JAKSA 2019
MODUL
PRA PENUNTUTAN
DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat....................................................................................................2
C. Tujuan Pembelajaran..............................................................................................3
D. Indikator Keberhasilan............................................................................................4
A. Pengertian..............................................................................................................5
B. Ruang Lingkup........................................................................................................6
C. Rangkuman...........................................................................................................32
D. Diskusi...................................................................................................................34
E. Latihan...................................................................................................................35
A. Dasar Hukum.......................................................................................................36
C. Rangkuman..........................................................................................................37
D. Diskusi.................................................................................................................38
E. Latihan.................................................................................................................38
C. Pemeriksan Tambahan......................................................................................41
D. Rencana Dakwaan.............................................................................................41
E. Surat Dakwaan...................................................................................................41
F. Rangkuman........................................................................................................44
G. Diskusi................................................................................................................45
H. Latihan................................................................................................................46
A. Kesimpulan..........................................................................................................47
B. Implikasi...............................................................................................................47
C. Tindak Lanjut.......................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUA
N
A. Latar belakang
Bahan ajar ini merupakan bahan ajar bagi peserta Pendidikan dan Pelatihan
Pembentukan Jaksa selanjutnya disingkat diklat PPPJ yang akan menduduki
jabatan sebagai Jaksa fungsional. Peserta Diklat yang mengikuti Diklat PPPJ ini
diharapkan akan dapat melaksanakan tugas sebagai Jaksa, Jaksa Peneliti dan
Penuntut Umum. Salah satu tugas Jaksa adalah meneliti berkas perkara yang
diterima dari penyidik. Berkas perkara yang diterima dari penyidik akan diteliti
(Jaksa Peneliti), baik kelengkapan formil maupun kelengkapan materilnya.
Keberhasilan Penuntut Umum membuktikan suatu perkara di pengadilan
banyak ditentukan oleh kecermatan Penuntut Umum dalam meneliti
kelengkapan berkas perkara yang diterima dari penyidik. Banyak perkara yang
gagal dibuktikan oleh Penuntut Umum di pengadilan di sebabkan oleh
kekurangtelitian pada waktu meneliti berkas perkara pada tahap pertama
(prapenuntutan). Perkara yang seharusnya dikembalikan ke penyidik langsung
dinyatakan lengkap, sehingga di sidang pengadilan, Penuntut Umum menemui
kesulitan dalam membuktikan dakwaannya karena kurangnya alat bukti.
Secara umum, mata diklat Prapenuntutan ini, terkait erat dengan
kompetensi seorang Penuntut Umum dalam menangani perkara tindak pidana.
Secara khusus, Prapenuntutan akan memberikan pengetahuan tentang cara penelitian
kelengkapan baik formil maupun materil suatu berkas perkara dari penyidik. Oleh karena
itu, bagi peserta diklat PPPJ yang mampu menyerap pemahaman isi bahan ajar ini akan
menjadi landasan/pondasi/titik awal keberhasilan dalam penanganan perkara dan
pembuktian diri akan kemampuan sebagai Jaksa.
Bahan ajar ini dirancang untuk 75 ( tujuh puluh lima) jam
pembelajaran. Pembelajaran teori dalam bentuk ceramah 40 % (30 jam) terdiri dari
pendapat para ahli hukum, perundang-undangan, petunjuk Kejaksaan Agung dan lain-
lain. Pembelajaran praktek 60 % (45 jam) terdiri dari diskusi, kerja kelompok,
presentasi, tanya jawab, latihan, meneliti berkas perkara dan lain-lain. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah Metode Andragogi (metode pembelajaran
orang dewasa), Metode ceramah, Metode kerja kelompok, Metode forum, dan
Prapenuntutan 1
Metode tanya jawab.
B. Deskripsi singkat
Bahan ajar pendidikan dan pelatihan ini akan memberikan kepada peserta
pengertian dan pemahaman mengenai prapenuntutan yaitu tindakan Penuntut Umum
untuk mengikuti perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas
perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberi petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
lengkap atau tidak ( PERJA Nomor : PER – 036 / A / JA / 09 / 2011 tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum).
Penelitian berkas perkara ini terdiri dari penelitian terhadap SYARAT
FORMIL dan SYARAT MATERIIL.
Kelengkapan syarat formil menyangkut kelengkapan administrasi seperti
Laporan polisi, Surat pengaduan, Surat perintah penyidikan, Surat pemberitahuan
dimulainya penyidikan, Surat perintah penyitaan, Surat perintah penangkapan,
Surat perintah penahanan, surat perintah penggeledahan dan lain-lain. Untuk
melaksanakan surat perintah di atas, diterbitkan berita acara, seperti berita acara
pemeriksaan saksi-saksi, berita acara pemeriksaan tersangka, berita acara
pemeriksaan surat, berita acara pemeriksaan ahli, berita acara penyitaan barang
bukti, berita acara penggeledahan. Selain itu diteliti pula surat izin Ketua Pengadilan
Negeri untuk melakukan penyitaan, penggeledahan dan penelitian adminsitrasi
lainnya.
Penelitian kelengkapan syarat materil meliputi antara lain: kejelasan tindak
pidana yang disangkakan kepada tersangka dan modus operandinya, penguraian
unsur pasal dari tindak pidana yang disangkakan, kejelasan waktu terjadinya tindak
pidana (tempus delicti), kejelasan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti),
kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang tercantum dalam berkas perkara, dan
pertanggungjawaban tersangka menurut hukum pidana. Yang terakhir adalah
kewenangan pengadilan mengadili perkara yang diteliti (kompetensi relatif dan
absolut).
Pada saat tersangka dan barang bukti diserahkan ke kejaksaan/penyerahan tahap
kedua, penuntut umum melakukan penelitian terhadap identititas tersangka (BA-4),
meneliti barang bukti (BA-5) sesuai dengan surat izin penyitaan dari Ketua
Pengadilan Negeri dan berita acara penyitaan barang bukti dari penyidik.
Barang bukti yang disegel, dibuka segelnya lalu diperiksa di hadapan
penyidik. Barang bukti berupa uang harus dihitung kembali di depan penyidik dan
diteliti jumlah nominalnya, jumlah lembarannya dan keasliannya, barang bukti
berupa perhiasan harus ada penimbangan, jenis dan keasliannya, kadarnya, serta
identitas lainnya.
Disarankan juga agar para siswa segera mendapatkan buku-buku pedoman
teknis penangganan perkara baik itu KEPJA dan Surat Edaran yang mengatur dan
memberikan arahan serta pedoman teknis pelaksanaan kegiatan penanganan perkara
tidak hanya pada saat prapenuntutan tetapi juga penuntutan (sampai dengan
eksekusi).
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi dasar /Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta Pendidikan dan Pelatihan
Pembentukan Jaksa mampu menjelaskan pengertian prapenuntutan, kelengkapan
syarat formil dan syarat materil suatu berkas perkara dari penyidik serta mampu
membuat konsep rencana dakwaan dan tentu saja telah siap mengaplikasikan kemampuan
prapenuntutannya secara aplikatif pada saat melaksanakan tugas sebagai Jaksa setelah lulus
dalam diklat PPPJ ini.
A. Pengertian
Dalam ketentuan umum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan PraPenuntutan. lstilah pra-penuntutan hanya
ditemui dalam Pasal 14 huruf b KUHAP yang berbunyi demikian "Penuntut umum
mempunyai wewenang mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 ayat
(3) dan (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan
dari penyidik. Dengan demikian "pra penuntutan adalah wewenang Jaksa
Penuntut Umum memberi petunjuk kepada penyidik dalam rangka penyempurnaan
berkas perkara (Osman Simandjuntak 1994:6).
Di dalam KUHAP dan dalam pasal-pasal Undang-Undang Kejaksaan tidak
ditemukan pengertian prapenuntutan di atas. Pengertian prapenuntutan dapat
dibaca dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a UURI Nomor 16 Tahun 2004
yang berbunyi sebagai berikut: "Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk
memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan
berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan
petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas
perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan".
Pengertian yang lain diberikan oleh A. Hamzah (2008:158) bahwa prapenuntutan
ialah tindakan penuntut umum untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan oleh penyidik.
Selanjutnya pengertian prapenuntutan yaitu tindakan Penuntut Umum untuk
mengikuti perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara
hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberi petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
lengkap atau tidak (PERJA Nomor : PER – 036/A/JA/09/2011 tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.
B. Ruang Lingkup
1. Mengikuti perkembangan penyidikan
2. Melakukan koordinasi dengan penyidik terhadap penyidikan perkara tertentu.
3. Memberikan perpanjangan penahanan
4. Menerima dan meneliti kelengkapan berkas perkara.
5. Memberi petunjuk guna melengkapi berkas perkara.
6. Meneliti sah tidaknya penghentian penyidikan
7. Menerima tanggung jawab tersangka dan barang bukti.
8. Melakukan pemeriksaan tambahan.
7. Membuat konsep rencana dakwaan.
6. Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang.
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan,
atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (Pasal 1 butir 19
KUHAP).
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
7. Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari. Jangka waktu
sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut
umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari ( Pasal 24
UU.No.8/1981).
Penelitian terhadap administrasi penahanan ini ada hubungannya
dengan tuntutan penuntut umum, karena masa penahanan diperhitungkan
oleh penuntut umum pada waktu mengajukan tuntutan hukuman kepada
terdakwa di persidangan pengadilan.
8. Penggeledahan
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah
tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penggeledahan badan adalah
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian
tersangka untuk mencari benda yang diduga keras pada badannya atau
dibawanya serta untuk disita. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
dapat melakukan penggeledahan rumah, atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini
(Pasal 32 KUHAP).
Dengan surat izin ketua Pengadilan negeri setempat, penyidik dalam melakukan
penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.
Mengenai ketentuan dalam KUHAP tentang keharusan adanya izin
ketua pengadilan negeri untuk melakukan penggeledahan menimbulkan
pertanyaan apakah izin itu bersifat umum atau khusus? lni tidak diatur dalam
KUHAP. Kalau bersifat umum, maka tidak disebutkan di tempat-tempat
kediaman mana akan dilakukan penggeledahan. Sebaliknya kalau bersifat
khusus, maka harus dicantumkan di dalam izin itu, dimana dan kapan
dilakukan pengeledahan oleh penyidik. Dengan sendirinya kalau bersifat
khusus, maka penyidik tidak dapat melakukan penggeledahan di tempat yang
tidak disebut dalam izin itu, walaupun kemudian ternyata bahwa tempat itu
perlu digeledah pula sesuai dengan petunjuk yang diperoleh pada
penggeledahan pertama (A. Hamzah 2006:140).
Menggeledah atau memasuki rumah atau tempat kediaman orang dalam
rangka menyidik suatu delik menurut hukum acara pidana, harus dibatasi dan
diatur secara cermat. Menggeledah rumah atau tempat kediaman merupakan
suatu usaha mencari kebenaran, untuk mengetahui baik salah maupun tidak
salahnya seseorang (Wirjono Prodjodikoro 1967 44).
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan
rumah, atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata
cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Pasal 32 KUHAP).
Administrasi penggeledahan harus diteliti karena berhubungan dengan
sahnya penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik.
Administrasi yang berhubungan dengan penggeledahan yaitu:
a. Surat Permintaan Izin Penggeledahan
Sebelum melakukan penggeledahan, penyidik terlebih dahulu meminta
izin pada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Ketua Pengadilan Negeri
setempat tidak dapat mengeluarkan surat izin penggeledahan tanpa
permintaan dari penyidik.
b. Surat Persetujuan Izin Penggeledahan
Penuntut umum harus meneliti surat persetujuan izin penggeledahan
dari ketua pengadilan negeri setempat, karena surat izin penggeledahan
ini merupakan syarat sahnya penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik.
c. Surat Perintah Penggeledahan
Berdasarkan surat izin penggeladahan Ketua Pengadilan Negeri
setempat, penyidik mengeluarkan surat perintah penggeledahan. Dalam
surat perintah penggeledahan ditentukan obyek yang akan digeledah dan
alamat obyek yang akan digeledah. Hal yang diteliti oieh penuntut
umum dalam surat perintah penggeledahan penyidik adalah kesesuaian
antara obyek yang akan digeledah yang tercantum dalam surat izin
penggeledahan dari ketua pengadilan negeri dengan obyek yang akan
digeledah yang tercantum dalam surat perintah penggeledahan penyidik.
d. Berita Acara Penggeledahan
Setiap selesai melakukan penggeledahan penyidik harus membuat
berita acara penggeledahan. Berita acara penggeledahan tersebut adalah:
1) Berita Acara Penggeledahan Rumah
Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau mengeledah
rumah harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan. Yang diteliti
dalam berita acara penggeledahan adalah kesesuaian antara
barang/benda yang ditemukan dalam penggeledahan dengan
benda/barang yang disita yang dijadikan barang bukti dalam berkas
perkara. Diteliti pula hubungan antara benda/barang yang disita
dengan pembuktian perbuatan tersangka.
2) Berita Acara Penggeledahan Badan
Setelah melakukan penggeledahan badan penyidik membuat
berita acara penggeledahan yang memuat tentang adanya atau tidak
adanya benda yang ditemukan pada badan seseorang/tersangka.
3) Berita Acara Penggeledahan Pakaian
Setelah melakukan penggeledahan pakaian penyidik membuat berita
acara penggeledahan pakaian yang memuat tentang ada atau tidak adanya
benda/barang yang ditemukan pada pakaian seseorang/tersangka.
9. Barang bukti
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua
pengadilan negeri setempat. Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita
benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana atau benda lain yang dipakai sebagai barang bukti.
Surat izin penyitaan barang bukti dari ketua pengadilan negeri harus
diteliti oleh penuntut umum, karena sahnya penyitaan barang bukti harus
dibuktikan dengan surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri.
Biasanya hakim yang menyidangkan perkara menolak memeriksa barang
bukti yang tidak memiliki izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri
setempat.
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah: a. benda atau tagihan
tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. benda yang telah
dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya; c. benda yang dipergunakan untuk menghalangi-
halangi penyidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana. Benda yang berada dalam sitaan
karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi
ketentuan ayat 1. (Pasal 39 (1) dan (2) UU. No.8/1981).
10. Surat
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, atau yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keaciaan yang didengar, dilihat atau
yang dialaminya sendiri, desertai dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi
pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. c. surat keterangan dari
seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d.
surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain (Pasal 187 UU.No.8/1981).
12. Daftar Saksi, Daftar Tersangka, Daftar Barang Bukti dan Berita Acara Tindakan
Lain.
a. Daftar Saksi
Penelitian daftar saksi untuk mengetahui jumlah saksi yang ada berita
acaranya dalam berkas perkara tersangka.
b. Daftar Tersangka
Penelitian daftar tersangka untuk mengetahui jumlah tersangka
dalam berkas perkara.
c. Daftar Barang Bukti
Penelitian daftar barang bukti untuk lebih memudahkan penelitian barang
bukti antara yang tercantum dalam berita acara penyitaan barang bukti dengan
yang tercantum dalam daftar barang bukti.
d. Berita Acara Tindakan Lain
13. Koordinasi dengan Penyidik
Setelah penuntut umum menerima Surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, maka sudah mulai dilakukan koordinasi antara
penyidik dan penuntut umum. Koordinasi dapat dilakukan baik di
kejaksaan atau di kepolisian. Apabila kepolisian melakukan ekspose
perkara, maka kepolisian dapat mengundang penuntut umum ke kepolisian
atau ekspose dapat juga dilakukan di kejaksaan, tergantung kesepakatan
bersama.
Perlu dipedomani SEJA Nomor: 004/A/JA/02/2009 tanggal 26 Februari
2009 Tentang Meminimalisir Bolak Balik Perkara Antara Penyidik dan
Penuntut Umum. Agar diupayakan setiap berkas perkara yang diserahkan
pada tahap pertama oleh penyidik telah dilakukan koordinasi dan konsultasi
terlebih dahulu. Pelaksanaan koordinasi dan konsultasi tersebut dit uangkan
dalam BA Pelaksanaan Koordinasi dan Kosultasi antara Penyidik dengan
penuntut Umum.
5. Peran tersangka
Penelitian peran tersangka untuk mengetahui apakah tersangka sebagai pelaku,
yang menyuruh melakukan, turut melakukan, membantu
melakukan atau penganjur.
C. Rangkuman
Setelah Penuntut umum menerima berkas perkara tahap pertama dari
penyidik, penuntut umum harus segera melakukan penelitian karena jangka
waktu penelitian berkas perkara dibatasi oleh KUHAP. Penuntut umum
meneliti kelengkapan berkas perkara baik formil maupun materil. Penelitian
persyaratan formil berkas perkara dimulai dari identitas tersangka,
resume, surat pengaduan, laporan polisi, surat perintah penyidikan, dan surat
pemberitahuan dimulainya penyidikan, surat perintah penangkapan,
surat perintah penahanan, surat perintah penangguhan penahanan, surat
perintah pengeluaran tahanan dan lain-lain. Selanjutnya meneliti pelaksanaan
dari surat perintah diatas yaitu berupa berita acara pemeriksaan saksi-saksi,
berita acara pemeriksaan ahli, berita acara pemeriksaan surat, berita acara
pemeriksaan tersangka, berita acara rekonstruksi, berita acara penangkapan dan
penahanan, berita acara penggeledahan rumah, berita acara penyitaan ba rang
bukti, berita acara penyisihan barang bukti, berita acara pemeriksaan surat,
berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti, berita acara
penyisihan barang bukti, berita acara penerimaan hasil lelang barang bukti,
berita acara penyitaan surat dan berita acara lainnya. Surat-Surat lain yang
diteliti adalah surat kuasa tersangka kepada penasihat hukum, surat keterangan
dokter/visum et repertum, surat izin dari ketua pengadilan negeri, surat yang
menyangkut barang bukti dan lain-lain.
Memahami cara meneliti persyaratan materil berkas perkara hasil
penyidikan akan memudahkan penuntut umum meneliti kelengkapan berkas
perkara dari penyidik. Persyaratan materil berkas perkara dari penyidik yang
harus diteliti adalah tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka, alat-alat
bukti yang membuktikan unsur tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka,
waktu terjadinya delik, tempat terjadinya delik, dan peran tersangka dalam tindak
pidana yang disangkakan kepadanya.
Alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan tersangka diteliti kesesuaiannya satu sama lain. Persyaratan-persyaratan
alat bukti yang memenuhi syarat juga harus diteliti, karena ada hubungannya
dengan kualitas kekuatan alat bukti tersebut.
Perlu dipedomani Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-006/A/JA/10/2009
tanggal 30 Oktober2009 tentang Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum :
- Apabila berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perbuatan yang
disangkakan dalam berkas perkara bukan merupakan tindak pidana (baik
kejahatan maupun pelanggaran), sehingga sekalipun dilakukan penyidikan
tambahan terhadap perkara tersebut, tidak akan memenuhi persyaratan materiil
untuk dilimpahkan ke Pengadilan, maka untuk mencegah berlarut -larutnya
penanganan perkara, serta demi keadilan dan kebenaran agar dinyatakan secara
tegas dalam petunjuk bahwa perkara tersebut bukan merupakan perkara pidana
tetapi merupakan perkara perdata, tata usaha atau pelanggaran administrasi
lainnya sehingga tidak bisa dituntut secara pidana. Apabila berdasarkan
penelitian terhadap berkas perkara, diperoleh fakta adanya kekeliruan
mengenai orang yang didudukan sebagai tersangka (Error In Persona)
dan/atau ada orang lain yang patut atau layak menjadi tersangka, demi
keadilan dan kebenaran agar hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam
petunjuk, disertai dengan alasannya.
- Bahwa petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Peneliti, haruslah didasarkan pada
kesimpulan Jaksa Peneliti terhadap berkas perkara yang dipelajari secara
cermat dan seksama, bukan didasarkan kepada pendapat seseorang
ahli/akademisi hokum yang diperiksa oleh penyidik dalam berkas perkara,
karena kewenangan untuk menentukan apakah suatu perbuatan merupakan
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana atau bukan, pada hakekatnya
merupakan kewenangan, tugas dan tanggungjawab jaksa selaku ahli hokum
secara akademisi atau praktisi, sesuai dengan asas dominus litis dan asas
hokum acara pidana yang berlaku universal.
- Bahwa sebelum petunjuk menyatakan bahwa perkara tersebut bukan
merupakan perbuatan pidana (kekeliruan mengenai hokum yang diterapkan
atau adanya kekeliruan mengenai orang disampaikan kepada penyidik), agar
hal tersebut digelar terlebih dahulu secara internal dengan dipimpin oleh
kajati/Kajari/Kacapjari, sesuai dengan kewenangannnya masing-masing.
D. Diskusi
1. Membentuk kelompok diskusi (Metode Kerja kelompok)
2. Meneliti berkas perkara dan mendiskusikannya. Mendiskusikan unsur -unsur
delik yang terdapat dalam berkas perkara, alat-alat bukti yang memenuhi
syarat sesuai dengan undang-undang, modus operandi tindak pidana yang
dilakukan tersangka dan peran tersangka dalam perkara tersebut dan
pentingnya waktu dan tempat terjadinya tindak pidana (Metode Forum).
3. Presentasi hasil diskusi,
4. Tanya jawab setelah setiap kelompok selesai presentasi (Metode Tanya
jawab).
E. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara singkat namun jelas.
1. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi menurut
undang-undang?
2. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh keterangan ahli?
3. Jelaskan macam-macam surat yang dapat dijadikan sebagai alat bukti?
4. Apakah visum et repertum termasuk alat bukti surat atau keterangan ahli?
5. Apakah penyidik dapat menyita barang bukti tanpa izin ketua pengadilan
negeri?
6. Apa pentingnya penelitian surat kuasa tersangka kepada penasihat
hukum?
7. Apa pentingnya penelitian pemeriksaan di tempat kejadian perkara?
8. Apa sebabnya sehingga surat-surat yang menyangkut barang bukti perlu
diteliti?
9. Jelaskan pengertian kelengkapan materil?
10. Sebutkan syarat-syarat materil yang harus dipenuhi oleh suatu berkas
perkara?
11. Apa yang dimaksud dengan syarat materil yang sesuai dengan undang -
undang?
12. Apa pentingnya diketahui tempus delicti (waktu terjadfinya delik)?
13. Apa pentingnya diketahui locus delicti (tempat terjadinya delik)?
14. Apa pentingnya mengetahui peran dari tersangka dalam suatu tindak
pidana?
15. Apakah Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi?
16. Apakah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang ahli?
C. Rangkuman
Penelitian berkas perkara yang dilakukan penuntut umum dibatasi oleh jangka
waktu. Oleh karena itu berkas perkara yang diterima penuntut umum harus segera
diteliti. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari penuntut umum harus menentukan
sikap, apakah perkara sudah lengkap atau belum. Apabila perkara belum lengkap,
maka penuntut umum harus segera mengembalikan berkas perkara kepada penyidik
disertai dengan petunjuk yang jelas (P-18 dan P-19). Jika dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah tanggal P-18/P-19 berkas perkara belum juga diterima
kembali maka Jaksa Peneliti mengirimkan surat kepada penyidik dengan
menggunakan format P-20 untuk menanyakan perkembangan berkas perkara
tersebut dan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah P -20
berkas perkara belum juga diterima maka Jaksa Peneliti segera mengembalikan
SPDP perkara dimaksud kepada penyidik dan melakukan koreksi/pencoretan dan
pencatatan pada RP-6 dan RP-7 dengan memberikan keterangan SPDP
dikembalikan. Namun kemudian apabila di waktu mendatang penyidik
kemudian akan menyerahkan berkas perkara dimaksud maka harus didahului
lagi dengan pengiriman SPDP perkara yang dimaksud, yang kemudian
disusulkan dengan berkas perkara untuk selanjutnya akan diteliti kembali.
Kalau perkara sudah lengkap, maka penuntut umum segera meminta kepada
penyidik agar tersangka dan barang bukti diserahkan ke Kejaksaan. Surat
pemberitahuan bahwa berkas perkara telah lengkap kepada penyidik dituangkan dalam
formulir P-21.
D. Diskusi
1. Membentuk kelompok diskusi (Metode Kerja Kelompok)
2. Menetiti berkas perkara dan mendiskusikan kelengkapannya, baik syarat formil maupun
syarat dan mendiskusikan cara membuat petunjuk kepada penyidik (Metode forum)
3. Presentasi hasil diskusi masing-masing kelompok
4. Tanya jawab kelas setelah selesai presentasi setiap kelompok (Metode tanya jawab)
E. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyan di bawah ini secara singkat namun jelas.
1. Apa yang dapat dijadikan alasan oleh penuntut umum untuk mengembalikan perkara
kepada penyidik.
2. Berapa hari jangka waktu yang diberikan oleh KUHAP kepada penuntut umum
untuk mempelajari berkas perkara dan segera memberitahukan kepada penyidik
apabila perkara belum Lengkap.
3. Berapa hari jangka waktu yang diberikan oleh KUHAP kepada penuntut umum
untuk meneliti berkas perkara yang apabila dilampaui, maka berkas perkara
dinyatakan Lengkap demi hukum.
C. Pemeriksaan tambahan
Jaksa juga diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaan tambahan di kala
penyidik tidak dapat memenuhi petunjuk Jaksa Peneliti dan menyatakan bahwa
upaya penyidikannya sudah maksimal namun Jaksa Peneliti merasa yakin bahwa
perkara tersebut dapat dibuktikan maka Jaksa dapat melakukan pemeriksaan
tambahan atau Jaksa Peneliti menganggap bahwa berkas tersebut masih lemah
pembuktiannya maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan
tambahan ini hanya dilakukan terhadap saksi -saksi, tidak dapat dilakukan
terhadap tersangka.
Pemeriksaan tambahan hanya dilakukan terhadap perkara-perkara yang sulit
pembuktiannya, dan atau yang dapat meresahkan masyarakat, dan atau dapat
membahayakan keselamatan Negara. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari setelah
dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 (2) KUHAP. Batas waktu 14 hari dihitung
sejak saat pemeriksaan secara fisik dimulai. Dalam pelaksanaan pemeriksaan
tambahan agar dibina kerjasama / koordinasi dengan penyidik.
D. Rencana dakwaan
Rencana dakwaan (Rendak) dibuat bersamaan dengan P-21, agar dakwaan
tidak menjadi penghalang untuk segera melimpahkan perkara ke pengadilan
apabila tersangka dan barang buktinya sudah diserahkan ke Kejaksaan.
E. Surat Dakwaan
Surat dakwaan disusun secara cermat, jelas dan lengkap.
Uraian yang cermat: hal ini berarti bahwa Penuntut Umum harus teliti,
bahkan waspada terhadap segala penerapan ketentuan perundang-undangan
pidana yang akan digunakan cq. diterapkan dalam suatu konstruksi dakwaan
yang dibuatnya, jangan-jangan memang keliru dan/ atau salah diterapkan
dalam dakwaan antara lain tentang pengaduan cq. pencabutannya apa benar
ada pengaduan atau sudah dicabut, siapa yang berwenang melakukan pengaduan
dan mencabutnya. Tentang pertanggungjawaban pidana, apa memang
terdakwa dapat dipertanggungjawabkan. Tentang daluarsa, apa memang perkara
ini tidak atau belum daluarsa. Tentang nebis in idem, apa memang ada nebis in
idem atau tidak. Tentang deelneming/penyertaan yaitu apa tindak pidana tersebut
dilakukan terdakwa sendiri ataukah ada kawan-kawannya dan sampai dimana
peranan kawan-kawannya tersebut. Tentang samenloop /pembarengan baik
eendaadsche maupun meerdadshe samenloop ataukah hanya suatu voorgezette
handeling saja. Tentang penyidiknya sendiri berwenang atau tidak. Tentang
pelimpahan ke pengadilan yang berwenang. Tentang tuntutan
pidana/requisitoir yang akan disusun nanti, tentang perihal hukuman apakah
dengan sistem absorbsi baik yang dipertajam maupun yang diperlunak dan
murni. Apakah resume hasil pemeriksaan adalah didasarkan hasil pemeriksaan
tersebut dalam berita acara pemeriksaan cq. dakwaan dibuat atas dasar hasil
penyidikan (M.W. Pattipeilohy 1994:26).
Uraian yang jelas. Dalam dakwaan harus memuat uraian yang jelas yaitu
uraian formulasi rumusan tentang materieele daad/handeling yang dilakukan
terdakwa dan yang dipadukan dengan semua unsur delik/ tindak pidana menurut
ketentuan perundangan yang bersangkutan. Ini berarti bahwa kejelasan itu tidak
hanya mengenai unsur-unsur hukum dari tindak pidana yang bersangkutan, tetapi
dengan jelas harus dipertautkan satu sama lain/satu dengan yang lainnya,
misalnya, ...dalam dakwaan yang diuraikan sebagai materieele handeling, tetapi
yang dipertautkan adalah meerdaadsche samenloop. Dalam dakwaan yang
diuraikan sebagai materieele handeling adalah eendaadsche samenloop , tetapi
yang dipertautkan adalah meerdaadsche samenloop. Dalam dakwaan diformulasikan
sebagai locus delicti adalah daerah Pengadilan Negeri A, tetapi dalam uraian
perbuatan materilnya terjadi lebih dari satu dan atau di luar Pengadilan Negeri
A. Dakwaan yang disusun berbentuk kumulatif, tetapi tidak jelas apa dan
bagaimana kumulatif dari perbarengan perbuatan atau meerdadsche
samenloop tersebut ( M.W. Pattipeilohy 1994:27-28).
Uraian lengkap. Suatu surat dakwaan yang telah dengan cermat, jelas diformulasikan
diuraikan baik perbuatan materilnya maupun unsur-unsur hukumnya itu, apakah memang
telah lengkap, dan lengkap itu meliputi antara lain: apakah semua unsur-unsur tindak
pidana menurut ketentuan perundangan pidana yang bersangkutan telah dengan lengkap
diuraikan. Apakah jenis deelneming demikian juga samenloop yang didakwakan tersebut
telah dengan tepat diformulasikan
sehingga tidak terjadi ketidaklengkapan unsur-unsur dari deelneming maupun
samenloop yang bersangkutan. Apakah jenis yang dikonstruksikan ini, apakah
tunggal, alternatif, subsidair, kumulatif, ataupun kombinasi telah lengkap
bentuknya ataupun susunannya (M.W. Pattipeilohy 1994:28).
Selain uraian yang cermat, jelas dan lengkap dari M.W.Pattipeilohy di atas,
ada pula pendapat lain yang mengemukakan ciri-ciri dari suatu dakwaan yang
cermat, jelas dan lengkap.
A. Soetomo, mengelompokkan, mencirikan cermat itu menyangkut dan
berkaitan dengan pola dakwaan yang akan dibuat. Jelas itu menyangkut dan
berkaitan dengan isi dakwaan tersebut yaitu kejelasan formulasinya. Lengkap itu menyangkut
dengan keutuhan dari dakwaan itu sendiri. Baharuddin Lopa mengelompokkan mencirikan,
cermat itu menyangkut dan berkaitan dengan ketepatan formulasi dakwaan. Jelas itu
menyangkut dan berkaitan dengan penggunaan isi dari dakwaan tersebut yaitu dalam bahasa yang
mudah dimengerti. Lengkap itu menyangkut dan berkaitan dengan keseluruhan dakwaan (meliputi
siapa, bagaimana, kapan dan dimana).
Kejaksaan Agung R.I. dalam pedomannya mengelompokkan, mencirikan cermat itu
menyangkut dan berkaitan dengan kesiapan dalam menghadapi pembuatan dakwaan. Jelas
itu menyangkut dan berkaitan dengan i si dari dakwaan tersebut yaitu
kemampuan memformulasikannya. Lengkap itu menyangkut dan berkaitan
dengan keseluruhan dari dakwaan itu sendiri.
Kecermatan ini meliputi keseluruhan surat dakwaan, kecermatan
mengenai syarat-syarat formal, kecermatan mengenai batang tubuh surat
dakwaan, apakah sudah jelas dan lengkap. Dan sifat ini harus dimiliki setiap Jaksa
Penuntut Umum dalam menyusun dakwaan. Contoh: Masih ditemukan pengisian
tanggal yang kosong dalam surat dakwaan dalam persidangan acara singkat,
atau lupa menandatangani surat dakwaan, atau pengetikan surat dakwaan yang
tidak memenuhi tata naskah. Uraian secara jelas. Apa yang dimaksud u r a i a n
suratdakwaanyangjelas?Yangdimaksuddenganjelasadalah
penguraian/penempatan uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam
surat dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang
didakwakan terhadap dirinya (Osman Simandjuntak, 1994:45 -46)
F. Rangkuman
Pada saat penuntut umum menerima tersangka dan barang bukti, penuntut
umum memeriksa identitas tersangka dan barang-barang bukti yang tercantum
dalam daftar barang bukti. Penuntut umum mencocokkan identitas tersangka yang
ada dalam berita acara pemeriksaan dalam berkas perkara dengan pengakuan
tersangka yang dituangkan dalam berita acara pemeri ksaan yang dibuat oleh
penuntut umum. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi error in persona
(kesalahan mengenai orangnya). Penuntut umum meneliti juga barang bukti
yang dibawa penyidik apakah sesuai dengan surat yang izin penyitaannya
diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pemeriksaan barang bukti ini
disaksikan oieh tersangka dan ditanyakan kepada tersangka apakah benar barang
tersebut adalah barang buktinya.
Pengertian cermat, jelas dan lengkap :
Cermat :
- apa ada pengaduan dalam hal delik aduan;
- apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat;
- Pasal 363 mempunyai unsur perbuatan yang sama dan mempunyai 1 (satu) pidana
sehingga apabila digabungkan ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 maka dakwaannya dapat
tunggal namun akan berbeda jika dilaksanakan pada Pasal 310 UU Lalu Lintas dan
Jalan Raya, dimana antara ayat 1, 2, 3, 4 mempunyai unsur pasal perbuatan yang
berbeda dan masing-masing mempunyai pidana sehingga harus dipisahkan dan
biasanya bentuknya Kumulatif
- Untuk penerapan pasal-pasal seperti narkotika, darurat, 303 maka dalam uraian surat
dakwaan harus ada kata-kata ”tanpa ijin”
- apakah tersangka dapat diminta pertanggungjawabannya ;
- apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa
- apakah tindak pidana tersebut tidak ne bis in idem
Jelas :
- jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan
yang lain yang unsurnya berbeda satu sama lain. Contohnya : penggabungan antara
unsur pasal 55 dan 56, pasal 372 dan 378, pasal 362 dan 480, pasal 310 dengan 359,
dst.
- contoh juga jika itu perkara Narkotika, maka jika penerapan Pasalnya 114 maka
uraiannya jangan membahas tentang kepemilikan atau penyalahgunaan cukup fakta
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli saja, begitu juga apabila
penerapan pasalnya 112 cukup diuraikan fakta kepemilikan saja, jangan menguraikan
kepemilikan namun juga menguraikan tentang jual beli, dll, dan begitu juga pada saat
menguraikan penerapan Pasal 127 maka cara menggunakan (sebagai bentuk bahwa yg
bersangkutan menggunakan) wajib diuraikan.
- Bagaimana cara perbuatan itu dilakukan.
- Kualifikasi barang bukti, hasil kesimpulan labfor, visum et repertum, penimbangan,
kualitas dan kuantitas agar dijelaskan secara baik sesuai dengan alat bukti surat yg ada
Lengkap :
- jangan sampai ada terjadi unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau
tidak diuraikan perbuatan materialnya secara tegas, baik keterkaitan saksi-saksi, peran
terdakwa dan kaitannya dengan barang bukti yang disita.
- Pengaruh copy paste kadang-kadang membuat kita lalai mengontrol kembali sehingga
sering terjadi uraian unsur pasal berbeda dengan pasal dakwaan, contohnya : uraian
unsur diuraikan unsur Pasal 112 tetapi dibawahnya terketik perbuatan terdakwa
diancam pidana Pasal 114, begitu juga sebaliknya dan lain-lain.
- Sehingga dalam surat dakwaan hrs dapat memberikan gambaran secara bulat dan utuh
tentang :
tindak pidana yang dilakukan;
siapa yang melakukan;
dimana dilakukan;
kapan dilakukan;
bagaimana cara tindak pidana tersebut dilakukan;
akibat apa yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut;
apa motivasi terdakwa melakukan tindak pidana tersebut;
ketentuan pidana yang tepat untuk diterapkan.
G. Diskusi
1. Membentuk kelompok diskusi
2. Diskusi masing-masing kelompok sesuai topik yang ditentukan widyaiswara
3. Presentasi masing-masing kelompok
4. Tanya jawab
H. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara singkat namun jelas.
1. Apa sebabnya sehingga tersangka ditanya identitasnya sesuai dengan berkas
perkara dan kartu tanda penduduk tersangka
2. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang jelas
3. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang lengkap
4. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang cermat
5. Apa sebabnya barang bukti diteliti sebelum diterima penuntut umum
6. Apa sebabnya tersangka ikut ditanya mengenai barang bukti yang
diserahkan penyidik
7. Apa sebabnya sehingga barang bukti harus sesuai dengan izin penyitaan
dari ketua pengadilan negeri setempat.
8. Apa sebabnya sehingga barang bukti yang disegel harus dibuka segelnya
dan diperiksa di hadapan penyidik
9. Apa sebabnya sehingga barang bukti berupa uang harus dihitung dihadapan
penyidik.
A. Kesimpulan
1. Penelitian kelengkapan formil suatu berkas perkara adalah penelitian yang
menyangkut administrasi perkara yang sangat penting sebagai dasar
pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan.
2. Penelitian kelengkapan materil adalah penelitian mengenai alat-alat bukti yang
sesuai dengan undang-undang untuk membuktikan tindak pidana yang
disangkakan kepada tersangka, cara tindak pidana dilakukan/modus
operandinya, peran tersangka dalam perkara tersebut,
pertanggungjawaban pidana tersangka, waktu tindak pidana dilakukan
dan tempat tindak pidana terjadi.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil pembelajaran yang dilakukan dalam mata diklat Prapenuntutan,
peserta diklat dapat memahami cara penelitian kelengkapan berkas perkara pekara,
baik formil maupun materil. Selain itu diharapkan peserta diklat dapat membuat
rencana dakwaan yang jelas, lengkap dan cermat.
C. Tindak lanjut
Setelah peserta diklat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan sungguh-
sungguh, peserta diklat tentunya sudah dapat memperkirakan penguasaan
materi yang diminta pada masing-masing bab. Apabila tingkat penguasaan
peserta diklat kira-kira mencapai 80% ke atas, berarti peserta diklat sudah
memahami materi yang dimuat dalam bahan ajar Prapenuntutan. Akan tetapi,
apabila tingkat penguasaan peserta diklat kira-kira masih di bawah 80%, maka
peserta diklat harus mengulangi kembali pokok-pokok bahasan yang peserta diklat
belum pahami.
Semoga peserta diklat berhasil dalam mempelajari mata pelajaran pendidikan dan
pelatihan Prapenuntutan, dan menerapkannya dalam praktek pelaksanaan tugas sehari-
hari.
KEPUSTAKAAN
1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, 2006, Jakarta.
2. . KUHP DAN KUHAP Edisi Revisi, Rineka Cipta, 2008, Jakarta.
3. Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,
2003, Mandar Maju, Bandung.
4. Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, 1995,
Jakarta.
5. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, 2007,
Sinar Grafika, Jakarta.
6. M.W.Pattipeilohy, Uraian Secara Cermat, Jelas dan Lengkap Mengenai
Tindak Pidana yang Didakwakan Serta Pembatalannya, Kejaksaan Agung. R.I.
1994, Jakarta.
7. Osman Simanjuntak, Teknik Perumusan Perbuatan Pidana dan Azas-Azas
Umum, 1997, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta
8. .Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, 1994 , Kejaksaan Agung
Republik Indonesia, Jakarta.
9. Suhario, RM. Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, 2006, Sinar Grafika,
Jakarta.
10. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, 1967, Sumur Bandung,
Djakarta.
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
LAMPIRAN : SURAT JAKSA AGUNG
MUDA TINDAK PIDANA
UMUM
NOMOR : 840/F/9/1993
TANGGAL : 8 SEPTEMBER 1993
TENTANG : PELAKSANAAN TUGAS
PRA PENUNTUTAN
3. Lain-lain:
- Perkara koneksitas
- Termasuk wewenang Pengadilan negeri lain
Jakarta,
Jaksa peneliti