2019
MODUL
PENUNTUTAN
DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.
Halaman
D. Instruksional ............................................................ 8
E. Latihan ...................................................................... 8
i
Tambahan Dilakukan ................................................ 11
F. Latihan …………………………………………………… 15
A. Dasar Hukum…………………………………………16
H. Latihan…………………………………………………25
C. Latihan…………………………………………………27
ii
BAB VI PENERIMAAN DAN PENELITIAN BARANG BUKTI ...... 28
A. Dasar Hukum………………………………………….28
C. Latihan …………………………………………………29
C. Latihan…………………………………………………33
C. Latihan…………………………………………………37
A. Kompetensi Pengadilan………………………………38
B. Komponen Pelimpahan………………………………40
C. Acara Pemeriksaan…………………………………...40
F. Latihan…………………………………………………43
iii
BAB X EKSEPSI / KEBERATAN ................................................ 44
D. Latihan…………………………………………………45
DI PENGADILAN .......................................................... 46
I. Teknik Pemeriksaan…………………………………46
II. Pembuktian……………………………………………..59
II.1 Pengertian………………………………………59
II.2 Sistem Teori Pembuktian dan Kekuatan
Pembuktian masing-masing alat bukti ………60
II.3 Prinsip Pembuktian…………………………….63
II.4. Alat Bukti ……………………………………….64
II.5. Beban Pembuktian Terbalik Dan Terbalik
Terbatas ………………………………………..75
II.6 Latihan………………………………………….77
D. Rangkuman……………………………………………86
iv
F. Latihan………………………………………………..86
D. Latihan…………………………………………………90
B. Jenis Putusan………………………………………….92
C. Jenis Pidana…………………………………………...92
D. Latihan…………………………………………………94
BAB XV PENUTUP……………………………………………..... 95
A. Kesimpulan …………………………………………...95
B. Implikasi.................................................................... 95
C. Tindak Lanjut……………………………………………. 96
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejaksaan Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan yang dilakukan untuk
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dengan tetap menghargai nilai dan
prinsip hukum dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai lembaga pemerintahan
yang melaksanakan tugas penuntutan, maka penuntutan yang dilaksanakan
Kejaksaan perlu diarahkan dalam rangka mengikuti re-orientasi pembaruan hukum
pidana, mempertimbangkan tingkat ketercelaan, sikap batin pelaku, kepentingan
hukum yang dilindungi, kerugian atau akibat yang ditimbulkan, serta memperhatikan
rasa keadilan masyarakat termasuk kearifan lokal.
Sebagai implementasi dari pelaksanaan kewenangan Kejaksaan di bidang
penuntutan maka Diklat pembentukan Jaksa diharapkan dapat membentuk Jaksa
yang mampu melaksanakan penuntutan yang mengakomodasi tujuan hukum dan
pertimbangan dimaksud dengan tetap menyesuaikan dengan perkembangan hukum
dan masyarakat.
B. Deskripsi Singkat
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan. Ruang lingkup materi penuntutan dalam modul ini akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan teknis terkait pekerjaan Penuntut Umum di tahap
penuntutan yang dimulai dari pemeriksaan tambahan, praperadilan, penerimaan dan
penelitian Tersangka (tahap II), penerimaan dan penelitian barang bukti (tahap II),
penangguhan penahanan, pembantaran penahanan, pelimpahan perkara ke
pengadilan, pemanggilan saksi, ahli, terdakwa, terpidana tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti, penyusunan tuntutan pidana, pengesampingan perkara
demi kepentingan umum sampai dengan penerbitan surat ketetapan penghentian
penuntutan (SKPP).
C. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Instruksional Umum / Kompetensi Dasar.
Modul Penuntutan 1
Setelah mengikuti pembelajaran dan pelatihan peserta Diklat mampu membuat surat
ketetapan penghentian penuntutan, pemeriksaan tambahan, praperadilan, membuat
surat pelimpahan perkara ke pengadilan, menyusunperlawanan dan pendapat
penuntut umum terhadap keberatan penasihathukum, menyusun surat tuntutan
pidana dan replik atas pembelaan terdakwa atau penasihat hukum.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Peserta mampu memahami pengertian, ruang Iingkup, dan dasar hukum
penuntutan.
b. Peserta Peserta mampu memahami pemeriksaan tambahan,
c. Peserta mampu memahami praperadilan,
d. Peserta mampu memahami penerimaan dan penelitian Tersangka (tahap II),
e. Peserta mampu memahami penerimaan dan penelitian barang bukti (tahap II),
f. Peserta mampu memahami penangguhan penahanan, pembantaran penahanan,
g. Peserta mampu memahami pelimpahan perkara ke pengadilan,
h. Peserta mampu memahami penghentian penuntutan,
i. Peserta mampu memahami pemanggilan saksi, ahli, terdakwa, terpidana
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti,
j. Peserta mampu memahami penyusunan tuntutan pidana,
k. Peserta mampu memahami pengesampingan perkara demi kepentingan umum
l. Peserta mampu memahami penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan
(SKPP).
D. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu :
a. Memahami pengertian, ruang lingkup dasar hukum penuntutan.
b. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur pemeriksaan tambahan,
c. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur praperadilan,
d. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur penerimaan dan penelitian
Tersangka (tahap II),
e. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur penerimaan dan penelitian
barang bukti (tahap II),
f. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur penangguhan penahanan,
g. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur pembantaran penahanan,
h. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur pelimpahan perkara ke
pengadilan
i. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur penghentian penuntutan
Modul Penuntutan 2
j. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur pemanggilan saksi, ahli,
terdakwa, terpidana tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti,
k. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur penyusunan tuntutan
pidana,
l. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur pengesampingan perkara
demi kepentingan umum
m. Memahami, menjelaskan dan mempraktekan prosedur penerbitan surat
ketetapan penghentian penuntutan (SKPP).
1
Tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan pada Pasal 95 ayat (1) KUHAP ini ialah tindakan-tindakan paksa
hukum lainnya seperti pemasukan rumah, penggeledahan, penyitaan barang, bukti surat-surat yang dilakukan
secara melawan hukum dan menimbullkan kerugian materil. Hal ini dikarenakan adanya pandangan bahwa
hak-hak terhadap benda dan hak-hak privacy tersebut perlu dilindungi terhadap tindakan – tindakan yang
melawan hukum.
Modul Penuntutan 3
Lain2 Tanpa Alasan Yang Berdasarkan Undang-Undang Atau Karena Kekeliruan
Mengenai Orangnya Atau Hukum Atau Akibat Sahnya Penghentian Penyidikan
Atau Penuntutan
d. Penerimaan dan Penelitian Tersangka (Tahap II)
Prosedur Penerimaan dan Penelitian Tersangka (Tahap II)
e. Penerimaan dan Penelitian Barang Bukti (Tahap II)
Prosedur Penerimaan dan Penelitian Barang Bukti (Tahap II)
f. Penangguhan Penahanan
1. Dasar Hukum;
2. Prosedur Penangguhan Penahanan.
g. Pembantaran
1. Dasar Hukum;
2. Prosedur Pembantaran Penahanan.
h. Pelimpahan perkara
1. Kompetensi pengadilan
2. Komponen pelimpahan
3. Acara pemeriksaan
i. Eksepsi/Keberatan
1. Pengertian dan ruang lingkup eksepsi
2. Pendapat JPU terhadap eksepsi
3. Putusan sela dan upaya JPU
j. Teknik pemeriksaan dan pembuktian di Pengadilan
1. Pemeriksaan saksi
2. Pemeriksaan ahli
3. Pemeriksaan barang bukti
4. Pemeriksaan harta kekayaan (asset)
5. Petunjuk
6. Pemeriksaan terdakwa
7. Alat bukti di luar KUHAP
8. Pembuktian terbalik
k. Surat tuntutan pidana
1. Pengertian dan ruang lingkup surat tuntutan
2
Tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan pada Pasal 95 ayat (1) KUHAP: Yang dimaksud dengan “kerugian
karena dikenakan tindakan lain” ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan
penyitaan yang tidak sah. Termasuk penahanan tanpa alasan yaitu penahanan yang lebih lama dari pada
pidana yang dijatuhkan.
Modul Penuntutan 4
2. Substansi surat tuntutan
3. Tekhnik penyusunan surat tuntutan
4. Pembuatan replik
g.Penghentian Penuntutan
1. Alasan penghentian penuntutan
2. Pengenyampingan perkara (deponering)
H. Media
a. White board
b. OHP
C. Power poin / laptop / proyektor
d. Alat tulis
e. Berkas perkara
Modul Penuntutan 5
BAB II
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM
PENUNTUTAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
1. Memahami pengertian penuntutan
2. Memahami ruang lingkup penuntutan
B. PENGERTIAN PENUNTUTAN
1. Secara Yuridis
Penuntutan secara yuridis adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkarapidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut
Modul Penuntutan 6
carayang di atur dalam undang-undang ini, dengan permintaan supaya diperiksadan
diputus oleh Hakim di sidang pengadilan (Pasal 1 butir 7 KUHAP).
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka secara teknis yuridis, penuntutandimulai
dengan melimpahkan perkara ke pengadilan oleh penuntut umum.
2. Secara Administratif, Penuntutan sudah dimulai sejak diterimanya penyerahan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti (penyerahan tahap II) dimana
berkas perkara, tersangka dan barang bukti telah dimasukkan dalam buku register
perkara (RP.9). Sejak saat itulah perkara sudah berada dalam tahap penuntutan,
meskipun penuntut umum belum melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.
Dengan mengacu kepada pengertian penuntutan secara administratif di atas, maka
pengertian penuntutan termasuk penghentian penuntutan, karena suatu perkara
pidana baru dapat dihentikan penuntutannya, setelah perkara tersebut beralih
tanggung jawab dari penyidik kepada penuntut umum, dan dari situlah penuntut
umum segera menentukan sikap apakah berkas perkara tersebut memenuhi syarat
untuk dapat atau tidak dapat dilimpahkan ke pengadilan sebagaimana ditentukankan
dalam Pasal 139 KUHAP.
D. INSTRUKSIONAL
1. Widyaiswara / Peserta mampu menjelaskan pengertian dan ruang lingkup penuntutan
2. Widyaiswara / Peserta menjelaskan pokok dan sub pokok bahasan serta memotivasi
peserta mencapai indikator keberhasilan.
E. LATIHAN
1) Jelaskan ruang lingkup penuntutan menurut teknis yuridis maupun secara
administratif?
2) Jelaskan ruang lingkup Penuntutan?
3) Jelaskan dasar hukum Penuntutan?
Modul Penuntutan 8
BAB III
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu :
1. Memahami dasar hukum pemeriksaan tambahan;
2. Memahami hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan tambahan;
3. Memahami pada tahapan apa pemeriksaan tambahan dilaksanakan;
4. Memahami dalam hal apa, syarat atau kondisi apa pemeriksaan tambahan dapat
dilaksanakan; serta
5. Mempraktekkan pemeriksaan tambahan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya
A. Dasar Hukum
KUHAP tidak mengatur secara eksplisit ketentuan terkait pemeriksaan
tambahan, meskipun dengan membaca ketentuan terkait penelitian berkas perkara
hingga dinyatakan lengkap, dalam pasal 138 KUHAP yang menyatakan,
“(1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera
mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib
memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap
atau belum; (2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut
umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk
tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat
belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah
menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.”
Maka apabila ketentuan itu dibaca dalam landasan filosofi hak asasi manusia
untuk mempercepat akses seorang tersangka segera mendapat kepastian akan
nasibnya, ruang untuk bolak-baliknya berkas perkara itu seharusnya ada
batasannya. Pengaturan terkait batas waktu 7 (tujuh) hari untuk menentukan sikap
dan 14 (empat belas hari) untuk melengkapi kekurangan berkas perkara sesuai
petunjuk Penuntut Umum yang tidak diikuti dengan ketentutan yang bersifat lebih
tegas mengenai berapa kali hal itu dapat dilakukan menyebabkan aparat penegak
hukum kemudian mengartikan bahwa proses penelitian dan pengembalian berkas
perkara untuk dilengkapi itu dapat berlangsung berkali-kali. Padahal apabila
dihubungkan dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan di bidang hukum pidana
untuk melakukan pemeriksaan tambahan, maka dalam hal setelah 14 (empat belas)
Modul Penuntutan 9
hari Penyidik tidak juga dapat melengkapi berkas perkara, Penuntut Umum dapat
melanjutkan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik dengan melakukan
pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan tambahan diatur dalam:
a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4401);
b. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum kepada Kepala Kejaksaan
Tinggi Seluruh Indonesia Nomor: B-536/E/11/1993 tanggal 1 Nopember 1993
perihal Melengkapi Berkas Perkara Dengan Melakukan Pemeriksaan
Tambahan.
c. Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-518/A/J.A/11/2001 tentang Perubahan
Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-132/J.A/11/1994
tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.
3
Penjelasan pasal 30 ayat (1) huruf e UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Modul Penuntutan 10
2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat
meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan
negara;
3) Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
diselesaikan ketentuan pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4) Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik”.
4
Penjelasan pasal 30 ayat (1) huruf e UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan: ““Untuk melengkapi berkas
perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Tidak dilakukan terhadap tersangka;
2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat,
dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara;
3) Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diselesaikan ketentuan pasal 110 dan
138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4) Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik”.
5
Pasal 25 (1) KUHAP: Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari; (2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1)
apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua
pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari;
Modul Penuntutan 13
6. Setelah dilakukan pemeriksaan tambahan, menuangkan hasil pemeriksaan
tambahan dalam Berita Acara pendapat (hasil pemeriksaan tambahan) dan
menyerahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari)
7. Atas Berita Acara pendapat (hasil pemeriksaan tambahan) Kajari dapat
memberikan disposisi dilaksanakan atau tidak dilaksanakan gelar perkara dalam
kartu penerus disposisi
8. Dalam hal dilaksanakan gelar perkara, Kajari memerintahkan Kasi Pidum untuk
menyiapkan gelar perkara dengan/tanpa mengundang peserta gelar perkara dari
luar (penyidik/ahli)
9. JPU P-25 melaksanakan gelar perkara dengan dihadiri oleh peserta ekspose
seperti Kajari, Kasi Pidum, Kasubsi Pratut, Kasubsi Tut dan peserta ekspose
undangan lainnya
10. Pelaksanaan gelar perkara menghasilkan 2 (dua) alternatif kondisi yaitu:
a. Pemeriksaan tambahan lengkap;
b. Pemeriksaan tambahan tidak lengkap
11. Dalam hal hasil ekspose menyatakan pemeriksaan tambahan lengkap, maka
JPU P-25:
a. membuat berita acara hasil ekspose
b. menyusun hasil pemeriksaan tambahan dalam bentuk BP yang terpisah
dari BP Penyidik dibuat 2 (dua) rangkap
c. membuat nota dinas hasil pemeriksaan tambahan lengkap
d. membuat Berita acara pendapat (Resume) (BA-14)
e. menyerahkan kelengkapan berkas pemeriksaan tambahan kepada Kajari
f. melimpahkan perkara ke pengadilan setelah menerima perintah Kasi Pidum
atas disposisi Kajari.
12. Dalam hal hasil ekspose menyatakan pemeriksaan tambahan tidak lengkap,
maka JPU P-25:
a. membuat berita acara hasil ekspose sebanyak 3 (tiga) rangkap. 3 (tiga)
rangkap BA hasil ekspose untuk: Kajati (sebagai lampiran pemberitahuan
penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati); JPU P-25
(yang ada disposisi Kajari pada KPD) dan Kajari (sebagai arsip)
b. membuat konsep pemberitahuan penghentian penuntutan kepada Kajati
yang ditandatangani oleh Kajari
c. menyusun hasil pemeriksaan tambahan dalam bentuk BP yang terpisah dari
BP Penyidik dibuat 1 (satu) rangkap
d. membuat Berita acara pendapat (Resume) (BA-14)
Modul Penuntutan 14
e. membuat konsep Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan untuk
ditandatangani oleh Kajari atas perintah Kasi Pidum setelah menerima
disposisi dari Kajari
F. LATIHAN
1. Tindakan penyidikan apa saja yang dapat dilakukan Penuntut Umum dalam
pemeriksaan tambahan?
2. Pada tahap apa pemeriksaan tambahan dilakukan?
3. Dalam hal/kondisi apa pemeriksaan tambahan dilakukan?
4. Apa yang terjadi jika pemeriksaan tambahan tidak dilakukan?
5. Apakah pemeriksaan tambahan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan
lengkap? Apa alasan Saudara?
Modul Penuntutan 15
BAB IV
PRAPERADILAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu :
1. Memahami dasar hukum Praperadilan;
2. Memahami hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam Praperadilan;
3. Memahami fungsi praperadilan, pada tahap apa praperadilan dilaksanakan serta pada
siapa yang bertanggungjawab secara administratif; serta
4. Mempraktekkan Praperadilan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya
A. Dasar Hukum
1. Pasal 77 sampai dengan 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3209);
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 65/PUU-IX/2011 tanggal
19 April 2012;
3. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2012 tanggal
28 Oktober 2014;
4. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 102/PUU-XIII/2015 tanggal
9 November 2016;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan
KUHAP, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92
Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
6. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan;
7. Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi
Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang
(DPO);
8. Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-518/A/J.A/11/2001 tentang Perubahan
Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-132/J.A/11/1994 tentang
Administrasi Perkara Tindak Pidana.
Modul Penuntutan 16
B. Hal Penting yang Harus Diperhatikan Dalam Praperadilan
1. Apabila prosedur Praperadilan tidak dilaksanakan, maka Kejaksaan sebagai Turut
Termohon atau Termohon II tidak dapat membuktikan prosedur penanganan perkara
terkait penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan telah sah
sesuai ketentuan undang-undang;
2. Praperadilan diajukan dan diproses sebelum perkara pokok disidangkan di
pengadilan Negeri, jika perkara pokok sudah mulai diperiksa maka Praperadilan
gugur6;
3. Putusan praperadilan tidak bisa diajukan banding 7;
4. Putusan praperadilan tidak bisa diajukan kasasi8;
5. Putusan praperadilan tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali9;
6. Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang
larangan Peninjauan Kembali putusan praperadilan, maka dalam hal putusan
praperadilan ditemukan indikasi penyeludupan hukum tidak dapat diajukan
Peninjauan Kembali sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 2014, khusus hal dimaksud dicabut dan dinyatakan tidak berlaku10;
7. Dengan berlakunya Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Larangan
Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam
Status Daftar Pencarian Orang (DPO), maka dalam hal tersangka melarikan diri atau
dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), tidak dapat diajukan permintaan
praperadilan, baik dimohonkan oleh tersangka, penasehat hukum atau keluarganya,
6
Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang menentukan bahwa apabila suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh
pengadilan negeri, sedangkan permintaan mengenai praperadilan belum selesai, maka praperadilan tersebut
gugur.
7
Vide Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 65/PUU-IX/2011 tanggal 19 April 2012: Pasal
83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat karena Menurut Mahkamah, filosofi diadakannya lembaga praperadilan sebagai
peradilan yang cepat, untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap tersangka/terdakwa dan penyidik
serta penuntut umum maka yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah pemberian hak banding
kepada penyidik dan penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP.
8
Pasal 45A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
menentukan larangan diajukan kasasi terhadap putusan Praperadilan
9
Pasal 3 Perma Nomor 4 Tahun 2016: (1) Putusan Praperadilan tidak dapat diajukan peninjauan kembali (2)
Permohonan peninjauan kembali terhadap praperadilan dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan
Ketua Pengadilan negeri dan berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung (3) Penetapan Ketua Pengadilan
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan upaya hukum.
10
Pasal 6 Perma juga mencabut SEMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Hasil Pleno Kamar
Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan, khususnya mengenai peninjauan
kembali terhadap putusan Praperadilan dalam hal ditemukan indikasi penyeleundupan hukum, dicabut dan
dinatakan tidak berlaku.
Modul Penuntutan 17
dan terhadap putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tersebut tidak
dapat diterima, tidak dapat diajukan upaya hukum.
11
Surat JAM Pidum Nomor: B-249/E/5/1996 tanggal 15 Mei 1996 perihal Penugasan Jaksa dalam Praperadilan
angka 2: Tidaklah tepat kalau penugasan Jaksa yang menangani masalah Praperadilan dituangkan dalam
bentuk ”Surat Kuasa Khusus” yang dipakai dalam proses perkara perdata dan tata usaha negara. Akan lebih
tepat apabila penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk ”Surat Perintah" sebagaimana terlampir (template
Surat Perintah terlampir); 3: Dalam menghadapi pemeriksaan sidang Praperadilan hendaknya lebih diutamakan
untuk Jaksa yang ditugasi melakukan penelitian terhadap berkas perkara dalam tahap Prapenuntutan sehingga
diharapkan penguasaan atas perkaranya akan lebih baik dan pada Jaksa lainnya.
12
Pasal 82 ayat (1) huruf b: dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau
penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau
rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau
penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan
baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang
Modul Penuntutan 19
JPU Prapid mengajukan penundaan sidang dengan alasan belum menerima
permohonan praperadilan;
5. JPU Prapid menghadiri sidang praperadilan sesuai jadwal sidang;
6. JPU Prapid membacakan tanggapan atas permohonan praperadilan;
7. JPU Prapid menghadirkan pejabat yang berwenang memberikan keterangan di
hadapan sidang praperadilan, termasuk alat bukti lain yang relevan;
8. JPU Prapid membacakan kesimpulan Termohon
9. Persidangan perkara praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal karena sifat
pemeriksaannya tergolong singkat dan pembuktiannya hanya memeriksa aspek
formil
10. Pemeriksaan praperadilan paling lama 7 (tujuh) hari sebagaimana dalam pasal
82 ayat (1) huruf c KUHAP
11. Frasa “suatu perkara sudah mulai diperiksa” dimaknai permintaan praperadilan
gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama
terhadap pokok perkara (vide Putusan MK No. 102/PUU-XIII/2015 tanggal 9
November 2016);
12. Dalam hal hakim menghendaki dipanggilnya pejabat yang berwenang untuk
memberi keterangan di hadapan sidang pengadilan, JPU-Prapid menghadirkan
pejabat yang relevan dengan permohonan materi praperadilan (seperti: JPU P-
16A / atasan JPU P-16A, Penyidik/ atasan penyidik, atau pejabat terkait lainnya)
13. JPU-Prapid membuktikan telah ada 2 (dua) alat bukti terhadap13:
perbuatan pidana dan/atau
pertanggunggjawaban pidana14
Hanya untuk membuktikan aspek formil yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua)
alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara
13
Sehubungan dalam menetapkan, menangkap dan menahan tersangka hanya dapat dilakukan berdasarkan
minimal 2 (dua) alat bukti (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2012 Tanggal 28 Oktober
2014 Tentang frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” pada pasal 1
angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) KUHAP) maka sebelum melakukan penahanan, Penyidik harus
melampirkan surat Penetapan Tersangka, sebagai hasil penyidikan dalam surat permintaan perpanjangan
penahanannya untuk membuktikan bahwa ketika menahan Tersangka, Penyidik sudah memiliki 2 (dua) alat
bukti yang cukup (vide Putusan Praperadilan Nomor: 04/Pid. Prad/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 16 Februari 2015),
dimana sebelumnya ketika menyampaikan dimulainya Penyidikan, Penyidik belum dapat menetapkan siapa
tersangkanya
14
pandangan dualistis melihat keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana, di
mana pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, yakni dalam
tindak pidana hanya dicakup criminal act dan criminal responbility tidak menjadi unsur tindak pidana.
Modul Penuntutan 20
14. Penilaian aspek formil terhadap alat bukti adalah apakah alat bukti tersebut telah
dilakukan berdasarkan cara yang sah (lawful legal evidence) dan terpenuhi
syarat administratifnya
15. JPU Prapid membuat laporan hasil persidangan praperadilan dan laporan
Penuntut Umum setelah putusan praperadilan atau laporan Penuntut Umum
setelah penetapan praperadilan (ganti kerugian & rehabilitasi);
16. Petikan putusan praperadilan diterbitkan segera setelah putusan diucapkan dan
salinan putusan diberikan 14 hari sejak putusan diucapkan (vide SEMA No. 1
Tahun 2011 tentang Perubahan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun
2010 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan)
17. Setelah 14 hari, pengadilan belum menyampaikan putusan, JPU-Prapid
mengambil sikap untuk proaktif menghubungi panitera pengadilan atau
berkoordinasi dengan hakim/Ketua Pengadilan Negeri dan apabila dipandang
perlu membuat surat permintaan salinan putusan karena pengadilan belum
menyampaikan salinan putusan setelah lewat 14 hari yang ditandatangani oleh
Kajari dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Tinggi
18. JPU Prapid melaksanakan putusan praperadilan
19. Putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya
penetapan Tersangka tidak menggugurkan kewenangan Penyidik untuk
menetapkan yang bersangkutan sebagai Tersangka lagi setelah memenuhi
paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti
sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara (vide pasal 2 ayat (3)
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan)
15
Pasal 82 dan 83 ayat (1) huruf a KUHAP: Dalam hal putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan
menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut
umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka
Modul Penuntutan 21
2. Dalam hal penghentian penyidikan ditetapkan tidak sah, kemudian Penyidik
menindaklanjuti dengan melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan, maka JPU
P-16 menerima berkas perkara (Tahap I) dan meneliti berkas perkara;
3. Dalam hal penghentian penuntutan ditetapkan tidak sah, maka Kajari
memberikan pendapat pada Laporan Penuntut Umum setelah putusan
praperadilan dan mendisposisi pada Kasi Pidum untuk membuat konsep
permintaan persetujuan JA RI atas putusan praperadilan;
4. Berdasarkan jawaban JA RI atas surat permintaan persetujuan JA RI,
sebagaimana huruf c, JPU Prapid menindaklanjuti tindakan hukum sebagai
berikut :
a. Dalam hal JA RI setuju, Penuntut Umum melanjutkan penuntutan dengan
melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan;
b. Dalam hal JA RI tidak setuju, Penuntut Umum melanjutkan penuntutan
dengan melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan, kemudian menarik
surat dakwaan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai,
untuk mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari
sidang, dengan tujuan untuk tidak melanjutkan penuntutannya (vide pasal
144 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP);
5. Dalam hal penetapan Tersangka ditetapkan tidak sah, maka JPU Prapid segera
membebaskan Tersangka sesudah putusan praperadilan diucapkan dengan
membuat Berita Acara pelaksanaan perintah pengeluaran dari tahanan (BA-10)
dan Berita Acara pelaksanaan putusan pengadilan (BA-17)16.
16
Ibid
17
Tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan pada Pasal 95 ayat (1) KUHAP ini ialah tindakan-tindakan paksa
hukum lainnya seperti pemasukan rumah, penggeledahan, penyitaan barang, bukti surat-surat yang dilakukan
secara melawan hukum dan menimbullkan kerugian materil. Hal ini dikarenakan adanya pandangan bahwa
hak-hak terhadap benda dan hak-hak privacy tersebut perlu dilindungi terhadap tindakan – tindakan yang
melawan hukum.
Modul Penuntutan 22
6. Jangka waktu pengajuan tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka, Terdakwa,
Terpidana atau ahli warisnya dilakukan18:
A. Dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal sejak
tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap diterima;
B. Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara
yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan, maka
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal
pemberitahuan penetapan praperadilan.
7. JPU Prapid mengikuti persidangan tuntutan ganti rugi sebagaimana acara
praperadilan.
8. Besarnya ganti kerugian untuk perkara yang dihentikan pada tingkat
penyidikan atau tingkat penuntutan, ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili
atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-
undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan paling sedikit Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan paling
banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). (vide pasal 9 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
9. Besarnya ganti kerugian yang mengakibatkan luka berat dan cacat sehingga
tidak bisa melakukan pekerjaan paling sedikit Rp 25.000.000,- (dua puluh
lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah). (vide pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana).
10. Besarnya ganti kerugian yang mengakibatkan mati paling sedikit Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,-
(enam ratus juta rupiah) (vide pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana).
18
Pasal 77 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
mengatur perubahan tentang ganti kerugian dalam pelaksanaan KUHAP
Modul Penuntutan 23
11. Petikan putusan atau penetapan mengenai ganti kerugian diberikan kepada
pemohon dalam waktu 3 (tiga) hari setelah putusan diucapkan (vide pasal 10
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
12. Petikan putusan atau penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada penuntut umum, penyidik, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan (vide pasal 10
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
13. Pembayaran ganti kerugian dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian
diterima oleh Menteri Keuangan RI. (vide pasal 11 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
2. Permintaan Rehabilitasi
a. Jangka waktu pengajuan permintaan rehabilitasi selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan
atau penahanan diberitahukan kepada Pemohon.
b. JPU Prapid mengikuti persidangan permintaan rehabilitasi sebagaimana
acara praperadilan.
19
Tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan pada Pasal 95 ayat (1) KUHAP: Yang dimaksud dengan “kerugian
karena dikenakan tindakan lain” ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan
penyitaan yang tidak sah. Termasuk penahanan tanpa alasan yaitu penahanan yang lebih lama dari pada
pidana yang dijatuhkan.
Modul Penuntutan 24
i. JPU Prapid menerima salinan penetapan mengenai ganti kerugian dalam
waktu 3 (tiga) hari setelah putusan diucapkan dari Pengadilan bersama
dengan penyidik, dan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.
ii. Setelah menerima salinan penetapan, JPU Prapid membuat Laporan
Penuntut Umum setelah penetapan praperadilan (ganti kerugian &
rehabilitasi) secara berjenjang;
iii. Kajari membuat surat permohonan pembayaran ganti kerugian akibat
tidak sahnya penahanan secara berjenjang kepada JA RI melalui Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) dengan melampirkan
penetapan mengenai ganti kerugian.
iv. JA RI meneruskan kepada Jaksa Agung Muda Pembinaan untuk
membuat surat permintaan pembayaran ganti kerugian berdasarkan
putusan praperadilan kepada Menteri Keuangan RI.
v. Setelah ganti kerugian disetujui dan dikirimkan kepada Kejaksaan Negeri
yang bersangkutan, JPU Prapid melaksanakan penetapan hakim
menyerahkan uang ganti kerugian kepada Pemohon dengan membuat
Berita Acara pelaksanaan putusan pengadilan (BA-17)
b. Dalam hal permintaan rehabilitasi akibat putusan praperadilan menetapkan tidak
sahnya penahanan atau kekeliruan orang, maka :
i. Setelah menerima salinan putusan praperadilan JPU Prapid “Memulihkan
hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya”, JPU Prapid membuat Berita Acara pelaksanaan putusan
pengadilan (BA-17).
ii. Penetapan rehabilitasi diumumkan pada papan pengumuman pengadilan
oleh Panitera.
H. LATIHAN
1. Bagaimana cara melaksanakan putusan praperadilan atas rehabilitasi ?
2. Bagaimana hukum acara/prosedur permintaan rehablitasi?
3. Bagaimana hukum acara/prosedur permintaan ganti rugi?
4. Bagaimana Prosedur Dan Hukum Acara Pemeriksaan Praperadilan?
5. Bagaimana melaksanakan tuntutan ganti rugi yang dikabulkan oleh Pengadilan?
Modul Penuntutan 25
BAB V
PENERIMAAN DAN PENELITIAN TERSANGKA (TAHAP II)
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat:
1. Menjelaskan prosedur penerimaan dan penelitian tersangka (Tahap II);
2. Membuat Nota Pendapat Penahanan.
A. Dasar Hukum
Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia 3209):
Penyerahan berkas perkara dilakukan:
b. Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung
jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum
Modul Penuntutan 26
7. Kasubsi Penuntutan kemudian mencatat T-7 pada Register tahanan tahap
penuntutan serta mengkompilir T-7 beserta BA-4 dan Nota Pendapat Penahanan
yang telah disetujui Kajari untuk diserahkan kepada JPU P-16A sebagai bagian dari
bendel berkas perkara;
8. JPU P-16 menggandakan BA-7 atau BA-8 serta Surat Dakwaan (P-29) masing-
masing sebanyak 1 (satu) rangkap untuk persiapan pelimpahan perkara.
C. LATIHAN
1. Bagaimana prosedur penerimaan dan penelitian Tersangka (Tahap II)?Jelaskan !
2. Apa saja kelengkapan dokumen formil/administrasi yang harus dikompilir dalam
berkas perkara pada saat tahap penerimaan dan penelitian Tersangka (Tahap II )?
3. Apa alternatif tindak lanjut dari pendapat Kajari terkait nota pendapat penahanan
yang dibuat oleh JPU P-16?
Modul Penuntutan 27
BAB VI
PENERIMAAN DAN PENELITIAN BARANG BUKTI (TAHAP II)
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat:
9. Menjelaskan prosedur penerimaan dan penelitian barang bukti (Tahap II);
10. Membuat Nota Pendapat Barang Bukti
A. Dasar Hukum
Pasal 8 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 3209):
1. Penyerahan berkas perkara dilakukan:
Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung
jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum
Modul Penuntutan 28
C. LATIHAN
1. Bagaimana prosedur penerimaan dan penelitian barang bukti (Tahap II)? Jelaskan!
2. Apa saja kelengkapan dokumen formil/administrasi yang harus dikompilir dalam
berkas perkara pada saat tahap penerimaan dan penelitian barang bukti (Tahap II )?
Modul Penuntutan 29
BAB VII
PENANGGUHAN PENAHANAN
Indikator Keberhasilan :
A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 3209);
Pasal 31 ayat (1)
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau
hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan
penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang,
berdasarkan syarat yang ditentukan;
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat
mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa
melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Pasal 35 (Jaminan Uang)
(1) Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan
pengadilan negeri.
Penjelasan
i. Penyerahan uang jaminan kepada kepaniteraan pengadilan negeri dilakukan
sendiri oleh pemberi jaminan dan untuk itu panitera memberikan tanda terima.
Tembusan tanda penyetoran tersebut oleh panitera disampaikan kepada
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
ii. Penyetoran ini dilakukan berdasar “formulir penyetoran” yang dikeluarkan
instansi yang bersangkutan.
Modul Penuntutan 30
iii. Bukti setoran ini dibuat dalam rangkap tiga sesuai ketentuan angka 8 huruf f
Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983.
Tembusan tanda penyetoran tersebut oleh panitera disampaikan kepada
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan untuk menjadi
dasar bagi pejabat yang menahan mengeluarkan surat perintah atau surat
penetapan penangguhan penahanan.
(2) Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga)
bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor
ke Kas Negara.
Modul Penuntutan 31
iv. Lembaga/Instansi yang memiliki kewenangan menahan, menetapkan besarnya
uang yang harus ditanggung penjamin, sebagai “uang tanggungan” (apabila
tersangka/terdakwa melarikan diri).
v. Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang
ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan:
1. Apabila tersangka/terdakwa melarikan diri; dan
2. setelah lewat 3 bulan tidak ditemukan;
vi. Penyetoran uang tanggungan ke kas Negara dilakukan oleh orang yang menjamin
melalui panitera Pengadilan Negeri;
vii. Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang ditentukan tersebut,
jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas
Negara melalui panitera pengadilan negeri.
4. Surat JAM Pidum kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia Nomor:
B-675/E/EPO/1994 Perihal Permohonan Penangguhan Penahanan/Tahanan Luar dan
Wajib lapor
5. Pada intinya mengatur bahwa permohonan penangguhan penahan/tahanan luar
dilakukan denan memperhatikan hal-hal berikut :
(1) Permohonan Penangguhan penahanannya hanya dilakukan terhadap tersangka
yang dalam status tahanan. Dengan demikian tidak dibenarkan adanya surat
permohonan penangguhan penahanan atau permohonan untuk ditahan luar/
tidak ditahan dalam hal tersangka tidak dalam status tahanan tidak dilahan;
(2) Perubahan status tersangka yang diserahkan Penyidik kepada Kejaksaan hanya
dapat dilakukan apabila benar-benar beralasan. Dengan demikian akan dapat
dicegah terjadinya rekayasa penahanan dimana disangkakan/didakwakan pasal-
pasal yang memungkinkan tersangka/terdakwa dapat ditahan padahal
sebenarnya perbuatan yang disangkakan tidak dapat dilakukan penahanan.
(3) Kewajiban melapor hanya dapat dibebankan kepada tersangka yang dalam
status tahanan rumah, tahanan kota dan yang ditangguhkan penahanannya;
C. Latihan
1. Jelaskan jaminan apa saja yang dapat dilakukan dalam penangguhan
penahanan?
2. Apa yang dilakukan JPU P-16A apabila menerima surat permohonan
penangguhan penahanan?
Modul Penuntutan 33
3. Bagaimana cara membuat Berita acara pelaksanaan perintah penangguhan
penahanan (BA-9) dan Berita acara pelaksanaan perintah pengeluaran dari
tahanan (BA-10)?
Modul Penuntutan 34
BAB VIII
PEMBANTARAN PENAHANAN
Indikator Keberhasilan :
A.Dasar Hukum
1. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401);
Pembantaran dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung kepada Terdakwa untuk
berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri atau dalam keadaan
tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri vide
2. Surat Edaran Nomor: SE- 001/A/J.A/03/2004 Tentang Pemberian Ijin Berobat Ke Luar
Negeri Bagi Tersangka/Terdakwa Perkara Pidana
a. Dalam hal Terdakwa berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam
negeri dapat berdasarkan izin tertulis Kejaksaan Negeri setempat atas nama
Jaksa Agung.
b. Ijin berobat ke luar negeri diajukan kepada Jaksa Agung melalui jalur
berjenjang ( Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Agung Muda
Pidana Umum).
c. Dalam hal Terdakwa berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit luar
negeri, syarat untuk dilakukan perawatan di rumah sakit luar negeri :
i. Surat permohonan diajukan oleh Terdakwa atau keluarganya dengan
pernyataan Jaminan dari Keluarga terdakwa.
ii. Surat rekomendasi Dokter spesialis penyakit Terdakwa
iii. Surat keterangan resmi dari rumah sakit Pemerintah yang ditunjuk untuk
dapat memberikan rujukan berobat ke luar negeri dengan penjelasan
bahwa rumah sakit di Indonesia belum dapat memberikan pelayanan
medis/pengobatan terhadap penyakit yang diderita oleh Terdakwa.
iv. Informasi rumah sakit luar negeri yang ditunjuk, Nama, Alamat Lengkap
Rumah Sakit dan kontak yang dapat dihubungi.
Modul Penuntutan 35
v. Surat keterangan resmi dari rumah sakit luar negeri yang ditunjuk bahwa
Tersangka/Terdakwa dapat dirawat kembali di Indonesia setelah proses
pelayanan medis/pengobatan.
vi. Jaksa P-16A wajib melakukan pemantauan dan meminta pekembangan
hasil pengobatan terdakwa dari rumah sakit luar negeri yang ditunjuk
sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali dan meminta penjelasan masih
perlu atau tidak Terdakwa dirawat di rumah sakit luar negeri.
vii. Laporan hasil pemantauan dikirim setiap bulan kepada Jaksa Agung
tembusan kepada Jaksa Agung Muda Intelijen dan Jaksa Agung Muda
Pidana Umum.
3.Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor: 1 Tahun 1989 Tentang Pembantaran
(Stuiting) Tenggang Waktu Penahanan Bagi Terdakwa yang Dirawat Nginap di
Rumah Sakit di Luar Rumah Tahanan Negara Atas Izin Instansi yang Berwenang
Menahan.
d. Proses pembantaran dihitung semenjak secara nyata Terdakwa dirawat inap
pada rumah sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala
Rumah Sakit di tempat Terdakwa ditahan vide Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 1989 tentang pembantaran (Stuiting) tenggang waktu
penahanan bagi Terdakwa.
e. Pembantaran dilakukan tidak hanya untuk dirawat inap pada rumah sakit
namun juga untuk dirawat inap pada rumah sakit jiwa.
C. Latihan
1. Jelaskan bagaimana pembantaran penahanan diperhitungkan dengan masa
penahanan?
2. Bagaimana prosedur pengajuan permohonan tersangka yang hendak berobat ke
luar negeri?
3. Bagaimana prosedur pembantaran penahanan?
4. Bagaimana cara membuat nota pendapat mengenai pembantaran penahanan?
Modul Penuntutan 37
BAB IX
PELIMPAHAN PERKARA KE PENGADILAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa dan acara
pemeriksaan singkat
2. Memahami komponen pelimpahan perkara
3. Memahami pelimpahan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang mengadili
(kewenangan mengadili)
4. Memahami perlawanan terhadap penetapan pengadilan tidak berwenang mengadili
5. Membuat surat pelimpahan perkara ke pengadilan
Menurut Pasal 15 dan Pasal 137 KUHAP, penuntut umum melakukan penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana yang terjadi di dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan
perkaranya ke pengadilan yang berwenang mengadili.
Menurut Pasal 4 ayat (3) UU No. 16 tahun 2004, daerah hukum Kejaksaan Negeri
meliputi wilayah hukum kabupaten dan / atau kota.
Jadi penuntut umum menuntut tindak pidana yang terjadi di dalam daerah hukum
Kejaksaan Negeri dimana ia bertugas.
Menurut Pasal 143 ayat (1) KUHAP, penuntut umum melimpahkan perkara ke
pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai
dengan surat dakwaan. (dalam hal acara pemeriksaan biasa).
A. Kompetansi Pengadilan
1. Kompetensi Relatif
Sama halnya dengan kewenangan penuntut umum, menuntut pelaku tindak
pidana yang terjadi di dalam daerah hukum Kejaksaan Negeri, maka Pengadilan
Negeri juga berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang
dilakukan didalam daerah hukumnya (Pasal 84 ayat (1) KUHAP) kecuali dalam hal,
yaitu :
1. Pengadilan negeri yang didalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal,
berdiam terakhir, ditempat ia diketemukan atau ditahan, berwenang mengadili
perkara tersebut dengan ketentuan apabila tempat kediaman sebagian besar saksi
yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri dimana terdakwa
Modul Penuntutan 38
berada daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang didalam daerah
hukumnya tindak pidana dilakukan (Pasal 84 ayat (2) KUHAP).
Contoh : tindak pidana terjadi di Universitas Indonesia di Depok, maka menurut
Pasal 84 ayat (1) KUHAP, Pengadilan Negeri Depok yang berwenang mengadili,
akan tetapi karena terdakwa bertempat tinggal di Pasar Minggu dan saksi-saksi
yang ada dalam berkas perkara lebih banyak bertempat tinggal lebih dekat ke
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan daripada ke PN Depok maka Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut.
2. Dalam hal seorang melakukan beberapa tindak pidana yang satu sama lain ada
sangkut pautnya yang dilakukan dalam daerah hukum pengadilan negeri yang
berbeda-beda, maka dibuka kemungkinan semua perkara tersebut digabung
dalam satu surat dakwaan (dakwaan kumulasi) kemudian perkaranya dilimpahkan
dan diadili oleh salah satu pengadilan negeri saja (azas cepat sederhana dan
biaya murah) (lihat Pasal 84 ayat (4) KUHAP).
3. Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri mengadili
Suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan
Negeri setempat, Mahkamah Agung menetapkan dengan menunjuk pengadilan
negeri lain untuk mengadili perkara tersebut (Pasal 85 KUHAP, Pasal 1 (2) UU No.
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
4. Dalam hal seorang melakukan tindak pidana di luar negeri yang dapat diadili
menurut hukum Rl, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang
menjadi (Pasal 86 KUHAP, jo Pasal 5 KUHP)
2. Kompetensi Absolut.
Dalam hal kompetensi absolut, hanya mungkin terjadi dalam hal tindak pidana
dilakukan oleh orang yang termasuk lingkungan peradilan umum atau lingkungan
peradilan militer. Apabila yang melakukan tindak pidana adalah seorang militer maka
ia dituntut dan diadili oleh Pengadilan Militer yang termasuk dalam lingkungan
Peradilan Militer (UU No. 31 tahun 1997), sedangkan apabila tindak pidana dilakukan
oleh orang selain dari militer dituntut dan diadili oleh Pengadilan Negeri yang
termasuk dalam lingkungan Peradilan Umum.
Dalam hal tindak pidana dilakukan secara bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer yaitu
Pengadilan Negeri kecuali Ketua Mahkamah Agung menentukan lain (Pasal 89
KUHAP, jo Pasal 16 UU No. 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman).
Modul Penuntutan 39
B. Komponen Pelimpahan
Adapun komponen pelimpahan perkara ke pengadilanmeliputi :
a. P-31 : Surat pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa:
b. P-32 : Surat pelimpahan perkara acara pemeriksaan singkat:
c. P-33 : Tanda terima surat pelimpahan perkara:
d. P-34 : Tanda terima penyerahan barang bukti:
e. P-16.A: Surat perintah penunjukan JPU untuk penyelesaian perkara tindak pidana:
f. T-7 : Surat perintah penahanan/pengalihan jenis penahanan:
g. P-29: Surat Dakwaan;
h. P-30 : Catatan Penuntut Umum; dan
i. Berkas perkara
C. Acara Pemeriksaan
1. Acara Pemeriksaan Biasa
Apabila penuntut umum berpendapat bahwa perkara tersebut memenuhi
syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan, ia segera membuat surat dakwaan dan
melimpahkan perkaranya ke pengadilan negeri yang berwenang.
Apabila dalam daerah hukum Pengadilan Negeri belum ada rubasan maka
seyogyanya barang bukti dalam perkara tersebut juga diserahkan ke pengadilan (P.
34) karena menurut Pasa| 44 ayat (2) KUHAP, penyimpanan benda sitaan (barang
bukti) dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.
Harus diperhatikan bahwa menurut Pasal 143 ayat (4) KUHAP, turunan
surat pelimpahan perkara dan surat dakwaan harus disampaikan kepada tersangka
dan penyidik. Bagi tersangka untuk mempersiapkan diri pada waktu pemeriksaan di
pengadilan baik untuk menyusun keberatan atas surat dakwaan (Pasal 156 (1)
KUHAP) maupun untuk mengajukan alat bukti, sedangkan bagi penyidik untuk
mengetahui bahwa hasil penyidikannya telah diajukan ke pengadilan dengan pasal
yang ia sangkakan sama atau tidak sama dengan pasal yang didakwakan penuntut
umum.
Dalam hal tersangka tidak menerima turunan surat pelimpahan perkara dan
surat dakwaan pada saat yang bersamaan dengan pelimpahan perkaranya ke
pengadilan maka ia berhak untuk menolak pemeriksaan hari itu dengan alasan untuk
mempelajari perkaranya terlebih dahulu.
Modul Penuntutan 40
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari
penuntut umum, Ketua PN mempelajari apakah perkara tersebut termasuk
Wewenang mengadili pengadilan yang dipimpinnya.
Apabila Ketua PN berpendapat bahwa perkara tersebut tidak termasuk
wewenang mengadili pengadilan negeri yang dipimpinnya, ia menyerahkan surat
pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang dianggap berwenang.
Surat pelimpahan perkara bersama dengan komponennya diserahkan kembali
kepada penuntut umum, selanjutnya Kejaksaan Negeri yang bersangkutan
menyampaikan kepada Kejaksaan Negeri di tempat pengadilan yang tercantum
dalam surat penetapan. Turunan surat penetapan tersebut disampaikan kepada
tersangka atau kuasanya dan kepada penyidik.
Dalam hal penuntut umum tidak menerima penetapan Ketua PN yang
bersangkutan; ia dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi yang
membawahi Pengadilan Negeri yang mengeluarkan penetapan dalam waktu tujuh
hari setelah penetapan diterima. Perlawanan disampaikan kepada PN yang
mengeIuarkan penetapan.
Dalam hal pengadilan tinggi menerirna perlawanan penuntut umum, dengan
surat penetapan memerintahkan pengadilan negeri semula untuk menyidangkan
perkara tersebut. Sebaliknya dalam hal pengadilan tinggi menguatkan penetapan
pengadilan negeri; maka pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara tersebut
kepada pengadilan negeri yang berwenang; tembusan penetapan pengadilan tinggi
disampaikan kepada penuntut umum untuk dikoordinasikan dengan Kejaksaan
Negeri yang berwenang menuntut.
2. Acara Pemeriksaan Singkat
Dalam hal perkara pidana tidak termasuk yang diperiksa dengan acara
pemeriksaan cepat menurut Pasal 205 KUHAP dan menurut penuntut umum
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana maka
perkara tersebut diajukan untuk diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat.Contoh
pencurian biasa atau penganiayaan biasa yang terdakwa mengaku, saksi-saksi
membenarkan barang bukti dapat dieksekusi segera setelah putusan dijatuhkan.
Dalam acara pemeriksaan Singkat tidak ada surat pelimpahan perkara dan
tidak ada surat dakwaan (P. 30) karena penuntut umum menghadapkan terdakwa
saksi-saksi, ahli (kalau ada) dan barang bukti yang diperlukan pada hari sidang yang
telah ditentukan.
Modul Penuntutan 41
Dalam praktek masih dikenal adanya pelimpahan perkara acara
pemeriksaan Singkat (P. 32) maksudnya tidak lain untuk mempermudah pemeriksaan
baik bagi hakim maupun bagi penuntut umum itu sendiri.
3. Acara Pemeriksaan Cepat
Pada acara pemeriksaan cepat khususnya dalam acara pemeriksaan tindak
pidana ringan sama sekali tidak dikenal surat pelimpahan perkara, karena menurut
Pasal 205 ayat (2) KUHAP, penyidik atas kuasa penuntut umum (kuasa Undang-
Undang) menghadapkan terdakwa, saksi-saksi, barang bukti ke sidangpengadilan
yang telah ditentukan sebelumnya.
Modul Penuntutan 42
ii. Kepala Kejaksaan Negeri memberi disposisi kepada JPU P-16A untuk
membuat pendapat hukum melaksanakan penetapan atau melakukan
perlawanan
iii. JPU P-16A kemudian membuat nota dinas berisi pendapat hukum terhadap
surat penetapan PN kemudian meminta saran dan paraf dari Kasi Pidum
serta pendapat dari Kajari;
iv. JPU P-16 melimpahkan BP kepada Kejari di tempat PN yang tercantum
dalam surat penetapan PN, atau membuat Surat perlawanan JPU terhadap
penetapan Ketua PN (P-40) yang ditujukan kepada Ketua PT
v. P-40 ditandatangani oleh JPU P-16A dan disampaikan ke Ketua PT melalui
Ketua PN paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat penetapan PN
sebagaimana dimaksud dalam pasal 149 ayat (1) huruf a KUHAP
F. LATIHAN
1. Apa perbedaan antara pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa dengan
acara pemeriksaan singkat ?Jelaskan !
2. Jelaskan dalam hal apa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan.
Sebutkan dasar hukumnya !
3. Dalam hal apa pengadilan negeri berwenang mengadili perkara pidana yang terjadi
di luar daerah hukumnya?. Sebutkan dasar hukumnya !
4. Jelaskan tindakan penuntut umum terhadap penetapan hakim yang menyatakan
pengadilan tidak berwenang mengadili !
5. Latihan membuat surat pelimpahan perkara, P. 31.
Modul Penuntutan 43
BAB X
EKSEPSI/KEBERATAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat;
1. Memahami pengertian dan ruang lingkup eksepsi
2. Mampu membuat tanggapan terhadap eksepsi
3. Memahami putusan sela atas keberatan.
4. Mampu membuat perlawanan terhadap putusan sela (Pasal 156 ayat 3 KUHAP)
D. LATIHAN
1. Sebutkan 3 macam obyek keberatan/eksepsi !.
2. Jelaskan bagaimana sikap penuntut umum apabila hakim menetapkan pengadilan
tidak berwenang mengadili, dakwaan tidak diterima atau dakwaan batal.
3. Buat kerangka pendapat penuntut umum terhadap keberatan terdakwa / PH.
Modul Penuntutan 45
BAB X
TEKNIK PEMERIKSAAN DAN PEMBUKTIAN DI PENGADILAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu :
I. TEKNIK PEMERIKSAAN
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, tentang KUHAP dikenal ada tiga (3)
macam acara pemeriksaan di sidangpengadilanyaitu :
1. Acara Pemeriksaan Biasa;
Perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa adalah semua jenis
perkara pidana yang tidak diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat dan acara
pemeriksaan cepat. Dengan perkataan lain, perkara yang diperiksa dengan acara
pemeriksaan biasa adalah perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan penerapan
hukumnya, juga perkara-perkara penting dan yang menarik perhatian masyarakat
(pembunuhan, perkosaan dll)
2. Acara Pemeriksaan Singkat;
Perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat adalah perkara
kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk dan tidak diperiksa dengan acara
pemeriksaan cepat yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan
hukumnya mudah dan sifatnya sederhana (pencurian biasa, penganiayaan, dll).
Modul Penuntutan 46
3. Acara Pemeriksaan Cepat;
Acara pemeriksaan cepat terdiri dari dua macam :
a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring).
Yaitu perkara kejahatan atau pelanggaran yang di ancam dengan pidana penjara atau
kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda yang tidak termasuk pelanggaran
lalu lintas jalan dan penghinaan ringan (semua kejahatan ringan dan pelanggaran
perda dll).
b. Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Yaitu semua perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan
lalu lintas jalan; dengan tidak mempersoalkan jenis dan berat ancaman pidananya
(kejahatan tidak termasuk).
Modul Penuntutan 47
Selama pemeriksaan baik saksi, ahli, terdakwa harus memberikan keterangan tanpa
paksaan atau tekanan ataupun ancaman baik phisik maupun psikis, tidak boleh
diajukan pertanyaan yang menjerat atau menyesatkan, terdakwa mempunyai hak
ingkar atau menyangkal dan diam.
5. Pemeriksaan dan putusan dengan hadirnya terdakwa
Dalam hal terdakwa sudah pernah hadir mengikuti sidang kemudian tidak hadir lagi
(melarikan diri) maka pemeriksaan dilanjutkan dan diputus diluar hadirnya terdakwa
(SEMA). Dalam hal terdakwa meninggal sebelum tuntutan pidana dibacakan, putusan
pengadilan : ” tuntutan tidak dapat diterima".
Dalam perkara korupsi, kalau terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di
sidang tanpa alasan yang sah maka perkara diperiksa dan diputus tanpa hadirnya
terdakwa.
4. Pemeriksaan lebih dahulu memeriksa saksi
Yang pertama kali diperiksa adalah korban yang menjadi saksi, akan tetapi kalau
korban tidak hadir pada sidang pertama dapat dilanjutkan dengan memeriksa saksi
yang sudah hadir. Saksi a de charge kalau ada diperiksa setelah semua saksi a charge
selesai diperiksa.
5. Anak umur dibawah 17 tahun tidak boleh menghadiri sidang
Yang dilarang apabila anak itu sebagai pengunjung sidang, akan tetapi sebagai saksi
atau terdakwa ia harus hadir.
6. Mengenakan pakaian sidang (toga)
Baik hakim, penuntut umum dan penasehat hukum wajib mengenakan toga selama
pemeriksaan berlangsung kecuali dalam pengadilan anak semua harus berpakaian
biasa yang sopan. Dalam acara pemeriksaan singkat penasihat hukum tidak wajib
memakai toga (SEMA)
7. Hakim tidak boleh menunjukkan sikap di sidang tentang keyakinan salah tidaknya
terdakwa. Prinsip ini juga berlaku bagi penuntut umum asas praduga tak bersalah
sampai putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
8. Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara pidana yang ia sendiri berkepentingan
Iangsung atau tidak langsung. Menurut pasal 220 ayat (4) KUHAP, ketentuan ini
berlaku juga bagi penuntut umum.
9. Hakim penuntut umum, panitera wajib mengundurkan diri dari menangani perkara
apabila terikat hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat ketiga atau
Modul Penuntutan 48
hubungan suami isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan
penasehat hukumnya.
Apabila ia tidak mengundurkan diri atau diganti sementara perkara telah diputus,
maka perkara wajib diadili ulang dengan susunan yang Iain.
Modul Penuntutan 50
Dikatakan dakwaan tidak dapat diterima apabila kewenangan melakukan
penuntutan telah hapus, sebagaimana diatur pada Bab VIII Buku I KUHP yaitu:
1) Pasal 75 dan karena pengaduan telah dicabut dalam tenggang waktu yang
ditentukan undang-undang.
2) Pasal 76; telah nebis in idem ;
3) Pasal 77, terdakwa telah meninggal dunial;
4) Pasal 78, perkaranya telah daluarsa;
5) Pasal 82, telah dibayarnya denda maksimal secara sukarela terhadap tindak
pidana yang hanya diancam pidana denda saja dan
Adapun terhadap tindak dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang
dilakukan bukan termasuk obyek keberatan karena sudah termasuk pokok perkara
yang harus diputus dengan putusan "lepas dari segala tuntutan hukum”.
c. Surat dakwaan harus dibatalkan
Surat dakwaan harus dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat akta dan syarat
materil surat dakwaan. Dalam hal tidak memenuhi syarat formil surat dakwaan
dapat dibatalkan.
Selain dari tiga alasan tersebut keberatan harus ditolak atau tidak diterima,
seperti halnya karena merupakan perkara perdata masalah penangkapan / penahanan
yang tidak sah dan lain-Iain.
penuntut umum dalam pendapatnya harus bisa meyakinkan hakim bahwa
pengadilan tersebut berwenang mengadili atau kewenangan melakukan penuntutan
terhadap perkaranya belum hapus atau surat dakwaanpenuntut umum telah memenuhi
syarat dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Dalam hal keberatan diterima maka penuntut umum mengajukan perlawanan
ke pengadilan tinggi yang membawahkan pengadilan negeri tersebut. Akan tetapi
apabila penuntut umum menyadari kekeliruannya atau membenarkan keputusan
hakim; maka dalam hal keputusan menyatakan surat-dakwaan dibatalkan atau batal
demi hukum penuntut umum dapat memperbaiki surat dakwaannya untuk kemudian
dilimpahkan kembali ke pengadilan negeri yang sama dengan surat pelimpahan
perkara yang baru.
Akan tetapi kalau keputusan berbunyi dakwaan tidak diterima karena
kewenangan melakukan penuntutan telah hapus dan hal tersebut dibenarkan penuntut
Modul Penuntutan 51
umum, maka terhadap perkara tersebut tidak dapat diajukan kembali ke pengadilan
dengan alasan apapun.
Dalam hal penuntut umum membenarkan bahwa perkara termasuk wewenang
pengadilan negeri lain, maka Kepala Kejaksaan Negeri menyerahkan berkas perkara
tersebut bersama dengan tersangka dan barang buktinya ke kejaksaan negeri setempat
untuk dilimpahkan ke pengadilan negeri yang ditunjuk dalam surat keputusan hakim.
Modul Penuntutan 53
Nanti juga kita lihat bahwa keterangannya bukan mempunyai nilai Sebagai
alat bukti keterangan saksi.
Dalam hal saksi memberikan keterangan di Sidang berbeda dengan
keterangannya dalam BAP saksi, maka menurut Pasal 163 KUHAP ia diperingatkan
dan kalau keterangannya juga berbeda dengan keterangan saksi yang diberikan di
Sidang di bawah sumpah atau janji atau berbeda dengan alat bukti Sah yang lain, maka
penuntut umum dapat minta kepada hakim ketua Sidang agar saksi tersebut ditahan
dan dituntut karena melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu. (Pasal
174 KUHAP.
Hakim Ketua Sidang, Hakim Anggota, Penuntut Umum, Penasihat Hukum
dan juga Terdakwa secara berurutan mengajukan pertanyaan kepada saksi dan saksi
menjawab sepanjang belum ditanyakan dan belum dijawab. Oleh karena yang harus
membuktikan dakwaan adalah penuntut umum, maka ia harus siap untuk mengajukan
pertanyaan pertama kali, dan pada saat itu benar-benar menggunakan kesempatan
untuk mendapatkan fakta sesuai yang ada dalam surat dakwaan sepanjang yang saksi
ketahui. Sebaliknya apabila dari pertanyaan-pertanyaan hakim ketua dan atau hakim
anggota fakta yang diperlukan dari saksi tersebut dianggap sudah cukup, maka ketika
ia diberi kesempatan untuk bertanya ia tidak perlu bertanya lagi.
Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan hakim ketua Sidang
menanyakan kepada terdakwa tentang pendapatnya mengenai keterangan saksi
tersebut.
Setelah saksi selesai memberikan keterangan ia tetap berada di ruang Sidang
kecuali hakim ketua Sidang membolehkan meninggalkan Sidang setelah mendengar
pendapat penuntut umum dan penasehat hukum.
Dalam hal ada saksi yang tidak termasuk dalam surat pelimpahan perkara
(berKas perkara) yang oleh penuntut umum dipandang panting untuk didengar
keterangannya, maka atas permintaan penuntut umum hakim ketua Sidang wajib
mendengar keterangan saksi tersebut.Hal ini berlaku juga bagi terdakwa atau penasihat
hukumnya.
Setelah semua saksi dari penuntut umum selesai diperiksa, hakim ketua
Sidang memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk
mengajukan saksi a de charge.
Modul Penuntutan 54
Jika saksi sudah memberikan keterangan di penyidikan, karena halangan yang
sah tidak bisa hadir di Sidang atau tidak dipanggil karena tempat tinggalnya jauh, atau
sebab lain, maka keterangannya dalam BAP Saksi dibacakan.
Modul Penuntutan 55
Dalam hal ahli telah memberikan keterangan di penyidikan berhalangan hadir
atau tidak dipanggil karena tempat tinggalnya jauh maka keterangannya dalam BAP
ahli atau dalam laporan ahli dibacakan sidang (nanti merupakan alat bukti surat).
Semua ketentuan yang telah dibahas mengenai saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan sebagai ahli( pasal 179 ayat (2) KUHAP).
Modul Penuntutan 56
Jika tersangka beningkah laku yang tidak patut yang menganggu ketertiban
Sidangia diperingatkan dan kalau tidak diindahkan ia dikeluarkan dari ruang Sidang
dan pameriksaan pada saat itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa.
2. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan (Pasal 211 S/d 216
KUHAP, jo UU No, 22 I 2009)
Yang diperiksa dengan acara pemeriksaan ini ialah semua pelanggaran tertentu
terhadap perundang-undangan lalu lintas jalan.
Jadi kalau perkaranya merupakan kejahatan meskipun teroantum dalam undang-undang
lalu Iintas jalan tidak diadili dengan acara pemeriksaan ini.
Terdakwa hadir di ruang sidang pada hari, tanggal, jam tersebut pada surat tilang dan
dapat menunjuk seorang untuk mewakilinya
Pemeriksaan dapat dilakukan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan
disampaikan kepada terpidana.
Modul Penuntutan 58
Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan berupa putusan
perampasan kemerdekaan terdakwa dapat melakukan perlawanan ke pengadilan yang
menjatuhkan putusan tersebut dalam waktu tujuh hari setelah putusan diterima.Jika
putusan pengadilan tetap merupakan putusan perampasan kemerdekaan, terdakwa
dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi, yang putusannya merupakan putusan
akhir, tidak bias diajukan kasasi.
Dalam hal putusan berupa putusan denda maka narus dibayar seketika, atau diganti
dengan pidana kurungan pengganti denda yang lamanya disebut dalam amar putusan.
Dalam acara pemeriksaan ini tidak ada terlibat penuntut umum yang ada adalah jaksa
eksekutor menerima pembayaran denda dan biaya perkara Serta mengembalikan
barang bukti pada hari itu juga.
Putusan pengadilan dalam acara pemeriksaan Cepat tidak dibuat tersendiri tetapi hanya
dicatat dalam berkas perkara atau register perkara.
I.5. LATIHAN
1. Sebutkan tiga macam acara pemeriksaan di pengadilan dan sebutkan perbedaan antara
acara pemeriksaan yang satu dengan yang lain.
2. Jelaskan minimal sepuluh prinsip pemeriksaan di pengadilan
3. Apa syarat pemanggilan dan apa akibatnya kalau syarat itu tidak dipenuhi
4. Apa sikap penuntut umum apabila hakim menetapkan pengadilan tidak berwenang
mengadili.
5. Buat kerangka pendapat penuntut umum terhadap keberatan penasihat hukum
6. Apa syarat untuk menjadi saksi dan siapa saja yang tidak boleh didengar
keterangannya sebagai saksi
7. Siapa saja yang diperiksa sebagai saksi tidak disumpah ?.
8. Apa fungsi barang bukti diajukan dan diperiksa di sidangpengadilan ?.
9. Apa tindakan penuntut umum kalau terdakwa menyangkal di siding ?.
II. PEMBUKTIAN
II.1. Pengertian
Pembuktian merupakan titik sentral hukum acara pidana, sejak
tingkatpenyidikan, pra penuntutan, membuat surat dakwaan, pemeriksaan di
Modul Penuntutan 59
sidangpengadilan, tuntutan pidana, putusan pengadilan bahkan sampai tingkat
upayahukum yang dipermasalahkan adalah masalah pembuktian.
Pembuktian, ialah serangkaian tindakan aparat peradilan untuk mencari
bukti permulaan, bukti dan alat bukti dalam hal dan menurut cara yang di atur
olehundang-undang guna menentukan apakah suatu peristiwa dapat dilakukan
penyidikan, menentukan tindak pidana yang terjadi dan siapa tersangkanya
dandengan alat bukti diperoleh keyakinan benar terjadi tindak pidana dan
siapapelakunya.
Menurut M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya "Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP" :
“Pembuktian adalah ketentuan-ke-tentuan yang berisi penggarisan dan
pedomantentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan
kesalahan-kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga
merupakanketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-
undang danyang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan terdakwa.”
Pengertian menurut M. Yahya Harahap adalah pembuktian khusus di
pemeriksaan di sidang pengadilan tidak termasuk pembuktian di tingkat
penyelidikandan di tingkat penyidikan.
Pada tahap penyelidikan tugas pokok penyelidik adalah mencari bukti
permulaan gunamenentukan apakah peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
bias dilakukan penyidikanpada tahap penyidikan penyidik mencari
danmengumpulkan bukti dan dengan bukti-bukti tersebut menentukan
ataumembuat terang suatu tindak pidana yang terjadi dan menemukantersangkanya
sedangkan di sidang pengadilanpenuntut umum, terdakwa dan hakimmencari dan
memperoleh alat bukti dan dengan alat bukti tersebut penuntut umum dan hakim
yakin telah terjadi tindak pidana dan terdakwa terbuktibersalah melakukannya atau
sebaliknya.
Modul Penuntutan 60
a. Conviction intime atau Sistem Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim
belaka. Artinya bersalah tidaknya terdakwa tergantung sepenuhnyapenilaian
keyakinan hakim semata-mata.
b. Positief Wettelijk atau Sistem pembuktian menurut undang-undang
Secarapositif. Artinya bersalah tidaknya terdakwa semata-mata didasarkan
atas ada tidaknya alat bukti dan menurut undang-undang Sistem ini
mengesampingkan keyakinan hakim.
c. Laconviction Raisonee atau sistem pembuktian berdasar keyakinan hakimatas
alasan logis. Sistem ini juga menganut keyakinan hakim akan
tetapikeyakinannya tersebut harus didasarkan atas alasan - alasan yang
logis.Jadi raisoning itu harus reasonable.
d. Negatief Wettelijk Stelsel atau Sistem Pembuktian berdasar undang-undang
secaranegatif.
Artinya terdakwa baru dinyatakan bersalah jika hakim yakin
dankeyakinannyaitu harus didasarkan atas alat-alat bukti alat yang sah
menurut undang-undang.
Jadi sistem ini merupakan perpaduan antara Conviction intime dan Positief
Wettelijk Stelsel.
Dari empat sistem ini yang dianut hakim dan penuntut umum dalammemutus
dan menuntut terdakwa adalah sistem Negatief Wettelijk Stelsel.Hal ini
didasarkan pada Pasal 183 KUHAP dan Pasal 8 ayat (3) UU No. 16Tahun
2004 tentang Kejaksaan Rl.
Bunyi Pasal 183 KUHAP:
”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabiladengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperolehkeyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Modul Penuntutan 64
Dikecualikan dari prinsip ini adalah alat bukti keterangan terdakwa dan,petunjuk
yang diperoleh dari keterangan terdakwa.
Saksi, ahli, juru bahasa sebelum memberikan keterangan atau sebelum
menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia harus bersumpah atauberjanji.
Modul Penuntutan 66
4. Sekadar menambah keyakinan hakim
Saksi memberikan keterangan tidak disumpah tanpa alasan yang
sah,keterangannya bersesuaian dengan keterangan saksi yang diberikandi
bawah sumpah tidak mempunyai nilai pembuktian (bukan alat
bukti)nilainya sekadar menambah keyakinan hakim.
5. Tidak mempunyai nilai pembuktian sama sekali
Keterangan saksi yang diperoleh dari pengetahuan orang lain
(testimonium de auditu)
Keterangan saksi berdiri sendiri berbeda dengan keterangan saksi yang
lain atau dengan alat bukti sah yang lain
Keterangan saksi yang merupakan keterangan palsu
BAP saksi tidak diberikan di bawah sumpah dibacakan di sidang
keterangan berbeda dengan keterangan saksi yang diberikan di sidang di
bawah sumpah
d. Cara menilai kebenaran keterangan saksi
1. Bersesuaian dengan keterangan saksi yang lain
2. Bersesuaian dengan alat bukti sah yang lain
3. Alasan yang digunakan saksi memberikan keterangan
4. Cara nidup dan kesusilaan saksi dan segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itudipercaya
e. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Keterangan Saksi
Alat bukti keterangan saksi mempunyai kekuatan pembuktian bebas
tidaksempurna dan oleh karenanya tidak mengikat hakim.Hakim bebas
untukmenilai kebenaran suatu keterangan saksi. Tugas penuntut umumlahuntuk
meyakinkan hakim atas kebenaran keterangan saksi
Modul Penuntutan 67
Keahlian khusus bisa diperoleh berdasarkan keilmuan melalui
pendidikanformal seperti halnya dokter ahli forensik, akan tetapi dapat juga
diperoleh berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus bisa
membuktikan kebenaran pendapatnya.
Menurut HIR keterangan ahli bukan merupakan alat bukti yang sah, ia
hanya dapat digunakan untuk menambah keyakinan hakim, itulah sebabnya
maka menurut Pasal 188 ayat (2) KUHAP petunjuk tidak bisadiperoleh dari
keterangan ahli, karena pasal 188 ayat (2) KUHAP mengadopsipasal 311 HIR.
Keterangan ahli hanya diperlukan apabila penyidik, penuntut umum
danhakim menganggap perlu untuk menjernihkan suatu persoalan yangtimbul
dalam suatu perkara.Jadi kalau persoalannya sudah jelas tidakdiperlukan lagi
keterangan seorang ahli.
b. Syarat sah alat bukti keterangan ahli
1). Diberikan oleh seorang ahli
Ahli tersebut bisa dari kalangan akademisi, lembaga, instansi
atauperorangan
2). Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu
Untuk memberikan keterangan mengenai luka, keracunan ataumati harus
oleh dokter ahli kedokteran kehakiman, keteranganyang diberikan dokter
atau ahli lainnya hanya disebut keterangan, bukan keterangan ahli
3). Bersumpah atau berjanji sebelum memberikan keterangan
Seorang yang telah bersumpah ketika memberikan keterangan didepan
penyidik dan ketika ia dipanggil menjadi ahli di sidangpengadilan, sebelum
memberikan keterangan disidang ia wajib bersumpah lagi.
4). Menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
Yang dimaksud dengan menurut pengetahuannya adalah menurutdisiplin
ilmunya. Lafas sumpah seorang ahli, bahwa ia bersumpah atau berjanji akan
memberikan keteranganyang sebaik-baiknyadan sebenarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.
c.Nilai Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti
1. Menurut Pasal 186 KUHAP; keterangan ahli apa yang ahli nyatakan di
sidangpengadilan
Modul Penuntutan 68
Jadi ahli yang sudah memberikan keterangan di penyidikan atau telah
memberikan keterangan dalam bentuk laporan ahli harus hadir
disidangpengadilan
Jadi ahli yang sudah memberikan keterangan dalam bentuk laporan ahli
harus hadir di sidangpengadilandengan membawa data-datayang diperlukan,
keterangan yang diberikan merupakan alat buktiketerangan ahli.Apabila
tidak hadir di sidang pengadilan maka laporan ahli tersebut menjadi alat
bukti surat (pasal 187c KUHAP)
2. Menurut Penjelasan Pasal 186 KUHAP; keterangan ahli dapat jugaSudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang
diterangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat denganmengingat
sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan
Laporan ahli tersebut dibacakan di Sidangpengadilan karena ahliyang
bersangkutan tidak datang ke Sidang diperoleh alat buktiketerangan ahli.
3. Ahli tidak datang disidang, BAP ahli di penyidikan ,yang telah diberikan
dibawah sumpah, dibacakan di Sidang nilainya sama dengan alat
buktiketerangan ahli (Pasal 120 (2), Pasal 179 (2), jo Pasal 162 (2)
KUHAP).Dalam praktek persidangan keterangan ahli baik dalam bentuk
laporan ahli maupun dalam BAP ahli yang sudah diberikan di bawahsumpah
dibacakan di Sidang dianggap Sebagai alat bukti surat (Pasai187 C, akan
dibahas dibawah nanti).
Dalam praktek seorang ahli dipanggil dalam surat panggilan Sebagaisaksi
ahli, surat panggilan ini tidak sah karena undang-undang tidak mengenal
saksi ahli, yang ada saksi atau ahli.
d. Kekuatan Pembukti Alat BuktiKeterangan Ahli
Sama halnya dengan alat bukti keterangan saksi, kekuatan
pembuktianketerangan ahli juga mempunyai kekuatan pembuktian bebas
tidaksempurna, karenanya tidak mengikat hakim.
Di atas sudah dijelaskan bahwa menurut HIR keterangan ahli olehhakim
digunakan sekadar menambah keyakinan, bukan membentukkeyakinan
sebagaimana alat bukti sah lainnya.
Modul Penuntutan 71
Semua jenis surat selain surat jenis a,b dan c di atas, bukanmerupakan alat
bukti surat menurut Pasal 184 ayat (1) c KUHAP,karena tidak dibuat
berdasarkan sumpah jabatan atau dikuatkandengansumpah.
Menurut Pasal 187 d KUHAP; suratlain yang hanya berlaku jika
adahubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Maksudnya surat selain dari surat jenis pada Pasal 187 a,b dan cbukan alat
bukti surat tetapi dapat merupakan alat bukti petunjukapabila isi surat itu
ada hubungan dengan alat bukti sah, karenadibenarkan oleh saksi atau
terdakwa atau bersesuaian berhubungan dengan alat bukti surat.
Contoh : - Perjanjian dibawah tangan
- Surat kuitansi
- Visum et epertum oleh dokter umum
d. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Surat
Juga merupakan / mempunyai kekuatan pembuktian bebas tidaksempurna
sekalipun itu akta otentik hakim bebas menilai keabsahan isiSuatu surat otentik
untuk membentuk keyakinannya
Modul Penuntutan 72
2). Namun demikian, terdakwa tetap harus berlaku tertib dan sopanselama
pemeriksaan berlangsung Dalam hal tetap bertingkah lakutidak tertib dan
tidak patut ia dikeluarkan dari ruang Sidang dan pemeriksaan dilanjutkan
di luar hadirnya terdakwa
3). Diberikan dalam keadaan bebas baik phisik maupun psikis
c. Nilai Pembuktian Keterangan Terdakwa
1). Keterangan terdakwa Sebagai alat bukti hanya berlaku untuk dirinya sendiri.
2). Dalam hal delik penyertaan yang diadili bersama-Sama,
keteranganterdakwa tidak boleh digunakan membuktikan kesalahan
terdakwa yang lain.
3). Dalam hal terdakwa menyangkal di Sidang, keterangannya dalam BAP
tersangka dan / atau BA - 15 dibacakan di Sidang; dan kalauketerangan
dalam BAP tersangka / BA - 15 yang bersesuaiandengan keterangan Saksi
yang diberikan di bawah sumpah, maka,keterangan terdakwa yang diberikan
di luar Sidang merupakan alat bukti petunjuk.
d. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Sama halnyadengan alat-alat bukti sah yang lain yang telah dibahassebelumnya
keterangan terdakwa Sebagai alat bukti mempunyaikekuatan pembuktian
bebas. Terserah kepada hakim untuk menilaisekalipun terdakwa mengakui
perbuatan yang didakwakan.
Modul Penuntutan 74
Saksi memberikan keterangan dipengadilan tidak disumpah,keterangannya
bersesuaian dengan keterangan saksi yang diberikandipengadilan di bawah
sumpah.
2). Petunjuk diperoleh dari surat
Surat perjanjian di bawah tangan atau kuitansi yang isinyadibenarkan oleh
saksi dan atau terdakwa, maka surat itu merupakanalat bukti petunjuk.
3). Petunjuk diperoleh dari keterangan terdakwa
Terdakwa menyangkal di sidang; keterangannya dalam BAPtersangka atau
BA-15 bersesuaian dengan keterangan saksi yang memberikan keterangan
di sidang di bawah sumpah
4). Petunjuk diperoleh dari keterangan ahli berdasar Pasal 187 c KUHAP.
Visum et repertum dibuat oleh dokter umum, isinya bersesuaian dengan
luka yang dialami korban atau dibenarkan terdakwa.
Ahli balistik yang berpendapat bahwa proyektil (peluru) yang menembus
dada korban, identik dengan proyektil seperti yang dijadikan barang
bukti
Ahli daktiloksopi berpendapat tulisan tangan yang diduga palsu identik
dengan tulisan tangan pembanding
Ahli kedokteran kehakiman; berpendapat darah yang ada pada golok
identik dengan darah korban; petunjuk golok itu yang digunakan
membacok korban.
5). Dalam perkembangan teknologi informatika yang begitu pesat;dalam tindak
pidana korupsi, pencucian uang dan narkotika;dokumen elektronik dan
informasi elektronik diterima ataumerupakan alat bukti petunjuk.
c. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Petunjuk
Kalau kekuatan pembuktian alat bukti sah yang merupakan induk darialat bukti
petunjuk mempunyai kekuatan perpbuktian bebas makapetunjuklsebagai
anaknya tentunya lebihi bebas lagi.
Oleh sebab itu penuntut umum jangan terlalu tergesa-gesamenggunakan alat
bukti petunjuk untuk meyakinkan hakim.
Hakim sendiri oleh undang-undang melalui Pasal 188 ayat (3) yangdiadopsi
dari pasal 312 HIR, mengingatkan hakim agar dalam menilaikekuatan
Modul Penuntutan 75
pembuktian petunjuk dilakukan dengan arif lagi bijaksana penuhkecermatan
dan kesaksamaan berdasarnya hati nuraninya
Artinya kalau alat bukti sah lainnya sudah cukup untuk bisameyakinkan diri
penuntut umum dan hakim atas kesalahan terdakwa tidak usah lagi
menggunakan alat bukti petunjuk ; jangan gara-gara nila setitik rusak susu
sebelanga.
Modul Penuntutan 77
5. Jelaskan saksi yang boleh diperiksa dengan tidak disumpah, apa
nilaipembuktiannya!
6. Jelaskan prosedur cara memperoleh laporan ahli!
7. Jelaskan tiga cara memperoleh keterangan ahli!
8. Jelaskandalam hal apa ketarangan ahli disebut Sebagai alat bukti surat!
9. Jelaskan syarat surat Sebagai alat bukti surat!
10. Jelaskan apa tindakan saudara kalau terdakwa menyangkal di sidangpengadilan!
11. Jelaskan apa itu alat bukti petunjuk!
12. Berikan beberapa contoh petunjuk diperoleh dari keterangan ahli, dari surat dan
terdakwa!
13. Jelaskan apa yang saudara ketahui mengenai beban pembuktian terbalik
danpembuktian terbalik terbatas!
Modul Penuntutan 78
BAB XII
SURAT TUNTUTAN PIDANA
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diktat diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengenaan tuntutan pidana penuntut umum dan replik
2. Memahami cara membuat tuntutan pidana yang membuktikan unsur~unsurtindak pidana
yang didakwakan kepada terdakwa
3. Mampu membuat Replik / Jawaban
Modul Penuntutan 79
1. Dalam surat tuntutan pidana, tindakpidana yang didakwakan kepada terdakwa
diuraikan kembali sebelumdiketengahkan hasil-hasil pemeriksaan Sidang dalam
tuntutan pidanatersebut.
2. Fakta-fakta hasil pemeriksaan Sidang, tidak lain daripada hasilpembuktian
penuntut umum atas apa yang telah didakwakannya dalamsurat dakwaan yang
dibacakannya di awal persidangan.
3. Dalampembahasan yuridis yang merupakan bagian inti daripada tuntutan
pidana,penuntut umum menguraikan segala fakta yang terungkap di
persidangandan kemudian mempertemukan fakta-fakta itu dengan unsur-unsur
tindakpidana yang didakwakan dalam surat dakwaan.
4. Setelah dari hasilpembahasan yuridis dengan penggunaan fakta-fakta yang
terungkap dipersidangan, penuntut umum secafa konkrit telah memperoleh
gambaranselengkapnya tentang tindak pidana dilakukan, bagaimana tindak pidana
itudilakukan beserta akibat-akibatnya, barang bukti apa saja yang diajukandalam
persidangan dan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan Sebagaipelaku tindak
pidana itu, maka penuntut umum menunjuk kembali kepadadakwaannya dan
menyatakan dakwaan yang mana yang terbukti dan yangmana yang tidak terbukti
atau tidak diperlukan Iagi.
5. Pada saat penuntut umum meminta hukuman yang akan dijatuhkan kepada
terdakwa, sekalilagi penuntut umum menunjuk kepada kualifikasi tindak pidana
yangterbukti sesuai dengan dakwaannya. (Harun M. Husein 1990 : 186-187).
2. Fungsi Surat Tuntutan.
Fungsi surat tuntutan dapat dilihat dari segi Kepentingan berbagai pihakyaitu :
a. Kepentingan bagi penuntut umum
Surat tuntutan dijadikan Sebagai landasan / dasar oleh penuntut umumdalam
menuntut terdakwa di Sidangpengadilan.Tuntutan terhadapterdakwa ada tiga
kemungkinan yaitu 1 dituntut bebas, dituntut lepas darisegala tuntutan hukum atau
dituntut terbukti melakukan tindak pidana.
b. Kepentingan bagi terdakwa / penasihat hukum
Surat tuntutan menjadi bahan pembelaan bagi terdakwa / penasihathukum karena
terdakwa / penasihat hukum dapat mengajukan jawabanuntuk melemahkan analisis
penuntut umum yang ada dalam surattuntutan.
c. Kepentingan bagi hakim /majelis hakim
Modul Penuntutan 80
Surat tuntutan menjadi bahan pertimbangan / bahan penilaian bagi hakim / majelis
hakim dalam menjatuhkan putusannya.
B. Sistematika Surat Tuntutan
BAB I Pendahuluan
Pendahuluan berisi antara lain :
1. Prakata
2. Uraian latar belakang jenis tindak pidana yang terjadi secara umum
3. Identitas terdakwa
4. Status tahanan
5. Tindak pidana yang didakwakan
6. Uraian pelimpahan perkara
BAB II Fakta Sidang
Dari hasil pemeriksaan di Sidang diperoleh fakta-fakta melaluiketerangan saksi-
saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwadan barang bukti Sebagai
berikut:
1. Keterangan saksi
Yang perlu diperhatikan oleh penuntut umum terhadap keterangansaksi
Supaya mempunyai nilai pembuktian adalah :
a. Keterangan yang diberikan di Sidangpengadilan dibawah sumpah /janji
tentang yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri denganmenyebutkan
alasannya tentang apa yang terjadi, siapa yangmelakukannya, kapan dan
dimana kejadiannya, bagaimana Caraperbuatan dilakukan apa akibat dari
perbuatan itu.
b. Jangan menggunakan kesaksian testomonium de auditu,pendapat,
kesimpulan
c. Tanggapan terdakwa yang menguatkan kesaksian dicantumkan dalam
keterangan setiap saksi.
2. Keterangan Ahli, yang perlu diperhatikan oleh penuntut umum;
a. Apakah keterangan ahli tersebut diberikan di pengadilan dibawahsumpah
/janji; atau apakah keterangan ahli yang dibacakan diSidangpengadilan
sudah diberikan dibawah sumpah /janji.
b. Apa kesimpulan atau pendapat ahli tersebut
3. Surat; yang harus diperhatikan oleh penuntut umum:
Modul Penuntutan 81
a. Apakah surat itu dibuat berdasarkan sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah.
b. Apakah surat itu diajukan dan dibacakan di Sidangpengadilan,apa
tanggapan saksi dan /terdakwa tentang isi surat tersebut
4. Barang bukti, yang harus diperhatikan oleh penuntut umum ;
a. Apakah barang bukti telah disita secara sah
b. Apakah diajukan di sidangpengadilan dan apa tanggapan saksidan / atau
terdakwa terhadapbarang bukti tersebut
c. Jenis dan kepunyaan siapa barang bukti tersebut
5. Keterangan terdakwa; yang harus diperhatikan :
Fakta-fakta apa yang disangkal dan yang diakui di persidangan.
BAB III Analisis Fakta
Analisis terhadap fakta / kejadian yang didukung alat bukti yangmemenuhi
syarat dan benar yang dapat digunakan untukmembuktikan fakta perbuatan
yang memenuhi unsur delik yang didakwakan.
1. Keterangan saksi
Yang perlu diperhatikan dalam menganalisis keterangan saksi
agarmempunyai nilai pembuktian adalah :
a. Keterangan saksi yang sudah memenuhi syarat
b. Keterangan saksi bersesuaian dengan keterangan saksi atau alatbukti yang
lain
c. BAP saksi yang dibacakan di sidang apakah sudah di berikan dibawah
sumpah atau tidak di penyidikan dan bersesuaian denganketerangan saksi
yang diberikan disidang dibawah sumpah
d. Kesaksian berantai / ketting bewijs
e. Berikan argumentasi yang melemahkan nilai pembuktian saksi a de charga
2. Keterangan Ahli
a. Dalam bentuk laporan atau diberikan di sidangpengadilan
b. Diberikan di bawah sumpah atau tidak
c. Lemahkan keterangan ahli yang diajukan terdakwa / penasihat hukum
kalau melemahkan pembuktian penuntut umum
d. Apakah keterangan ahli bersesuaian dengan keterangan saksi;dan apakah
dibenarkan atau disangkal olenterdakwa
Modul Penuntutan 82
3. Keterangan terdakwa
Yang perlu dianalisis terhadap keterangan terdakwa adalah :
a. Keterangan yang bersifat pengakuan
b. Kalau bersifat menyangkal, usahakan buktikan melalui alat-alatbukti yang
lain bahwa terdakwa berbohong.
c. Kalau terdakwa menyangkal, analisis bahwa keterangan terdakwadalam
BAP yang dibacakan di Sidang bersesuaian denganketerangan saksi yang
diberikan di bawah sumpah di Sidangpengadilan untuk dijadikan alat
bukti petunjuk.
d. Keterangan terdakwa yang satu tidak boleh digunakan untukmembuktikan
perbuatan / kesalahan terdakwa yang lain, keterangan terdakwa hanya
berlaku untuk dirinya sendiri.
4.Surat
Yang perlu diperhatikan dalam menganalisa bukti suratadalah :
a. Buktikan bahwa surat tersebut ada hubungannya dengan tindakpidana
yang didakwakan kepada terdakwa
b. Memenuhi Syarat penyitaan
c. Surat telah dibacakan di Sidangpengadilan
d. Dibuat oleh pejabat yang benwenang berdasarkan sumpah jabatan
e. Berita acara pemeriksaan tersangka / saksi bukan alat bukti surat
5. Barang bukti
Yang perlu diperhatikan dalam menganalisis barang bukti adalah :
a. Mernenuhi Syarat penyitaan yaitu ada izin dari ketua pengadilannegeri dan
ada berita acara penyitaan dari penyidik
b. Diajukan dan diperiksa di Sidang
c. Dibenarkan oleh saksi dan terdakwa
d. Tentukan status barang bukti : dirampas untuk negara, dirampas untuk
dimusnahkan atau,dikembalikan kepada yang berhak(disebutkan
namanya).
6. Petunjuk
Yang perlu diperhatikan dalam menganalisis alat bukti petunjukadalah :
a. Diperoleh dari alat bukti yang sah, berupa keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa.
Modul Penuntutan 83
b. Bersesuaian dengan alat bukti yang sah
c. Bersasuaian dengan keterangan saksi yang disumpah di sidangpengadilan
7. Dari alat bukti Sah dan benar yang bersesuaian antara yang satu dan yang
lain diperoleh fakta hukum (simpulkan semuafakta / kejadian yang akan
digunakan membuktikan unsur delik yangdidakwakan atau yang Sinkron
dengan fakta dalam surat dakwaan)
BAB IV Analisis Yuridis
1. Perhatikan bentuk dakwaan apakah disusun secara (tunggal,subsider,
alternatif, kumulatif atau gabungan) kemudian analisis masing-masing unsur
deliknya dengan mengkaitkan dengan faktahukum yang telah diperoleh dari
analisis fakta tersebut di atas.
2. Untuk membuktikan unsur "barang siapa atau setiap orang", yang dibuktikan
apakah benar terdakwa yang melakukan perbuatan yangdidakwakan. Jadi
bukan membuktikan pertanggungjawabanpidananya.
Pertanggungjawaban pidananya dibuktikan setelah semua unsurdelik telah
dibuktikan satu persatu
3. Dalam hal dakwaan disusun secara alternatif ; maka penuntut umumcukup
memilih salah satu dakwaan yang dianggap terbukti. Kalaudakwaan disusun
secara subsidiair maka penuntut umum harus membuktikan dakwaan primer
terlebih dahulu, kalau dakwaan primer tidak terbukti, baru dakwaan subsider
dibuktikan, apabila dakwaandisusun secara kumulasi maka semua dakwaan
harus dibuktikan satupersatu dan dipertanggungjawabkan satu persatu pula.
4. Dalam hal semua unsur delik telah dibuktikan sebutkan kualifikasi delik
yang terbukti tersebut, kemudian baru dibuktikan apakah ketikaterdakwa
melakukan tindak pidana tersebut ia harusdipertanggungjawabkan atau tidak.
Kalau tidak bisa dipertanggungjawabkan ia harus dituntut "lepas,dari segala
tuntutan hukum”.
5. Kemudian analisis mengenai surat dan / atau barang bukti untukmenentukan
status surat / barang bukti tersebut
6. Analisis mengenai apakah terdakwa ditangkap dan ditahan untuk
diperhitungkan dengan lamanya ia dijatuhi pidana
7. Semua hal-hal yang dituntut dalam amar tuntutan harus dianalisisdalam
analisis yuridis.
Modul Penuntutan 84
BAB V Hal-hal yang Memberatkan.
Sebelum penuntut umum mengajukan tuntutannya terlebih
dahulumengemukakakn nal-hal yang memberatkan, misalnya :
1. Terdakwa berbelit-belit di sidangpengadilan
2. Terdakwa tidak menyesali perbuatannya
3. Terdakwa sebagai abdi negara, seharusnya memberikan contohkepada
masyarakat, bukan sebaliknya melakukan perbuatan yangmerusak citra
pegawai negeri pada umumnya.
4. Terdakwa mengikutsertakan anak di bawah umur
5. Dilakukan dengan cara yang sadis
6. Menimbulkan korban / akibat yang luas
7. dsb
BAB VI Hal-hal yang Meringankan
Hal-hal yang meringankan yaitu:
1. Terdakwa dalam keadaan hamil
2. Terdakwa dalam keadaan jiwa yang terguncang
3. Terdakwa memberikan ganti rugi yang layak / perbaikan kerusakansecara
sukarela
4. Terdakwa sudah beramai dengan saksi korban di persidangan
5. Terdakwa menyesali perbuatannya
6. Terdakwa masih muda dan berkelakuan baik menurut penilaianBapas
7. dll
BAB VII Tuntutan
Berdasarkan uraian di atas dengan berdasarkan perundang-undangan
yang berhubungan dengan perkara ini (sebutkan pasal-pasal), kami penuntut
umum pada Kejaksaan Negeri…………...………..
MENUNTUT
Supaya Pengadilan Negeri ……………………. yang memeriksa danmengadili
perkara terdakwa ……………………. memutus denganmenyatakan :
1. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalahmelakukan tindak
pidana ……………………… (sebutkan kualifikasi deliknya)
Modul Penuntutan 85
2. Menjatuhkan pidana terdakwa dengan pidana penjara selamatahun
…………………….(bulan) dengan dikurangkan sepenuhnya dengan
lamanya terdakwa ditahan dan ditangkap, dan supaya terdakwa tetap ditahan.
3.Menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp…….. (
……………………) subsider……………… …………. bulan kurungan.
4. Terdakwa mengembalikan kerugian keuangan Negara sebesar Rp. (Iihat
Pasal 18 Undang-UndangNomor 31 tahun 1999)
5. Menetapkan barang bukti:
a. Dikembalikan kepada (sebut nama orangnya) atau,
b. Dirampas untuk dimusnahkan, atau
c. Dirampas untuk Negara, atau
d. Dilampirkan dalam berkas perkara atau digunakan bukti untuk perkara
lain.
6. Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara (minimal) Rp.500,- maksimal
Rp. 10.000,- untuk semua tingkat pemeriksaan.
BAB VIII Penutup
Demikian tuntutan pidana ini dibacakan dan diserahkan dalamSidang kepada
hakim / ketua majelis, terdakwa dan penasihathukumnya pada hari
ini….Tanggal…………………..bulan………………………………… tahun
……
Penuntut umum
Ttd
Pangkat, Nip,
D. Rangkuman
Setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan selesai oleh hakim/majelis hakim,
maka Sidang berikutnya adalah pembacaan tuntutan pidana/rekuisitor penuntut
umum.penuntut umum biasanya meminta waktu kepada hakim/majelis hakim untuk
menyusun tuntutan. Di dalam rekuisitor, penuntut umummengemukakan fakta-fakta yang
terungkap dipersidangan dan menghubungkanfakta tersebut dengan unsur-unsur tindak
pidana yang didakwakan. Keterangansaksi-saksi, keterangan terdakwa, ketefangan ahli,
barang bukti dihubungkansatu Sama lain. Setiap alat bukti dianalisa dan dihubungkan
dengan setiap unsure tindak pidana yang didakwakan. Setelah tuntutan pidana penuntut
umum selesaidibuat, maka tuntutan dibacakan di depanSidangpengadilan.
Terdakwa/penasehat hukum dapat mengajukan pembelaan/pleidoi terhadap tuntutan
pidana penuntut umum.Terhadap pembelaan terdakwa/penasihat hukum, penuntut
umumdapat mengajukan jawaban/replik.
E. Diskusi dan praktek membuat tuntutan pidana dan replik
1. Mambentuk kelompok diskusi.
2. Meneliti tuntutan pidana, pleidoi, dan replik yang bermutu dan mendiskusikannya.
3. Presentasi hasil diskusi oleh masing-masing kelompok.
4. Tanya jawab setelah setiap kelompok selesai presentasi.
5. Setelah diskusi dilanjutkan dengan praktek membuat tuntutan pidana danpraktek
membuat replik.
Modul Penuntutan 87
F. Latihan
Jawablan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini secara Singkat namun jelas
1. Apakah benar bahwa tuntutan pidana penuntut umum didasarkan pada surat dakwaan?
Jelaskan.
2. Apa fungsi surat tuntutan pidana penuntut umum ?Jelaskan.
3. Apa alasan/dasar yang biasa digunakan oleh terdakwa/penasihat hukum
dalammelakukan pembelaan? Jelaskan
4. Apa yang dimaksud dengan replik/jawaban terhadap pembelaan?JeIaskan
5. Bagaimana sistimatika surat tuntutan pidana penuntut umum?. Jelaskan
6. Latihan membuat tuntutan pidana
7. Latihan membuat replik/jawaban atas pembelaan/pledoi terdakwa/penuntut umum
Modul Penuntutan 88
BAB XIII
MENGHENTIKAN PENUNTUTAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
1. Memahami dalam hal apa penghentian penuntutan dapat dilakukan
2. Memahami dalam hal apa Jaksa Agung dapat mengenyampingkan perkara
Modul Penuntutan 89
tidakdihentikan maka Terdakwa atau Penasihat hukumnya dapat
mengajukankeberatan bahwa dakwaan tidak dapat diterima (lihat Pasal 156 (1)
KUHAP)
c. Perkara Ditutup Demi Hukum
Perkara ditutup demi hukum, karena :
- Tersangka / terdakwa meninggal dunia (Pasal 77 KUHP) ;
- Kadaluarsa atau lewat waktu (Pasal 78 KUHP) ;
- Berlakunya Asas Ne Bis In Idem, yakni tidak seorangpun dapat dituntut
untukkedua kalinya karena perbuatannya yang sama, dimana pelakunya telah
mendapatkan suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal
76 KUHP) ;
- Adanya suatu atdoening buiten process atau adanya suatu penyelesaiantidak
melalui proses Pengadilan yakni dengan cara membayar dendatertinggi secara
sukarela kepada penuntut umum dalam perkarapelanggaran yang diancam dengan
pidana denda saja (Pasal 82 KUHP) ;
- Delik aduan yang pengaduannya telah dicabut dalam tenggang waktu
yangdibenarkan Undang-Undang (Pasal 75 dan Pasal 284 ayat (4) KUHP)
- Dalam hal penuntut umum menghentikan Penuntutan harus mempedomani P. 26
Modul Penuntutan 90
C. Perbedaan Penghentian Penuntutan dengan Penyampingan Perkara untuk
Kepentingan Umum
Penghentian Penuntutan Pengenyampingan Perkara
4. Dengan penghentian penuntutan dianggap 4. Ada tindak pidana hanya tidak dilakukan
tidak terjadi tindak pidana penuntutan dengan alasan demi
kepentingan umum
5. Dapat dilakukan penuntutan kembali kalau 5. Dalam hal pengenyampingan perkara
diperoleh bukti baru, dalam hal alasan telah sah sudah tidak dapat dilakukan
penghentian karena tidak cukup bukti penuntutan lagi
D. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tidak cukupbukti !
2. Jelaskan peristiwa tersebut terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana !
3. Jelaskan dalam hal apa penuntutan dihentikan demi hukum !
4. Jelaskan perbedaan antara penghentian penuntutan dengan pengenyampinganperkara !
5. Latihan membuat Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (P. 26)
Modul Penuntutan 91
BAB XIV
PUTUSAN PENGADILAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat :
1. Memahami jenis Putusan pengadilan
2. Mengetahui upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan pengadilantersebut.
3. Memahami jenis-jenis pemidanaan.
Modul Penuntutan 92
sehubungan dengan huruf e di atas maka jaksa tidak boleh mengeksekusi putusan
sebelum lampau tujuh hari setelah putusan di ucapkan sekalipun terdakwa atau penuntut
umum sebelumnya menerima putusan.
C. Jenis Pidana
1. Pidana Pokok
a. Pidana Mati
Berdasarkan Perpres no. 2 Tahun 1964, tanggal 27 April 1964, putusanpemidanaan
dilakukan oleh regu tembak sampai mati
Modul Penuntutan 93
b. Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup
Dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan
Pidana Penjara Sementara
Paling lama dua puluh tahun
(merupakan altenatif pidana seumur hidup)
Paling lama lima belas tahun dan paling singkat satu hari
c. Pidana Kurungan
Terhadap tindak pidana tertentu (pelanggaran)
Paling singkat satu hari dan paling lama satu tahun
Dilaksanakan dilembaga pemasarakatan setempat
d. Pidana Bersyarat
Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satutahun ataupidana
kurungan (bukan pidana kurungan pengganti denda), hakim dapatmemerintahkan
bahwa pidana tidak dijalankan kecuali dikemudian hariada putusan lain karena dalam
masa percobaan terpidana melakukantindak pidana lagi atau tidak melaksanakan
syarat khusus yangdiperintahkan.
Masa percobaan bagi kejahatan paling lama tiga tahun dan pelanggaranpaling lama
dua tahun
e. Pidana Denda
Dalam tindak pidana tenentu selain dijatuhkan pidana penjara jugadijatuhkan pidana
denda secara kumulasi.Pelaksanaan pidana denda palinglama satu bulan dan dapat
diperpanjangsatu bulan lagi. Dalam hal denda tidak dibayar diganti dengan pidana
Kurungan pengganti denda paling lama enam bulan (dalam hal tertentu paling lama
delapan bulan
Terhadap putusan acara pemeriksaan cepat pidana denda harus dilunasi seketika
2. Pidana Tambahan
a. Perampasan barang-barang tertentu,
Dirampas untuk negara
Dirampas untuk dirusak seningga tidak dapat dipergunakan lagi
Tetap dilampirkan dalam berkas perkara
Dikembalikan kepada orang tertentu yangnamanya disebutkan dalamputusan
Modul Penuntutan 94
b. Pencabutan hak-hak tertentu, antara lain:
Hak perwalian
Hak melaksanakan pekerjaan tertentu
Hak melakukan usaha tertentu
Hak memilih / dipilih
c. Tindakan tata tertib antara lain :
Penutupan sebagian / seluruh perusahaan
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
Menempatkan perusanaan dibawah pengampuan
Kewajiban membayar apa yang dilalaikan tanpa hak
Perbaikan kerusakan akibat tindak pidana
d. Pembayaran uang pengganti
Dalam tindak pidana, korupsi apabila tidak dibayar ada bendanyadisita dan
dijual lelang dan kalau tidak ada harta bendanya lagi yang dapatdisita maka diganti
dengan pidana penjara yang lamanya tidak boleh melebihi ancaman pidana pokok.
Bagaimana melaksanakan pidana pokok maupun pidana tambahanakandibahas
dan didiskusikan tersendiri dalam mata diklat dan dalam modulPelaksanaan Putusan
Pengadilan. Apa yang dibahas dalam bab ini sekadarpenutup modul Penuntutan dan
Sebagai pengantar modul Upaya Hukum danmodul Pelaksanaan Putusan Pengadilan.
D. Latihan
1. Jelasan proses pengembalian putusan pengadilan dalam menentukan bersalah tidaknya
terdakwa!
2. Jelaskan jenis putusan pengadilan!
3. Jelaskan dalam hal apapengadilan memutus tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima!
4. Jelaskan jenis putusan pemidanaan!
5. Jelaskan dalam hal apa hakim menjatuhkan pidana kurungan!
6. Jelaskan dalam hal apa hakim menjatuhkan pidana bersyarat!
7. Jelasan hak-hak penuntut umum terhadap putusan pengadilan!
Modul Penuntutan 95
BAB XV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tidak semua berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik harus dilimpahkan
kePengadilan. Berkas perkara yang tidak memenuhi syarat dilimpahkan ke
Pengadilandapat dihentikan kepenuntutannya olehpenuntut umum.
2. Surat dakwaan harus ditarik dan dirumuskan dan hasil pemeriksaanpenyidikan dan
merupakan dasar pemeriksaan di Sidangpengadilan dan dasar hukum menjatuhkan
putusan.
3. Turunan surat pelimpahan perkara dan surat dakwaan harus disampaikankepada
terdakwa maupun kepada penyidik.
4. penuntut umum tidak terlibat dalam pelimpahan acara pemeriksaan cepatkarena atas
kuasa penuntut umum penyidik melimpahkan perkara kePengadilan.
5. Berhasilnya tuntutan pidana tergantung dari penguasaan penuntut umum terhadap
sistem, nilai dan kekuatan pembuktian alat bukti serta teknikpembuktian berdasarkan
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
6. Tuntutan pidana merupakan kesimpulan penuntut umum tentang terbuktitidaknya tindak
pidana yang didakwakan oleh sebab itu dalam menyusunsurat tuntutan dibutuhkan
keterampilan seorang penuntut umum terutama dalam memahami unsur-unsur setiap
tindak pidana dan fakta-fakta yangmendukung setiap unsur tindak pidana tersebut.
7. Replik adalah jawaban penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa ataupenasihat
hukum yang memuat argumentasi yang melemahkan pembelaanterdakwa sakaligus
memperkuat tuntutan pidana.
8. Putusan pengadilan merupakan penjabaran tuntutan pidana penuntut umum.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil pembelajaran yang dilakukan dalam mata diklatpenuntutan, peserta
diklat dapat memahami:
- pengertian, ruang lingkup dasar hukum penuntutan,
- teori dan teknik membuat surat dakwaan
- komponen pelimpahan perkara dan membuat surat pelimpahan perkara
Modul Penuntutan 96
- obyek keberatan dan cara menyusun pendapat atas keberatan penasihat hukum
- menyusun replik/jawaban atas pembelaan/pledoi
- teknik dan taktik pemeriksaan disidangpengadilan
- teknik pembuktian
- teknik penyusunansurat tuntutan pidana dalam rangka membuktikan dakwaannya.
- dasar hukum dan syarat penghentian penuntutan
C. Tindak Lanjut
Setelah peserta diklat PPJ menjawab pertanyaan-pertanyaan dengansungguh-sungguh
maka sudah dapat diperkirakan penguasaan materi masing-masing bab telah dikuasai,
Apabila tingkat penguasaan peserta diklat sudah mencapai 80% ataulebih, berarti peserta
sudah memahami materi dalam modulpenuntut ini. Akan tetapi apabila tingkat penguasaan
peserta masih di bawah dari 80%, maka peserta diklat harus mengulangi kembali pokok-
pokok bahasan yang peserta diklat belum menguasai.
Semoga peserta diklat berhasil dalam mempelajari mata diklatpenuntutan dan
menerapkannya dalam praktek pelaksanaan tugas sehari hari.
Modul Penuntutan 97
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, A.
2006, Hukum Acara Pidana Indonesia
Jakarta, Sinar Grafika
Harahap, Yahya
1988, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP II.
Jakarta, Pustaka Kartini W
Nasution, A. Karim
1975, Masalan Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana
Jakarta, Tanpa Penerbit.
Prodjodikoro, Wirjono
1974, Hukum Acara Pidana di Indonesia,
Jakarta, Sumur Bandung
Prodjohamidjojo, Martiman
I 1983, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti
Jakarta, Ghalia Indonesia
1984, Kitab Himpunan Peraturan-Peraturan Tentang Hukum Acara Pidana
Jakarta, Simplex.
Soerodibroto, Soenarto
1979, KUHP Dilengkapi Arrest-Arrest Hode Raad
Jakarta, Tanpa Penerbit
Tresna, R
1972, Komentar Atas HIR
Jakarta, Pradnya Paramita
lchtiar Baru van Hoeve, PT
1989, Himpunan Perundang-undangan RI,
Jakarta, PT. Ichtiar Baru van Hoeve
Husein, Harun
1998, Surat dakwaan
Jakarta, Rieneka Cipta
Kejaksaan Agung RI
2004, Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004
Modul Penuntutan 98
Jakarta, Kejaksaan Agung Rl
Kekuasaan Kehakiman
2009, Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009
Jakarta, Mahkamah Agung
Mahkamah Agung RI
1984, Himpunan Tanya Jawab Tentang Hukum Acara Pidana,
Jakarta, Mahkamah Agung Rl
Varia Peradilan
1995, Majalah Hukum
Jakarta, Ikahi
Kejaksaan Agung
2009, Modul Penuntutan
Modul Penuntutan 99