OLEH :
KELOMPOK 6
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian Gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) 4
2.2 Beberapa sengketa yang dapat digugat pada Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN) 4
2.3 Gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) 6
2.4 Contoh gugatan pada kasus sengketa Tata Usaha Negara (TUN) 11
BAB III PENUTUP 13
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dr.Budi Sastra Panjaitan, S,H.,M.Hum, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, CV Manhaji
Medan dengan Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU, Sumatera Utara, 2016, hlm 1-2.
2
Ibid,. hlm 2.
3
Ibid,. hlm 5.
1
Lebih lanjut, pada UU No.51 Tahun 2009 Tentang Peradilan TUN, BAB IV yang
membahas tentang hukum acara diatur bahwa dalam penyelesaian sengketa pada
Peradilan Tata Usaha Negara (TUN), dapat diselesaikan melalui beberapa bagian, yaitu :
1. Bagian Pertama : Gugatan;
2. Bagian Kedua : Pemeriksaan di Tingkat Pertama;
3. Bagian Ketiga : Pembuktian;
4. Bagian Keempat : Putusan Pengadilan;
5. Bagian Kelima : Pelaksaan Putusan Pengadilan :
6. Bagian Keenam : Ganti Rugi;
7. Bagian Ketujuh : Rehabiitasi;
8. Bagian Kedelapan : Pemeriksaan di Tingkat Banding;
9. Bagian Kesembilan : Pemeriksaan di Tingkat Kasasi;
10. Bagian Kesepuluh : Pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK).
Melalui beberapa tahapan tersebut, dapat diketahui bahwa gugatan merupakan
bagian pertama pada proses pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) tersebut.
Gugatan pada Pasal 1 ayat (11) UU No. 51 Tahun 2009 dimaknai sebagai permohonan
yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke
pengadilan untuk mendapatkan putusan. Lebih lanjut, pada Pasal 53 ayat (1) dan (2) UU
No.51 Tahun 2009 tentang gugatan, bahwa Orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan
gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. Dengan beberapa alasan yang
dapat dimuat dalam pengajuan gugatan tersebut seperti Keputusan Tata Usaha Negara
yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
ataupun Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas
umum pemerintahan yang baik. Bertentangan dengan perundang-udangan dalam hal ini
adalah :
1. bersifat prosedural/formal;
2. bersifat material/substansial;
3. dikeluarkan oleh badan/pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.
Selain itu, diatur pula mengenai konsekuensi hukum apabila terjadi kesalahan
dalam penyusanan gugatan yang diatur pada pasal 62 ayat (2) UU No,51 Tahun 2009,
yaitu konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan adalah seperti gugatan dapat
dinyatakan tidak berdasar maupun tidak diterima oleh Ketua Pengadilan.4 Sehingga,
dengan berdasar pada beberapa uraian tersebut, bagian gugatan pada proses Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN) dalam usaha menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
(TUN) ini dirasa penting keberadaannya. Oleh karena itu, pada penulisan makalah ini
akan difokuskan pada pembahasan tentang Gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara
4
Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2
(PTUN), yang akan dijelaskan dengan beberapa pembagian sub bahasan yaitu, Pengertian
Gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Beberapa sengketa yang dapat
digugat pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Gugatan pada Peradilan Tata Usaha
Negara (PTUN), Contoh gugatan pada kasus sengketa Tata Usaha Negara (TUN).
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Beberapa sengketa yang dapat digugat pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Sengketa Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU
51/2009 didefinisikan sebagai berikut:
“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha
negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”7
Beberapa sengketa yang dapat digugat pada Peradilan Tata Usaha Negara antara lain:
a. Masalah Sengketa Pertanahan
5
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
6
Hasanah, Sovia, 2017, Perbedaan Gugatan Perdata dengan Gugatan TUN (online),
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt59b0ad66be83a/perbedaan-gugatan-perdata-dengan-gugatan-t
un/, (Diakses pada 26 November 2020, Pukul 16:30 WIB)
7
Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
4
PTUN memeriksa dan mengadili persoalan yang menyangkut kewenangan,
substansi dan prosedur penerbitan sertifikat tanah.8
b. Masalah Sengketa Perizinan
8
Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
9
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
5
perundang-undangan yang berlaku serta bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Perkara mengenai Pilkades dan pengisian perangkat desa masih diperiksa
di PTUN juga dikarenakan Putusan mengenai perkara Pilkades dan pengisian
perangkat desa akan mempunyai kekuatan hukum tetap sampai tingkat Pengadilan
Tinggi saja karena termasuk jenis perkara yang tidak dapat diajukan kasasi
sehingga saat ini masih banyak perkara mengenai Pilkades yang diperiksa oleh
PTUN dan diputus sebagai kewenangan absolut PTUN.
e. Masalah Sengketa Lingkungan
Handri Wirastuti Sawitri dan Rahadi Wasi Bintoro, Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya, Jurnal
10
6
2.3 Gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi mengenai tindakan
hukum tata usaha Negara, yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata. 11Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan atas
keputusan tersebut, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,12
bahwa PTUN bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama.
Gugatan tertulis yang dapat diajukan, harus berisi mengenai alasan-alasan gugatan
berserta tuntutan. Adapun 3 (tiga) alasan adalah sebagai berikut:13
Selain itu, gugatan harus berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
⮚ Tahap Pertama
11
GresNews. Tiga Alasan Dalam Mengajukan Gugatan di PTUN.
https://www.gresnews.com/berita/tips/114801-tiga-alasan-dalam-mengajukan-gugatan-di-ptun/. (Diakses pada
tanggal 26 November 2020, Pukul 17.52 WIB)
12
Vide. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,” bahwa PTUN bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama”
13
Ibid.
14
Prosedur pengajuan gugatan di pengadilan tata usaha Negara.
https://www.ptun-bandung.go.id/assets/dokumen/PROSEDUR%20PENGAJUAN%20NGUGATAN.pdf. (Diakses
pada tanggal 26 November 2020, Pukul 17.55 WIB).
7
Pihak Penggugat (Pemohon)/Kuasanya datang ke Pengadilan Tata
Usaha Negara dengan membawa : 1. Surat Gugatan Rangkap 8 (delapan)
disertai soft copynya; 2. fotokopi Objek Sengketa (apabila ada); 3. Surat
Kuasa sejumlah 5 (lima) eksemplar disertai fotokopi kartu pengenal
advokat (apabila ada).
⮚ Tahap Kedua
Petugas Meja Pertama menerima Gugatan/Permohonan beserta
kelengkapannya.
⮚ Tahap Ketiga
Petugas Meja Pertama memeriksa kelengkapan berkas
gugatan/permohonan menggunakan daftar periksa (Check List) dan
meneruskan berkas yang telah selesai diperiksa kelengkapannya kepada
Panitera Muda Perkara untuk menyatakan berkas telah lengkap atau tidak
lengkap.
⮚ Tahap Keempat
Panitera Muda Perkara meneliti berkas Gugatan/permohonan:
⮚ Tahap Kelima
Petugas Meja Pertama/Kasir membuat Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) sebesar Rp. 450.000,- (Empat ratus lima puluh ribu
rupiah).
⮚ Tahap Keenam
Pihak Penggugat (Pemohon)/Kuasanya membayar panjar biaya
perkara sebesar Rp. 450.000,- (Empat ratus lima puluh ribu rupiah).
Melalui Bank sentral atau Via Transfer ATM.
8
● Surat Edaran Mahkamah Agung RI. Nomor : 04 Tahun 2008
Tentang Pemungutan Biaya Perkara;
⮚ Tahap Ketujuh
Pihak Penggugat (Pemohon)/Kuasanya, setelah membayar Panjar
Biaya Perkara melalui Bank, lalu menyerahkan slip bukti penyetoran
kepada Meja Pertama/Kasir.
⮚ Tahap Kedelapan
Petugas Meja Kedua mencatat Gugatan/Permohonan dalam Buku
Register Perkara, Petugas Meja Pertama memproses Gugatan;
⮚ Tahap Kesembilan
Petugas Meja Kedua memasukan nomor perkara, Identitas Para
Pihak, Objek Sengketa, Posita dan Petitum Gugatan dalam aplikasi Sistem
Informasi Administrasi Tata Usaha Negara.
⮚ Tahap Kesepuluh
Petugas Meja Pertama Menyerahkan SKUM dan salinan Gugatan
yang telah didaftar serta ditandatangani oleh Panitera kepada Pihak
Penggugat (Pemohon)/Kuasanya; Selanjutnya tunggu panggilan melalui
surat tercatat untuk menghadap ke Pengadilan.
2. SYARAT GUGATAN
1. Pengajuan Gugatan
Sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 2018 tentang
Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah
Menempuh Upaya Administrasi, Pasal 2 ayat (1) Pengadilan Berwenang
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa administrasi
pemerintahan setelah menempuh upaya administratif. 16Berdasar ketentuan
tersebut maka sebelum gugatan sengketa administrasi pemerintahan
diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terlebih dahulu harus ditempuh
15
Vide. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa
Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administrasi, pada pasal 2 ayat (1) yaitu “Pengadilan
Berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setalah
menempuh upaya administratif.”
16
Syarat Gugatan PTUN Jogjakarta. Syarat Gugatan.
https://www.ptun-yogyakarta.go.id/index.php/berita/10-pedoman-gugatan/5-syarat-gugatan.html. (Diakses pada
tanggal 26 November 2020, Pukul 18.01 WIB)
9
Upaya Administrasi terlebih dahulu. Dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah
Agung tersebut dijelaskan, bahwa Upaya administratif adalah proses
penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan administrasi
Pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan dan / atau tindakan
yang merugikan. Jadi untuk dapat mengajukan guagatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara, pihak yang mengajukan gugatan diharuskan untuk
menyertakan atau melampirkan Keputusan penyelesain sengketa melalui
Upaya Administratif yang telah ditempuh. Gugatan diajukan secara tertulis
rangkap 8 (delapan) dilengkapi :
- Keputusan penyelesain sengketa melalui Upaya Administratif
- Bukti Pembayaran Biaya Perkara melalui Bank BRI sejumlah Rp
500.000
- Fotocopi Objek Sengketa sejumlah 1 eksemplar (apabila sudah ada)
- Surat Kuasa sejumlah 5 eksemplar disertai copy Kartu Pengenal
Advokat
- Fotokopi KTP Para Pihak sejumlah 1 eksemplar (Apabila tidak
diwakilkan)
- Surat Gugatan dilengkapi dengan softcopy (CD/Flashdisc)
5. Tertib Persidangan :
- Para Pihak wajib mengisi Daftar Hadir Sidang di Meja Informasi.
- Para Pihak wajib datang sesuai dengan waktu yang ditetapkan pada
sidang sebelumnya (toleransi waktu keterlambatan 30 menit).
- Para Pihak membantu menjaga ketertiban dalam persidangan.
10
- Sebelum Pemeriksaan, Pihak yang mengajukan Saksi wajib
mempersiapkan / menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan
dalam persidangan.
- Seragam yang dikenakan Para Pihak di Persidangan :
1. Advokat: Pakaian lengkap dengan dasi
2. Pejabat Pemerintah: Pakaian Dinas Harian (PDH)
3. Masyarakat Sipil: Pakaian rapih berdasi/Batik lengan
panjang
2.4 Contoh gugatan pada kasus sengketa Tata Usaha Negara (TUN)
Berikut salah satu contoh kasus sengketa gugatan pada Peradila Tata Usaha
Negara (PTUN) :
Gugatan Warga Bukit Duri Atas Surat Peringatan Penggusuran Tempat
Tinggal
Warga Bukit Duri Kecamatan Tebet Jakarta Selatan mengajukan gugatan pada
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 10 Mei 2016 atas Surat Peringatan (SP)
yang dikeluarkan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Selatan.
Surat Peringatan itu berkaitan dengan penggusuran warga yang memberikan perintah
kepada warga untuk secara swadaya membongkar bangunan tempat tinggal mereka
dalam kurun waktu 7x24 jam setelah surat dilayangkan. Warga Bukit Duri merasa
keberatan dengan perintah penggusuran atas tempat tinggal mereka karena mereka
memiliki surat sah untuk mendiami tanahnya. Warga Bukit Duri memiliki surat atas tanah
yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah dan
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi
pembangunan. 17
Dalam perkara ini, majelis hakim pengadilan tata usaha mengabulkan gugatan
yang diajukan oleh warga Bukit Duri. Dalam putusannya, majelis hakim meminta Kepala
Satpol PP Jakarta Selatan sebagai pihak yang menerbitkan surat untuk tidak meneruskan
atau mencabut Surat Peringatan. Menurut majelis hakim, warga Bukit Duri telah secara
sah mendiami tanah mereka secara turun temurun atau sudah lama menetap pada daerah
tersebut. Majelis hakim juga menyatakan bahwa kepemilikan surat warga atas tanah
tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan
tanah dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan
tanah bagi pembangunan. Oleh karena itu sudah terbukti bahwa tanah tersebut telah
sesuai dengan peraturan yang ada dalam UU tentang pengadaan tanah dan
penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan.
17
Guruppkn.com. Contoh Kasus dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
https://guruppkn.com/contoh-kasus-pengadilan-tata-usaha-negara/amp. (Diakses pada tanggal 26 November 2020,
pukul 14.52 WIB)
11
Berkaitan dengan putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim, maka Pemerintah
Kotamadya Jakarta Selatan wajib membayarkan ganti rugi kepada kliennya dalam bentuk
pemulihan hak atas tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan. Dengan adanya bukti
kepemilikan surat atas tanah oleh warga, maka pemerintah kota Jakarta Selatan tidak bisa
mengelak untuk tidak membayar ganti rugi.
Dalam perkara ini, penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan merupakan tindakan yang
sewenang-wenang, melanggar hukum, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik
khususnya asas kepastian hukum. Penerbitan Surat Peringatan tersebut dinilai
bertentangan dengan izin lingkungan, izin kelayakan lingkungan, dan AMDAL. Selain
itu juga bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012,
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dan UU Hak Asasi Manusia.
Gugatan mengenai perkara ini diajukan karena warga Bukit Duri merasa tidak
pernah diajak berdialog mengenai proyek normalisasi Kali Ciliwung. Selain itu, warga
juga mengklaim tanah yang didiaminya bukan tanah negara, namun Pemprov DKI
Jakarta tidak pernah mendiskusikan uang ganti rugi untuk setiap bangunan yang digusur.
Merujuk pada unsur bagaimana kewenangan itu harus dijalankan, maka dalam hal
ini, tindakan Pemerintah Daerah Jakarta dalam melakukan akibat hukum dari
pelaksanaan penerbitan Surat Peringatan melanggar kewenangan yang telah diberikan.
Pelanggaran kewenangan ini berdampak pada tidak sahnya tindakan konkret Pemerintah
Daerah Jakarta. Tindakan Pemerintah Daerah Jakarta dalam hukum administrasi
pemerintahan termasuk dalam kategori mencampuradukkan wewenang, karena keputusan
hukum yang dibuat bertujuan untuk melakukan penertiban Perda Tibum. 18
18
Vera W. S. Soemarwi, Melegitimasi Tindakan Negara Berdasarkan Kekuasaan (Machstaat), Jurnal
Yudisial, Volume 12, No. 2, Agustus 2019, hlm 151.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dikemukakan bahwa efektifikasi dalam
praktik Peradilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
masih banyak diperdebatkan. Hal itu terjadi, karena dalam penyelesaian perkaranya
masih memerlukan waktu yang lama dan persoalannya yang cukup rumit. Padahal, sering
terjadi kondisi dilapangan sudah berbeda dengan saat gugatannya diajukan. Akibatnya,
kemenangan itu hanya di atas kertas semata dan tidak dapat dinikmati oleh pihak yang
dimenangkan (Penggugat). Di samping itu, masih banyak Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengabaikan dan tidak mau melaksanakan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap. Hal itu terjadi karena tidak adanya sanksi hukum yang tegas
apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mau melaksanakan putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).
3.2 Saran
Berdasarkan pemaparan materi yang telah dijelaskan pada bagian pembahasan
sebelumnya, sehingga penulis ingin menyarankan beberapa hal yang berkaitan dengan
proses Penyelesaian sengketa pada peradilan Tata Usaha Negara, yaitu :
● Perlu dilakukannya pengembangan dalam pelaksanaan maupun penyelesaian
sengketa pada Peradilan Tata Usaha Negra agar pada praktiknya sesuai dengan
asas peradilan yang mudah, cepat, dan biaya ringan, sehingga dapat lebih
memudahkan para pihak untuk mencapai tujuannya dalam Peradilan Tata Usaha
Negara ini;
● Mahkamah Agung maupun pihak Pengadilan harus dapat lebih memberikan
edukasi tentang Peradilan Tata Usaha Negara baik tentang pelaksanannya ataupun
beberapa hal lainnya yang perlu diberi pengetahuan kepada masyarakat dengan
tujuan mendukung Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam menjalankankan
fungsinya di masyarakat agar.
13
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Dr.Budi Sastra Panjaitan, S,H.,M.Hum, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, CV
Manhaji Medan dengan Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU, Sumatera Utara, 2016.
Jurnal
Handri Wirastuti Sawitri dan Rahadi Wasi Bintoro, Sengketa Lingkungan dan
Penyelesaiannya, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 2 Mei 2010, hlm. 166.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor
5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5079.
Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa
Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administrasi.
Internet
Hasanah, Sovia, 2017, Perbedaan Gugatan Perdata dengan Gugatan TUN (online),
14
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt59b0ad66be83a/perbedaan-gugatan-
perdata-dengan-gugatan-tun/, (Diakses pada 26 November 2020, Pukul 16:30 WIB).
15