulit, banyak pro dan kontranya,” kata Sinta.
Saat ini, Perusahaan search engine di Uni Eropa dianggap sebagai pengelola konten (data
controller) yang akhirnya berdampak terhadap kewajiban mereka menelaah informasi atau
sudah berapa banyak informasi yang dia hapus. Setelah kejadian 2012 itu hampir puluhan
ribu (dihapus). Facebook sudah 15.260 informasi yang sudah di-take down. Search engine
sekarang mau tidak mau harus mengeluarkan transparency report bahwa dia sudah comply
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt586214ee33609/ini-bedanya-konsep-iright-to-be-
forgotten-i-di-indonesia-dengan-negara-lain
utusan ini tidak memberikan semua-jelas bagi orang-orang atau organisasi untuk memiliki
konten dihapus dari web hanya karena mereka merasa nyaman. Jauh dari itu. Ini panggilan
untuk keseimbangan antara kepentingan yang sah dari pengguna internet dan hak-hak dasar
"Search engine seperti Google dan perusahaan lain yang terkena dampak mengeluh keras.
Tapi mereka harus ingat ini: data pribadi penanganan warga membawa manfaat ekonomi
yang besar kepada mereka. Itu juga membawa tanggung jawab. Ini adalah dua sisi mata uang
yang sama, Anda tidak dapat memiliki satu tanpa yang lain.
"Seperti putusan Mahkamah, reformasi berupaya keseimbangan yang adil dari hak:
memberdayakan warga untuk mengelola data pribadi mereka saat eksplisit melindungi
menyimpang dari hak untuk dilupakan untuk mendiskreditkan reformasi proposal bermain
palsu. Kita tidak harus jatuh untuk ini. Memang, kita harus terus bekerja keras untuk
memastikan aturan baru yang diadopsi sesegera mungkin. Eropa membutuhkan mereka
kerja. Dan perlu mereka untuk memastikan bahwa hak-hak warganya ditegakkan dan
dilindungi.
"Negosiasi reformasi perlindungan data telah berlangsung selama lebih dari dua setengah
tahun. Mereka telah membuat kemajuan yang baik. Tapi ada banyak pekerjaan yang harus
dilakukan. Kepala Negara dan Pemerintahan telah berkomitmen untuk kesimpulan cepat dari
negosiasi beberapa kali. Di Dewan Eropa pada akhir Juni, mereka menegaskan pentingnya
mengadopsi "kerangka Perlindungan Data General Uni Eropa yang kuat oleh 2015".
"Saya mendesak negara-negara anggota: menempel tujuan ini. Jadilah ambisius dan
membantu memberikan Eropa aturan perlindungan data yang dibutuhkan. Dunia tidak akan
menunggu kita.
“Saya sangat senang berada di sini bersama Anda. Pada saat Anda mengundang saya untuk
konferensi ini, Anda pasti tidak membayangkan bahwa saya akan alamat Anda sebagai
komisaris untuk keadilan, hak-hak dasar dan kewarganegaraan. Saya juga tidak!
“Bagaimana berguna bahwa peran baru ini telah memberi saya tanggung jawab untuk sebuah
proyek besar Eropa yang sangat penting untuk Anda. Aku bisa karena hari ini memberikan
beberapa wawasan tentang seberapa jauh kita telah datang - dan apa yang kita masih
memiliki depan kita. Saya tentu saja berbicara tentang reformasi aturan Uni Eropa pada
"Komisi Eropa telah bekerja untuk, kerangka modern yang kuat untuk sementara waktu
sekarang - itu dimulai jauh sebelum Edward Snowden dan banjir wahyu mata-mata membuat
perlindungan data modis. pendahulu saya Viviane Reding berjuang keras untuk memajukan
"Untungnya, Parlemen Eropa mengakui pentingnya reformasi ini sangat awal. Ini ditemukan
kompromi yang luas, mendukung usulan Komisi. Negara anggota telah lebih lambat. Tapi
mereka memiliki - terlambat - mulai bergerak maju, menyepakati sejumlah prinsip penting.
"Tapi sama seperti bekerja pada reformasi ini telah mengambil kecepatan dan urgensi,
pencela mencoba untuk melemparkan kunci pas baru dalam karya. Mereka mencoba untuk
menggunakan putusan terbaru oleh Pengadilan Eropa di sebelah kanan untuk dilupakan untuk
melemahkan reformasi kita. Mereka punya itu salah. Dan aku tidak akan membiarkan mereka
menyalahgunakan putusan penting ini untuk menghentikan kita dari membuka pasar tunggal
digital untuk perusahaan kami dan menempatkan di tempat perlindungan yang lebih kuat bagi
warga kami.
"Itulah yang saya ingin berbicara dengan Anda tentang hari ini: yang berkuasa dan
implikasinya (1), peluang reformasi perlindungan data kami akan membuat untuk bisnis (2)
dan manfaat kita semua akan menuai dari menjaga hak dasar warga negara Eropa 'untuk
perlindungan data pribadi mereka dan membangun kembali kepercayaan mereka (3).
meningkatkan prospek sensor di internet. Mengklaim bahwa yang berkuasa dan implikasinya
media yang mengkhawatirkan banyak dari Anda. Sebagai seseorang yang telah terlibat dalam
"Tapi kita tidak harus bingung dengan semua kebisingan. Sebuah analisis mabuk putusan
menunjukkan bahwa hal itu sebenarnya tidak mengangkat hak untuk dilupakan untuk "super
bahwa individu memiliki hak untuk meminta perusahaan yang beroperasi mesin pencari
untuk menghapus link dengan informasi pribadi tentang mereka - dalam kondisi tertentu. Hal
ini berlaku ketika informasi tidak akurat, misalnya, atau tidak memadai, tidak relevan, usang
atau berlebihan untuk keperluan pengolahan data. Pengadilan eksplisit memutuskan bahwa
hak untuk dilupakan adalah tidak mutlak, tetapi itu akan selalu harus seimbang terhadap hak-
hak dasar lainnya, seperti kebebasan berekspresi dan kebebasan media - yang, by the way,
"Ini berarti bahwa setiap kasus harus dinilai pada kemampuannya sendiri. Faktor yang harus
pribadi individu dan kepentingan masyarakat dalam memiliki akses ke informasi tersebut.
Peran yang orang yang meminta penghapusan memainkan dalam kehidupan publik mungkin
juga relevan. Dan setelah semua, ini adalah tentang permintaan untuk menghapus link yang
tidak relevan atau ketinggalan jaman, bukan konten yang mereka menyebabkan.
"Singkatnya: Putusan ini tidak memberikan semua-jelas untuk orang atau organisasi untuk
memiliki konten dihapus dari web hanya karena mereka merasa nyaman. Jauh dari itu. Ini
panggilan untuk keseimbangan antara kepentingan sah pengguna internet dan hak-hak dasar
warga negara. Keseimbangan yang harus ditemukan dalam setiap kasus. Ini mungkin tidak
selalu mudah. Kadang-kadang mungkin memang sulit. Tapi tidak lebih atau kurang sulit
"Search engine seperti Google dan perusahaan lain yang terkena dampak mengeluh keras.
Tapi mereka harus ingat ini: data pribadi penanganan warga membawa manfaat ekonomi
yang besar kepada mereka. Itu juga membawa tanggung jawab. Ini adalah dua sisi mata uang
yang sama, Anda tidak dapat memiliki satu tanpa yang lain.
"Hal ini juga berguna dalam konteks ini untuk mengingat bahwa baik Komisi maupun
Pengadilan baru saja diciptakan hak untuk dilupakan. Sudah ada, itu diabadikan dalam
Directive Perlindungan Data Uni Eropa dari 1995. Tujuan dari reformasi yang diusulkan oleh
Komisi adalah untuk memperbarui prinsip ini dan mengklarifikasi untuk era digital -
misalnya dengan membuat jelas bahwa aturan Uni Eropa telah diterapkan oleh semua
perusahaan yang menawarkan produk dan layanan kepada konsumen Eropa, apakah mereka
memberdayakan warga untuk mengelola data pribadi mereka saat eksplisit melindungi
kebebasan berekspresi dan media. Tidak ada yang bisa memiliki sebuah artikel koran dihapus
"Mereka yang mencoba menggunakan gagasan menyimpang dari hak untuk dilupakan untuk
mendiskreditkan reformasi proposal bermain palsu. Kita tidak harus jatuh untuk ini. Memang,
kita harus terus bekerja keras untuk memastikan aturan baru yang diadopsi sesegera mungkin.
dan penciptaan lapangan kerja. Dan perlu mereka untuk memastikan bahwa hak-hak
"Anda semua tahu nilai ekonomi yang sangat besar data. Di 2011, data warga Uni Eropa
senilai EUR 315 miliar. Ini memiliki potensi untuk tumbuh hampir EUR 1 triliun 2020.
Belum sepenuhnya membuka nilai dari data, kita harus memastikan kami memiliki pasar
tunggal digital yang benar. reformasi kita tidak hanya itu. Ini adalah pembuka pasar.
"Mengapa? Karena menggantikan kerangka peraturan terfragmentasi dan rumit dengan satu
set yang jelas aturan. bisnis saat ini dihadapkan dengan 28 yang berbeda, sering bertentangan
hukum nasional. Peraturan kami akan membangun satu, hukum pan-Eropa untuk
"Apa yang lebih, dengan reformasi kami, perusahaan akan di masa depan hanya harus
berurusan dengan satu otoritas pengawas tunggal, tidak 28. Ini akan membuatnya lebih
sederhana dan lebih murah bagi perusahaan untuk melakukan bisnis di Uni Eropa - terutama
untuk perusahaan kecil dan start-up, yang akan lebih mudah untuk masuk ke pasar baru. Dan,
seperti yang saya telah menunjukkan, reformasi akan membuat tingkat lapangan bermain
untuk industri digital Eropa: perusahaan yang berlokasi di negara-negara ketiga seperti
Amerika Serikat, saat menawarkan jasa untuk Eropa, harus bermain dengan aturan kami dan
mematuhi tingkat yang sama perlindungan data pribadi sebagai pesaing mereka di Eropa.
"Dalam pasar tunggal untuk data, aturan identik di atas kertas tidak akan cukup. Kita harus
memastikan bahwa aturan ditafsirkan dan diterapkan dengan cara yang sama di mana-mana.
masih akan diambil oleh otoritas perlindungan data nasional. Tapi kita harus merampingkan
kerjasama masalah dengan implikasi untuk seluruh Uni Eropa. layanan internet atau aplikasi
smartphone tidak berhenti di perbatasan nasional. Oleh karena itu sering frustrasi bagi warga
negara dan bisnis ketika mereka dihadapkan dengan keputusan peraturan yang berbeda dan
tingkat perlindungan yang berbeda mengenai layanan yang sama atau aplikasi. Mekanisme
konsistensi adalah salah satu solusi yang kami telah dimasukkan ke dalam tempat untuk
keluhan mereka kepada otoritas lokal mereka. Itu akan membuat lebih mudah bagi konsumen
untuk berdiri perusahaan-perusahaan internet besar. Hanya berpikir dari siswa Austria Max
Schrems yang baru saja meluncurkan gugatan class action dengan peserta 25,000 terhadap
Facebook atas cara menangani data pengguna. Dia telah terkunci dalam pertarungan dengan
Facebook selama bertahun-tahun - dan ia telah dipaksa untuk tetap bepergian ke Irlandia
karena itu adalah di mana kantor pusat Eropa perusahaan berada. Di masa depan, orang
"Reformasi perlindungan data kami adalah sebuah blok bangunan utama dari pasar tunggal
digital. Sebuah set aturan di sektor penting, yang diterapkan secara konsisten.
"Namun membuka pasar dan menciptakan peluang untuk bisnis tidak cukup. pengguna
internet harus mendapatkan kembali kepercayaan diri mereka. Hanya jika orang bersedia
memberikan data pribadi mereka akan perusahaan memetik hasil penuh pasar tunggal digital
kami.
“Dan di sini adalah masalah: pada saat ini, kepercayaan masyarakat dengan cara perusahaan
swasta menangani data mereka rendah. 92% dari Eropa prihatin tentang ponsel aplikasi
mengumpulkan data mereka tanpa persetujuan mereka. Dan 89% dari orang mengatakan
mereka ingin tahu kapan data pada smartphone mereka sedang bersama dengan pihak ketiga.
"Spionase wahyu, serta keamanan yang tinggi-profil dan pelanggaran data alasan penting
untuk kurangnya kepercayaan. reformasi perlindungan data kami memiliki bagian untuk
bermain dalam membangun kembali kepercayaan diri. Aturan baru akan menempatkan warga
kembali kontrol dari data mereka, dalam beberapa cara. Terlepas dari kanan untuk dilupakan,
akan ada hak untuk portabilitas data yang yang akan membuat lebih mudah bagi konsumen
untuk mentransfer data mereka antara penyedia layanan. Dan ketika persetujuan warga
diperlukan untuk memproses data mereka, mereka harus diminta untuk memberikan secara
eksplisit.
“Selain itu, 'privasi dengan desain' dan 'privasi dengan default' akan menjadi prinsip penting
dalam aturan perlindungan data Uni Eropa. Ini berarti bahwa perlindungan perlindungan data
harus dibangun ke dalam produk dan layanan dari tahap awal pembangunan, dan bahwa
privasi ramah pengaturan default harus menjadi norma, misalnya di jaringan sosial.
“Aspek lain yang signifikan dari reformasi adalah pendekatan baru untuk sanksi. Orang perlu
melihat bahwa hak-hak mereka ditegakkan dengan cara yang berarti. Jika sebuah perusahaan
telah melanggar aturan, ini harus memiliki konsekuensi serius. Namun sejauh ini, denda
otoritas perlindungan data Eropa bisa memaksakan sangat rendah. Untuk raksasa seperti
bisa mencapai sebanyak 2% dari omset tahunan global perusahaan. Menunjukkan warga
bahwa kerangka perlindungan data yang kuat Uni Eropa secara efektif melindungi dan
terkekang data. Aturan harus memastikan bahwa data warga negara Uni Eropa akan
ditransfer ke pihak penegak hukum non-Eropa hanya atas dasar subjek kerangka hukum yang
"Reformasi kami akan dengan demikian tidak hanya membuka pasar untuk bisnis, juga akan
membantu mereka untuk menaklukkan pasar ini dengan membantu membangun kembali
kepercayaan warga. Dan semakin banyak, perusahaan mulai memahami bahwa kepercayaan
adalah kunci - misalnya, peningkatan jumlah perusahaan yang menyediakan layanan yang
memungkinkan pengguna pilihan untuk menyimpan data mereka di Eropa. perlindungan data
adalah model bisnis baru. Ini adalah titik penjualan di mana Eropa dapat membuat perbedaan.
Penutup
"Sekali lagi, bisnis sehingga bergerak lebih cepat dari mesin politik. Sudah saatnya bagi
data telah berlangsung selama lebih dari dua setengah tahun. Mereka telah membuat
kemajuan yang baik. Tapi ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Kepala Negara dan
Pemerintahan telah berkomitmen untuk kesimpulan cepat dari negosiasi beberapa kali. Di
Dewan Eropa pada akhir Juni, mereka menegaskan pentingnya mengadopsi kerangka
"Saya mendesak negara-negara anggota: menempel tujuan ini. Jadilah ambisius dan
membantu memberikan Eropa aturan perlindungan data yang dibutuhkan. Dunia tidak akan
menunggu kita. Kita tidak bisa menunda peluang yang signifikan tersebut untuk pertumbuhan
dan menjalankan risiko memiliki orang lain '- lemah - standar dipaksakan pada kami oleh
orang lain. Kami membutuhkan kerangka perlindungan data yang kuat, modern, dan kita
3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
hasil perubahan telah resmi berlaku kemarin (28 November 2016). Di dalam perubahannya,
salah satunya diatur tentang “right to be forgotten” di Pasal 26 atau hak bagi seseorang untuk
1. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak
relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan
Ketentuan tersebut wajib dikritisi karena setidaknya beberapa alasan. Pertama, selama ini
mesin pencari (search engine) yang ada dalam internet, misalnya Google, bermanfaat untuk
mencari tahu rekam jejak (track record) seseorang atau badan hukum atau entitas yang lain.
Read more
Bagi kita sebagai warga negara, informasi atas rekam jejak seseorang, khususnya pejabat
publik, mantan pejabat, calon pejabat, badan publik maupun swasta, baik di dalam negeri
maupun internasional, sangat penting. Hal ini di antaranya untuk mengetahui bagaimana
rekam jejak yang bersangkutan dalam banyak hal, misalnya hak asasi manusia, lingkungan
Dengan adanya informasi itu, publik bisa mengetahui kualitas dan integritas yang
bersangkutan sehingga bisa dimanfaatkan, misalnya, untuk menentukan hak pilihnya dalam
pemilihan umum.
Kedua, ketentuan “right to be forgotten” tersebut bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu
untuk menghapus informasi yang sifatnya menjadi hak publik untuk tahu, atau dengan kata
lain dimanfaatkan untuk menyembunyikan informasi tentang dirinya agar rekam jejak
Dengan demikian, ketentuan tentang informasi apa yang eligible atau layak untuk
dihapuskan, harus diputuskan dengan hati-hati, cermat, dan obyektif, melalui penetapan
pengadilan.
Read more
Pada 2010, seorang warga negara Spanyol mengajukan gugatan terhadap media massa dan
atas informasi kasus yang masih ditemukan di Google, padahal kasus itu sudah dinyatakan
selesai (resolved) beberapa tahun yang lampau, sehingga informasi yang ada di Google
Ia lantas mengajukan permohonan supaya pengadilan meminta media massa dan Google
Pengadilan Spanyol kemudian meminta pendapat dari Pengadilan Uni Eropa, apakah
Peraturan tentang Perlindungan Data Uni Eropa 1995 berlaku untuk mesin pencari seperti
Google; apakah aturan itu berlaku untuk Google Spanyol mengingat bahwa server Google
berada di Amerika Serikat; dan apakah penggugat mempunyai hak untuk meminta agar data
Setelah berproses selama empat tahun, Pengadilan Uni Eropa dalam putusannya pada Mei
2014 menyatakan bahwa meskipun server Google ada di AS, ia terikat pada Peraturan tentang
Perlindungan Data Pribadi, karena Google mempunyai cabang di Spanyol; Google harus
mematuhi aturan tersebut; dan penggugat mempunyai hak untuk dilupakan (dalam kondisi
harus memenuhi persyaratan, yaitu jika informasi tersebut tidak akurat (inaccurate), tidak
Ketentuan lain yang sangat prinsipil yang ditegaskan oleh Pengadilan Uni Eropa adalah
bahwa “right to be forgotten” tidak bersifat absolut atau mutlak. Akan tetapi ia harus
seimbang dengan hak yang fundamental, yaitu hak atas informasi dan hak bagi media untuk
berekspresi.
Dengan demikian, tidak setiap informasi yang diminta untuk dihapus bisa memenuhi kriteria
right to be forgotten. Oleh karena itu, prinsip ini tidak bisa diterapkan secara umum atau
digeneralisasi, namun harus melalui asesmen kasus per kasus dengan mempertimbangkan hak
Untuk konteks Indonesia, kebebasan untuk mendapatkan informasi yang merupakan bagian
Publik, belum diimbangi dengan adanya Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi.
Padahal adanya undang-undang tersebut sangat penting agar ada keseimbangan antara
kebebasan di satu sisi dan perlindungan hak di sisi lain. Adanya perubahan atas UU tentang
ITE belum memadai, walaupun ada maksud untuk membatasi distribusi informasi yang
ketentuan tentang “right to be forgotten” tersebut dengan penjabaran dan analisis yang hati-
hati dan cermat berbasis pada prinsip dan norma HAM. Pemerintah harus melibatkan
partisipasi publik dalam perumusannya agar ada proses yang transparan dan partisipatif.
Hal ini agar ketentuan tentang right to be forgotten tidak menjadi bumerang bagi hak publik
untuk tahu dan hak media untuk berekspresi serta tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu