Anda di halaman 1dari 16

NASKAH AKADEMIK

DISUSUN OLEH :
Kelas A Ilmu Perundang-Undangan
Kelompok 7 :

Syofina Dwi Putri A (25) 195010101111017


Muhammad Reza Magistra (26) 195010101111067
Annisa Nuria Fajarsina (27) 195010101111093

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembuatan Naskah Akademik merupakan salah satu bagian dari proses penyusunan
rancangan undang-undang sebagaimana diatur dalam ketentuan UU No.15 Tahun 2019
tentang Perubahan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Pembuatan Naskah Akademik merupakan pembentukan naskah hasil penelitian
atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-
Undang sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. 1
Pemakaian istilah Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan secara baku
dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan Kepada Badan Pembinaan Hukum
Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah
Akademik Peraturan Perundang-Undangan.2 Sebelum dikeluarkannya Keputusan Kepala
Badan Pembinaan Hukum Nasional terdapat berbagi istilah terkait dengan Naskah
Akademik, seperti Naskah Rancangan Undang-undang, Naskah Ilmiah Rancangan Undang-
undang, Rancangan Ilmiah Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademis Rancangan
Undang-undang, dan Academic Draft Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Selanjutnya, dalam sistem hukum Indonesia, pengaturan naskah akademik mulai dikenal
dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan. UU
No.10 Tahun 2004 tidak ada mengatur mengenai Naskah Akademik dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun, ketentuan tentang Naskah Akademik
dapat dilihat pada pasal 1 angka 7 pada Perpres RI No.68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancanagan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.
Namun, pada pengaturan ini penyusunan akademik masih bersifat fakultatif atau bukan
merupakan suatu keharusan dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan.3
Selanjutnya, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, keberadaan Naskah Akademik dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan menjadi suatu keharusan terhadap pembentukan Undang-Undang
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 43 ayat (3) bahwa Rancangan Undang-Undang yang
berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik. 4 Keberadaan Naskah
Akademis sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembentukan
1
Dwiman Akhmad Firdaus, Urgensi Pembentukan Naskah Akademik Undang-Undang Persepektif
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembetukan Peraturan Perundang-Undangan, Skripsi tidak
diterbitkan, Smearang, Fakulta Hukum Universitas Negeri Semarang, 2015, hlm 56.
2
Delfina Gusman, Urgensi Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
yang Baik, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatera Barat, hlm 299.
3
Ibid., hlm 298.
4
Abdul Basyir, Pentingnya Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Untuk Mewujudkan Hukum Aspiratif dan Responsif, Jurnal IUS, Vol.II No.5 , 2014, hlm 288.
peraturan perundang-Undangan yang baik. Hal ini disebabkan dalam perkembangan
ketatanegaraan Indonesia yang sedang masa transisi demokrasi secara yuridis masih belum
banyak aturan hukum yang lengkap mengatur segala hal yang terkait dalam materi yang akan
menjadi ruang lingkup pada undang-undang terkait. Seperti, dengan adanya naskah akademik
sekiranya akan dapat menjelaskan permasalahan-permasalahan awal yang ada dalam materi
terkait pada undang-undang yang akan disusun. Sehingga, dalam hal ini naskah akademik
dapat menjadi upaya nyata dari partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan dan
pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh karena Naskah Akademik merupakan
salah satu bagian penting dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan,
penulisan pada makalah ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai Naskah Akademik
yang akan diuraikan dengan beberapa bagian sub bahasan yaitu, Perkembangan Naskah
Akademik dalam Kedudukannya pada Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
Dasar Hukum Pembentukan Naskah Akademik, Naskah Akademik dalam Sistem Hukum
Indonesia, Metode dan Proses Penyusunan Naskah Akademik, Sistematika Penyusunan
Naskah Akademik serta makna penting dan urgensi pembentukan Naskah Akademik.

1.2 Rumusan Masalah Makalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah pada
makalah ini antara lain:
1. Perkembangan Naskah Akademik dalam Kedudukannya pada Proses Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
2. Dasar Hukum Pembentukan Naskah Akademik;
3. Naskah Akademik dalam Sistem Hukum Indonesia;
4. Metode dan Proses Penyusunan Naskah Akademik;
5. Sistematika Penyusunan Naskah Akademik;
6. Makna penting dan urgensi pembentukan Naskah Akademik.

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik beberapa
tujuan dari dibuatnya makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Perkembangan Naskah Akademik dalam Kedudukannya pada
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
2. Untuk mengetahu Dasar Hukum Pembentukan Naskah Akademik;
3. Untuk mengetahui Naskah Akademik dalam Sistem Hukum Indonesia;
4. Untuk mengetahui Metode dan Proses Penyusunan Naskah Akademik;
5. Untuk mengetahui Sistematika Penyusunan Naskah Akademik;
6. Untuk mengetahui Makna penting dan urgensi pembentukan Naskah Akademik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Naskah Akademik dalam Kedudukannya pada Proses Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.
Pemakaian istilah Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan secara baku
dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan Kepada Badan Pembinaan Hukum
Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan.5 Sebelum dikeluarkannya Keputusan
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional terdapat berbagi istilah terkait dengan Naskah
Akademik, seperti Naskah Rancangan Undang-undang, Naskah Ilmiah Rancangan
Undang-undang, Rancangan Ilmiah Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademis
Rancangan Undang-undang, dan Academic Draft Penyusunan Peraturan Perundang-
undangan.6 Namun, mengenai beberapa istilah Naskah Ademik ini, sejak berlakunya
Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Undang-
Undang, istilah yang lazim dipakai setelahnya adalah Naskah Akademik. 7 Selanjutnya,
dalam sistem hukum Indonesia, pengaturan naskah akademik mulai dikenal dalam UU
Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan.
UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
tidak ada mengatur mengenai Naskah Akademik dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan. Namun, ketentuan tentang Naskah Akademik dapat dilihat pada
pasal 1 angka 7 pada Perpres RI No.68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden. Lebih
lanjut, sebagaimana ketentuan pada pasal 5 ayat (1) Perpres No.68 Tahun 2005,
penyusunan Naskah Akademik di Indonesia sebenarnya masih bersifat fakultatif atau
bukan merupakan suatu keharusan. Adanya kata “dapat” dalam pasal ketentuan pasal
tersebut dapat menimbulkan multi tafsir,yaitu Naskah Akademik bisa menjadi suatu
keharusan dan bisa saja tidak menjadi sebuah keharusan, akibatnya dapat saja terjadi
pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengabaikan keberadaan dari
Naskah Akademik.8 Selanjutnya, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, keberadaan Naskah
Akademik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan menjadi suatu keharusan
terhadap pembentukan Undang-Undang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 43 ayat (3)
5
Delfina Gusman, Urgensi Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
yang Baik, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatera Barat, hlm 299.
6
Abdul Basyir, Pentingnya Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Untuk Mewujudkan Hukum Aspiratif dan Responsif, Jurnal IUS, Vol.II No.5 , 2014, hlm 287.
7
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan 2, PT Kanisius, Daerah Istimewa Yogyakarta, 2007,
hlm 241.
8
Delfina Gusman, Urgensi Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
yang Baik, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatera Barat, hlm 298.
bahwa Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus
disertai Naskah Akademik. Sedangkan terhadap pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota masih bersifat kabur antara keharusan atau alternatif karena hanya
menyebutkan “disertai”, sebagaimana pada Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Penggunaan kata
“disertai” dalam pembentukan Peraturan Daerah bisa saja dimaknai di satu sisi sebagai
keharusan dan di sisi lain sebagai kebolehan untuk tidak menyertakan Naskah
Akademik.9

2.2 Dasar Pembentukan Hukum Naskah Akademik

2.2.1 Sebelum Undang-Undang No.10 Tahun 2004.


Sejak tanggal 20 Desember 1994, Kepala Badan Pembinaan Hukum
Nasional No.G 159.PR.00.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
Naskah Akademis Peraturan Perundang-Undangan, yang oleh sebagian besar
departemen digunakan sebagai acuan untuk membentuk nasakah akademis dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.10 Dasar hukum pembentukan
naskah akademis mulai mendapat perhatian setelah presiden menetapkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (dalam Keputusan Presiden ini
disebutkan dengan istilah rancangan akademik). Penyusunan naskah adademik
mulai menjadi suatu pemikiran dari lembaga negara dan lembaga pemerintah
yang terkait dakam penyusunan suatu RUU, oleh karena rumusan pada pasal 3
dan 4 Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998. 11 Berdasarkan rumusan kedua
pasal tersebut keberadaan suatu naskah akademik dalam pembentukan RUU (dan
peraturan perundang-undangan lainnya) belum merupakan suatu kewajiban.
Kewajiban membentuk suatu rancangan akademik masih bersifat tidak mengikat
(alternatif), oleh karena dalam pasal 3 ayat (1) hanya dirumuskan dengan kata
“dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik” dan tidak
dirumuskan dengan kata “wajib terlebih dahulu menyusun rancangan
akademik”. Selain itu, pada Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia No.15/DPR RI/2004-2005, pada pasal 119 ayat (5) dapat
dilihat bahwa keberadaan suatu naskah akademis perlu menjadi pertimbangan.
Dalam ketentuan pasal 119 ayat (5) dapat dilihat bahwa kewajiban untuk
menyusun Naskah Akademik dalam pembentukan rancangan undang-undang
masih bersifat alternative. Dengan demikian, suatu RUU boleh diajukan dengan

9
Abdul Basyir, Pentingnya Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Untuk Mewujudkan Hukum Aspiratif dan Responsif, Jurnal IUS, Vol.II No.5 , 2014, hlm 288.
10
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan 2, PT Kanisius, Daerah Istimewa Yogyakarta, 2007,
hlm 243.
11
Ibid,. hlm 244.
naskah akademis, atau tidak apabila RUU tersebut disertai penjelasan dan
keterangan.12
2.2.2 Sesudah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Dalam UU No,10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, khususnya BAB V yang mengatur mengenai Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan , tidak dirumuskan suatu kewajiban untuk menyusun
naskah akademis dalam pembentukan RUU atau peraturan perundang-undangan
yang lain. Sesudah berlakunya UU No.10 Tahun 2004 tersebut, pengaturan
tentang naskah akademis mulai dirumuskan kedalam Peraturan Presiden No.68
Tahun 2005.13 Selain itu, tentang penyertaan naskah akademis pada suatu RUU
juga terdapat pada ketentuan pasal 121 Surat Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia No.08/DPR/RI/I/2005-2006 Tentang Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat. Rumusan serupa juga terdapat pada pasal 125 ayat (1)
dan pasal 134 ayat (1) Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat. 14Namun,
walaupun berdasarkan Peraturan Presiden No.68 Tahun 2005, dan Surat
Keputusan DPR No.08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat tersebut telah merumuskan pengertian naskah
akademis, dan mengutnya dalam beberapa pasal, namun semua ketentuan dalm
pasat tersebut tidak memberikan kewajiban untuk menyusun naskah akademis
bagi pembentuk RUU. Dengan perkataan lain, kewajiban membentuk naskah
akademis dalam pembentukan RUU adalah merupakan suatu alternatif.15
2.3 Naskah Akademik dalam Sistem Hukum Indonesia
Naskah Akademis menurut pasal 1 ayat (11) UU No.15 Tahun 2019 Tentang
pembentukan Peraturan perundang-undangan diartikan sebagai :
“Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum
dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.”16
Naskah Akademik menurut Harry Alexander yang dimaksud dengan naskah
akademik adalah merupakan naskah awal yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dan
materi muatan perundang-undangan bidang tertentu.17 Selanjutnya, Jimmly Asshidiqie
berpendapat bahwa Naskah Akademis disusun sebagai hasil kegiatan yang bersifat
12
Ibid,. hlm 245.
13
Ibid,. hlm 246.
14
Ibid,. hlm 247.
15
Ibid,. hlm 248.

16
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
akademis sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, objektif
dan impersonal.18 Naskah akademik mempunyai konsep isi sebagaimana dijelaskan
dalam ketentuan pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun
2005 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pmerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan
Rancangan Peraturan Presiden, yang menyatakan bahwa :

“Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggung jawabkan secara


ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasarang
yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan
rancangan undang-undang.”
Namun, Ketentuan mengenai adanya keharusan suatu rancangan undang-undang
disertai dengan Naskah Akademik, tidak berlaku bagi Rancangan Undang-Undang
mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang, atau pencabutan
Undang-Undang atau pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
namun ketentuan-ketentuan tersebut cukup disertai dengan keterangan yang memuat
pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.19 Selanjutnya, Tujuan dari penulisan
Naskah Akademik dapat disesuaikan dengan ruang lingkup permasalahan yang akan
dijelaskan didalamnya. Lebih lanjut, Ni’matul Huda, pengajar Fakultas Hukum UII
Yogyakarta, dan Sonny Maulana Sikumbang, akademisi Fakultas Hukum UI dalam
artikel Rancangan Peraturan harus memiliki Naskah Akademik menyatakan bahwa
pembuatan naskah akademik mempunyai arti penting dengan tujuan agar jelas tujuan
pembuatan dari produk hukum terkait. Naskah akademik tersebut akan membantu para
pembuat peraturan untuk menemukan logika akademiknya sehingga jelas mengapa suatu
masalah diatur demikian.20 Selain itu, terdapat beberapa tujuan lain dari Naskah
Akademik, yaitu:
 Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut;
 Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
hokum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat;
17
Ni Made Jaya Senastri, Luh Putu Suryani, Fungsi Naskah Akademik (NA) dalam Pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah, Kertha Wicaksana, Vol 12 No 1, Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali,
2018, hlm 41.
18
Muhammad Ishom, Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan, al Qisthâs; Jurnal Hukum
dan Politik, Vo.10 No. 1, Fakultas Syariah UIN Banten, Banten, 2019, hlm 63.
19
Indriyati, Rosita, 2019, Perlukan Naskah Akademik dalam Pembentukan Instruksi Presiden?,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c7b3b70223c4/perlukah-naskah-akademik-dalam-
pembentukan-instruksi-presiden/ (online), (Diakses pada 12 Desember 2020, Pukul : 08.31 WIB)
20
Tri Jaya Ayu Pramesti, Dimana Mendapatkan Naskah Akademik Suatu Undang-Undang?,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt55c772768f189/dimana-mendapatkan-naskah-akademik-suatu-
undang-undang/ (online), (Diakses Pada 13 Desember 2020, Pukul : 10.16 WIB).
 Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah;
 Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah.21
Lebih lanjut, Naskah Akademik memiliki beberapa fungsi, sebagaimana pendapat
Harry Alexander yaitu sebagai : Bahan awal yang memuat gagasan-gagasan tentang
urgensi, pendekatan, luas lingkup dan materi muatan suatu peraturan daerah; Bahan
petimbangan yang dipergunakan dalam permohonan izin prakarsa penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah / Rancangan Produk Hukum Daerah lainnya kepada Kepala
Daerah; Bahan dasar bagi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah/Rancangan Produk
Hukum Daerah lainnya.22

2.4 Metode dan Proses Penyusunan Naskah Akademik


Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan
metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui
metode23 yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris dikenal
juga dengan penelitian sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi
pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-
undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta
hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normative dapat
dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar
pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan
penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif)
yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk
mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap
Peraturan Perundang-undangan yang diteliti.24
2.5 Sistematika Penyusunan Naskah Akademik
Adapun Sistematika Naskah Akademik sesuai dengan Lampiran Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Produk Hukum Daerah
adalah sebagai berikut:
o JUDUL;
21
Dr.Roy Marthen Moonti.,S.H.,M.H., Ilmu Perundang-Undangan, Keretakupa, Makassar, 2017, hlm
122.
22
Delfina Gusman, Urgensi Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
yang Baik, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatera Barat, hlm 301.
23
Op.cit., hlm 122.
24
Op.cit., hlm 123.
o KATA PENGANTAR;
o DAFTAR ISI;
o BAB I PENDAHULUAN;
o BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS;
o BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT;
o BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS;
o BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUPMATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN
DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA;
o BAB VI PENUTUP;
o DAFTAR PUSTAKA.

Uraian singkat setiap bagian sebagaimana disebutkan di atas, dapat dikemukakan


sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN25 :
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan,
identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian.
A. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya
penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan RUU atau
Rancangan Perda tertentu. Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan
RUU atau Rancangan Perda suatu Peraturan Perundang-undangan memerlukan
suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran
ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan RUU atau Rancangan Perda yang
akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak
perlunya penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan
ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada dasarnya
identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok
masalah, yaitu sebagai berikut:
o Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut
dapat diatasi;

25
Op.cit., hlm 120.
o Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti
membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut;26
o Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah;
o Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan.

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik


Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di
atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan
tersebut;
2) Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah sebagai dasar hokum penyelesaian atau solusi permasalahan
dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat;
3) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah;
4) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah.
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah
sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang
berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum
dapat dilakukan melalui metode27 yuridis normatif dan metode yuridis empiris.
Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode
yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data
sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,
perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil
pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normative dapat dilengkapi
26
Op.cit., hlm 121.
27
Op.cit., hlm 122.
dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar
pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali
dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-
undangan (normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang
terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan yang
diteliti.
2. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan
negara dari pengaturan dalam suatu UndangUndang, Peraturan Daerah Provinsi,
atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub
bab berikut:
A. Kajian teoretis;
B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.
Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek
bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan
dibuat, yang berasal dari hasil penelitian;
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta
permasalahan yang dihadapi masyarakat.28
D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan
masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.

3. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundangundangan terkait yang
memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Undang-Undang dan Peraturan
Daerah baru dengan Peraturan Perundang-undangan lain, harmonisasi secara
vertikal dan horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-undangan yang ada,
termasuk Peraturan Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
serta Peraturan Perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak
bertentangan dengan Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang baru. Kajian
terhadap Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau
materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari Undang-
Undang atau Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat menggambarkan
tingkat sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada serta
posisi dari Undang-Undang dan Peraturan Daerah untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi
28
Op.cit., hlm 123.
penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang akan
dibentuk.
4. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis (Filosofische Grondslag)


Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk29 mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Landasan Sosiologis (Sociologische Grondslag)
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alas an yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara.
C. Landasan Yuridis (Wettelijke Grondslag)
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alas an yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan
yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin
kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut
persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur
sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa
persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan
yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari
Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada
tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
5. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH
PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 30
Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup
materi muatan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi,
atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang akan dibentuk. Dalam Bab
ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang
akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan
29
Op.cit,. hlm 124.
30
Op.cit,. hlm 125.
yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang
lingkup materi pada dasarnya mencakup: ketentuan umum memuat rumusan
akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa; materi yang akan diatur; ketentuan
sanksi; dan ketentuan peralihan.
6. BAB VI PENUTUP
Bab penutup Naskah Akademik terdiri atas 2 (dua) subbab yakni simpulan
dan saran. Simpulan Naskah Akademik memuat rangkuman pokok pikiran yang
berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang
telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Sementara, saran Naskah Akademik memuat
antara lain:
o Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu
Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan Perundangundangan di
bawahnya;
o Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan Rancangan Undang-
Undang/Rancangan Peraturan Daerah dalam Program Legislasi
Nasional/Program Legislasi Daerah;
o Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan
penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut.

7. DAFTAR PUSTAKA31

2.6 Makna Penting dan Urgensi Pembentukan Naskah Akademik


Peraturan perundang-undangan yang baik dapat dilihat jika substansi di dalamnya
mengandung nilai luhur masyarakat, dapat diterima oleh masyarakat tanpa perlu
dilakukannya penegasan oleh penguasa, dan pembentukannya tidak secara pragmatis.
Kebutuhan akan naskah akademik pada proses pembentukannya didasarkan kepada dua hal,
yaitu32: Alasan teknis, bertujuan untuk membatasi daftar prioritas pembentukan rancangan
peraturan perundang-undangan oleh lembaga berwenang ; Alasan subtantif, bertujuan untuk
memperoleh rancangan Undang-Undang yang baik, aplikatif, dan futuristik. Oleh karena itu,
dapat disebutkan urgensi pembentukan naskah akademik antara lain33:
1. Naskah akademik sebagai upaya nyata dari partisipasi masyarakat dalam proses
penyusunan dan pembentukan peraturan perundang-undangan.
2. Sebagai pedoman yang berisi alasan, fakta, atau latar belakang masalah mendesak di
masyarakat.

31
Op.cit,. hlm 126.
32
Aisyah Laliyah, Naskah Akademik, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2010.
33
Siti Masitah, Urgensi Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Urgency Academic
Draft in Estabilishment of The Region Regulation), Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 10, Kementrian Hukum dan
HAM, Jakarta, 2013, hlm 116.
3. Nakah akademik mengandung pandangan dari segi filosofis, segi sosiologis, segi
yuridis, segi teoritis dan segi politis34
4. Konsep awal yang memuat gagasan-gagasan tentang dasar pemikiran perlunya
disusun suatu rancangan peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, ruang
lingkup, dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dimaksud.
5. Bahan dasar bagi penyusunan RUU dan bahan pertimbangan yang dipergunakan
dalam permohonan izin prakarsa penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan.

34
Aan Eko Widiarto, 2009, Naskah Akademik: Metode dan Teknik Penyusunan Naskah Akademik ,
http://widiarto.lecture.ub.ac.id/2009/01/naskah-akademik/ (online), (Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2020,
Pukul : 23.57 WIB ).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemakaian istilah Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan secara baku
dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan Kepada Badan Pembinaan Hukum
Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994. Lebih lanjut, pengaturan awal Naskah
Akademik Mulai dikenal pada UU No.10 Tahun 2004, yang kemudian diatur lebih lanjut
pada aturan pelaksananya pada Peraturan Presiden No.68 Tahun 2005. Namun, dalam
aturan ini, penyusunan Naskah Akademik di Indonesia masih bersifat fakultatif / bukan
merupakan suatu keharusan. Selanjutnya, pada UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, keberadaan Naskah Akademik dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan diubah menjadi suatu keharusan terhadap
pembentukan Undang-Undang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 43 ayat (3).Metode
penelitian dalam penyusunan Naskah Akademik tersebut dapat dilakukan menggunakan 2
metode yaitu, metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Sementara, terkait
sistematika penyusunan Naskah Akademik terdiri dari beberapa bagian, yaitu : judul, kata
pengantar, daftar isi, Bab I mengenai (Pendahuluan : memuat latar belakang, sasaran
yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode
penelitian); Bab mengenai Kajian Teoritis dan Praktik Empiris; Bab III mengenai
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait; Bab IV mengenai
Landasan filosofis, sosiologis dan Yuridis; Bab V menganai Jangkauan, Arah
Pengaturan, dan Ruang Lingup Materi Muatan Undang-Undang, Peraturan Daerah
Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; Bab VI Penutup (simpulan dan saran),
serta daftar pustaka.

3.2 Saran
Berdasarkan pemaparan materi yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga
penulis ingin menyarankan beberapa hal, yaitu :
1. Dianjurkan untuk membentuk Naskah Akademik melalui penelitian dan pengkajian
secara mendalam agar kebutuhan hukum masyarakat dapat diakomodasi dan
menambah tenaga fungsional penyusun Naskah Akademik dan perancang peraturan
perundangundangan (legal drafter) yang menguasai bidang-bidang tertentu;
2. Direkomendasikan kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Badan Legislasi
DPR untuk membuka web/akses secara online sehingga masyarakat dapat
berpartisipasi dengan memberikan masukan secara langsung melalui web/akses
online tersebut dalam proses pembentukan Naskah Akademik;
3. Direkomendasikan kepada Pemerintah maupun DPR untuk memberikan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai pentingnya Naskah Akademik dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai