Anda di halaman 1dari 38

TUHAN DALAM PEMIKIRAN M.

QURAISH SHIHAB

Oleh : Ali Sibramalisi


NIM : 212141006

Pembimbing :
Dr. Kholid Al Walid

Tesis ini Diajukan Sebagai Persyaratan Menyelesaikan


Program Studi Strata Dua
Untuk memperoleh Gelar Magister Ushuluddin
Bidang Studi Fisafat Islam

PROGRAM MAGISTER FILSAFAT ISLAM


ISLAMIC COLLEGE FOR ADVANCED STUDIES - ICAS
UNIVERSITAS PARAMADINA
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur disampaikan kepada Allah swt, Tuhan alam
semesta, dengan rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan kepada kami yang
tidak terhingga, kami dapat menyelesaikan program Studi Magister dalam bidang
filsafat Islam pada Universitas Paramadina yang bekerjasama dengan Islamic
College for Advanced Studies di Jakarta.
Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan kepada baginda mulia
Rasululllah saw. dan kepada para keluarganya yang suci dan mulia, juga kepada
sahabat-sahabat utama, yang telah mengorbankan jiwa raga, harta benda dan
perhatiannya demi penyebaran ajaran Allah kepada umat manusia di seluruh
penjuru dunia, dan secara khusus bahwa ajaran tersebut sampai kepada kami
sehingga kami dapat mengenal Islam dan mempelajarinya, kemudian kami
mempelajari ilmu filsafat Islam yang telah sampai kepada kami atas perjuangan
para ulama’ dan filosof.
Selanjutnya kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua dosen
dan para pengajar pada Universitas Paramadina dan Islamic College for Advanced
Studies (ICAS) yang telah mengajar dan memberikan kuliah kepada kami, mereka
telah menyisihkan waktunya untuk membimbing dan memberikan ilmu
pengetahuan kepada kami, berkat jasa dan peran mulia mereka dalam
melaksanakan program pendidikan, kami pun berhasil menyelesaikan program
Magister Ilmu Filsafat Islam, semoga mereka selalu dalam bimbingan Allah dan
selalu mendapatkan ridha dari pada-Nya.
Secara khusus kami menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Mofid Hoseini Kouhsari sebagai Director ICAS Jakarta di Jakarta
yang telah berjuang dan memberikan perhatiannya kepada ICAS Jakarta
sehingga dapat menjalankan program pendidikan di Jakarta Indonesia.
2. Dr. Kholid Al-Walid sebagai Ketua Program Pendidikan ICAS Jakarta, yang
telah memberikan banyak perhatiannya kepada ICAS Jakarta, dan sebagai
dosen pembimbing kami dalam penulisan tugas kuliah penulisan tesis.
3. Semua dosen dan para pengajar yang telah memberi dan membagi ilmunya
kepada kami sehingga kami memperoleh ilmu pengetahuan lebih tinggi
tentang Islam. Secara khusus mereka yang telah meluluskan kami dalam
sidang tesis : Dr. Umar Shahab, Dr. Abd. Aziz Abbocy dan Dr. Ammar
Fauzi.
4. Istri tercinta dan anak-anak tersayang kami yang dengan tulus dan ikhlas
mereka mendukung dan membantu kami dalam mengikuti program
perkuliahan selama kurang lebih 3 (tiga) tahun. Atas khidmat dan bantuan
mereka kami dapat menyelesaikannya semoga Allah swt memberikan
perlindungan dan ridla-Nya kepada mereka, dan mereka ditulis oleh Allah
sebagai hamba-hamba yang shaleh dan selalu dalam perlindungan dan
penjagaan-Nya sepanjang masa dan mereka mendapatkan berkah dan ridla-
Nya.
5. Semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan program
perkuliahan dan dengan jadwal yang terencana kami dapat menyelasaikannya.
Semoga Allah berkenan memberikan pahala balasannya kepada mereka dan
mendapatkan ridla dari pada-Nya.
Terima kasih setinggi-tingginya kami sampaikan kepada mereka, semoga
Allah membalasnya dengan balasan yang lebih utama dan mendapatkan ridha-Nya
di dunia dan di akhirat.

Jakarta, 02 Maret 2015

Ali Sibramalisi
ABSTRAK

Mengenal Tuhan harus dengan argumentasi yang benar, banyak umat


beragama berbicara tentang Tuhan tidak dengan argumentasi yang benar dan
tanpa dasar rasionalitas yang benar, sehingga tidak melahirkan keyakinan yang
kuat, karena itu kajian tentang Tuhan harus selalu dilakukan dan upaya
memberikan argumentasi rasional dan filosofis tentang pengetahuan atas Tuhan
harus selalu dilakukan dan dipahamkan kepada seluruh manusia.
Tuhan yang maha esa adalah Allah swt, Tuhan yang maha mutlak, zat
wajib al wujud, yang memberi wujud kepada alam semesta, Dia sebagai sebab
hakiki pada wujud dan eksistensi alam semesta, Dia hadir secara jelas dalam
benak semua manusia. Sebagai wujud mutlak yang maha sempurna, maka Tuhan
adalah hakikat wujud dari alam semesta, seluruh wujud adalah manifestasi-Nya
yang tidak terpisah dari pada-Nya. Karena wujud adalah satu, tidak terdiri dari
unsur dan tidak berbilang, maka segala sesuatu sebagai manifestasi-Nya.
Melalui studi library, analisis komparatif terhadap pemikiran M. Quraish
Shihab dan berbagai pandangan para ulama, filosof dan irfan dapat dipahami
bahwa manusia dapat membuktikan wujud Tuhan dan menegaskan keesaan-Nya
dengan mengamati dan memperhatikan realitas alam semesta sebagai ayat-ayat
kauniyah, yang membuktikan wujud-Nya yang Maha Esa. Selain itu manusia juga
dapat menegaskan eksistensi-Nya dengan hati nurani yang tercerahkan dan
mendapatkan pencerapan dari pada-Nya. Yaitu setelah manusia melakukan
pembinaan diri, pembersihan jiwa dan penjernihan hati dan dengan mengikuti
bimbingan syariat Tuhan.
Tuhan yang Maha Esa akan memancarkan cahaya suci-Nya di hati orang-
orang yang berusaha menuju diri-Nya dengan sungguh-sungguh, menjalankan
perintah agama, meninggalkan larangannya dan memfokuskan pikiran kepada-
Nya dalam segala keadaan. Pandangan M. Quraish Shihab dalam hal tersebut
tidak berbeda dengan pemikiran para filosof dan irfan Islam, bahwa Tuhan yang
Maha Esa adalah zat yang maha zhahir dan maha batin, realitas-Nya hadir di hati
manusia secara fitrawi.
Akal adalah potensi dasar bagi manusia dalam memahami sesuatu,
menentukan baik dan buruk, akal harus dapat menentukan dan memberi
kesimpulan bahwa dalam realitas wujud di alam semesta ada Tuhan Yang Maha
Esa dan Maha Kuasa, Maha Awal dan Maha Akhir, dekat dengan makhlukNya
dan tidak berpisah dari padanya, tidak ada wujud selain diriNya, tidak ada sesuatu
kecuali Dia, dan tidak ada Tuhan selain Allah. Dan bahwa potensi yang sempurna
pada diri manusia setelah akal dan rasio untuk membuktikan wujud Allah dan
jalan untuk mengetahui dan berinteraksi dengan-Nya adalah hati (qalbu), yang
dimulai dengan mendayagunakan rasa (dzauq) dan intuisi, hingga hati nurani,
dengan mengikuti bimbingan agama yang benar. Dan dengan jalan tersebut Allah
akan menyingkap tabir-tabir hijab yang membatasi manusia dan menghalangi
makrifahnya atas Allah swt, dan dengan hal itu manusia akan mencapai
pengetahuan hakiki berdasarkan syuhud (kesaksian batin) dan kasyaf
(ketersingkapan tabir Ilahi), sehingga hati manusia dapat menyaksikan zat Allah
dengan jelas dan benar.

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

ARAB LATIN ARAB LATIN

‫ا‬ ‫ض‬ dh

‫ب‬ b ‫ط‬ th

‫ت‬ t ‫ظ‬ zh

‫ث‬ ts ‫ع‬ ‘

‫ج‬ j ‫غ‬ gh

‫ح‬ ḫ ‫ف‬ f

‫خ‬ kh ‫ق‬ q

‫د‬ d ‫ك‬ k

‫ذ‬ dz ‫ل‬ l

‫ر‬ r ‫م‬ m

‫ز‬ z ‫ن‬ n

‫س‬ s ‫و‬ w

‫ش‬ sy ‫ھ‬ h

‫ص‬ sh ‫ي‬ y

B. Vokal Tunggal

Simbol Nama Latin Keterangan

َ◌ Fathah a a

◌ِ Kasrah i i

◌ُ Dhammah u u

viii
C. Vokal Rangkap

Simbol Nama Latin Keterangan

‫ي‬--- Fathah dan Ya ai a dan i

‫و‬--- Fathah dan Waw au a dan u

D. Vokal Panjang

Simbol Nama Latin Keterangan

‫ي‬--- ‫ا‬--- Fathah diikuti Alif â A dengan tanda


atau Ya diatas

‫و‬--- Dhammah diikuti ȗ u dengan tanda di


Wawu atas
‫ي‬--- Kasrah diikuti Ya î i denga tanda
diatas
E. Ta Marbȗtah
Ada 2 transliterasi atau alih aksara bagi Ta Marbȗtah, yaitu:
1. Jika ta terdapat pada kata yang berdiri sendiri, atau diikuti oleh kata sifat,
atau harakatnya disukunkan, atau berada pada akhir kalimat, maka
transliterasinya adalah dengan huruf /h/
2. Jika ta diikuti oleh kata benda, maka transliterasinya adalah dengan huruf
/t/

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PENYATAAN KEASLIAN KARYA ii


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
PEDOMAN TRANSLITERASI viii
DAFTAR ISI x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1


B. Rumusan Dan Pembatasan Masalah 17
C. Metode Pembahasan 17
D. Tinjuan Pustaka 18
E. Landasan Teori 20
F. Tujuan Penelitian 20
G. Sistematika Penulisan 21

BAB II. BIOGRAFI INTELEKTUAL M. QURAISH SHIHAB

A. Biografi 23
B. Karya-karya 26
C. Latar Belakang Keilmuan M. Quraish Shihab 26
D. Rasionalitas Pemikiran 32

BAB III. MEMAHAMI WUJUD TUHAN DAN SARANA DALAM


MENGETAHUI TUHAN

A. Memahami Konsep Ketuhanan 38


1. Tuhan Menurut Makna Bahasa 38
2. Tuhan Menurut Makna Terminologi 41

x
B. Bukti-Bukti Wujud Tuhan 54
1. Pembuktian Rasional 55
2. Pembuktian Dengan Hukum Kausalitas 56
3. Pembuktian Empiris 57
4. Fitrah 64
C. Teori Pengetahuan 66

BAB IV. MENGENAL ALLAH, SIFAT DAN PERBUATANNYA

A. Zat Dan Sifat Allah 87


1. Memahami Zat Allah 88
2. Memahami Keesaan Zat Allah 93
3. Memahami sifat Allah 95
4. Memahami Asma’ Allah 106
B. Penciptaan Allah atas Alam Semesta 111
C. Memahami Fitrah 123
D. Ilmu Allah 125
E. Kalam Allah 131
1. Hubungan Kalam dan Wahyu 137
2. Hubungan Kalam dengan Alam Semesta 140
F. Makrifatullah Prinsip Utama Agama 142

BAB V. KESIMPULAN DAN PENUTUP 141

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah
Mempelajarikonsep ketuhanan menurut Islamadalah aktifitas mulia
dan sangat terpuji, objek pembahasannya adalah Allah dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan-Nya,sifat, nama-nama(asma’), perbuatan Allah,
keadilan-Nya,ilmu-Nya,kalam (perkataan-Nya),konsep kenabian, baik dan
buruk padaperbuatan manusia, dan pembahasan tentang hari akhir. Sepanjang
sejarah manusia topikpembahasan ketuhanan menjadi bagian utama dalam
kajian keilmuan manusia.Konsep ketuhanan selalu aktual danmenjadi
perhatian parafilosof,teolog dan para pemikir agama.
Dalam sejarah Islam telah dikenal adanya madzhab-madzhab
pemikiran tentang Tuhan, setidaknya ada tiga madzhab besardalam
pemikiranakidah Islam dari masa ke masa. Yaitu madzhab Muktazilah,
madzhab Asy’ariyah dan madzhab Syiah.
Tiga madzhab besar teologi Islam memiliki ciri dan karakter
pemikiran yang berbeda satu sama lainnya. Muktazilah yang menekankan
pada penggunaan dalil akal, Asy’ariyah yang menekankan kepada dalil naql
(Alqur’an dan hadits) dan madzhab Syiah yang berusaha mengkompromikan
penggunaan dalil akal dan naql(Al-Quran dan Hadits).
Penggunaan akal atau rasio dalam pembahasan konsep ketuhanan
menjadi hal yang sangat urgen dan utama, tetapi juga telah menjadi faktor
kontroversi dan telah melahirkan aliran pemikiran yang beragam dalam
Islam. Banyak tokoh pemikir Islam yang memusatkan perhatiannya pada
pembahasan tentang ketuhanan, misalnya Abul Hasan Al-Asy’ary, Abu
Manshur Al-Maturidy, Imam Al-Gazali, Ibn Taimiyah dan Ibn QayimAl-
Jauziyah, yang kemudianmereka dikenal sebagai pemikir ahli sunnah. Dan
dari kalangan pemikir muktazilah dikenal Washil bin Atha’, dan Ibn Abil
Hadid. Dan dari pemikir kalangan bermadzhabsyi’ah dikenal Syekh Al-

1
2

Mufid, Al-Hilliy, Al-Muzhaffar, Syekh As-Shaduuq dan Syekh Ja’far As-


Subhani danlain sebagainya.
Dari perbagai aliran pemikiran ketuhanan tersebut dapat dipahami
bahwa peran akal dan rasio dalam pengkajian konsep ketuhanan selalu
menjadipenting,akal dan wahyudalam pembahasan tentang ketuhananmenjadi
dua hal yang integral dan tidak mungkin dipisahkan.
Rasionalitas dan logika telah mempertemukandisiplin-disiplin ilmu
ketuhanan dengan filsafat, karena pada dasarnya setiap doktrin dan teks-teks
agama tidak dapat dipahami kecuali dengan akal. Prinsip ajaran Islam
menurut Al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam,dan hadits Rasulullah
sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Al-Qur’an mendorong dan menekankan
penggunaan akal dalam beragama dan dalam memahami prinsip-prinsip
ketuhanan. Pemikiran filsafat dan pandangan para filosof sebagaimana telah
berpengaruh pada ajaran agama Nasrani, juga telah berpengaruh pada
pemikiran Islam, pemikiran filsafat Yunani dan pemikiran filsafat abad
pertengahan telah mempengaruhi pemikiran ketuhanan dalam Islam.
Perkembangan politik setelah wafat Rasulullah saw. telah membentuk
bangunan pemikiran ketuhanan Islam dengan corak tersendiri, yaitu
masuknya unsur-unsur politis dan kepentingan kekuasaan dalam ajaran Islam,
beberapa doktrin keislamanmenggambarkan adanya unsur politik dan
kepentingan kekuasaan di dalamnya. Dan karena itu dalam
pembahasankonsep ketuhanan harus selalu didasarkan pada prinsip-prinsip
rasionalitas dan pemikiran filosofis, karena dengan demikian pemahaman
terhadapprinsip-prinsip agama akan lebih benar dan obyektif.
Prinsip-prinsip rasionalitas yang dimaksud adalah prinsip-prinsip
berfikir rasional, logis, obyektif,dengan demikian akan menjaga nalar dan
fikir agar tidak salah dalam memberikan kesimpulan.Kemudian yang
dimaksudkan dengan pemikiran filosofis adalah bahwa di dalam melakukan
studi, analisa dan pembahasan tentang ketuhanan didasarkan pada prinsip
filsafat yang benar, sistematis, tuntas dan sempurna, dasar-dasarnya valid dan
rasional.
3

Akal manusia adalah sarana untuk memperoleh pengetahuan baik itu


pengetahuan logis, analisis dan filosofis ataupengetahuan empiris, sains dan
teknologi, juga pengetahuan agama. Setiap informasi, teks-teks agama, hanya
dapat diketahui dan dinyatakan kebenarannya dengan akal. Ayat-ayat suci
Tuhandan teks-teks wahyu, sabda Rasul hanya dapat dipahami secara benar
oleh akal. Dan karena ituakal menjadi sumber utama pengetahuan dan dasar
satu-satunya dalam validasi suatu keyakinan.
Akal adalah makhluk utama Tuhan, diciptakan Tuhan untuk mengenal
dan memperkenalkan diri-Nya kepada seluruh ciptaan-Nya, akal sebagai
wujud rohani,adalah bagian yang sangat utama dan dimensi yang sangat
penting dan urgen padamanusia. Akal adalah jiwa intelek pada manusia yang
tidak dimiliki oleh makhluk lain di dunia, karena dengan akal, Tuhan dikenal
dan diketahui, disembah dan dipatuhi, dan dengan akal, ajaran Tuhan
dilaksanakan, larangan-larangan-Nya ditinggalkan, dengan akal, prinsip
keadilan Tuhan diyakini, dan dengan akal pula otoritas Tuhan memilih Rasul
dan Nabi dibenarkan, adanya hari pembalasan setelah kematian dipercaya,
dan hukum-hukum Tuhan di bumi dapat dilaksanakan dengan benar hanya
dengan bimbingan akal.
Hakikat wujud dan berbagai eksistensi, tidak dapat dipahami selain
dengan akal dan mengikuti prinsip-prinsip filsafat, dengan demikian prinsip-
prinsip ketuhanan yang benar adalah yang dirumuskan dan dibangun
berdasarkan akal dan rasionalitas, dipahami dan dijelaskan secara benar dan
sempurna dengan logika dan dasar-dasar ilmu filsafat.
Akal selalu identik dengan filsafat dan mereka yang mengkaji dan
mempelajari suatu obyek pengetahuan dengan akal secara logis, sistematis,
menyeluruh, dan sempurna disebut berpikir filosofis.
Sebagaimana para ahli teologi dan ketuhanan dalam Islam telah
terbagi pada tiga kelompok, maka mereka sebagai ulama’ teolog dalam
memposisikan akal dalam hubungannya dengan wahyu juga dapat
dikelompokkan menjadi tiga aliran utama:
4

Pertama, Kelompok yang sepenuhnya menggunakan akal dan


rasionalitas, menempatkan peran akal pada posisi lebih dahulu daripada
wahyu dalam membangun prinsip-prinsip teologi, mereka disebut kelompok
‘aqliyun dan ahli ra’yi, kemudian di zaman modern dikenal dengan kaum
rasionalisme.
Kedua, Kelompok yang hanya menggunakan teks-teks wahyu (Al-
Qur’an dan Hadits) dalam pembahasan teologi dan cenderung menghindari
pengaruh rasionalitas dalam memahami teks-teks tersebut, mereka tidak
menggunakan prinsip pemahaman takwil atau tafsir. Mereka yang mengikuti
tradisi ini disebut naqliyun dan ahli riwayah dan literalisme.
Hasan Yusufian menjelaskan :
Menurut kaum literalism, rasionalisme hanya berguna bila
pandangannya selaras atau relevan dengan pandangan kalangan
pemimpin agama. Saat itulah akal harus menjadi pelayan syariat,
serta mencarikan bukti harfiah, ayat dan riwayat. Walaupun penolakan
terhadap posisi akal tak seradikal itu, namun sebagian dari mereka
tetap berasumsi bahwa asas-asas keagamaan tidak bertumpu pada
rasionalisme.1
Ketiga, adalah mereka yang berusaha menggabungkan dan
mensitesakan dua aliran pemahaman teologi tersebut. Mereka cenderung
menggunakan rasionalitas dan prinsip-prinsip logika dan filsafat dalam
melakukan kajian-kajian tentang ketuhanan. Mereka beranggapan bahwa
teks-teks wahyu tidak bertentangan dengan akal dan filsafat, dan untuk hal
tersebut tidak boleh ada dekotomi dan pemisahan antara akal dan wahyu,
keduanya dapat berjalan seiring dan saling melengkapi dalam pembahasan
prinsip-prinsip ketuhanan.
Sehubungan dengan tiga kategori ulama’ dalam pembahasan konsep
ketuhanan, maka M. Quraish Shihab sebagai seorang yang memberikan
perhatian besar pada bidang aqidah (teologi) Islam, dengan pembahasan dan
penjelasannya yang luas, detail dan rasional, M. Quraish Shihab dapat
digolongkan kepada kelompok ketiga dalam bidang ilmu aqidah Islam,

1
Hasan Yusufian dan Ahmad Husain Sharifi, Akal danWahyu (Jakarta: Shadra press, 2011)
hal. 120
5

walaupun M. Quraish Shihab lebih dikenal sebagai mufassir ketimbang


sebagai teolog.
Di antara uraian-uraian M. Quraish Shihab yang rasional dalam
bidang ilmu ketuhanan adalah pandangannya dalam menjelaskan makna
firman Allah pada QS. Al-Ikhlasayat 1:
Kata Huwa (Dia) adalah kata yang menunjukan personal ketiga dan
yang dimaksud di sini adalah Allah, kendati tidak disebut
sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa Allah amat jelas kehadiran-Nya,
sehingga walaupun tanpa lebih dahulu menyebutkan kata apapun
untuk menunjukNya, tetap saja dapat diketahui bahwa yang dimaksud
adalah Allah. Itu karena Dia selalu hadir dalam benak.2
Penafsiran M. Quraish Shihab di atas sangat filosofis, karena
kehadiran Allah yang dapat diketahui manusia menjadi persoalan dan sobyek
kajian filsafat, memerlukan pembahasan rasional yang utuh dan mendalam,
Selanjutnya M. Quraish Shihab dalam menjelaskan makna keesaan
Tuhan menjabarkan bahwa,“Keesaan zat berarti Allah swt. tidak terdiri dari
unsur-unsur atau bagian-bagian, karena bila zat yang maha kuasa itu terdiri
dari dua unsur atau lebih -betapapun kecilnya unsur atau bagian itu- maka
ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu, atau dengan kata lain
unsur bagian itu merupakan syarat bagi wujud-Nya”.3
Dalam membahas konsep keesaan Allah, M. Quraish Shihab dalam
penafsirannya atas firman Allah menjelaskan, “Bahwa ayat ini masih
merupakan uraian tentang bukti keesaan Allah, walaupun penekanannya di
sini pada pembuktian melalui wahyu, setelah ayat-ayat yang lain
membuktikannya dengan nalar, dengan demikian wahyu dan nalar menyatu
dalam pembuktian itu” (QS. Al-An’am ayat 19).4
Pembahasan tentang keesaan Tuhan yang tidak tersusun dari unsur,
dimaksudkan bahwa wujud pada Tuhan adalah sederhana (basith), hal itu
menjadi pembahasan filsafat, para filosof muslim menyimpulkan bahwa
“wujud hakikatnya adalah satu dan simple”.Dan karena itu dalam memahami

2
M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Jakarta: Lentera Hati, 2008) hal. 337
3
M. Quraish Shihab, Al-Lubab, hal. 337
4
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah(Jakarta: Lentera Hati, 2007) vol.4 hal.44.
6

pemikiran M. Quraish Shihab tentang konsep ketuhanan akan lebih sempurna


apabila dilakukan dengan pengkajian secara komprehensif, dengan
melakukan studi analisa dan perbandingan pada doktrin-doktrin teologis di
antara pemikiran para ulama’ teolog dengan prinsip-prinsip filsafat.
Demikian juga, dalam memahami sifat dan perbuatan Allah, M.
Quraish Shihab menjelaskan dengan menegaskan keesaan sifat bagi Allah.
Dalam bukunya menjelaskan:
Adapun keesaan sifatNya maka itu antara lain berarti bahwa Allah
memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya
dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan
untuk menunjuk sifat tersebut sama, sebagai contoh, kata rahim
merupakan sifat bagi Allah tetapi juga digunakan untuk menunjuk
rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas
rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya.
Allah maha esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai
substansi dan kapasitas sifat tersebut.5
Demikian halnya dalam membahas dan menjelaskan perbuatan Allah,
M.Quraish Shihab menjelaskan secara rasional dan secara utuh dan
menyeluruh, integral dengan pembahasan zat dan sifat Allah, dalam
pernyataanya menjelaskan :
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di
alam raya ini baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya
semuanya adalah hasil perbuatan Allah semata. Apa yang
dikehendaki-Nya terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak
akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat), tidak pula
kekuatan (untuk menolak mudharat) kecuali bersumber dari Allah swt
dan itulah makna lâ haula walâ quata illâ billah.6
Dalam hubungannya dengan rasionalitas pembahasan teologis, maka
dalam perjalanan sejarah teologi Islam, banyak ulama melakukan
pembahasan tentang ketuhanan secara sangat luas, menggunakan
argumentasi-argumentasi logis, rasional dan filosofis, bahkan dengan
menambahkan teori-teori sains dalam pembahasan ketuhanan.
Aqidah Islam adalah ilmu pengetahuan tentang ketuhanan, membahas
zat, sifat, asma’, dan perbutatan Allah, ilmu dan kalam-Nya, juga kenabian

5
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an(Bandung: Mizan, 1999) hal.33
6
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, hal.35
7

dan hari akhir, dalam pembahasan-pembahasannya memaksimalkan


penggunaan akal dan rasio, dan karena itu banyak mutakallimin dan ahli
teologi dalam pembahasan tentangketuhanan menggunakan prinsip-prinsip
filsafat, misalnya pembahasan tentang wujud, penggunaan burhan imkan dan
wujub dan qanun al-illiyyah atau hukum kausalitas dalam penciptaan alam
semesta, pembahasan tentang jiwa, hari akhir dan lain sebagainya.
Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mendorong penggunaan akal
dalam membuktikan wujud Allah swt.Al-Qur’an mengecam dan mengancam
celaka bagi mereka yang tidak menggunakan akalnya. Demikian juga hadits
dan riwayat-riwayat dari Rasulullah saw.Al-Qur’an dan hadits mendorong
penggunaan akal dalam beragama,dalam membuktikan wujud
Tuhandandalam membuktikan kebenaran ajaran- ajarannya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal”.( QS: Al Imran 190)
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami,
Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.( QS: Al Imran 191)
Dalam ayat yang lain Allah menceritakan penyesalan orang-orang ahli
neraka yang celaka karena tidak menggunakan akal pikirannya, bahkan
potensi indrawinya dalam memahami realitas wujud dan dalam memahami
ajaran agama, yaitu sebagaimana firmanNya :
“Dan mereka berkata: Sekiranya kami mendengar atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni
neraka yang menyala-nyala”.(QS: Al Mulk 10)
Dalam hal tersebutRasulullah dan para Imam(para ulama’ utama)
menegaskan peran akal dalam memahami Islam, yaitu melalui hadits dari
Rasulullah dan sabda-sabda mereka:
Rasulullah saw. bersabda:
“Yang pertama diciptakan Allah adalah akal”.7

7
Syekh Al-Majilisi, Bihar Al-Anwar(Qum, Maktabah Ahlulbait)Juz 1 hal. 96
8

Rasulullah juga bersabda:


“Akal adalah cahaya, Allah menciptakannya untuk manusia dan
menjadikannya cahaya yang memancar dalam hati, dengan akal
manusia dapat membedakan sesuatu yang tampak dan sesuatu yang
tersembunyi”.8

Imam Ja’far As-Shadiq berkata, “Sesungguhnya Allah swt, yang maha


agung dan maha terpuji, telah menciptakan akal, dia adalah ciptaan pertama
dari para makhluk ruhani pada sisi kanan arasy dari cahaya-Nya”.9
Imam Musa Al-Kazhim berkata:“Sesungguhnya Allah memberi berita
gembira kepada pemilik akal dan pengetahuan didalam kitab-Nya, Dia
berfirman, beri kabar gembira para hamba-Ku, mereka yang mendengarkan
perkataan dan mengikuti yang lebih baik, mereka adalah orang-orang yang
mendapatkan hidayah dan mereka adalah para pemilik akal”.10
Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang disebutkan dapat
dipahami bahwa akal adalah makhluk utama Allah, diciptakan untuk
mengenal diri-Nya dan menperkenalkan-Nya dan dan memperkenalkan
syari’at-Nya kepada alam semesta. Akal yang pertama yang diciptakan Allah
adalah akal universal yang sempurna memiliki pengetahuhan sempurna
sebagai emanasi langsung dari pada-Nya, dan bukan akal partikal yang ada
pada manusia umumnya, tetapi akal dan rasio yang ada pada setiap manusia
adalah merupakan wujud emanatif dan secara gradual adalah ciptaan utama
Allah dari akal universal tersebut.
Sebagai ilmu tentang Tuhan, Ilmu aqidah membahas tentang Tuhan
secara luas dan mendalam, segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya,
memperkenalkan konsep tentang Allah (Tuhan) kepada seluruh manusia.
Karena mengenal Allah adalah prinsip dasar agama Islam, yang lazim dikenal
dengan istilah “makrifatullah”. Prinsip “makrifatullah”tidak dapat dipahami
secara benar tanpa menggunakan prinsip-prinsip rasional dan filosofis.

8
Syekh Muhammad Ar-raisyahri, Mizanul Hikmah, juz 4 hal.179 (dikutip dari kitab Kanz Al-
Fawâid, Al Karhaqi, 2-21)
9
Syekh Al-Majilisi, Bihar Al-Anwar, Juz 1 hal.110
10
Syekh Al-Majilisi, Bihar Al-Anwar, Juz 1 hal.122
9

Para naqliyun atau ahli ar-riwayah melarang penggunaan akal dalam


memahami agama, terutama dalam membahas ke-Tuhanan, mereka
menekankan kepada pemahaman langsung terhadap teks-teks agama tampa
memberikan pembahasan luas yang rasional atas teks-teks tersebut, Hasan
Yusufian menjelaskan hal tersebut dalam bukunya:
Kelompok pertama terdiri dari tokoh-tokoh ahli sunnah yang
membatasi metodologinya tidak melampaui teks riwayat. Di antara
mereka, Malik bin Anas (93-179 H), Muhammad bin Idris As-
syafi’i(150-204 H), Sufyan As-Tsauri (w. 161 H) Ahmad bin Hambal
(161-241 H) dan Daud bin Ali Al-Isfahani (200-270H)mereka
menolak keras segala usaha mengakomodasi setiap hal yang
berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman manusia ke dalam
agama, apapun itu namanya, umpamanya, menolak segala jenis qias
yang dianggap sebagai bentuk intervensi akal yang tidak proporsional
dalam wilayah agama Tuhan. Mereka inilah yang lalu menyebut
dirinya sebagai ahli hadits (ashhab al-hadis) dengan warga Hijaz
sebagai mayoritas pengusungnya.11
Dalam hal tersebut Syekh Ja’far As-Subhani menjelaskan adanya
kepentingan pribadi-pribadi dan kelompok manusia dalam pembahasan
teologi, dan karena itu lahir di tengah umat Islam aliran-aliran teologis, dalam
pernyataannya mejelaskan:
Yang menjadi faktor utama dalam lahirnya firqoh dan madzhab
pemikiran teologis adalah adanya kepentingan pribadi sehingga
tendensi emosi keagamaan serta fanatisme mendominasi upaya
tersebut (upaya kodefikasi aqidah) dapat kita lihat bahwa kebanyakan
orang menulis akidah anutannya dengan cara yang diinginkan. Dan
berupaya membenarkan akidah anutannya dengan mentahrif
(menyelewengkan) sejarah dan menolak bukti konkrit bila menulis
akidah kelompok lain,orang seperti ini tidak mampu menyembunyikan
permusuhan. Karena itu ia berusaha memaparkannya jauh dari
kebenaran.12
Sebagai bentuk respon dan perhatian serius M. Quraish Shihab
terhadap pemikiran ketuhanan, dalam banyak penjelasan dan pembahsannya
tentang ketuhanan, selain melakukan kritik terhadap pemikiran ulama’
terdahulu, M. Quraish Shihab juga memberikan penjelasan-penjelasan yang
rasional dan konstuktif . Dalam salah satu karyanya menjelaskan:

11
Hasan Yusufian & Ahmad Husain Sharifi, Akal danWahyu,hal. 121
12
Ja’far As-Subhani, Al-Milal wan Nihal (Pekalongan: Al-Hadi, 1997) hal. xvii
10

Secara umum para ahli keislaman mengakui bahwa materi-materi


yang ditemukan dalam berbagai kitab akidah (teologi) tidak
sepenuhnya lagi relevan dengan kondisi masa kini, materi-materi
tersebut diambil oleh generasi demi generasi sedang pembahasannya
pertama kali dipengaruhi oleh situasi politik ketika itu, yang
tergambar dalam superioritas pemerintahan dinasti-dinasti yang
mewakili umat Islam,dan pertikaian kelompok-kelompok dalam
masyarakat yang menimbulkankedengkian dan perselisihan di antara
mereka, eksis-eksis negatif masih terasa hingga kini, antara lain
tergambarkan dalam kata kafir yang terlontar ke kanan dan ke kiri
seperti bola, hal ini menimbulkan berbagai pendapat yang jauh dari
jiwa agama, bahkan menimbulkan kesalahpahamanterhadap istilah-
istilah Al-Quran dan hadits.13.
Prinsip dasar dalam konsep ketuhanan Islam adalah tauhidullah
(keesaan Allah)dan merupakanbagian utama dari konsep makrifatullah.Para
filosof muslim kemudian menjabarkan konsep tauhidullah (keesaan
Allah),kepadaberbagai prinsip-prinsip filsafat, dan prinsip“Al-Wahdah fi al-
wujud” (ketunggalan wujud) yang merupakan prinsip dasar pada pembahasan
filsafat dan ontologyIslam.Para filosof muslim bersepakat dengan kaum
mutakallimin(ahli akidah Islam) dalam merumuskan dan memberikan
penjelasan tentang wujud. Yaitu mereka membagi wujud menjadi dua
kategori,“wajib al-wujud”dan “mungkin al-wujud”. Kemudian“wajib al-
wujud”dalam pandangan mereka adalah Tuhan.
Ali bin Abi Thalib dalam kitab “Nahj al-balaghah” menjelaskan
bahwa “makrifatullah” (mengenal Allah) adalah pokok dan prinsip dasar
agama,dalam sabdanya:Pokok agama ialah makrifat tentang
Dia,kesempurnaan makrifat (pengetahuan)tentang Dia ialah membenarkan-
Nya, kesempurnaan pembenaran-Nya adalah mempercayai keesaan-Nya.14
Dalam memahami konsep makrifatullah dan konsep keesaan Allah M.
Quraish Shihab membahas akidah dan keyakinan manusia terhadap Allah
swt.dengan menjelaskan teori pengetahuan manusia,dalam menjelaskan
firman Allah:“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim malakut
langit dan bumi, dan agar dia termasuk al-muqinin”.(QS. Al-An’am ayat

13
M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an (Bandung: Mizan, 2009) hal. 289
14
As-Syarif Ar-Radli, Nahjul-Balaghah (Kairo: Darulhadits, 2002) hal. 18
11

75), M. Quraish Shihab menjelaskan:Kata Al-mȗqinîn adalah bentuk jamak


dari kata mȗqin yang terambil dari kata yaqin, kata ini mengandung makna
pengetahuan yang tidak tersentuh oleh keraguan sedikitpun, iman atau
kepercayaan apalagi pada tahap-tahap awal sering kali dibarengi (diikuti)
oleh tanda tanya dan keraguan”.15
Selanjutnya M.Quraish Shihab menegaskan, “Kalaupun ketika itu
beliau (Nabi Ibrahim as) telah yakin maka itu baru sampai pada tingkat ilmu
al-yaqîn, belum ain al-yaqîn apalagi haq al-yaqîn. Beliau baru sampai pada
tingkat keyakinan yang sempurna setelah malakȗt as-samawât wal-ardli
ditunjukkan kepadanya oleh Allah sebagai mana dijelaskan dalam firman-
Nya”.16
Selanjutnya M. Quraish Shihab menjelaskan: Allah SWT menjadikan
nabi Ibrahim as. masuk dalam kelompok Al-mȗqinîn, yakni orang-orang yang
telah sangat mantap keyakinannya, salah satu ciri anggota kelompok ini
adalah terbukanya bagi mereka sebagian dari tabir metafisika sesuai dengan
kehendak Ilahi sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya”17
Pada prinsipnya, bahwa subjek pembahasan filsafat memiliki banyak
hubungan dan relevansi dengan subjek pembahasan bidang–bidang ilmu
ketuhanan. Subjek pembahasan utama teologi Islam adalah wujud hakiki
yang absolut yaitu Tuhan sebagai sumber wujud yang memberikan wujud
kepada alam semesta. Demikian halnya dengan para filosof muslim telah
menjadikan wujud sebagai tema pembahasan utama dalam pembahasan
filsafat. Mereka menentukan wujud absolut sebagai pemberi wujud kepada
realitas-realitas yang ada, baik yang terindra maupun yang tidak terindra,
dengan metode emanasi wujud,gradasi wujudatau bentuk pemanifestasian
wujud Tuhan pada berbagai realitas alam semesta, yaitu pemancaran
(tajalli)zat Tuhan kepada alam semesta.
Demikian halnya dalampembahasan tentang jiwa dan hari akhir (Al
ma’ad) yang juga merupakan bagian utama pembahasan dan pengkajian para

15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol.4 hal.163.
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol.4 hal.164.
17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol.4 hal.164.
12

teolog dan ahli kalam Islam, juga telah menjadi topik pembahasan penting
filsafat Islam, secara khusus filsafat hikmah muta’âliyah.
Filasafat Hikmah Muta’âliyah adalah alirandalam filsafat Islam, yang
dibangun oleh pendirinya Shadruddin Muhammad bin Ibrahim As-Syirazi
yang dikenal dengan gelar Shadrul-Mutâllihin (tokoh ahli ketuhanan), juga
masyhur dengan nama besarnya Mulla Shadra.Dia berhasil menjawab
pelbagai hal yang menjadi pertentangan antara filsafat dan irfan, dalam
pembahasan metafisika dan wujud berupaya untuk lebih memelihara doktrin
syariat dan mempertahankan ajaran Islam dengan tidak terpengaruh pada
doktrin-doktrinteologi, yang digandrungi ketika itu.Itulah sebabnya filsafat
Mulla Shadradinilai telah berperan sebagai jalan persimpangan yang telah
mempertemukan madzhab peripatetisme, iluminassionismedalam filsafat, dan
ilmu irfan (sufisme) dan ilmu kalam. Dalam pembahasannya tentang prinsip-
prinsip teologi Mulla Shadara memberikan argumentasi rasional dan
folosofis, berpijak pada prinsip-prinsip filasafatnya secara utuh dan
konsekuwen.
Murtadha Muthahhari menyebutkan pilar-pilar dasar filsafat Hikmah
Muta’âliyah:
Kini mari kita kembali pada asas-asas yang mendasari ‘Filsafat
Tertinggi’ Mulla Shadra yang bisa diduga sebagai ciri-ciri khas sistem
tersebut: yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kehakikian atau kemendasaran eksistensi (Ashâlah al-wujud).
2. Kemanunggalan Wujud(Wahdatul Wujud)
3. Penuntasanmasalah-masalah menyangkut eksistensi mental(Wujud
dzihni)
4. Gradasi Wujud (Tasykik al-wujud)
5. Bukti atas eksistensi wujud wajib (the Necessary Being) yang
disebut denganBurhan Al-Shiddiqin.
6. Gerak Substansial (Al-Harakah Al-Jauhariyah)18
Dalam hubungannya dengankonsep ketuhanan dalam Islamlebih
spesifik dapat disimpulkan bahwa ada dua prinsip utama filsafat Hikmah-
Muta’âliyah, yangdapat menjadi dasar bangunan konsep ketuhanan, dan

18
MurtadhaMuthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra Filsafat Hikmah(Bandung: Mizan,
2002)hal. 81
13

dengan demikian dapat dirumuskan di atas dua prinsip terseput konsep


ketuhanan yang rasioanal dan filosofis, dua prinsip tersebut adalah :
1. Kesejatian wujud dan relatifitas quiditas
2. Gradasi pada wujud dan tidak pada quiditas.

Syekh Ja’far As-Subhani dalam mukaddimah bukunya “Qa’idatani


falsafiyatani fil Hikmah Al-Muta’âliyah” menyatakan bahwa:“Dua perkara
tersebut dikategorikan sebagai pondasi (asas) pada setiap pemikiran
filsafat”.19
Murtadha Muthahari selanjutnya menjelaskan makna kesejatian wujud:
Maksud ashâlah al-wujuddalam filsafat Mulla Shadra adalah bahwa
setiap wujud kontingen (mumkinul wujud) terdiri atas dua modus (pola
perwujudan) eksistensi dan quiditas (atau esensi) dan bahwa salah satu
dari dua modus itu niscaya ada yang secara nyata menjadi wadah
aktual bagi kehadiran efek-efek (pada realitas), sedangkan yang lain
hanyalah penampakan (i’tibâr) yang dipersepsi oleh benak manusia.
Dari kedua modus itu yang benar-benar hakiki (riil) secara mendasar
adalah eksistensi,sedangkan quiditas tidak lebih dari penampakan
(appearance)belaka.20
Mulla Shadra menjadikan prinsip “ashâlah al-wujud (kesejatian
eksistensi)dan i’tibâriyah al-mâhiyah (kerelatifan quiditas)” sebagai salah
satu dasar utama filsafatnya, beliau sendiri menyatakan,“saya sebelumnya
adalah penganut ashâlah al-mâhiyah (kesejatian quiditas atau esensi) dan
membela gagasan tersebut dengan kuat, hingga saat saya diberi taufik oleh
Allah untuk sampai pada realitas yang sesungguhnya”.21
Prinsip “ashâlah al-wujud” yang memandang bahwa yang sejati
adalah ke‘ada’an (eksistensi) memandang bahwa mâhiyah (quiditas atau
esensi) tidak memiliki realitas obyektif dan tidak memiliki kehakikian dalam
wujud.
Kata “ashâlah”berakar dari kata “ashal”, dalam bahasa arab bermakna
dasar dan prinsip, lawan dari kata tersebut adalah “far’u” yang bermakna

19
Ja’far As-Subhani, Qâidatani falsafiyatâni fil-hikmah al-muta’âliyah (Qum: Maktabah At-
Tauhid, 1424) hal.6
20
Murtadha Muthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra Filsafat Hikmah, hal. 80
21
Sayed Kamal Haidari, Durus Hikmah Muta’âliyah Syarah Bidayatul Hikmah(Qum: Dar
Faraqid, 1420H) juz 1 hal. 194
14

cabang. Berdasarkan makna ini,kemendasaran yang berlawanan dengan


far’iyahbermakna kebercabangan, namun dalam istilah filsafat “ashâlah”
dilawankan dengan “i’tibâr”bukan far’u. Didalam pembahasan ini, maksud
kedua konsep yang berlawanan tersebut (ashâlah dan i’tibâri) adalah untuk
membedakan antaramâhiyah (quiditas) dan wujud.
Demikian halnya dengan prinsip “Gradasi Wujud” adalah satu prinsip
lain dari filsafat “Hikmah Muta’âliyah” yang menegaskan bahwa wujud
hakekatnya satu dan bergradasi. Pluralitas wujud dan kejamakan realitas
yangada pada pikiran setiap manusia yang mengamati realitas-realitas
merupakan wujud-wujud gradual (karena gradasi wujud) yang berasal dari
wujud yang satu.Dan yang membedakan realitas-realitas tersebut dari yang
lainnya adalah kualitas wujud, yaitu antara wujud yang memiliki kualitas kuat
dan wujud yang kualitasnya lemah, hakekatnya adalah wujud yang satu.
Mulla Shadra berpendapat bahwa alam semesta ini bukan ilusi dan
wahm tetapi benar-benar mempunyai wujud dan eksistensi sama seperti
Tuhan.Mulla Shadra menyimpulkan bahwa keseluruhan realitas alam semesta
sebagairealitas wujud yang terjadi dengan “tasykik al-wujud” (gradasi wujud),
yakni eksistensi itu mempunyai gradasi, dari ada mutlak sehingga tiada
mutlak, dengan kata lain, realitas ini terbentang dari kutub wujud
yangmutlaksampai kutub ketiadaan yang mutlak, dengan perbedaantingkat
kualitas dan intensitas pada wujud-wujud tersebut. Pandangan ini merupakan
sintesa besar yang mempertemukanpandangan kaum teolog, para filosof dan
parasufi.
Gradasi wujud dalam perspektifHikmah Muta’âliyah dijelaskan oleh
Sayd KamalAl-Haidari:
Wujud merupakan suatu realitas tunggal yang dalam ketunggalannya
memiliki tingkatan dan bergradasi. Gagasan ini berlawanan dengan
filsafat peripatetik yang beranggapan bahwa wujud-wujud di alam
secara esensial berbeda satu dengan lainnya dan tidak memiliki unsur
kesamaan. Yang ada di alam adalah kejamakan maujud bukan
kesatuan wujud. Perspektif ini berbeda dengan konsep para sufi dan
15

arif tentang kesatuan wujud yang individual (wahdah al-syakhsh al-


wujȗd). Mereka menolak secara mutlak ide kejamakan wujud.22
Pandangan tentang gradasi wujud pada filsafat Hikmah
Muta’âliyahdiambil dari pendapat Syihabuddin Suhrawardi tentang gradasi
cahaya, tetapi Mulla Shadra mengubah prinsip tersebut secara
mendasar.Pertama, prinsip gradasi tidak diterapkan pada esensi seperti oleh
Suhrawardi tetapi pada eksistensi (wujud), sebab bagi Mulla Shadra, wujud
adalah realitas asli, dan tidak hanya bergradasitetapi bahwa wujud adalah
memiliki gradasi yang kuntinyu dan sistematis, sebab kenyataannya wujud
tidak statis dan tidak berhenti, tetapi dinamis dan bergerak terus-menerus.
Dalam memahami wujud dan segala realitas,Mulla Shadra dalam
banyak pembahasan filsafatnya mengakui adanya dua pengetahuan. Pertama,
pengetahuan sebagai kebenaran rasional (kebenaran kognitif, argumentatif
atau burhani), yaitu kebenaran yang berdasarkan argumentasi-argumentasi
logis(istidlâl aqliy), empiris, dan rasional murni, Kedua, pengetahuan
sebagaikebenaranqalbiyah (pengetahuansyuhudi, dzauqi atau intuitif,
danpenyaksian batin).Maka demikian halnya denganM. Quraish Shihab, juga
memandang ada dua jenis pengetahuan pada manusia dalam memandang
realitas dan menentukan kebenaran, yaitu kebenaran rasional dan kebenaran
intuisi atau syuhud qalbiyah (penyaksian batin).
M. Quraish Shihab dalam membahas tentang keimanan menjelaskan
adanya dua macam keimanan karena adanya dua jenis pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia, dalam penjelasannya menegaskan:
Iman biasa diartikan dari segi bahasa dengan pembenaran, ada
sementara pakar agama yang mengartikannya sebagai pembenaran
hati terhadap apa yang didengar oleh telinga. Ini karena, menurut
mereka, pembenaran akal saja tidak cukup, akal tidak dapat
menciptakan iman, dia hanya dapat mendukung dan menguatkannya.
Ini karena sumber dan tempat iman di qalbu, bukan di akal. Logika
akal berbeda dengan logika qalbu, akal tidak dapat menghimpun dua
hal yang berbeda dalam saat yang sama, berbeda dengan qalbu,
sampai akar yang menegaskan bahwa setiap cinta ada benci dan setiap

22
Sayed Kamal Al-Haidari, Syarah Bidâyatul Hikmah, juz 1 hal.214
16

benci ada cinta. Walau tingkat keduanya, ketika berada dalam saat
yang sama, pasti berbeda.23

Dalam penjelasannya tersebut dapat dipahami adanya pembedaan


antara akal dan kalbu, yaitu antara rasio dan hati, M.Quraish dalam
penjelasannya di atas memaahmi akal sebagai rasio dan daya pikir yang
dimiliki oleh manusia dan memhami hati sebagai potensi intuisi dan spiritul.
Dan bahwa iman yang benar dan memberikan keyakinan tampa mengandung
keraguan adalah yang didasarkan kepada pengetahuan hati.
Selanjutnya M. Quraish Shihab menyatakan:
Peringkat iman/pembenaran hati dan kekuatannya berbeda antara
seseorang dengan lainnya, bahkan dapat berbeda pada diri seseorang
antara satu saat dengan saat lainnya. Boleh jadi pembenaran hati
seseorang sedemikian kuatnya sehingga ia menyatakan “seandainya
tabir gaib terbuka, aku tidak bertambah yakin lagi.” Ini disebabkan
karena keyakinannya sedemikian sempurna bagaikan ia telah melihat
dengan mata kepala objek-objek keimanannya, sebelum objek itu
sendiri terungkap. Jika pembenaran hati seseorang telah mencapai
peringkat ini, maka pembenaran tersebut dinamai”yaqin”. Ia adalah
pengetahuan dan pembenaran yang mantap tentang sesuatu dibarengi
dengantersingkirnya apa yang mengeruhkan pengetahuan/pembenaran
itu, baik berupa keraguan, maupun dalih-dalih yang dikemukakan
lawan. Memang sebelum tiba pada tingkat yaqin itu, ia terlebih dahulu
disentuh oleh keraguan, namun ketika ia sampai pada tahap yaqin,
maka keraguan yang tadinya masih menyelubungi hati dan pikirannya
menjadi sirna. Yaqin pun bertingkat-tingkat lagi, dimulai dari ilmu al-
yaqîn, kemudian ‘ain al-yaqîn, lalu mencapai puncaknya dengan haq
al-yaqîn”.24
Dalam pernyataannya yang lain M. Quraish Shihab menerangkan
kehadiran Tuhan yang sangat jelas pada benak manusia sebagai makhluk
yang disempurnakan oleh Tuhan sebagai Penciptanya dengananugrah akal
dan hati, dalam penjelasannya menegaskan,“Al-Qur’an mengisyaratkan
bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan bahwa hal tersebut
merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak kejadiannya, demikian difahami
dari firmanNya dalam surat Ar-Rum ayat 30”.25

23
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran 2 (Jakarta: Lentara Hati, 2011)hal..47
24
M. Quraish Shihab,Membumikan Al-Quran 2, hal..49
25
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, hal..15
17

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Dari latar belakang masalah dan pemikiran sebagaimana dijelaskan di


atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemikiran M.Quraish Shihab tentang konsep ketuhanan.
2. Apakah yang dimaksud dengan keesaan wujud pada Allah, keesaan
zat, sifat dan perbuatan-Nya menurut M. Quraish Shihab.
3. Apakah yang dimaksud kejelasan wujud dan ketidak tersusunannya
pada zat Allah menurut pemikiran M. Quraish Shihab.
4. Bagaimana pemikiran M. Quraish Shihab tentang ilmu dan kalam
Allah.

C. Metode Pembahasan

Dalam penulisan tesis ini digunakan library study atau kajian


kepustakaan dengan pendekatan metodologi hermeneutika kritis, dan metode
analisa ilmiah analogi, induksi, deduksi dan studi komparasi. Yaitu dengan
melakukan pengkajian kepada berbagai karya dan tulisan M.Quraish Shihab
dalam ketuhanan, membandingkan dan menyimpulkan. Dan dalam hal
tersebut pemikiran para teolog dan filosof juga prinsip-prinsip ketuhanan
pada filsafat Hikmah Muta’âliyah, al-ilahiyat bil makna al-akhas (metafisika
dalam pengertian yang khusus) menjadi acuan dasar dalam analisa dan
pembahasan.
Kemudian sebagai kerangka metode dalam studi ini adalah penafsiran
hermeneutika sebagai metode tafsir yang dapat digunakan dalam memahami
teks-teks ketuhanan dari pemikiran M. Qiraish Shihab, sebagai bentuk
pemahamannya atas ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah, juga
perkataan para imam dan ulama’ dalam membahas konsep ketuhanan Islam.
Hal tersebut dimaksudkan memberikan penjelasan yang rasional dan logis
sehingga pandangan dan pemikirannya dapat dipahami dengan benar oleh
banyak orang terutama umat Islam, dan dengan demikian mereka dapat
meyakini Tuhan dengan benar. Demikian itu karena metode hermeneutika
18

telah digunakan para ilmuan, ulama’ dan teolog masa dahulu dan zaman
modern dalam studi teks keagamaan.
Metode analisa yang akan digunakan adalah meliputi dasar-dasar
metode analisis sebagai berikut :
a. Analogi, yaitu metode pendekatan dari partikular ke partikular yang lain,
bahwa daridua subjek atau lebih yang memiliki kesamaan dan kemiripan
antara satu dengan lainnya dapat dipahamisatu subjek khusus dengan
berdasarkan kesamaan dan kemiripan pada dua subjek tersebut.
b. Induksi, yaitu metode pendekatan dari hal yang partikuler kepada hal yang
universal, dengan mengamati dan mempelajari sesuatu,kemudian
mendapatkan ciri atau karakteristik yang sama yang ada padanya,
kemudian dipahami bahwa hal tersebut bersifat tetap dan berlaku sama
pada seluruhnya.
c. Deduksi, sebuah pendekatan dari hal yang bersifat universal kepada hal
yang partikuler, bahwa sebuahkeadaan akan dibuktikan pada sebuah
subjek yang universal, selanjutnya berdasarkan hukum tersebut dipahami
suatu kasus yang ditetapkan kepada hal yangpartikuler, dan dari subjek
tersebut suatu perkara akan diketahui.
d. Studi komparasi, yaitu metode studi dan penelitian perbandingan, adalah sejenis
penelitian deskriptif yang bermaksud mencari jawaban tentang suatu
perkara dengan menganalisa faktor-faktor dan penyebab terjadinya suatu
fenomenadan lahirnya suatu pemikiran.Jadi studi komparatif adalah penelitian
yang membandingkan dua perkara atau lebih, untuk mendapatkan jawaban dan
kesimpulan dari objek yang sedang diteliti.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk penelitian


pustaka (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji
data terkait, baik yang berasal dari sumber data utama (primary sources)
maupun data pendukung (secondary sources), sehingga ditemukan dan
19

dihasilkan ide atau gagasan filosofis tentang ketuhanan, terutama gagasan


ketuhanan pada pemikiran M. Quraish Shihab.
Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber primer dan sekunder.
Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari objek
penelitian ini, yaitu karya-karyaM. Quraish Shihab, diantaranya :
1. Tafsir Al-Qur’an Al-Mishbah
2. Membumikan Al-Qur’an I dan II
3. Secercah Cahaya Ilahi
4. Wawasan Al-Qur’an
Selain itu, digunakan pula data dari sumber skunder (secondary
sources) sumber yang dimaksud adalah sumber lain yang ditulis oleh M.
Quraish Shihab dan ilmuwan lain yang membahas tentang ketuhanan dan
tentang pemikiran M. Quraish Shihabyaitu antara lain :
1. M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia. Karya Drs.
Mustafa P. MAg.
2. Tafsir Al-Mishbah M. Quraish Shihab, Kajian atas Amtsal Al-Qur’an.
Karya Dr. H.Mahfudz Masduki MA.
3. Dan buku-buku yang laindari karya M. Quraish Shihab dan karya para
ulama dan ilmuwan lain yang menjelaskan tentang konsep ketuhanan.
Dalam penelitian ini digunakan juga data-data lainyaitu berupaya
mengeksplorasi karya-karya pemikir lain dalam batas relevansinya dengan
persoalan ketuhanan yang diteliti.
Sebagai sebuah penelitian atau studi atas tokoh yang berupaya
memahami dan mengkonstruksi ide atau pemikiran, maka pendekatan utama
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan pemikiran filosofis.
Pendekatan ini digunakan, karena salah satu ciri khas dari penelitian ini
adalah penelitian dan pengkajian struktur ide-ide serta pemikiran fundamental
yang dirumuskan seorang pemikir.
Data yang telah terkumpul dari sumber primer atau skunder dengan
penjelajahan kepustakaan, diklasifikasikansesuai dengan tema masing-
masing, diseleksi dan kemudian disusun sesuai kategori data yang telah
20

ditentukan. Berdasarkan pada jenis data dan tujuan yang akan dicapai, maka
strategi analisis yang digunakan adalah Tuhan bermuara pada kesimpulan-
kesimpulan umum.
Hasil penelitian ini disajikan secara analisis, dan dalam penyajiannya
dilakukan analisa kritis terhadap data-data yang telah diperoleh, pemikiran M.
Quraish Shihab dan pemikiran tokoh-tokohtertentu yang juga berbicara
tentang persoalan yang sama. Karenanya, penelitian ini juga bersifat
deskriptif-komparatif. Hal ini dilakukan untuk memperjelas dan menegaskan
konsep ketuhanan menurut pandangan dan pemikiran M. Quraish Shihab.

E. LandasanTeori

Pembahasan dalam tesis ini sebagaimana dimaksudkan oleh judul,


“Tuhan Dalam Pemikiran M. Quraish Shihab”,landasan teori yang digunakan
adalah prinsip-prinsip filsafat Islam dan prinsip Hikmah Muta’âliyah, juga
prinsip-prinsip teologis yang menjadi pandangan para teolog Islam dalam
melihat, mengkaji dan meneliti pemikiran ketuhanan.
Maka dalam hal tersebut, pemikiran-pemikiran ketuhanan M. Quraish
Shihab yang tersebar di berbagai karya-karyanya akan dihimpun dan
dikumpulkan kemudian dipilah-pilahkan dan dianalisa secara mendalam
menggunakan landasan filsafat Islam dan prinsip-prinsip filsafat Hikmah
Muta’âliyah,untuk kemudian disimpulkan sebagai pemikiranfilosofisM.
Quraish Shihab tentang ketuhanan.

F. TujuanPenelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan


pemahaman secara benar dengan memberikan kesimpulan yang valid tentang
pemikiran M. Quraish Shihab dalam hal :
a. Bahwa konsep ketuhanan Islam dibangun atas prinsip-prinsip rasional,
logis,filosofis,irfandansufistik.
b. Bahwa konsep ketuhanan Islam yang diajarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah saw. adalah konsep ketuhanan yang dapat diimplementasikan
21

dalam dunia realitas dan membangun peradaban manusia dengan


landasan akal dan rasio sehingga selalu valid sepanjang masa dan dapat
memberikan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang
berkembang sejalan perkembangansains dan pemikiran manusia
sepanjang masa, dalam bentuk pemikiran, budaya, sains dan teknologi.
c. Bahwa M. Quraish Shihab adalah pemikir Islam yang memberikan
kontribusi besar dalam perkembangan pemikiran ketuhananrasional dan
filosofis dalam Islam, dapat disebutkan bahwa M. Quraish Shihab yang
mashur dibidang tafsir Al-Qur’an adalah juga seorang ahli dan memiliki
pengetahuhan yang cukup dalam pembaharuan pemikiran di bidang
teologi Islam dan pemikiran ketuhanan filosofis,yang kemudian dapat
memberikan penjelasan-penjelasan yang valid dan benar terhadap
pemikiran ketuhanan Islam. Menjelaskan keesaan Tuhan, sifat, asma’
(nama-nama) dan perbuatan-Nyasecara ilmiah, filosofis dan benar.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan studi ini dituangkan dalam lima bab.


Bab I, merupakan pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang
masalah, rumusan dan pembatasan masalah, metode pembahasan, tinjauan
kepustakaan, dan sistematika penulisan.
Bab II, merupakan deskriptif dan pemetaan secara singkat latar
belakang kehidupan intelektual M. Quraish Shihab. Bab ini membahas latar
belakang pendidikan, karya-karya intelektual, serta kondisi kultural dan
intelektual yang mengitari dan mempengaruhinya. Dengan informasi ini
diharapkan dapat ditemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi pemikiran
M. Quraish Shihab dalam hal ketuhanan yang logis dan filosofis .
Bab III, membahas mengenai konsep Tuhan, dan berbagai hal yang
berhubungan dengan-Nya, dalam bab ini dibahas mengenai wacana relasi
teologi dan filsafat dalam konsep ketuhanan, yang berakar pada konsep wujud
dan ontology filosofis, dan menjelaskan teori pengetahuan dan epistemologi
22

sebagai jalan mengetahui-nya dengan benar.Dan membahas berbagai hal yang


berhubungan dengan wujud Allah.
Bab IV, Pembahasan, dalam bab ini berisi tinjauan analisis pemikiran
tentang ketuhanan, zat, sifat dan asma’-Nya menurutpara teolog muslim dan
pemikiran para filosof Islam dalam perspektif epistemologi dan filsafat dan
pemikiran ketuhananM. Quraish Shihab.
Bab V, merupakan penutup studi ini. Di dalamnya diberikan
kesimpulan studi analisis dan filosofis, serta berisi rekomendasi dari penulis
setelah melakukan kajian terhadap pemikiran ketuhananM. Quraish Shihab.
DAFTAR REFERENSI

Al Amuli Hasan Hasan Zadeh, Daaud Al Qoyshari, Tahkik, Fushus Al-Hikam,


Ibnu Arabi. Qum, Bustan Kitab, 1423H
Al-Bahrani, Muhammad Sanad, Al-Aql Al-Amal, Beirut,Ummul-Quraa.
Al-Ghazali, Abu Hamid Imam,Ihya Ulumuddin,Mesir, Al-Maktabah, 1998.
Al-Hajj, Ali Hasan Dr, Al-Hikmah Al-Muta’aliyah inda Shdrul-Mutaallihin As-
Syairazi, Beirut, Daar Alhuda, 2005.
Al-Hilli, Al-Allamah, Kasyf Al-Murad fii Tajrid Al-I’tiqaad, An-Nasyr Al-Islami,
1425.
Al-Haidari, Kamal, Al-falsafah, Syarah Kitab Al-Asfar Al-arba’ah,
Iran,DaarFaraqid, 2008.
..........Syarah Nihayat Al-Hikmah, Iran, Daar faraqid,1430H.
......., Durus Fii Al-Hikmah Al-Muta’aliah Syarah Bidayah Al-Hikmah,Iran, Daar
faraqid , 2008.
Al-Majlisi, Muhammad Bagir, Bihar Al-Anwar, Bairut, Mu’asasah Al-Wafa’,
1983
Al Qumi Syech Abbas, Mafatih al-jinan, Beirut, Dar al-ta’aruf, 2009..
Al-Walid, Kholid. Dr., Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat, Jakarta, Sadra Press,
2012.
……., Tasawuf Mulla Shadra, Bandung, M Press, 1426H
Aminullah Al Hadi, Membela Tuhan, Surabaya, LPAM, 2004
Amstrong, Karen, Sejarah Tuhan, Bandung, Mizan, 2012.
......., Masa Depan Tuhan, Bandung, Mizan, 2011.
Ar-Radli. As-Syarif, Nahjul Balagahsyarah Syekh Muhammad Abdduh. Cairo,
Daar Al-hadirs, 2004.
Ar-Rifa’iy Abd.Jabbar, Duruus fii Al-falsafah Al-Islamiah, Jakarta,Al-Huda,
2000.
As-Shaduq, Syekh, Syarh At-Tauhid As-Shaduuq, Iran,At-thaba’ah,1415H.
As-Syirazy, Mulla Shadra, Shadruddin, Manifestasi-Manifestasi Ilahi, Jakarta,
Sadra press, 2011.
……., As-syawahid Ar-Rububiyah , Iran, Daar faraqid, 1426H.
……., Al-Masya’ir, Iran, Daar faraqid 1426H.
………..Majmu’ah Rasa’il al-Falsafiyah Bairut, Daar Ihya’ At-Turats Al-Arabiy.
2001.
……….,Al-Mabda’ wa al-Ma’ad, Iran, Daar Faraqid, 1426H.
……., Al-Hikmah Al-Muta’aliyah Fii Al-Asfaar Al-Aqliyah Al-Arba’ah, Iran, Daar
Faraqid, 1426H.
As-Suyuth Jalaluddin, Jami As-Shagir, Iran, Maktabah Ahlil Bait
As-Subhani, As-Syekh Jakfar, Al-Milal Wa An-nihal, Pekalongan, Al-Hadi, 1997
……., Qaidatani Falsafiyataan, Iran, Al-Imam As-Shadiq 1424H.
……., Al-Ilahiyaat, Iran, Imam As-Shadiq, 1430 H.
At-Thabathabaiy, Muhammad Husein, Tafsir Al-Mizan, Beirut, Al-A’lami, 1991.
……., Ushul Al-Falsafah Wa Al-manhaj Al-waqiiy, Qum Iran, Syabkah anâ syi’iy
al-alamiah, 2011
Badar, Adil Mahmud, Burhan Imkan wal wujub, Suria, Daar Al-Hiwar, 2006.
Bahesti, Muhammad Husein, Tuhan Menurut Al-Qur’an, Jakarta,Al-Huda, 2006.
Bahtiar, Amsal, Filsafat Agama, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007
Chittick, Williem C. Dunia Imajinal Ibnu ‘Arabi,Surabaya, Risalah Gusti, 2001.
Fadzlurrahman, Filsafat Shadra, Bandung, Mizan, 2000.
Hasan Yusufian & Husein Syarifi, Akal Dan Wahyu, Jakarta, Sadra Press, 2011.
Ibnu Arabi, Muhyiddin, Tafsir Al-Quran, Taqdim Dr. Musthafa Galib. 1979..
……., Al-Futuhat Al-makkiyah,Bairut,Daar Shadir
Ibnu Sina, Al-Isyarat Wat Tanbihat, Qum, Bustan Kitab, 1423H
Kartanegara, Mulyadhi, Gerbang Kearifan, Sebuah Pengantar Filsafat Islam,
Jakarta,Lentera Hati, 2006.
Labib, Muhsin Dr., Pemikiran Filsafat MT. Misbah Yazdi, Jakarta, Sadra Press,
2011.
Mudhaffar, Muhammad Ridla,Al-Aqa’id Al- Imamiah, Iran,Yayasan Imam Ali
Qum,1417H.
Mugniah Jawad , Falsafah At-tauhid, Bairut , Penerbit aar Al-Jawad, 1094
Musthafa P. MAg, M.Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia,
Jogjakarta, Pustaka Pelajar 2010.
Muthahhari, Murtadla, Pengantar Epistemologi Islam, Jakarta, Sadra Press, 2010.
……., Membumikan Kitab Suci,Bandung, Mizan,2007.
……., Bedah Tuntas Fitrah, Jakarta, Citra, 2012.
……., Filasafat Hikmah Pengantar Filsafat Islam, Bandung, Mizan, 2002.
Nasr, Muhammad Husein, Enskolopedi Tematis Filsafat Islam,Bandung, Mizan,
2003.
......., Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam,Jogjakarta,RCis, 2006.
Nasution Harun ,Teologi Islam Aliran aliran Jakarta, UI Press 1986
Nata, Abuddin, Kajian Tematik Al-Qur’an tentang Ketuhanan, Bandung,
Angkasa, 2008
Nur, Muhammad, Wahdatul Wujud Ibnu Arabi Dan Filsafah Wujud Mulla
Shadra, Makasar, Camran Press, 2012
Nur Syaifan, Filsafat Wujud Mulla Shadra, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2002
Shihab, M. Quraish Dr, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2007
……., Al-Lubab, Jakarta, Lentera Hati. 2008
……., Secercah Cahaya Ilah, Bandung, Mizan Pustaka.2007
……., Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 2009
……., Wawasan Al-Qur’an, Bandung,Mizan.1999
Syairazi, Mahmud Qazarani Qutbuddin, Syarah Hikmah Al-Isyraaq
Suhrawardi,Teheran,Yayasan Muthala’at Islami,1380.
Syairazy, Nashir Makarim, Akidah Kami,Jakarta,Al-Huda, 2012.
......., Belajar Tentang Allah,Kenabian, Jakarta, Lentera, 2004.
Syhabuddin Suhrawardi, Hikmah al-Isyraq,Teheran, Muthalaah Islami, 1380H
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung,Rosda, 2000
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan Dan Manusia, Jogjakarta, Tiara Wacana, 1997
Tsuraya, Keswari Dr, Al Juwaini, Peletak Dasar Teologi
Rasional,Jakarta,Erlangga 2005.
WJS Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
2011
Yazdi, Muhammad Taqi Misbah, Iman Semesta, Jakarta, Al-Huda, 2005.
……., Filsafat Tauhid Mengenal Tuhan Melalui Nalar Dan Firman, Bandung,
Arasy, 2003
Yunasir Ali, Kajian Tematik Al-Qur’an tentang Ketuhanan, Bandung, Angkasa,
2008
Ziai, Husein, Suhrawardi Dan Filsafat Illuminasi, Jakarta, Sadra Press, 2012.

Anda mungkin juga menyukai