Anda di halaman 1dari 51

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA 2019

MODUL
UPAYA HUKUM TATA USAHA NEGARA

DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2019
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN KAPUSDIKLATKEJAKSAAN RI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1

B. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................... 2

C. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................... 2

D. INDIKATOR KEBERHASILAN ............................................................... 3

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ...................................... 3

BAB II PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL


KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA ..................................... 4

BAB III BANDING PERKARA TATA USAHA NEGARA....................................... 6

BAB IV KASASI PERKARA TATA USAHA NEGARA ........................................... 9

BAB V PENINJAUAN KEMBALI DALAM PERKARA


TATA USAHA NEGARA ............................................................................... 14

BAB VI PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TUN


A. PUTUSAN PENGADILAN TUN ............................................................... 18
B. PUTUSAN YANG DAPAT DILAKSANAKAN ....................................... 18
C. PELAKSANA PUTUSAN PENGADILAN TUN .................................... 18
D. PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI RUGI ...................................... 20
E. PELAKSANAAN PEMBERIAN REHABILITASI.................................. 21

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara
atau pemerintah (vide Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan RI). Selain itu Kejaksaan juga dapat memberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya (vide
Pasal 34 UU Nomor 16 Tahun 2004).

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) adalah
unsur pembantu pimpinan dalam melaksanakan tugas dan wewenang
Kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha negara (vide Pasal 23 ayat (1) dan
Pasal 24 ayat (1) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI sebagaimana diubah dengan Perpres
Nomor 29 Tahun 2016). Salah satu tugas dan fungsi dari JAM DATUN adalah
mewakili negara dan pemerintah dalam hal ini badan atau pejabat tata usaha
negara dalam rangka menjaga kewibawaan negara/pemerintah. Tugas dan
fungsi ini dilaksanakan oleh Direktorat Tata Usaha Negara pada JAM DATUN,
Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara cq Kepala Seksi Tata Usaha Negara
untuk tingkat Kejaksaan Tinggi dan Kepala Seksi DATUN untuk tingkat
Kejaksaan Negeri.

Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) dimaksudkan untuk


menyiapkan jaksa-jaksa untuk mengemban tugas dan fungsi Kejaksaan RI, baik
di bidang pidana, perdata dan TUN, serta tugas-tugas lainnya. Untuk
melaksanakan tugas sebagai jaksa dengan baik perlu memiliki kompetensi
dasar, demikian pula dengan seorang jaksa pengacara negara, perlu memiliki
kompetensi dasar diantaranya adalah menguasai dan memahami hukum acara
tata usaha negara untuk bertindak mewakili negara dan atau pemerintah di
depan peradilan tata usaha negara.

Modul ini disusun dalam rangka memberikan pemahaman mengenai upaya


hukum di dalam peradilan TUN yaitu perlawanan, banding, kasasi hingga
peninjauan kembali serta pelaksanaan putusan Pengadilan TUN. Pemberian

Upaya Hukum TUN | 1


modul tentang upaya hukum TUN dan pelaksanaan putusan Pengadilan TUN
ini dengan maksud agar peserta diklat paham tentang upaya-upaya hukum
dalam peradilan TUN, sehingga selepas diklat sudah siap untuk beracara
khususnya melakukan upaya hukum.

B. Deskripsi Singkat
Modul mata diklat ini disusun berdasarkan peraturan-peraturan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha yang


dua kali diubah terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009.
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
4. SEMA Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Beberapa
Ketentuan Dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
5. Juklak MARI No. 051/Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992.
6. Juklak MARI No. 052/Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992.
7. Juklak MARI No. 022/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Maret 1993.
8. Juklak MARI No. 052/Td/TUN/X/1993 tanggal 14 Maret 1993.
9. Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, yang
diberlakukan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006.
10. ... dst.
C. Tujuan Pembelajaran
Peserta Diklat mampu memahami upaya hukum TUN pada Peradilan TUN dari
mulai mengajukan/membuat perlawanan/ tanggapan atas perlawanan terhadap
penetapan dismissal Ketua PTUN, memori/kontra memori banding,
memori/kontra memori kasasi, hingga memori/kontra memori peninjauan
kembali sertamemahami tata cara pelaksaan putusan Pengadilan TUN yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap

Dengan mempelajari modul ini peserta diklat diharapkan dapat memahami


bagaimana cara menangani perkara di peradilan TUN, khususnya dalam
melakukan upaya hukum seperti perlawanan, banding, kasasi hingga
peninjauan kembali serta memahami tata cara pelaksanaan putusan Pengadilan
TUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Upaya Hukum TUN | 2


D. Indikator Keberhasilan
1. Widyaiswara memberikan penjelasan mengenai Upaya Hukum di Peradilan
Tata Usaha Negara mulai perlawanan terhadap penetapan dismissal Ketua
PTUN, banding, kasasi hingga Peninjauan Kembali.
2. Latihan/praktek membuat membuat perlawanan/ tanggapan atas perlawanan
terhadap penetapan dismissal Ketua PTUN, memori/kontra memori
banding, memori/kontra memori kasasi, hingga memori/kontra memori
peninjauan kembali.
3. Ujian
4. Peserta Diklat mampu menangani perkara Tata Usaha Negara di Peradilan
Tata Usaha Negara pada tingkat upaya hukum serta memahami tata cara
pelaksanan putusan Pengadilan TUN yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

E. Materi Pokok Dan Sub Materi Pokok


1. Perlawanan Terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara
2. Banding Perkara Tata Usaha Negara
3. Kasasi Perkara Tata Usaha Negara
4. Peninjauan Kembali dalam Perkara Tata Usaha Negara
5. Pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN
a) Putusan Pengadilan TUN
b) Putusan yang dapat dilaksanakan
c) Pelaksana Putusan Pengadilan TUN
d) Pelaksanaan Pemberian Ganti Rugi
e) Pelaksanaan Pemberian Rehabilitasi

Upaya Hukum TUN | 3


BAB II
PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL
KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Dalam Pemeriksaan Perkara TUN, setelah gugatan Penggugat diregister


dalam Buku Register Perkara, maka Ketua Pengadilan akan melakukan Dismissal
Proses (Rapat Permusyawaratan) sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU Nomor 5
Tahun 1986. Dalam Dismissal Proses tersebut Ketua Pengadilan akan penelitian
apakah gugatan tersebut dapat/layak diperiksa. Apabila Gugatan layak diperiksa
maka Ketua Pengadilan akan menunjuk Majelis Hakim (atau menunjuk seorang
hakim untuk acara cepat) yang akan memeriksa perkara tersebut. Namun apabila
gugatan tidak layak disidangkan di Pengadilan TUN dengan alasan memenuhi Pasal
62 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986, maka Ketua Pengadilan TUN akan memutus
dengan suatu penetapan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau tidak
berdasar.

Alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) tersebut adalah :


a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan;
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh
Penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan di peringatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan
Tata Usaha Negara yang di gugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktu.
Penetapan tersebut diucapkan dalam dismissal proses dengan memanggil
kedua belah pihak untuk mendengarkannya.
Terhadap penetapan tersebut, berdasarkan pasal 62 ayat (3) huruf a,
Penggugat dapat mengajukan upaya hukum Perlawanan ke Pengadilan dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan dismissal proses diucapkan.

Menurut Pasal 62 ayat (3) huruf b, pengajuan perlawanan dengan


mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56. Perlawanan tersebut
akan diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat (Pasal 62 ayat (4). Inti dari
pemeriksaan tersebut adalah tepat atau tidaknya penggunaan salah satu atau lebih
alasan yang tersebut dalam Pasal 62 ayat 1 huruf a sampai dengan e yang digunakan
oleh Ketua Pengadilan dalam mengeluarkan Penetapan Dismissal Proses.
Pemeriksaan dilakukan oleh majelis Hakim dalam sidang yang dilakukan secara

Upaya Hukum TUN | 4


tertutup dengan mendengarkan Para Pihak baik Pelawan/Penggugat maupun
Terlawan/Tergugat tanpa memeriksa pokok gugatan.

Putusan terhadap Perlawanan dibacakan dalam sidang terbuka untuk


umum. Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa Perlawanan dapat diterima, maka
Majelis Hakim mengeluarkan Penetapan yang menyatakan perlawanan diterima dan
pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. (Pasal
62 ayat (4))
Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa perlawanan yang diajukan
Pelawan/Penggugat tidak dapat diterima, maka Majelis Hakim mengeluarkan putusan
bahwa perlawanan tidak diterima. Menurut Pasal 62 ayat (5), terhadap Putusan
tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum. Namun demikian Penggugat masih
dapat mengajukan gugatan lagi, tetapi dengan dasar gugatan baru yang berbeda
dengan dasar gugatan yang telah mendapat penetapan dismissal tersebut.

Upaya Hukum TUN | 5


BAB III
BANDING PERKARA TATA USAHA NEGARA

Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan


pemeriksaan banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (Pasal 122 UU Nomor 5 tahun 1986).

Pemeriksaan di tingkat banding merupakan pemeriksaan oleh judex factie


tingkat yang terakhir. Pada pemeriksaan di tingkat banding pemeriksaan dilakukan
secara keseluruhan, baik mengenai fakta-fakta penerapan hukumnya dan putusan
akhir yang telah dijatuhkan oleh Hakim tingkat pertama dapat diulang kembali
pemeriksaannya.
Pada pemeriksaan tingkat banding, Pengadilan Tinggi memindahkan dan
mengulangi kembali seluruh pemeriksaan perkara yang pernah dilakukan oleh
Pengadilan tingkat pertama (PTUN). Hakim Pengadilan Tinggi seakan-akan duduk
sebagai Hakim Pengadilan tingkat pertama pada waktu memeriksa perkara tersebut di
tingkat banding.

Di tingkat banding, para pihak dapat mengajukan memori banding atau


kontra memori banding yang berisi alasan-alasan keberatan terhadap putusan yang
telah dijatuhkan oleh Pengadilan Tingkat pertama, surat keterangan, dan bukti-bukti
baru atau yang bersifat melengkapi bukti-bukti sebelumnya kepada Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus perkara
banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim. Apabila Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara
kurang lengkap, maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berwenang untuk :
1. Mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan tambahan.
2. Memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama) yang
bersangkutan melaksanakan pemeriksaan tambahan tersebut.
Kedua hal diatas, secara alternatif dapat dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara.
Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak
berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara berpendapat lain, Pengadilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan
memutus sendiri perkara itu, atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan memeriksa dan memutusnya.

Upaya Hukum TUN | 6


Prosedur untuk mengajukan permohonan banding agar putusan pengadilan
tingkat pertama (PTUN) dapat diperiksa dan diputus lagi di tingkat banding, ialah :
1. Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau
kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha
Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu 14 (empat
belas) hari (menurut perhitungan tanggal kalender)
a. Setelah putusan Pengadilan itu dibacakan (apabila para pihak hadir)
b. Setelah Putusan diberitahukan secara sah kepada Para Pihak yang berarti Para
Pihak telah menerima salinan Putusan Pengadilan TUN yang dikirim dengan
surat tercatat oleh panitera (apabila Para Pihak tidak hadir mendengarkan
Putusan).
2. Panitera mencatat permohonan pemeriksaan banding itu dalam daftar perkara.
3. Membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh Panitera.
4. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding dan pembanding tersebut
kepada pihak terbanding.
5. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah permohonan pemeriksaan
banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa
mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara
dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mereka menerima
pemberitahuan tersebut.
6. Para pihak dapat (artinya tidak wajib) menyerahkan memori banding serta surat
keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara dengan
ketentuan bahwa salinan memori dan atau kontra memori diberikan kepada pihak
lainnya dengan perantaraan Panitera Pengadilan.
7. Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus dikirim
kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan banding.
Sebelum permohonan pemeriksaan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon,
dan dalam hal permohonan pemeriksaan banding telah dicabut, tidak dapat diajukan
lagi meskipun jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding
belum lampau.

Apabila salah satu pihak sudah menerima dengan baik putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara, ia tidak dapat mencabut kembali pernyataan tersebut, meskipun
jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum lampau.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terhadap sengketa Tata
Usaha Negara yang dimohonkan banding tersebut dapat berupa :
1. Menguatkan putusan Hakim (tingkat pertama) dengan cara :

Upaya Hukum TUN | 7


a. memperbaiki putusan Hakim tingkat pertama.
b. mengambil (mengoper) seluruh atau sebagian pertimbangannya.
2. Membatalkan untuk seluruhnya/untuk sebagian dari putusan Hakim tingkat
pertama dengan mengadili sendiri seperti seakan-akan duduk sebagai Hakim
tingkat pertama.
Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta surat pemeriksaan dan
surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus dalam pemeriksaan
tingkat pertama.

Upaya Hukum TUN | 8


BAB IV
KASASI PERKARA TATA USAHA NEGARA

Landasan hukum kewenangan Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan


kasasi yaitu sebagai berikut :

1. Pasal 24A ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi :


“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-
undang”.
2. Pasal 20 ayat (2) huruf a Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, menegaskan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Agung dalam
kedudukan dan kapasitasnya sebagai Pengadilan Negara Tertinggi :
“Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
mahkamah agung kecuali undang undang menentukan lain.”.
3. Pasal 28 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 jo Undang-undang No. 5
Tahun 2004 jo UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung,
dideskripsikan tugas dan kewenangan Mahkamah Agung yang terdiri dari :
a. Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi.
b. Memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili (SKM).
c. Memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

4. Pasal 55 ayat 1 Undang-undang Mahkamah Agung, yang berbunyi :


“Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di
lingkungan peradilan agama atau yang diputus oleh pengadilan di lingkungan
peradilan tata usaha Negara, dilakukan menurut ketentuan undang-undang ini”
5. Pasal 131 UU Nomor 5 Tahun 1986 yang mengatur :
“(1) Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara Pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung.

Upaya Hukum TUN | 9


Putusan Pengadilan tingkat banding dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi
kepada Mahkamah Agung (Pasal 21 Ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 jis Pasal 29 UU
No. 14 Tahun 1985, UU No. 5 Tahun 2004 dan Pasal 131 UU No. 5 Tahun 1986 serta
UU No. 9 Tahun 2004). Mahkamah Agung bukan merupakan pengadilan tingkat
ketiga, sehingga pemeriksaan kasasi tidak dapat dianggap sebagai pemeriksaan
tingkat ketiga. Mahkamah Agung selaku judex juris hanya melakukan penilaian yang
menyangkut masalah penerapan hukumnya saja, tidak mengulang pemeriksaan
mengenai fakta-fakta perkara.

Pengaturan Kasasi dalam Perkara TUN pada prinsipnya sama dengan


dalam Perkara Perdata. Permohonan kasasi dapat diajukan apabila Pemohon telah
menggunakan upaya hukum banding terhadap perkaranya kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang (Pasal 43 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004). Khusus
untuk Perkara Tata Usaha Negara terdapat pembatasan pengajuan kasasi, yaitu
terhadap Perkara Tata Usaha Negara yang objek gugatannya berupa keputusan
pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang
bersangkutan. (Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 2004). Selanjutnya
Pasal 45A ayat 3 UU MA mengatur bahwa permohonan kasasi terhadap perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi
syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan
tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.
Terhadap penetapan ketua pengadilan tersebut menurut Pasal 45 ayat (4), tidak dapat
diajukan upaya hukum.

Menurut Pedoman Tehnis Administrasi dan Tehnis Peradilan Tata Usaha


Negara Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agungh RI, 2008, criteria Keputusan TUN
yang berupa keputusan pejabat daerah yang dapat atau tidak dapat dikasasi adalah :
1. Tidak dapat diajukan Kasasi apabila keputusan Pejabat daerah yang materi
muatannya sebagai pelaksanaan desentralissi wewenang yang diberikan oleh
pemerintaah pusat kepada daerah. Kewenangan desentralissi biasanya diatur lebih
lanjut ke dalam Peraturan Daerah.
2. Dapat diajukan kasasi apabila keputusan pejabat daerah yang materi muatannya
sebagai pelaksanaan dekonsentrasi wewenang, yaitu dalam rangka melaksanakan
wewenang pemerintah pusat.

3. Dapat diajukan kasasi apabila keputusan pejabat daerah dalam rangka tugas
perbantuan (medebewind)

4. Harus dikirimkan ke Mahkamah Agung, apabila keputusan pejabat daerah yang


jangkauannya berlaku masuk dalam wilayah abu abau (grey area). Dalam hal ini
Mahkamah Agung yang menentukan perkaranya dapat atau tidak diajukan kasasi.

Upaya Hukum TUN | 10


Untuk menentukan keputusan pejabat daerah yang masuk dalam wilayah abu-abu
(grey area) :
a. Keputusan pejabat daerah tersebut sebagai pelaksanaan desentralissi
wewenang akan tetapi jangkauan berlakunya meluas sampai ke luar wilayah
kewenangannya (melintas masuk terirorial/wilayah kewenangan pemerintah
pusat atau kewenangan pemerintah daerah yang lain) oleh akibat :
1) Tumpang tindih kewenangan (locus materiae) antara kewenangan
pemerintah pusat dengan kewenangan pemerintah daerah lainnya atau
sebaliknya.
2) Terdapat urusan pemerintahan di bidang-bidang tertentu yang diurus
secara bersamaan yang bersifat lintas sektoral (antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah atau antara propinsi dan/atau antar
kabupaten/kota.
b. Keputusan Pejabat daerah yang bersifat derivative (turunan) dari peraturan
yang berlaku secara nasional sehingga jangkauan berlakunya keputusan
Keputusan TUN tersebut tidak hanya terbatas dalam wilayah daerah yang
bersangkutan, akan tetapi sudah ke luar wilayah derah tersebut, dan masih ada
kaitannya dengan peraturan yang bersifat nasional.

Alasan pengajuan kasasi sangat terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 30


ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985 yang menentukan bahwa Mahkamah Agung
dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan pengadilan dari
semua tingkat pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.

Permohonan kasasi diajukan oleh para pihak yang bersengketa atau (para)
kuasa hukumnya secara tertulis atau lisan dalam tenggang waktu 14 (empat belas)
hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan
kepada Pemohon. Dalam SEMA Nomor 6/1994 diatur apabila dalam Surat uasa
Khusus tingkat pertama telah disebutkan bahwa Suarat Kuasa Khusus tersebut
termasuk untuk Kasasi, maka tidak diperlukan Surat Kuasa Khusus baru.
Prosedur untuk mengajukan permohonan kasasi adalah sebagai berikut :
1. Permohonan tersebut diajukan melalui Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara
(tingkat pertama) yang memutus perkara itu.

Upaya Hukum TUN | 11


2. Jika tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut terlampaui tanpa ada
pengajuan permohonan kasasi oleh pihak yang bersengketa, maka pihak yang
bersengketa dianggap telah menerima putusan.
3. Pemohon membayar biaya pemeriksaan kasasi tersebut.

4. Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera berkewajiban melakukan :


1. Mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar.
2. Pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada
berkas perkara.
3. Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi
terdaftar, Panitera memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan.

5. Permohonan selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari


setelah permohonan tersebut dicatat dalam buku daftar, wajib menyampaikan
memori kasasi yang memuat alasan-alasannya.
Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, pemohon kasasi
diminta menyerahkan sof copy memori kasasi dan hard copy memori kasasi.

6. Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan


menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam
sengketa yang dimaksud dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari.

7. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi (Kontra
Memori Kasasi) kepada Panitera dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, Termohon Kasasi
diminta menyerahkan soft copy Kontra Memori Kasasi dan hard copy Kontra
Memori Kasasi.
8. Panitera mengirimkan seluruh berkas perkara (permohonan kasasi, memori kasasi,
kontra memori kasasi berkas yang lain) kepada Mahkamah Agung dalam
tenggang waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

9. Panitera Mahkamah Agung bertindak :


1. Mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor
urut menurut tanggal penerimaannya.
2. Membuat catatan singkat tentang isinya.
3. Melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.

Upaya Hukum TUN | 12


Pemohon dapat mencabut kembali permohonan kasasinya sebelum
permohonan kasasi itu diputus oleh Mahkamah Agung, dengan ketentuan, apabila
telah dicabut pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam perkara
itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau. Apabila pencabutan permohonan
kasasi dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung,
maka berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

Pemeriksaan kasasi oleh Mahkamah Agung dilakukan berdasarkan surat-


surat (op de stukken), hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung melakukan hal-
hal sebagai berikut :
1. Mendengar sendiri para pihak atau para saksi.
2. Memerintahkan Pegadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding
yang memutus perkara tersebut untuk mendengar para pihak atau para saksi.

Dalam mengambil putusan, Mahkamah Agung tidak terikat pada alasan-


alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum
lain namun masih tetap terbatas pada alasan alasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 30 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985.

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau


penetapan Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan alasan
tersebut, maka Mahkamah Agung menyerahkan perkara tersebut kepada
Pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutusnya.
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Dalam hal ini, maka
Mahkamah Agung memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu.Apabila
Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan mengadili sendiri
perkara tersebut, maka dipakai hukum pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan
Tinggi Pertama.
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Jika putusan dilakukan atas dasar alasan tersebut, maka Mahkamah Agung
memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu.

Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara


(tingkat pertama) yang memutus perkara tersebut. Selanjutnya, putusan Mahkamah
Agung tersebut oleh Pengadilan Tingkat Pertama diberitahukan kepada kedua belah
pihak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan dan berkas perkara
diterima oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama) tersebut.

Upaya Hukum TUN | 13


BAB V
PENINJAUAN KEMBALI DALAM PERKARA
TATA USAHA NEGARA

Pemeriksaan Peninjauan Kembali dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha


Negara diatur dalam Pasal 132 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yang berbunyi :

1) Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap


dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.

2) Acara pemeriksaan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,


dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 1
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung .
Pengaturan Peninjauan kembali dalam perkara TUN pada prinsipnya sama
dengan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Perdata. Putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum
luar biasa, dan dapat diajukan hanya satu kali. Permohonan Peninjauan Kembali tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.
Alasan-alasan Peninjauan Kembali dalam perkara TUN sama dengan dalam
perkara perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU Undang-Undang No. 14
Tahun 1985, yaitu :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu ;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan ;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut ;
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dan tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya ;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain ;
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.

Upaya Hukum TUN | 14


Menurut Indroharto (Buku II,1993;238) alasan permohonan pemeriksaan PK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f jo UU Nomor 14 Tahun 1985 jo
UU Nomor 5 Tahun 2004 jo UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung RI tidak dimaksudkan untuk memberi peluang ditafsirkan bahwa apabila
majelis PK berbeda pendapat atau berbeda dalam penilaian mengenai suatu soal
hukum, lalu dibenarkan untuk menganggap bahwa majelis hakim yang
putusannya dimohonkan peninjauan kembal telah berbuat khilaf atau melakukan
kekeliruan yang nyata.

Tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang


didasarkan atas alasan sebagaimana Pasal 67 UU Undang-Undang No. 14 Tahun 1985
diatas adalah 180 (seratus delapan puluh) hari :
1. Yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau
sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. Hari dan tanggal diketahuinya
kebohongan dan tipu muslihat itu harus dibuktikan secara tertulis;
2. Yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta
tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh
pejabat yang berwenang ;
3. Yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara ;
4. Yang tersebut pada huruf e sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara.
Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan
dalam hal sudah dicabut permohonan Peinjauan Kembali itu tidak dapat diajukan lagi.

Prosedur pengajuan permohonan Peninjauan Kembali adalah :


1. Para pihak yang berperkara, atau (para) ahli warisnya atau seorang wakilnya yang
secara khusus dikuasakan untuk itu mengajukan permohonan secara tertulis
dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu
dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus
perkara dalam tingkat pertama. Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka
pemohon menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau Hakim
yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang
permohonan tersebut.

Upaya Hukum TUN | 15


Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, Pemohon diminta
menyerahkan soft copy Memori Peninjauan Kembai dan hard copy Memori
Peninjauan Kembali.

2. Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan permohonannya


secara lisan di hadapan Ketua PN yang memutus perkara dalam tingkat pertama
atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua PN yang akan membuat catatan tentang
permohonan tersebut.

3. Setelah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus perkara dalam
tingkat pertama menerima permohonan Peninjauan Kembali, maka Panitera
berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan
permohonan (Termohon), dengan maksud :
a. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali didasarkan atas alasan
sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b agar pihak termohon
mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya ;
b. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali didasarkan atas salah satu alasan
yang tersebut dalam Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat
diketahui.
4. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b, pihak termohon diberi kesempatan
mengajukan jawabannya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal diterimanya salinan permohonan Peninjauan Kembali.
5. Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara
yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan PK, Termohon diminta menyerahkan sof
copy Kontra Memori PK dan hard copy Kontra Memori PK.

6. Untuk surat jawaban yang telah diterima oleh Panitera, selanjutnya Panitera
berkewajiban :
1. Membubuhkan cap, hari, dan tanggal diterimanya jawaban tersebut pada
surat jawaban.
2. Menyampaikan atau mengirimkan salinan surat jawaban tersebut kepada
pihak pemohon untuk diketahui.

7. Untuk permohonan Peninjauan Kembali tidak diadakan surat menyurat antara


pemohon dan/atau pihak lain dengan Mahkamah Agung.

Upaya Hukum TUN | 16


8. Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh
Panitera selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
dikirimkan kepada Mahkamah Agung.
Berkaitan dengan adanya permohonan Peninjauan Kembali tersebut,
Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
memeriksa perkara dalam Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding
mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan serta
pertimbangan dari Pengadilan yang dimaksud. Pengadilan tersebut, setelah
melaksanakan perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara
pemeriksaan tambahan serta pertimbangan yang diminta oleh Mahkamah Agung
kepada Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung memutus permohonan Peninjauan Kembali pada tingkat
pertama dan terakhir, sehingga upaya hukum Peninjauan Kembali ini merupakan
upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan oleh para pihak yang berperkara.

Putusan Mahkamah Agung atas permohonan Peninjauan Kembali dapat


berupa :
1. Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dan membatalkan putusan yang
dimohonkan Peninjauan Kembali, dan kemudian memeriksa serta memutus
sendiri perkaranya.
2. Menolak permohonan Peninjauan Kembali, dalam hal Mahkamah Agung
berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.
Putusan Mahkamah Agung tersebut disertai dengan pertimbangan-pertimbangannya.

Salinan putusan dikirimkan oleh Mahkamah Agung kepada Pengadilan


Tata Usaha Negara yang memutus perkara dalam Tingkat Pertama. Selanjutnya,
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan menyampaikan salinan
putusan itu kepada pemohon serta memberitahukan putusan itu kepada pihak
termohon dengan memberikan salinannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari.

Upaya Hukum TUN | 17


BAB VI
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TUN

A. Putusan Pengadilan TUN


Berdasarkan Pasal 97 ayat (7), Putusan Pengadilan UN dapat berupa :

1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan.
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur.
B. Putusan yang dapat Dilaksanakan
Pasal115 Undang-undangNo.5 Tahun 1986joUUNo.9 tahun 2004, menyebutkan
hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat
dilaksanakan.

Putusan Peradilan TUN yang telah memperoleh kekuatan hukumt etap adalah:
1.Putusan Pengadilan TUN dalam tenggang waktuyang telah ditentukan tidak
diajukan upaya hukum apapun.
2.Putusan Pengadilan Tinggi TUNyang oleh pihak-pihak tidak diajukan Kasasi.
3. Putusan Pengadilan Tinggi TUN yang menurut pasal 45 ayat 2 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 tidak dapat diajukan Kasasi.
4.PutusanMahkamahAgungRI.
C. Pelaksana Putusan Pengadilan TUN

Berbeda dengan pelaksanaan Putusanperkara perdatadiPengadilan Umum,


pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN dilaksanakan secara adminstratif oleh Badan
atau Pejabat TUN, dan Ketua Pengadilan wajib mengawasipelaksanaan putusan
tersebut sebagimana diatur dalam Pasal 119 UU Peradilan TUN.

Cara melaksanakan putusan Pengadilan TUN, tergantung pada isi putusan


Pengadilan yang akan dilaksanakanya itu terkait dengan kewajiban yang
dibebankan kepada Tergugat sebagiamana yang tercantum didalam ketentuan
Pasal 97 ayat (9) UU Peradilan TUN.

Pasal 97 ayat (8) dan ayat (9) mengatur bahwa dalam hal gugatan Pengguat
dikabulkan, amar Putusan Majelis Hakim dalam Pengadilan TUN dapat menetapkan
kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau PejabatTUN yang mengeluarkan
Keputusan TUN yang berupa:

1. PencabutanKeputusanTUN yangbersangkutan;atau

Upaya Hukum TUN | 18


2. PencabutanTUN yang barsangkutan dan menerbitkan Keputusan TUN yang
baru;atau

3. PenerbitanKeputusanTUN dalamhalgugatandidasarkanpadaPasal3.

Pelaksanaa (eksekusi) Putusan Pengadilan TUN diatur dalam Pasal 116 UU


Peradilan TUN, yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap


dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadialan
setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat
pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari kerja.
2. Apabila di dalam amarPutusan Pengadilan TUN yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap mewajibkan Badan atau Pejabat TUN mencabut
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, maka setelah 60 hari kerja
setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
diterima oleh Tergugat, dan Tergugat tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a maka Keputusan TUN
yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3. Apabiladi dalam amarPutusan Pengadilan TUN yangtelahmemperolehkekuatan
hukum tetap dicantumkan kewajiban Badan atau Pejabat TUN untuk mencabut
Keputusan TUN dan menerbitkan Keputusan TUN yang baru ataupenerbitan
Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal Gugatan didasarkan pada ketentuan
Pasal 3, dan setelah 90 hari kerja ternyata kewajiban sebagaimana
tersebut dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan c tersebut tidak
dilaksanakan, maka :
a. Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan TUN
agar Pengadilan memeintahkan Tergugat melaksanakan putusan pengadilan
tersebut. .(vide Pasal 116 ayat (3) UU Peradilan TUN)
b. DalamhalTergugatmasih tetap tidak bersedia melaksanakan Putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetapa, terhadap pejabat yang
bersangkutan dikenakan upaya uang paksa berupa sejumlah uang paksa dan
atau sanksi administratif.(vide Pasal 116 ayat (4) UU Peradilan TUN)
c. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media masa cetak setempat oleh
panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana ayat (3). (vide
Pasal 116 ayat (5) UU Peradilan TUN)
d. Di samping itu, Ketua Pengadilan harus mengajukan hal tersebut kepada
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk
memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan
kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Mengenai ketentuan tetang uang paksa dan jenis sanksi administrasi terebut

Upaya Hukum TUN | 19


sampai dengan saat ini belum efektif dilaksanakan di Pengadilan TUN karena
sampai dengan aat ini belum ada aturan pelaksanaannya, sementara dalam
Pasal 116 ayat (7) ditentukan bahwa diperlukan ketentuan mengenai besarnya
uang paksa, jenis sanksi administratif dan tata cara pelaksanaan pembayaran
uang paksa dan/atau saksi administratif iatur dengan peraturan perundang-
undangan.

D. Pelaksanaan Pemberian Ganti Rugi

SeseorangatauBadanHukumPerdatadalammengajukanGugatandi
PengadilanTataUsahaNegaradapatmenuntutganti rugisebagaimana diatur dalam
Pasal53 UU Peradilan TUN.

Ganti rugi yang dapat dimohonkan dalam gugatan di Perdailan TUN


berdasarkan Pasal 1 huruf a jo Pasal 3 ayat (1)
PeraturanPemerintahNo.43Tahun1991tentangGantiRugi danTata Cara
Pelaksanaannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah ganti rugi terhadap
kerugian materiil yang berjumlah paling sedikit Rp 250.000,- dan paling banyak
Rp. 5.000.000,- dengan memperhatikan keadaan yang nyata.

Apabila gugatan dikabulkan, maka sesuai dengan Pasal 97 ayat (10) UU


Peradilan TUN, maka amar putusan dapat disertai pembebanan ganti rugi.

Pelaksanaan Pembayaran ganti rugi diatur dalam Pasal 120 UU Peradilan TUN jo.
Peraturan Pemerintah No.43 Tahun1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara
Pelaksanaannya pada Pengadilan Tata Usaha Negarajo. Keputusan Menteri
Keuangan R1 No.1129/ KKM.01/1991 tanggal 13 Nopember1991 tentang Tata
Cara Pembayaran Ganti Rugi Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara,
adalah sebagai berikut :

1. Salinan Putusan Pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti dikirimkan


kepada Penggugat dan Tergugat dalam waktu tiga hari setelah putusan
Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Salinan Putusan Pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti rugi
dikirimkan pula oleh Pengadilan kepada Badan atau Pejabat TUN yang
dibebani kewajiban membayar ganti rugi tersebut dalam waktu tiga hari
setelah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Besarnya ganti rugi beserta tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 97ayat (10) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah;

Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 12 0ayat (3) tersebut oleh Pemerintah
telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1991tentang Ganti Rugi
danTata Cara Pelaksanaannya pada Pengadilan Tata Usaha Negarajo. Keputusan

Upaya Hukum TUN | 20


Menteri Keuangan R1 No.1129/ KKM.01/1991 tanggal 13 Nopember 1991tentang
Tata Cara Pembayaran Ganti Rugi Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara.

E. Pelaksanaan Pemberian Rehabilitasi

Seseorang atau Badan Hukum Perdata dalam mengajukan Gugatan di Pengadilan


Tata Usaha Negara dapat menuntut rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal53
UU Peradilan TUN, namun demikian dalam Pasal 97 ayat (11) jo. Penjelasan
Pasal 121 ayat (2) UU Peradilan TUN disebutkan bahwa Putusan Pengadilan yang
berisi kewajiban rehabilitasi hanya terdapat pada sengketa TUN dalam bidang
kepegawaia nsaja.

Rehabilitasi merupakan pemulihan hak penggugat dalam kemampuan kedudukan,


harkat dan martabatnya sebagai Pegawai Negeri seperti semula,sebelum ada
Keputusan yang disengketakan. (vide Penjelasan Pasal Penjelasan Pasal 121ayat
(2) UU Peradilan TUN)

Pelaksanaan Rehabilitasi diatur dalam Pasal 121 jo. Pasal 117 UU Peradilan TUN
jo. Bab III Peraturan Pemerintah No.43Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata
Cara Pelaksanaannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara yang pada pokoknya
sebagai berikut :

1. Dalam hal gugatan yang berkaitan dengan bidang kepegawaian dikabulkan


sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud didalam Pasal 97 ayat(11)
UU Peradilan TUN, salinan Putusan Pengadilan yang berisi kewajiban tentang
rehabilitasi dikirimkan kepada Penggugat dan Tergugat dalam waktu tiga hari
setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Salinan Putusan Pengadilan yang berisi kewajiban tentang rehabilitasi
dikirimkan pula oleh Pengadilan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang dibebani kewajiban melaksanakan rehabilitasi tersebut dalam
waktu tiga hari setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Dalam pemulihan hak tersebut termasuk juga hak-haknya yang ditimbulkan
oleh kemampuan kedudukan dan harkatnya sebagai Pegawai Negeri.
4. Dalam hal haknya menyangkut suatu jabatan dan pada waktu putusan
Pengadilan jabatan tersebut ternyata telah diisi olehpe jabat lain,maka yang
bersangkutan dapat diangkat dalam jabatan lain yang setingkat dengan jabatan
semula, akan tetapi apabila hal itu tidak mungkin, maka yang bersangkutan
akan diangkat kembali pada kesempatan pertama setelah ada formasi dalam
jabatan yang setingkat.
5. Apabila Tergugat tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna malaksanakan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terkait
dengan rehabilitasi disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi setelah

Upaya Hukum TUN | 21


putusan Pengadilan dijatuhkan dan/atau memperoleh kekautan hukum tetap, ia
wajib memberitahukan hal itu kepada Ketua Pengadilan dan kepada penggugat.
6. Dalam waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan tersebut, penggugat
dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan yang telah
mengirimkan putusan. Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap tersebut agar tergugat dibebani kewajiban membayar sejumlah uang atau
kompensasi lain yang diinginkannya.
7. Ketua Pengadilan setelah menerima permohonan tersebut memerintahkan
memanggil kedua belah pihak untuk mengusahakan tercapainya persetujuan
tentang jumlah uang atau kompensasi lain yang harus dibebankan kepada
tergugat.
8. Apabila setelah diusahakan untuk mencapai persetujuan tetatapi tidak dapat
diperoleh kata sepakat mengenai jumlah uang atau kompensasi lain tersebut,
maka Ketua Pengadilan dengan penetapan yang disertai pertimbangan yang
cukup menentukan jumlah uang atau kompensasi lain yang dimaksud dengan
penetapan yang disertai pertimbangan yang cukup menentukan jumlah uang
atau kompensasi lain yang dimaksud
9. Apabila salah satu atau para pihak tidak dapt menyetujui besarnya kompensasi
yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan, maka dalam waktu 30 hari sejak
diterimanya penetapan Ketua Pengadilan tersebut, pihak pihak yang
bersangkutan dapat mengajukan kepada Mahkamah Agung untuk imintakan
ditetapkan kembali besarnya kompensasi.
10. Ketetapan Mahkamah Agung mengenai besarnya kompensasi merupakan
ketetapan akhir dan dalam tenggang waktu 7 hari setelah ditetapkan, ketetapan
tersebut dikirim kepada para pihak dan Ketua Pengadilan TUN yang memutus
pada tingkat pertama.
11. Besarnya kompensasi paling sediKit Rp. 100.000,- dan paling banyak Rp.
2.000.000,-

Upaya Hukum TUN | 22

Anda mungkin juga menyukai