Anda di halaman 1dari 60

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN

JAKSA 2019

MODUL
PRA PENUNTUTAN

DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i

TIM PENYUSUN MODUL...........................................................................................ii

KATA PENGANTAR...................................................................................................iii

DAFTAR ISI.................................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat....................................................................................................2

C. Tujuan Pembelajaran..............................................................................................3

D. Indikator Keberhasilan............................................................................................4

E. Materi Pokok dan Sub materi Pokok......................................................................4

BAB II . PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PRAPENUNTUTAN....................5

A. Pengertian..............................................................................................................5

B. Ruang Lingkup........................................................................................................6

C. Dasar Hukum Prapenuntutan.................................................................................6

D. Laporan Khusus Penanganan Perkara Penting....................................................8

BAB III. PENELITIAN BERKAS PERKARA...............................................................10

A. Kelengkapan Syarat Formil...................................................................................10

B. Penelitian Kelengkapan Syarat Materil.................................................................30

C. Rangkuman...........................................................................................................32

D. Diskusi...................................................................................................................34

E. Latihan...................................................................................................................35

F. Balikan dan Tindak Lanjut.....................................................................................35


BAB IV. PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA KE PENYIDIK...........................36

A. Dasar Hukum.......................................................................................................36

B. Alasan Pengembalian Berkas Perkara ke Penyidik.............................................37

C. Rangkuman..........................................................................................................37

D. Diskusi.................................................................................................................38

E. Latihan.................................................................................................................38

F. Balikan dan Tindak Lanjut...................................................................................39

BAB V. PENERIMAAN BERKAS PERKARA HASIL PENYIDIKAN


YANG SUDAH LENGKAP/TAHAP KEDUA.............................................40

A. Pernyataan Berkas Perkara Sudah Lengkap....................................................40

B. Penerimaan Berkas Perkara Tahap Kedua.......................................................40

C. Pemeriksan Tambahan......................................................................................41

D. Rencana Dakwaan.............................................................................................41

E. Surat Dakwaan...................................................................................................41

F. Rangkuman........................................................................................................44

G. Diskusi................................................................................................................45

H. Latihan................................................................................................................46

I. Balikan dan Tindak Lanjut.................................................................................46

BAB VI. PENUTUP...................................................................................................47

A. Kesimpulan..........................................................................................................47

B. Implikasi...............................................................................................................47

C. Tindak Lanjut.......................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar belakang
Bahan ajar ini merupakan bahan ajar bagi peserta Pendidikan dan Pelatihan
Pembentukan Jaksa selanjutnya disingkat diklat PPPJ yang akan menduduki
jabatan sebagai Jaksa fungsional. Peserta Diklat yang mengikuti Diklat PPPJ ini
diharapkan akan dapat melaksanakan tugas sebagai Jaksa, Jaksa Peneliti dan
Penuntut Umum. Salah satu tugas Jaksa adalah meneliti berkas perkara yang
diterima dari penyidik. Berkas perkara yang diterima dari penyidik akan diteliti
(Jaksa Peneliti), baik kelengkapan formil maupun kelengkapan materilnya.
Keberhasilan Penuntut Umum membuktikan suatu perkara di pengadilan
banyak ditentukan oleh kecermatan Penuntut Umum dalam meneliti
kelengkapan berkas perkara yang diterima dari penyidik. Banyak perkara yang
gagal dibuktikan oleh Penuntut Umum di pengadilan di sebabkan oleh
kekurangtelitian pada waktu meneliti berkas perkara pada tahap pertama
(prapenuntutan). Perkara yang seharusnya dikembalikan ke penyidik langsung
dinyatakan lengkap, sehingga di sidang pengadilan, Penuntut Umum menemui
kesulitan dalam membuktikan dakwaannya karena kurangnya alat bukti.
Secara umum, mata diklat Prapenuntutan ini, terkait erat dengan
kompetensi seorang Penuntut Umum dalam menangani perkara tindak pidana.
Secara khusus, Prapenuntutan akan memberikan pengetahuan tentang cara penelitian
kelengkapan baik formil maupun materil suatu berkas perkara dari penyidik. Oleh karena
itu, bagi peserta diklat PPPJ yang mampu menyerap pemahaman isi bahan ajar ini akan
menjadi landasan/pondasi/titik awal keberhasilan dalam penanganan perkara dan
pembuktian diri akan kemampuan sebagai Jaksa.
Bahan ajar ini dirancang untuk 75 ( tujuh puluh lima) jam
pembelajaran. Pembelajaran teori dalam bentuk ceramah 40 % (30 jam) terdiri dari
pendapat para ahli hukum, perundang-undangan, petunjuk Kejaksaan Agung dan lain-
lain. Pembelajaran praktek 60 % (45 jam) terdiri dari diskusi, kerja kelompok,
presentasi, tanya jawab, latihan, meneliti berkas perkara dan lain-lain. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah Metode Andragogi (metode pembelajaran
orang dewasa), Metode ceramah, Metode kerja kelompok, Metode forum, dan

Prapenuntutan 1
Metode tanya jawab.

B. Deskripsi singkat
Bahan ajar pendidikan dan pelatihan ini akan memberikan kepada peserta
pengertian dan pemahaman mengenai prapenuntutan yaitu tindakan Penuntut Umum
untuk mengikuti perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas
perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberi petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
lengkap atau tidak ( PERJA Nomor : PER – 036 / A / JA / 09 / 2011 tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum).
Penelitian berkas perkara ini terdiri dari penelitian terhadap SYARAT
FORMIL dan SYARAT MATERIIL.
Kelengkapan syarat formil menyangkut kelengkapan administrasi seperti
Laporan polisi, Surat pengaduan, Surat perintah penyidikan, Surat pemberitahuan
dimulainya penyidikan, Surat perintah penyitaan, Surat perintah penangkapan,
Surat perintah penahanan, surat perintah penggeledahan dan lain-lain. Untuk
melaksanakan surat perintah di atas, diterbitkan berita acara, seperti berita acara
pemeriksaan saksi-saksi, berita acara pemeriksaan tersangka, berita acara
pemeriksaan surat, berita acara pemeriksaan ahli, berita acara penyitaan barang
bukti, berita acara penggeledahan. Selain itu diteliti pula surat izin Ketua Pengadilan
Negeri untuk melakukan penyitaan, penggeledahan dan penelitian adminsitrasi
lainnya.
Penelitian kelengkapan syarat materil meliputi antara lain: kejelasan tindak
pidana yang disangkakan kepada tersangka dan modus operandinya, penguraian
unsur pasal dari tindak pidana yang disangkakan, kejelasan waktu terjadinya tindak
pidana (tempus delicti), kejelasan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti),
kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang tercantum dalam berkas perkara, dan
pertanggungjawaban tersangka menurut hukum pidana. Yang terakhir adalah
kewenangan pengadilan mengadili perkara yang diteliti (kompetensi relatif dan
absolut).
Pada saat tersangka dan barang bukti diserahkan ke kejaksaan/penyerahan tahap
kedua, penuntut umum melakukan penelitian terhadap identititas tersangka (BA-4),
meneliti barang bukti (BA-5) sesuai dengan surat izin penyitaan dari Ketua
Pengadilan Negeri dan berita acara penyitaan barang bukti dari penyidik.
Barang bukti yang disegel, dibuka segelnya lalu diperiksa di hadapan
penyidik. Barang bukti berupa uang harus dihitung kembali di depan penyidik dan
diteliti jumlah nominalnya, jumlah lembarannya dan keasliannya, barang bukti
berupa perhiasan harus ada penimbangan, jenis dan keasliannya, kadarnya, serta
identitas lainnya.
Disarankan juga agar para siswa segera mendapatkan buku-buku pedoman
teknis penangganan perkara baik itu KEPJA dan Surat Edaran yang mengatur dan
memberikan arahan serta pedoman teknis pelaksanaan kegiatan penanganan perkara
tidak hanya pada saat prapenuntutan tetapi juga penuntutan (sampai dengan
eksekusi).

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi dasar /Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta Pendidikan dan Pelatihan
Pembentukan Jaksa mampu menjelaskan pengertian prapenuntutan, kelengkapan
syarat formil dan syarat materil suatu berkas perkara dari penyidik serta mampu
membuat konsep rencana dakwaan dan tentu saja telah siap mengaplikasikan kemampuan
prapenuntutannya secara aplikatif pada saat melaksanakan tugas sebagai Jaksa setelah lulus
dalam diklat PPPJ ini.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


a. Fasilitator mampu menjelaskan cara melakukan penelitian terhadap
kelengkapan baik formil maupun materil suatu berkas perkara.
b. Fasilitator mampu menganalisis unsur-unsur tindak pidana yang ada dalam berkas
perkara yang disangkakan kepada tersangka.
c. Fasilitar mampu menjelaskan alat-alat bukti yang memenuhi syarat-syarat sesuai
dengan KUHAP.
d. Fasilitator mampu menjelaskan materi/isi petunjuk pengembalian berkas perkara
kepada penyidik.
e. Fasilitator mampu menjelaskan pengertian residivis (pengulangan) dan
pengertian gabungan perbuatan.
f. Fasilitator mampu menjelaskan perbedaan peran tersangka apakah sebagai pelaku
utama, yang menyuruh melakukan, turut melakukan, yang menganjurkan atau
yang membantu melakukan.
g. Fasilitator mampu menjelaskan pengertian gabungan beberapa perbuatan dari
tersangka.
h. Fasilitator mengetahui cara melakukan penerimaan berkas perkara tahap
kedua.
i. Fasilitator mampu melakukan praktek pembuatan konsep rencana dakwaan
(rendak).
D. Indikator keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta diklat PPPJ mampu :
a. Menjelaskan pengertian prapenuntutan
b. Memahami kelengkapan syarat formil suatu berkas perkara dari penyidik.
c. Memahami kelengkapan syarat materil suatu berkas perkara dari penyidik.
d. Memahami cara memberikan petunjuk dan isi suatu petunjuk kepada penyidik
terhadap berkas perkara yang belum memenuhi syarat baik formil maupun
materil.
e. Memahami cara penerimaan perkara tahap kedua.
f. Memahami cara membuat konsep surat dakwaan.

E. Materi pokok dan Sub materi pokok


1. Penelitian kelengkapan syarat formil berkas perkara.
2. Penelitian kelengkapan syarat materil berkas perkara.
3. Pengembalian berkas perkara disertai petunjuk.
4. Penerimaan berkas perkara tahap kedua.
5. Pernyataan berkas perkara sudah lengkap
6. Pembuatan konsep rencana surat dakwaan.
BAB II
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PRAPENUNTUTAN

A. Pengertian
Dalam ketentuan umum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan PraPenuntutan. lstilah pra-penuntutan hanya
ditemui dalam Pasal 14 huruf b KUHAP yang berbunyi demikian "Penuntut umum
mempunyai wewenang mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 ayat
(3) dan (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan
dari penyidik. Dengan demikian "pra penuntutan adalah wewenang Jaksa
Penuntut Umum memberi petunjuk kepada penyidik dalam rangka penyempurnaan
berkas perkara (Osman Simandjuntak 1994:6).
Di dalam KUHAP dan dalam pasal-pasal Undang-Undang Kejaksaan tidak
ditemukan pengertian prapenuntutan di atas. Pengertian prapenuntutan dapat
dibaca dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a UURI Nomor 16 Tahun 2004
yang berbunyi sebagai berikut: "Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk
memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan
berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan
petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas
perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan".
Pengertian yang lain diberikan oleh A. Hamzah (2008:158) bahwa prapenuntutan
ialah tindakan penuntut umum untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan oleh penyidik.
Selanjutnya pengertian prapenuntutan yaitu tindakan Penuntut Umum untuk
mengikuti perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara
hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberi petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
lengkap atau tidak (PERJA Nomor : PER – 036/A/JA/09/2011 tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.
B. Ruang Lingkup
1. Mengikuti perkembangan penyidikan
2. Melakukan koordinasi dengan penyidik terhadap penyidikan perkara tertentu.
3. Memberikan perpanjangan penahanan
4. Menerima dan meneliti kelengkapan berkas perkara.
5. Memberi petunjuk guna melengkapi berkas perkara.
6. Meneliti sah tidaknya penghentian penyidikan
7. Menerima tanggung jawab tersangka dan barang bukti.
8. Melakukan pemeriksaan tambahan.
7. Membuat konsep rencana dakwaan.

C. Dasar Hukum Prapenuntutan

1. Pasal 14 a, b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai penerimaan dan pemeriksaan berkas
perkara dari penyidik serta pemberian petunjuk kepada penyidik untuk
penyempurnaan berkas perkara apabila berkas perkara belum sempurna.
2. Pasal 109 ayat (1), dan ayat (2) KUHAP tentang Pemberitahuan dimulainya
penyidikan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal 109
ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa ‘penyidik memberitahukan hal itu
kepada penuntut umum’ tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan
menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan
korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat
perintah penyidikan. Sebelumnya, Pasal 109 ayat (1) KUHAP berbunyi “dalam
hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.” Dengan
adanya putusan MK, maka ada batas waktu paling lambat 7 hari bagi penyidik
untuk menyampaikan SPDP kepada penuntut umum, terlapor, dan
korban/pelapor.
Surat Edaran Jaksa agung Nomor:SE-001/A/JA/02/2009 tanggal 26 Pebruari 2009
tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan :
- Hasil penyidikan dari penyidik Mabes Polri, PPNS tingkat Departemen
atau Direktorat Jenderal atau Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat lainnya,
diterima dan diselesaikan penanganannnya oleh Kejaksaan Agung
Cq.Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
- Hasil penyidikan dari penyidik tingkat Polda, PPNS tingkat Kanwil
Propinsi atau Dinas atau Lembaga Pemerintah Tingkat Provinsi lainnya,
diterima dan diselesaikan penanganannnya oleh Kejaksaan Tinggi sesuai
daerah hukumnya masing-masing.
- Hasil penyidikan dari penyidik tingkat Polres atau jajaran dibawahnya,
PPNS tingkat Kabupaten/Kota, diterima dan diselesaikan penanganannnya
oleh Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan Negeri, sesuai dengan
daerah hukumnya masing-masing.
- Bagi Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri yang menerima Surat
Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) atau hasil penyidikan dari
instansi penyidik yang tidak sesuai hasil penyidikan dari instansi penyidik
yang tidak sesuai jenjang instansional sebagaimana tersebut diatas, agar
mengembalikan SPDP tersebut dengan pemberitahuan kepada instansi
penyidik yang bersangkutan untuk menyampaikan SPDP dan hasil
penyidikannya sesuai jenjang instansional sebagaimana dimaksud diatas.

3. Pasal 110 KUHAP mengenai penyerahan berkas perkara dari penyidik ke


penuntut umum, pengembalian perkara yang belum Lengkap dan dianggap
lengkapnya berkas perkara apabila penuntut umum tidak mengembalikan berkas
dalam waktu empat betas hari.
4. Pasal 138 KUHAP mengenai kewajiban penuntut umum untuk
memberitahukan ke penyidik tentang ketengkapan berkas perkara yang ditelitinya
dalam waktu tujuh hari.
5. Pasal 139 KUHAP mengenai penentuan sikap penuntut umum setelah menerima
berkas perkara yang lengkap dari penyidik apakah sudah memenuhi syarat atau
tidak untuk dilimpah ke pengadilan.
6. Penjelasan Pasal 30 ayat (1) a. UURI No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I.
mengenai pengertian prapenuntutan..
7. Pasal 30 ayat (1) e UURI No. 16 Tahun 2004 dan penjelasannya mengenai
pemeriksaan tambahan.
8. Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang
Pedoman pelaksanaan KUHAP.
9. Keputusan Menteri Kehakiman No.M.14.PW.07.03 Tahun 1983 tentang
Tambahan pedomana pelaksanaan KUHAP.
10. PERJA No: PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)
Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum

D. Laporan Khusus Penanganan Perkara Penting


Dalam hal pengendalian perkara penting tindak pidana umum, maka sejak tahap
Prapenuntutan harus dilaporkan secara berjenjang dengan memuat materi laporan sebagai
berikut :
- Identitas tersangka
- Kasus Posisi
- Riwayat Penahanan
- Riwayat Singkat Penanganan Perkara
- Hasil penelitian berkas yang yang diterima tahap I (pertama) dari penyidik dan
petunjuk yang diberikan kepada Penyidik
- Permasalahan yang dihadapi dan uapaya penanggulangan serta hasilnya
- Identitas Jaksa Peneliti
- Kesimpulan dan saran
Yang dimaksud dengan perkara penting adalah perkara tindak pidana umum yang
memenuhi kriteria :
1. Perkara yang pelaku kejahatan atau korban kejahatan adalah tokoh
masyarakat, pejabat teras pemerintah pusat/daerah atau seseorang yang
menarik perhatian media massa/masyarakat luas atau seseorang yang
mendapat perhatian dari Negara sahabat.
2. Perkara yang menggunakan modus operandi atau sarana canggih, yang
mendapat perhatian media massa, dunia akademik dan forensic.
3. Perkara yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar/yang dilakukan
secara sadis/merusak bangunan atau proyek vital.
4. Perkara kejahatan terhadap keamanan Negara atau ketertiban umum yang
berdampak luas/meresahkan masyarakat.
5. Perkara yang dalam penanganannya diduga telah terjadi
penyimpangan/penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat
penegak hokum.
6. Perkara tertentu yang karena sesuatu hal mendapat perhatian khusus dari
pimpinan.
BAB III
PENELITIAN BERKAS
PERKARA

Tujuan Pembelajaran Khusus/lndikator keberhasilan


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat: 1. Menjelaskan
pengertian syarat formil dan materil suatu berkas perkara; 2. Memahami berkas
perkara yang sudah memenuhi kelengkapan syarat formil dan materil; 3. Memahami isi
setiap surat/berita acara yang sesuai syarat formil dalam hubungannya dengan
pembuktian perkara di persidangan pengadila; 4.Mengetahui cara tersangka
melakukan tindak pidan; 5.Memahami cara meneliti alat bukti yang sesuai KUHAP,
memahami pentingnya waktu dan tempat terjadinya tindak pidana; 6.Memahami
pengertian residivis dan gabungan beberapa perbuatan pidana.

A. Kelengkapan Syarat Formil


Setelah penyidik mengirimkan SPDP ke Kejaksaan Negeri maka Kepala
Kejaksaan Negeri segera menunjuk Jaksa Peneliti untuk mengikuti
perkembangan penangganan perkara tersebut dengan menerbitkan P -16 yang
kemudian dicatat dalam register RP-6.
Jaksa Peneliti yang ditunjuk akan mengikuti perkembangan penyidikan
perkara dimaksud (SPDP) dengan berkoordinasi dengan penyidi k, dan dapat
mengarahkan penyidik untuk proses penyidikan tersebut termasuk
merekomendasikan kepada Kajari untuk layak tidaknya diberikan perpanjangan
penahanan ( T-4). Setelah berkas perkara diterima dari penyidik akan dicatat dalam
RP-7 dan selanjutnya oleh Jaksa Peneliti akan diteliti berkas perkara tersebut
dengan acuan check list yang ada untuk melihat apakah telah terpenuhi syarat
formil maupun syarat materilnya.
Kelengkapan formil adalah kelengkapan administrasi teknis yustisial yang
terdapat pada setiap berkas perkara sesuai dengan keharusan yang harus dipenuhi
oleh ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 121 dan Pasal 75 KUHAP,
termasuk semua ketentuan, kebijaksanaan yang telah disepakati oleh instansi
penegak hukum dan yang telah melembaga dalam praktek penegakan hukum
(Suhario RM 2006:23).
Kelengkapan syarat formil ada hubungannya tindakan penyidik dalam rangka
membuat berkas perkara seorang tersangka. Kelengkapan syarat formil
ini termasuk berita acara yang dibuat oleh penyidik setiap melakukan
tindakan dalam rangka penyidikan unuk membuktikan perbuatan tersangka.
Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang: a. pemeriksaan tersangka
b. penangkapan c. penahanan d. penggeledahan e. pemasukan rumah f. penyitaan
benda g. pemeriksaan surat h. pemeriksaan saksi i. pemeriksaan di tempat kejadian j.
pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan k. pelaksanaan tindakan lain sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Berita acara dibuat oleh pejabat yang
bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat (1) dan dibuat atas
kekuatan sumpah jabatan. Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh
pejabat tersebut pada ayat (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang
terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1) (Pasal 75 KUHAP).
Berita acara yang disebutkan di atas, yang antara lain yang diteliti oleh penuntut
umum pada waktu menerima berkas perkara dari penyidik.
Kelengkapan syarat formil suatu berkas perkara yang diteliti penuntut umum
meliputi:
1. Identitas tersangka, Daftar isi berkas perkara dan Resume
a. Identitas tersangka.
Tersangka adalah seorang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Penelitian terhadap Identitas tersangka dilakukan agar tidak terjadi
error in persona (salah mengenai orangnya). Identitas tersangka yang
ada di berkas perkara akan dicocokkan dengan tersangkanya oleh
penuntut umum pada saat penyerahan tersangka dan barang bukti oleh
penyidik ke penuntut umum.
b. Daftar isi berkas perkara
Daftar isi berkas memuat isi berkas perkara mulai dari halaman
pertama sampai halaman terakhir. Daftar isi merupakan petunjuk untuk
memudahkan mengetahui letak berita acara pemeriksaan tersangka, saksi-
saksi dan lain-lain.
c. Resume
Pada resume dapat dibaca analisa yuridis pembuktian unsur-unsur
dari pasal-pasal yang disangkakan kepada tersangka. Penuntut umum dapat
melihat dalam resume ketajaman analisa dari penyidik.
2. Pengaduan dan Laporan Pengaduan
a. Pengaduan
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Pasal 1
ke 25 KUHAP).
Penelitian terhadap pengaduan ini penting terhadap delik aduan,
karena tanpa pengaduan dari saksi korban, penuntutan tidak dapat
dilakukan oleh penuntut umum terhadap tersangka. Dakwaan Jaksa tidak
dapat diterima oleh pengadilan, tanpa aduan dari pengadu.
Apabila yang didakwakan sudah tidak boleh lagi didakwakan
kepada terdakwa, berarti dakwaan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Misalnya penuntutan dan peradilan melanggar asas nebis in idem yang
ditentukan dalam Pasal 76 KUHP. Demikian juga penuntutan dan peradilan
yang dilaksanakan terhadap terdakwa atas tindak pidana aduan dengan cara
melanggar ketentuan Pasal 72 KUHP (Yahya Harahap 2007:57).
b. Laporan
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang
karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat
yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana (Pasal 1 ke 24 KUHAP). Laporan adalah dasar bagi
penyidik untuk melakukan penyidikan. Oleh karena itu laporan harus
dicantumkan dalam berkas perkara tersangka.

3. Surat Perintah Penyidikan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, Surat


Panggilan dan Surat Perintah Membawa Tersangka
Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang -
undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 ke-1 dan ke-2 UU.No.
8/1981).
Administrasi yang berhubungan dengan penyidikan tersangka antara
lain:
a. Surat Perintah Penyidikan
Surat perintah penyidikan adalah dasar atau pegangan bagi penyidik untuk
melakukan pemeriksaan/penyidikan terhadap seorang tersangka. Tanpa
surat perintah penyidikan seseorang tidak boleh diperiksa sebagai tersangka.
b. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (S.P.D.P)
Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah surat yang memuat
pemberitahuan kepada kejaksaan/penuntut umum bahwa seseorang telah
dijadikan tersangka, karena melakukan suatu tindak pidana. SPDP ini
dijadikan dasar oleh Jaksa Peneliti yang ditunjuk oleh Kepada Kejaksaan
Negeri (Kajari) untuk melakukan koordinasi dengan penyidik mengenai
perkembangan penanganan perkara tersebut.
c. Surat Panggilan Tersangka
Surat panggilan tersangka diteliti untuk mengetahui bahwa tersangka
dipanggil sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu minimal 3 (tiga)
hari sebelum hari pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka
d. Surat Panggilan Saksi
Surat panggilan saksi diteliti untuk mengetahui bahwa saksi
dipanggil sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu minimal 3 (tiga)
hari sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap saksi.
e. Surat Perintah Membaw a Tersangka/ Saksi.
Surat perintah membawa tersangka diperlukan apabila tersangka
berada di daerah hukum lain atau akan diperiksa di daerah hukum la in
dari tempat tersangka ditahan.

4. Berita Acara Pemeriksaan saksi, tersangka, ahli, rekonstruksi, konfrontasi dan


Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara
a. Berita Acara Pemeriksaan Saksi
Keterangan yang dikemukakan saksi dalam pemeriksaan penyidikan, dicatat
dengan teliti oleh penyidik dalam berita acara pemeriksaan. Prinsip pencatatan
keterangan saksi serupa dengan pencatatan keterangan tersangka: dicatat sesuai
kata yang dipergunakan oleh saksi. Pendapat ini didasarkan pada sistematika
Pasal 117 KUHAP,
yakni pada ayat (1), dijelaskan keterangan tersangka dan atau saksi
pada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan dalam bentuk
apapun (M. Yahya Harahap 2009:143).
Berita acara yang berisi keterangan saksi ditanda-tangani oleh
penyidik dan saksi. Kalau saksi tidak mau membubuhkan tanda tangan
dalam berita acara pemeriksaan, penyidk membuat catatan tentang
ketidakmauan itu, dalam berita acara ( M. Yahya Harahap 2009:143)
– Pasal 118 (1) dan (2) KUHAP.
Berita acara pemeriksaan saksi diteliti untuk mengetahui, apakah
unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka sudah
terbukti berdasarkan keterangan minimal 2 (dua) orang saksi.
Keterangan saksi walaupun lebih dari dua orang kalau tidak
membuktikan unsur yang disangkakan, maka berkas perkara harus
dikembalikan kepada penyidik. Syarat-syarat keterangan seorang saksi
harus diperhatikan yaitu apa yang dilihat, apa yang dirasakan dan apa yang
didengar langsung pada saat terjadi tindak pidana (Pasal 1 angka 26
KUHAP). Keterangan saksi yang tidak sesuai dengan syarat di atas
tidak mempunyai kekuatan pembuktian, berapapun jumlah saksi yang
diajukan penyidik dalam berkas perkara. Sebaiknya jumlah saksi dalam suatu
berkas perkara minimal 3 (tiga) orang untuk menjaga kemungkinan adanya
saksi yang tidak dapat hadir di persidangan pengadilan dengan berbagai
alasan.
b. Berita Acara Pemeriksaan Tersangka
Berita acara pemeriksaan tersangka harus diteliti untuk
mencocokkan dengan berita acara saksi dan alat bukti lain atau dengan
barang bukti yang telah disita. Yang dteliti adalah kesesuaian antara
keterangan tersangka dengan keterangan saksi-saksi dan alat bukti Iainnya
serta dengan barang bukti. Sekalipun tersangka menyangkal, tetapi
kalau alat bukti dan barang bukti sudah cukup, maka berkas perkara
dapat dinyatakan lengkap.
c. Berita Acara Pemeriksaan Ahli
Keterangan langsung di hadapan penyidik. Dalam hal ini ahli
dipanggil menghadap penyidik untuk memberi keterangan langsung
di hadapan penyidik, sesuai dengan keahlian khusus yang
dimilikinya. 1) Sifat keterangan yang diberikan menurut
pengetahuan. Jadi berbeda dengan keterangan saksi. Keterangan saksi
berupa apa yang ia lihat, ia dengar atau ia alami sendiri dengan menyebut
alasan pengetahuannya. Sedang sifat keterangan ahli, semata-mata
didasarkan pada pengetahuan yang khusus yang dimilikinya sesuai
dengan bidang keahliannya. 2). Sebelum dilakukan pemeriksaan mengucap
sumpah atau janji. Mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka
penyidik yang berisi bahwa ia akan memberi keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik-baiknya (Pasal 120 ayat (2). Sumpah atau
janji merupakan perbedaan antara ahli dengan saksi. Ahli harus
bersumpah atau mengucapkan janji SEBELUM memberi keterangan,
sebaliknya prinsip pemeriksaan saksi di muka penyidik tidak disumpah.
3). Ahli dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta
apabila harkat martabat, pekerjaan atau jabatannya mewajibkannya
menyimpan rahasia. Yang agak sulit untuk dipahami dalam Pasal 120
ayat (2) ini, ialah mengenai arti harkat martabatnya. Tidak dijelaskan apa dan
siapa orang yang memiliki harkat martabat yang dapat menolak untuk
memberi keterangan sebagai ahli. Barangkali orang yang dapat
dikelompokkan ke dalamnya seperti ulama, pendeta, para guru, dan
sebagainya (M.Yahya Harahap 2009:146-147).
Penelitian terhadap berita acara pemeriksaan ahli dilakukan untuk
mengetahui apakah pengetahuan ahli yang diperiksa sesuai dengan tindak
pidana yang dilakukan oleh tersangka. Walaupun seseorang adalah ahli,
tetapi tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan tersangka, ia tidak
dapat diperiksa sebagai ahli. Mis. Perkara pembunuhan dengan senjata api, yang
diperiksa adalah ahli pertanian yang tidak ada hubungannya kasus pembunuhan yang
dilakukan tersangka.
d. Berita Acara Penyumpahan Saksi.
Berita acara penyumpahan saksi biasanya dilakukan terhadap
saksi yang akan berhalangan datang di sidang pengadilan dengan alasan:
1). alamat saksi jauh dari tempat sidang perkara atau 2). saksi adalah orang
asing yang akan kembali ke negaranya sehingga tidak dapat menghadiri sidang di
pengadilan atau 3). saksi sangat sibuk sehingga sulit untuk datang
menghadiri persidangan.
e. Berita Acara Konfrontasi
Berita acara konfrontasi ini biasanya dilakukan apabila antara saksi
dan tersangka berbeda keterangannya. Saksi dan tersangka dikonfrontir
untuk mengingatkan kejadian yang sebenarnya. Penuntut umum meneliti
kebenaran fakta yang terungkap dari hasil konfrontir tersebut, apakah
memperkuat pembuktian atau sebaliknya melemahkan pembuktian.
f. Berita Acara Rekonstruksi
Berita acara rekonstruksi diteliti untuk mengetahui pengakuan atau
keterangan tersangka terhadap adegan-adegan yang dilakukan pada saat dilakukan
rekonstruksi di tempat kejadian perkara. Rekonstruksi ini biasanya
didokumentasikan berupa foto-foto rekonstruksi. Yang diteliti adalah kecocokan
antara keterangan tersangka dan saksi -saksi dengan adegan-adegan yang
dilakukan tersangka pada waktu rekonstruksi.
g. Berita Acara Hasil Pemeriksaan Ahli (laboratories).
Berita acara pemeriksaan ahli diteliti untuk membuktikan
terjadinya tindak pidana terutama kasus yang manyangkut masalah
yang harus dibuktikan melalui laboratorium, misalnya: barang bukti
narkotika, psikotropika, obat-obatan terlarang dan lain-lain.
Hal yang diteliti adalah kecocokan antara keterangan tersangka dan saksi-saksi
dengan barang bukti yang telah diperiksa di laboratorium.
h. Pemeriksaan di ternpat kejadian.
Pemeriksaan di tempat kejadian harus diteliti terutama perkara
kecelakaan lalu lintas untuk mengetahui posisi kendaraan yang
dikemudikan tersangka, apakah berada di sebelah kanan marka jalan
atau di sebelah kiri marka jalan. Demikian pula posisi korban pada
waktu terjadi tabrakan, apakah berada di sebelah kanan marka jalan atau
di sebelah kiri marka jalan. Posisi ini akan dijadikan pertimbangan baik
oleh penuntut umum dalam tuntutannya maupun oleh hakim dalam
putusannya. Hal lain yang perlu diteliti adalah bekas rem dari kendaraan
tersangka, kecepatan kendaraan, apakah ada bekas rem atau tidak ada dan lain-
lain.
5. Surat Permintaan Visum et repertum, Hasil Pemeriksaan Ahli dan Surat Kuasa
Tersangka
a. Surat Permintaan Visum Et Repertum
S u r a t p e rmi n t aa n vi s u m e t rep e r t um d a r i pe n yi d i k
h a ru s t e rca nt u m dal am berkas perkara, karena dokter akan
mengeluarkan visum et repertum (VER) berdasarkan permintaan secara resmi
dari penyidik.
b. Surat Keterangan Dokter/Visum et Repertum
Visum et repertum sangat penting dalam pembuktian tentang telah
terjadinya tindak pidana, terutama yang mengenai tubuh seseora ng,
m i sa l n ya kasus p em bu n u ha n , penganiayaan. Yang diteliti adalah
identitas korban dan keadaan korban pada waktu diperiksa oleh dokter.
Visum ini akan membuktikan bahwa benar telah terjadi kelainan pada
tubuh korban akibat dari sesuatu benda yang mengenai tubuh korban.
c. Surat Kuasa tersangka kepada penasihat hukum
Pentingnya penelitian Surat kuasa tersangka kepada penasihat
hukum a da l a h untuk mengetahui bahwa tersangka didampingi oleh
penasihat hukum pada waktu diperiksa oleh penyidik, terutama kasus
yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun ke atas. Yang diteliti
adalah tanggal, bulan dan tahun pemberian surat kuasa dengan berita
acara pemeriksaan tersangka. Pemberian surat kuasa harus lebih dahulu
dari pada berita acara pemeriksaan tersangka untuk menunjukkan bahwa
tersangka telah didampingi penasihat hukum pada saat tersangka diperiksa
oleh penyidik.

6. Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang.
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan,
atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (Pasal 1 butir 19
KUHAP).
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Administrasi yang berhubungan dengan penangkapan yaitu:

a. Surat Perintah Penangkapan


Setiap penangkapan harus dengan surat perintah. Oleh karena itu surat
perintah penangkapan harus tercantum dalam berkas perkara tersangka. Yang
diteliti adalah identitas tersangka, kapan ditangkap dan kapan dilepas kembali
atau dilanjutkan ke penahanan, karena jangka waktu penangkapan hanya 1 (satu)
hari.
b. Berita Acara Penangkapan
Setiap ada Surat Perintah penangkapan harus disertai dengan berita acara
penangkapan, oleh karena itu berita acara penangkapan harus tercantum
dalam berkas perkara tersangka untuk menunjukkan bahwa tersangka benar-
benar ditangkap. Yang diteliti adalah tanggal, bulan dan tahun Berita acara
penangkapan, untuk menyesuaikannya dengan surat perintah
penangkapan. Demikian pula identitas tersangka harus dicocokkan dengan
identitas tersangka dalam surat perintah penangkapan.

7. Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari. Jangka waktu
sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut
umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari ( Pasal 24
UU.No.8/1981).
Penelitian terhadap administrasi penahanan ini ada hubungannya
dengan tuntutan penuntut umum, karena masa penahanan diperhitungkan
oleh penuntut umum pada waktu mengajukan tuntutan hukuman kepada
terdakwa di persidangan pengadilan.

Adminstrasi yang berhubungan dengan penahanan tersangka adalah:


a. Surat Perintah Penahanan
Penahanan tersangka harus dengan surat perintah, karena itu surat
perintah penahanan harus tercantum dalam berkas perkara. Surat perintah
penahanan ini dapat d i j ad i ka n dasar oleh tersangka untuk melakukan
praperadilan, apakah penahanan sah atau tidak. Yang diteliti adalah
jangka waktu penahanan, alasan penahanan, tanggal, bulan, tahun dan
nomor surat, cap dan tanda tangan pejabat yang melakukan
penahanan. Surat perintah penahanan ini perlu diteliti dengan baik, karena
sering dijadikan sasaran oleh tersangka dalam melakukan praperadilan.
b. Berita Acara Penahanan
Berita acara penahanan adalah pelaksanaan dari surat perintah penahanan.
Tanpa berita acara penahanan berarti penahanan tidak dilaksanakan oleh
penyidik. Ini berarti bahwa hukuman terdakwa tidak dapat dipotong selama
berada di tingkat penyidikan. Yang diteliti adalah jangka waktu penahanan,
tanggal, bulan, tahun dan nomor berita acara penahanan, alasan penahanan,
cap dan tanda tangan yang melakukan penahanan.
c. Surat Perintah Penangguhan Penahanan
Surat perintah penangguhan penahanan adalah surat perintah untuk mengeluarkan
tersangka dari tahanan. Penelitian yang dilakukan adalah tanggal, bulan, tahun dan
nomor surat penangguhan penahanan, alasan penangguhan, cap dan tanda tangan
yang melakukan penangguhan.
d. Berita Acara Penangguhan Penahanan
Berita acara penangguhan penahanan adalah pelaksanaan dari surat
perintah penangguhan penahanan. Yang diteliti adalah tanggal, bulan,
tahun berita acara penangguhan penahanan, alasan penangguhan, cap dan
tanda tangan yang melakukan penangguhan. Penelitian ini penting untuk
mengetahui berapa lama tersangka berada dalam tahanan, karena akan
diperhitungkan pada waktu penuntut umum mengajukan tuntutan hukum di
persidangan Pengadilan.
e. Surat Perintah Pencabutan Penangguhan Penahanan
Surat perintah pencabutan penangguhan penahanan mengakibatkan
tersangka dikembalikan ke tahanan untuk menjalani sisa waktu tahanan
yang belum dijalani. Yang diteliti adalah tanggal, bulan, tahun surat
perintah pencabutan penangguhan penahanan, alasan pencabutan
penangguhan penahanan, cap dan t anda tangan yang melakukan
pencabutan penangguhan penahanan.
f. Berita Acara Pencabutan Penangguhan Penahanan
Berita acara pencabutan penangguhan penahanan adalah pelaksanaan
dari surat perintah penangguhan penahanan. Penelitian terhadap berita
acara ini untuk mengetahui bahwa tersangka menjalani kembali sisa waktu
tahanannya yang belum dijalani, sehingga waktu penahanannya di penyidikan
akan diperhitungkan pada waktu melakukan tuntutan hukum terhadap
terdakwa di persidangan. Yang diteliti adalah tanggal, bulan dan tahun berita
acara pencabutan penangguhan penahanan, cap dan tanda tangan yang
melakukan pencabutan penangguhan penahanan.
g. Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan
Dikeluarkannya surat perintah pengalihan penahanan berarti ada
perubahan jenis penahanan terhadap tersangka. Tersangka yang mulanya
tahanan di rumah tahanan negara bisa berubah menjadi tahanan rumah atau
tahanan kota dan sebaliknya. Yang diteliti adalah tanggal, bulan dan tahun
surat perintah pengalihan jenis tahanan, cap dan tanda tangan yang
melakukan pengalihan jenis penahananan. Pengalihan jenis tahanan ini
akan mempengaruhi penghitungan masa tahanan pada saat penuntut
umum melakukan tuntutan hukum di persidangan pengadilan, karena cara
menghitung masa tahanan berbeda antara tahanan rumah, tahanan kota dan
tahanan di rumah tahanan negara.
h. Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan
Berita acara pengalihan jenis penahanan adalah pelaksanaan dari surat
perintah pengalihan jenis penahanan terhadap tersangka. Hal-hal yang
diteliti adalah tanggal, bulan dan tahun berita acara pengalihan jenis
penahanan, alasan pengalihan jenis penahanan, cap dan tanda tangan yang
mengalihkan jenis penahanan.
i. Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan kepada Kepala Kejaksaan
Surat perrnintaan perpanjangan penahanan dari penyidik ke penuntut umum
biasanya dilakukan apabila penyidikan belum selesai, sedang jangka waktu
penahanan oleh penyidik telah habis. Yang diteliti adalah tanggal, bulan dan tahun
permintaan perpanjangan penahanan, alasan perpanjangan penahanan, cap dan tanda
tangan yang melakukan permintaan perpanjangan penahanan.
j. Surat Ketetapan Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan
Hal-hal yang diteliti dalam surat ketetapan perpanjangan penahanan dari
kejaksaan adalah tanggal, bulan, tahun dan nomor surat, cap dan tanda
tangan yang melakukan perpanjangan dan jangka waktu perpanjangan
penahanan yang diberikan kepada penyidik. Tidak selamanya penuntut
umum memberikan perpanjangan penahanan selama 40 (empat puluh) hari,
kadang-kadang kurang dari 40 hari, sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
penyidik.
k. Surat Penolakan Perpanjangan penahanan dari kejaksaan
Kadang-kadang penuntut umum menolak memberikan perpanjangan
penahanan dengan alasan tertentu dan logis. Suatu perkara yang tidak sulit
pembuktiannya tentu tidak perlu diperpanjang apabila berkas perkara
memang sudah lengkap. Bisa juga diberikan perpanjangan penahanan,
tetapi tidak sampai 40 (empat puluh) hari, mis. hanya 10 (sepuluh) hari.
Hal yang diteliti dalam surat penolakan perpanjangan penahanan dari kejaksaan
adalah tanggal, bulan, tahun dan nomor surat penolakan, alasan penolakan, cap dan
tanda tangan yang melakukan penolakan.
l. Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Kepada Ketua Pengadilan
Negeri.
Surat permintaan perpanjangan penahanan kepada ketua pengadilan
negeri dilakukan terhadap perkara yang ancaman hukumannya 9 (sembilan)
tahun atau lebih. Hal yang diteliti adalah alasan penyidik meminta
perpanjangan penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Apakah alasan
penyidik telah sesuai dengan Pasal 29 KUHAP yaitu karena a. tersangka
menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang dibuktikan dengan surat
dokter atau b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara
9 (sembilan) tahun atau lebih.
m. Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan
Negeri.
Hal yang diteliti dalam penetapan perpanjangan penahanan adalah
tanggal, bulan dan tahun penetapan perpanjangan penahanan, cap dan tanda
tangan yang melakukan perpanjangan penahanan.
n. Surat Penolakan Permintaan Perpanjangan Penahanan dari Ketua
Pengadilan Negeri.
Hal yang diteliti dalam surat penolakan perpanjangan penahanan adalah
tanggal, bulan dan tahun penolakan perpanjangan penahanan, alasan
penolakan, cap dan tanda tangan yang menolak perpanjangan penahanan.
o. Surat Perintah Membawa Tahanan
Surat perintah membawa tahanan biasanya diterbitkan apabila tahanan akan
dibawa ke daerah hukum lain di luar daerah hukum dimana tersangka ditahan.
p. Berita acara Pelaksanaan membawa Tahanan
Berita acara pelaksanaan membawa tahanan adalah berita acara
pelaksanaan dari Surat perintah membawa tahanan diatas.
q. Surat perintah pengeluaran tahanan
Surat perintah pengeluaran tahanan adalah surat perintah untuk
mengeluarkan tersangka dari tahanan untuk kepentingan pemeriksaan di
tempat kejadian, rekonstruksi dan lain-lain.
r. Berita acara pengeluaran tahanan
Berita acara pengeluaran tahanan adalah pelaksanaan dari surat perintah
pengeluaran tahanan untuk kepentingan pemeriksaan di tempat kejadian perkara,
rekonstruksi dan lain-lain.
Point 6 dan 7 di atas adalah ranah praperadilan (Pasal 77 huruf a KUHAP)

8. Penggeledahan
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah
tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penggeledahan badan adalah
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian
tersangka untuk mencari benda yang diduga keras pada badannya atau
dibawanya serta untuk disita. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
dapat melakukan penggeledahan rumah, atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini
(Pasal 32 KUHAP).
Dengan surat izin ketua Pengadilan negeri setempat, penyidik dalam melakukan
penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.
Mengenai ketentuan dalam KUHAP tentang keharusan adanya izin
ketua pengadilan negeri untuk melakukan penggeledahan menimbulkan
pertanyaan apakah izin itu bersifat umum atau khusus? lni tidak diatur dalam
KUHAP. Kalau bersifat umum, maka tidak disebutkan di tempat-tempat
kediaman mana akan dilakukan penggeledahan. Sebaliknya kalau bersifat
khusus, maka harus dicantumkan di dalam izin itu, dimana dan kapan
dilakukan pengeledahan oleh penyidik. Dengan sendirinya kalau bersifat
khusus, maka penyidik tidak dapat melakukan penggeledahan di tempat yang
tidak disebut dalam izin itu, walaupun kemudian ternyata bahwa tempat itu
perlu digeledah pula sesuai dengan petunjuk yang diperoleh pada
penggeledahan pertama (A. Hamzah 2006:140).
Menggeledah atau memasuki rumah atau tempat kediaman orang dalam
rangka menyidik suatu delik menurut hukum acara pidana, harus dibatasi dan
diatur secara cermat. Menggeledah rumah atau tempat kediaman merupakan
suatu usaha mencari kebenaran, untuk mengetahui baik salah maupun tidak
salahnya seseorang (Wirjono Prodjodikoro 1967 44).
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan
rumah, atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata
cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Pasal 32 KUHAP).
Administrasi penggeledahan harus diteliti karena berhubungan dengan
sahnya penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik.
Administrasi yang berhubungan dengan penggeledahan yaitu:
a. Surat Permintaan Izin Penggeledahan
Sebelum melakukan penggeledahan, penyidik terlebih dahulu meminta
izin pada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Ketua Pengadilan Negeri
setempat tidak dapat mengeluarkan surat izin penggeledahan tanpa
permintaan dari penyidik.
b. Surat Persetujuan Izin Penggeledahan
Penuntut umum harus meneliti surat persetujuan izin penggeledahan
dari ketua pengadilan negeri setempat, karena surat izin penggeledahan
ini merupakan syarat sahnya penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik.
c. Surat Perintah Penggeledahan
Berdasarkan surat izin penggeladahan Ketua Pengadilan Negeri
setempat, penyidik mengeluarkan surat perintah penggeledahan. Dalam
surat perintah penggeledahan ditentukan obyek yang akan digeledah dan
alamat obyek yang akan digeledah. Hal yang diteliti oieh penuntut
umum dalam surat perintah penggeledahan penyidik adalah kesesuaian
antara obyek yang akan digeledah yang tercantum dalam surat izin
penggeledahan dari ketua pengadilan negeri dengan obyek yang akan
digeledah yang tercantum dalam surat perintah penggeledahan penyidik.
d. Berita Acara Penggeledahan
Setiap selesai melakukan penggeledahan penyidik harus membuat
berita acara penggeledahan. Berita acara penggeledahan tersebut adalah:
1) Berita Acara Penggeledahan Rumah
Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau mengeledah
rumah harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan. Yang diteliti
dalam berita acara penggeledahan adalah kesesuaian antara
barang/benda yang ditemukan dalam penggeledahan dengan
benda/barang yang disita yang dijadikan barang bukti dalam berkas
perkara. Diteliti pula hubungan antara benda/barang yang disita
dengan pembuktian perbuatan tersangka.
2) Berita Acara Penggeledahan Badan
Setelah melakukan penggeledahan badan penyidik membuat
berita acara penggeledahan yang memuat tentang adanya atau tidak
adanya benda yang ditemukan pada badan seseorang/tersangka.
3) Berita Acara Penggeledahan Pakaian
Setelah melakukan penggeledahan pakaian penyidik membuat berita
acara penggeledahan pakaian yang memuat tentang ada atau tidak adanya
benda/barang yang ditemukan pada pakaian seseorang/tersangka.
9. Barang bukti
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua
pengadilan negeri setempat. Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita
benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana atau benda lain yang dipakai sebagai barang bukti.
Surat izin penyitaan barang bukti dari ketua pengadilan negeri harus
diteliti oleh penuntut umum, karena sahnya penyitaan barang bukti harus
dibuktikan dengan surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri.
Biasanya hakim yang menyidangkan perkara menolak memeriksa barang
bukti yang tidak memiliki izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri
setempat.
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah: a. benda atau tagihan
tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. benda yang telah
dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya; c. benda yang dipergunakan untuk menghalangi-
halangi penyidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana. Benda yang berada dalam sitaan
karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi
ketentuan ayat 1. (Pasal 39 (1) dan (2) UU. No.8/1981).

Adminstrasi yang berhubungan dengan penyitaan barang bukti yaitu:


a. Surat Permintaan Izin Penyitaan Barang Bukti kepada Ketua Pengadilan
Negeri.
Sebelum melakukan penyitaan, penyidik terlebih dahulu meminta izin
kepada ketua pengadilan negeri setempat.
b. Surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 KUHAP). Berdasarkan Pasal 38
KUHAP diatas, maka penuntut umum harus meneliti izin penyitaan dari
ketua pengadilan negeri setempat. Tanpa adanya surat izin dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat, maka penyitaan barang bukti tidak sah
menurut Pasal 38 KUHAP.
c. Surat Perintah Penyitaan Barang Bukti
Berdasarkan surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat,
maka penyidik mengeluarkan surat perintah penyitaan terhadap barang
bukti.
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin
Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin
untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu tanpa mengurangi ketentuan
ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan
untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat
guna memperoleh persetujuan (Pasal 38 ayat (1) dan (2) KUHAP).
d. Berita Acara Penyitaan Barang Bukti
Benda yang disita dibuatkan berita acara penyitaan dengan perincian
sesuai dengan jumlah, jenis dan kualitasnya. Penuntut umum meneliti
benda/barang yang disita sesuai dengan berita acara penyitaan, apakah ada
hubungannya dengan perkara tersangka.
Hal yang diteliti adalah kesesuaian antara benda/ barang yang
diizinkan untuk disita yang tercantum dalam surat izin penyitaan Ketua
Pengadilan Negeri dengan benda/barang yang disita oleh penyidik.
Benda/barang yang disita oleh penyidik yang tidak tercantum dalam surat
izin penyitaan ketua pengadilan negeri setempat supaya dikembalikan
kepada pemilik barang atau meminta izin kembali kepada ketua Pengadilan
negeri untuk menyita barang tersebut. Barang/benda yang tercantum
dalam izin penyitaan ketua pengadilan negeri yang tidak disita oleh
penyidik supaya ditanyakan kepada penyidik mengapa barang/ benda
tersebut t idak disita. Apalagi kalau benda/barang tersebut sangat penting
untuk pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka.
e. Surat Perintah Penyisihan Barang bukti
Surat perintah penyisihan barang bukti dikeluarkan oleh penyidik apabila tidak
seluruh barang bukti akan diserahkan ke penuntut umum. Mungkin barang bukti
akan dilelang atau akan dimusnahkan, sehingga sebagian kecil disisihkan untuk
dijadikan barang bukti di persidangan pengadilan.
f. Berita Acara Penyisihan Barang Bukti
Berita acara penyisihan barang bukti adalah pelaksanaan dari surat
perintah penyisihan barang bukti. Dalam berita acara penyisihan barang
bukti akan terlihat jumlah dan jenis barang bukti yang disisihkan.
g. Berita Acara Pembungkusan Barang Bukti
Barang bukti yang dapat dibungkus, misalnya uang tunai, akan dibungkus oleh
penyidik sebelum diserahkan ke penuntut umum. Dalam berita acara
pembungkusan akan tercantum jenis dan jumlah barang bukti yang dibungkus.
h. Berita Acara Penyegelan Barang Bukti
Barang bukti yang sudah dibungkus disegel agar tidak dibuka oleh yang tidak
berwenang. Oleh karena itu penuntut umum harus memeriksa segel tersebut pada
saat barang bukti diserahkan ke kejaksaan.
i. Surat Perintah Pelelangan Barang Bukti
Apabila barang bukti dilelang di t ingkat penyidikan, maka
penyidik harus menerbitkan surat perintah pelelangan. Dalam surat
perintah ini akan tercantum barang bukti yang akan dilelang, jumlah dan
jenisnya.
j. Berita Acara Penerimaan Hasil Lelang Barang Bukti
Di dalam berita acara penerimaan hasil lelang barang bukti tercantum jumlah
uang hasil lelang yang kemudian dijadikan barang bukti.
k. Surat Perintah Pengembalian Barang Bukti
Pengembalian barang bukti oleh penyidik, harus dengan surat
perintah, karena barang bukti akan diserahkan ke penuntut umum pada saat
penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan.
l. Berita Acara Pengembalian Barang bukti
Berita acara pengembalian barang bukti adalah pelaksanaan dari
surat perintah pengembalian barang bukti. Dalam berita acara
pengembalian barang bukti tercantum barang bukti yang dikembalikan
dan kepada yang menerima barang bukti tersebut disertai dengan syarat
akan menyerahkannya kembali apabila tersangka dan barang bukti
dikirim/dilimpah ke kejaksaan.
m. Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti/Surat Bukti.
Surat tanda penerimaan barang bukti adalah surat bukti yang
ditandatangani oleh orang yang menerima barang bukti tersebut. Dalam
surattanda penerimaan barang bukti tersebut tercantum identitas orang
yang menerima barang bukti.
n. Daftar Perincian Barang Bukti berupa Dokumen/Uang
Di dalam daftar perincian barang bukti, misalnya uang, akan tercantum
jenis mata uang, nilai nominal dan jumlah lembaran serta tanda-tanda
lainnya.

10. Surat
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, atau yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keaciaan yang didengar, dilihat atau
yang dialaminya sendiri, desertai dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi
pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. c. surat keterangan dari
seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d.
surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain (Pasal 187 UU.No.8/1981).

Administrasi yang berhubungan dengan alat bukti surat:


a. Surat Perintah Pemeriksaan Surat
Surat yang akan diperiksa sebagaimana disebutkan diatas didasarkan pada
surat perintah yang dikeluarkan oleh penyidk. Oleh karena itu yang diteliti adalah
surat yang tercantum dalam surat perintah tersebut.
b. Berita Acara Pemeriksaan Surat
Berita acara pemeriksaan surat adalah pelaksanaan dari surat perinah
pemeriksaan surat. Dalam berita acara pemeriksaan surat akan terlihat surat-
surat yang telah diperiksa yang ada hubungannya dengan pembuktian
perbuatan tersangka.
c. Surat Perintah Penyitaan Surat
Surat perintah penyitaan surat dari penyidik harus berdasarkan surat izin
dari ketua pengadilan negeri setempat. Dalam surat izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat tercantum surat-surat yang dapat disita oleh
penyidik. Oleh karena itu penuntut umum harus meneliti apakah surat
yang disita sesuai dengan izin ketua pengadilan atau surat yang disita ada
hubungannya dengan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka.
d. Berita Acara Penyitaan Surat
Berita acara penyitaan surat adalah pelaksanaan dari surat perintah
penyitaan surat dari penyidik. Dalam berita acara penyitaan surat akan
terlihat surat-surat yang disita oleh penyidik. Oleh karena itu penuntut
umum harus meneliti kesesuaian antara surat izin penyitaan dari ketua
pengadilan negeri dengan berita acara penyitaan dari penyidik. Apabila
terdapat perbedaan, maka harus ditanyakan kepada penyidik.

11. Petikan Surat Putusan Pemidanaan Terdahulu (kalau ada/residivis)


Surat putusan pemidanaan terdahulu akan menjadi alasan bagi penuntut umum
untuk menuntut tersangka lebih berat karena tersangka adalah residivis.

12. Daftar Saksi, Daftar Tersangka, Daftar Barang Bukti dan Berita Acara Tindakan
Lain.
a. Daftar Saksi
Penelitian daftar saksi untuk mengetahui jumlah saksi yang ada berita
acaranya dalam berkas perkara tersangka.
b. Daftar Tersangka
Penelitian daftar tersangka untuk mengetahui jumlah tersangka
dalam berkas perkara.
c. Daftar Barang Bukti
Penelitian daftar barang bukti untuk lebih memudahkan penelitian barang
bukti antara yang tercantum dalam berita acara penyitaan barang bukti dengan
yang tercantum dalam daftar barang bukti.
d. Berita Acara Tindakan Lain
13. Koordinasi dengan Penyidik
Setelah penuntut umum menerima Surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, maka sudah mulai dilakukan koordinasi antara
penyidik dan penuntut umum. Koordinasi dapat dilakukan baik di
kejaksaan atau di kepolisian. Apabila kepolisian melakukan ekspose
perkara, maka kepolisian dapat mengundang penuntut umum ke kepolisian
atau ekspose dapat juga dilakukan di kejaksaan, tergantung kesepakatan
bersama.
Perlu dipedomani SEJA Nomor: 004/A/JA/02/2009 tanggal 26 Februari
2009 Tentang Meminimalisir Bolak Balik Perkara Antara Penyidik dan
Penuntut Umum. Agar diupayakan setiap berkas perkara yang diserahkan
pada tahap pertama oleh penyidik telah dilakukan koordinasi dan konsultasi
terlebih dahulu. Pelaksanaan koordinasi dan konsultasi tersebut dit uangkan
dalam BA Pelaksanaan Koordinasi dan Kosultasi antara Penyidik dengan
penuntut Umum.

14. Penghentian Penyidikan


Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum maka penydik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya
(Pasal 109 ayat (2) UURI No.8 Tahun 1981).
Setelah penuntut umum menerima penghentian penyidikan dari penyidik,
penuntut umum segera meneliti surat penghentian penyidikan tersebut untuk
mengetahui kuattidaknya alasan yang digunakan penyidik. Apabila alasan
yang digunakan penyidik tidak kuat, maka penuntut umum dapat menanyakan
hal tersebut kepada penyidik atau mengajukan gugatan praperadilan ke
pengadilan negeri.

B. Penelitian Kelengkapan Syarat Materil


Kelengkapan Materiil menurut Suhario RM ialah (2006:23) perbuatan
materil yang dilakukan tersangka antara lain: 1. Fakta yang dilakukan
tersangka; 2. Unsur tindak pidana dari perbuatan materil yang dilakukan; 3. Cara
tindak pidana dilakukan; 4. Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
1. Fakta yang dilakukan tersangka
Di dalam berkas perkara harus terungkap dengan jelas tindak pidana
yang dilakukan oleh tersangka. Peran tersangka harus jelas, apakah
sebagai yang melakukan, yang menyuruh lakukan, turut melakukan,
membantu melakukan atau yang membujuk melakukan tindak pidana.
Fakta dalam berkas perkara harus membuktikan dengan ielas perbuatan
tersangka,cara melakukannya dan harus jelas perannya. Fakta ini tentu
dibuktikan dengan alat bukti yang cukup, didukung oleh barang bukti yang
disita dan dilampirkan oleh penyidik dalam berkas perkara tersangka.

2. Unsur tindak pidana dari perbuatan yang dilakukan


Unsur adalah pembuktian tentang perbuatan pidana sedangkan
elemen adalah pembuktian unsur menjatuhkan hukuman terhadap pelaku,
dengan demikian antara unsur dan elemen adalah dua hal yang tak dapat
dipisahkan namun fungsinya berbeda (Osman Simanjuntak 1997:183)
Untuk membuktikan unsur tindak pidana yang dilakukan tersangka maka harus
diteliti alat-alat bukti yang tercantum dalam berkas perkara.
Hal-hal yang diteliti adalah sebagai berikut:
a. Saksi.
Hal yang perlu diteliti adalah adanya minimal 2 (dua) orang saksi
yang menyaksikan tindak pidana yang dilakukan tersangka. Hal-hal lain
yang harus diperhatikan dalam penelitian keterangan saksi antara lain:
1). Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi lainnya.
2). Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain.
3). Alasan saksi memberikan keterangan tertentu.
b. Keterangan ahli
Yang harus diteliti dalam keterangan ahli ini adalah bahwa keterangan
ahli tersebut adalah berhubungan dengan hal-hal yang menjadi atau di bidang
keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa.
c. Surat
Yang diteliti dalam surat tersebut adalah persesuaian keterangan yang
ada dalam surat dengan fakta kejadian berdasarkan alat bukti lainnya yang
ada, serta asli/authentik/resminya surat dimaksud, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan salah satu alat pembuktian di
persidangan.
d. Petunjuk
Yang harus diperhatikan dalam penelitian alat bukti petunjuk ini
adalah adanya persesuaian antara perbuatan, kejadian atau keadaan, baik
antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu
sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
e. Keterangan Terdakwa
Isi keterangan terdakwa haruslah mengenai perbuatan yang
dilakukan terdakwa, segala hal yang diketahuinya sendiri dan kejadian
yang dialaminya sendiri.

3. Cara Tindak Pidana dilakukan


Cara tindak pidana dilakukan atau modus operandi diteliti penuntut
umum untuk mencocokkan dengan unsur-unsur dari pasal undang-undang
yang dilanggar oleh tersangka. Cara tindak pidana dilakukan harus jelas agar
penuntut umum lebih mudah membuat uraian perbuatannya dalam surat
dakwaan.

4. Tempus delicti dan locus delicti


a. Tempus delicti
Penelitian tempus delicti untuk mengetahui bahwa perkara tersangka
belum lewat waktu atau daluarsa. Selain itu untuk memastikan kapan
tindak pidana dilakukan oleh tersangka.
b. Locus delicti
Penelitian locus delicti untuk menentukan kewenangan mengadili terhadap
perkara tersangka. Apakah tindak pidana yang dilakukan tersangka
berada di dalam daerah hukum pengadilan yang berwenang mengadili
atau tidak.

5. Peran tersangka
Penelitian peran tersangka untuk mengetahui apakah tersangka sebagai pelaku,
yang menyuruh melakukan, turut melakukan, membantu
melakukan atau penganjur.

6. Gabungan beberapa perbuatan


Penelitian terhadap berkas perkara mengenai kemungkinan terjadinya
gabungan beberapa perbuatan dari tindak pidana yang dilakukan tersangka.

C. Rangkuman
Setelah Penuntut umum menerima berkas perkara tahap pertama dari
penyidik, penuntut umum harus segera melakukan penelitian karena jangka
waktu penelitian berkas perkara dibatasi oleh KUHAP. Penuntut umum
meneliti kelengkapan berkas perkara baik formil maupun materil. Penelitian
persyaratan formil berkas perkara dimulai dari identitas tersangka,
resume, surat pengaduan, laporan polisi, surat perintah penyidikan, dan surat
pemberitahuan dimulainya penyidikan, surat perintah penangkapan,
surat perintah penahanan, surat perintah penangguhan penahanan, surat
perintah pengeluaran tahanan dan lain-lain. Selanjutnya meneliti pelaksanaan
dari surat perintah diatas yaitu berupa berita acara pemeriksaan saksi-saksi,
berita acara pemeriksaan ahli, berita acara pemeriksaan surat, berita acara
pemeriksaan tersangka, berita acara rekonstruksi, berita acara penangkapan dan
penahanan, berita acara penggeledahan rumah, berita acara penyitaan ba rang
bukti, berita acara penyisihan barang bukti, berita acara pemeriksaan surat,
berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti, berita acara
penyisihan barang bukti, berita acara penerimaan hasil lelang barang bukti,
berita acara penyitaan surat dan berita acara lainnya. Surat-Surat lain yang
diteliti adalah surat kuasa tersangka kepada penasihat hukum, surat keterangan
dokter/visum et repertum, surat izin dari ketua pengadilan negeri, surat yang
menyangkut barang bukti dan lain-lain.
Memahami cara meneliti persyaratan materil berkas perkara hasil
penyidikan akan memudahkan penuntut umum meneliti kelengkapan berkas
perkara dari penyidik. Persyaratan materil berkas perkara dari penyidik yang
harus diteliti adalah tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka, alat-alat
bukti yang membuktikan unsur tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka,
waktu terjadinya delik, tempat terjadinya delik, dan peran tersangka dalam tindak
pidana yang disangkakan kepadanya.
Alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan tersangka diteliti kesesuaiannya satu sama lain. Persyaratan-persyaratan
alat bukti yang memenuhi syarat juga harus diteliti, karena ada hubungannya
dengan kualitas kekuatan alat bukti tersebut.
Perlu dipedomani Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-006/A/JA/10/2009
tanggal 30 Oktober2009 tentang Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum :
- Apabila berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perbuatan yang
disangkakan dalam berkas perkara bukan merupakan tindak pidana (baik
kejahatan maupun pelanggaran), sehingga sekalipun dilakukan penyidikan
tambahan terhadap perkara tersebut, tidak akan memenuhi persyaratan materiil
untuk dilimpahkan ke Pengadilan, maka untuk mencegah berlarut -larutnya
penanganan perkara, serta demi keadilan dan kebenaran agar dinyatakan secara
tegas dalam petunjuk bahwa perkara tersebut bukan merupakan perkara pidana
tetapi merupakan perkara perdata, tata usaha atau pelanggaran administrasi
lainnya sehingga tidak bisa dituntut secara pidana. Apabila berdasarkan
penelitian terhadap berkas perkara, diperoleh fakta adanya kekeliruan
mengenai orang yang didudukan sebagai tersangka (Error In Persona)
dan/atau ada orang lain yang patut atau layak menjadi tersangka, demi
keadilan dan kebenaran agar hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam
petunjuk, disertai dengan alasannya.
- Bahwa petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Peneliti, haruslah didasarkan pada
kesimpulan Jaksa Peneliti terhadap berkas perkara yang dipelajari secara
cermat dan seksama, bukan didasarkan kepada pendapat seseorang
ahli/akademisi hokum yang diperiksa oleh penyidik dalam berkas perkara,
karena kewenangan untuk menentukan apakah suatu perbuatan merupakan
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana atau bukan, pada hakekatnya
merupakan kewenangan, tugas dan tanggungjawab jaksa selaku ahli hokum
secara akademisi atau praktisi, sesuai dengan asas dominus litis dan asas
hokum acara pidana yang berlaku universal.
- Bahwa sebelum petunjuk menyatakan bahwa perkara tersebut bukan
merupakan perbuatan pidana (kekeliruan mengenai hokum yang diterapkan
atau adanya kekeliruan mengenai orang disampaikan kepada penyidik), agar
hal tersebut digelar terlebih dahulu secara internal dengan dipimpin oleh
kajati/Kajari/Kacapjari, sesuai dengan kewenangannnya masing-masing.

D. Diskusi
1. Membentuk kelompok diskusi (Metode Kerja kelompok)
2. Meneliti berkas perkara dan mendiskusikannya. Mendiskusikan unsur -unsur
delik yang terdapat dalam berkas perkara, alat-alat bukti yang memenuhi
syarat sesuai dengan undang-undang, modus operandi tindak pidana yang
dilakukan tersangka dan peran tersangka dalam perkara tersebut dan
pentingnya waktu dan tempat terjadinya tindak pidana (Metode Forum).
3. Presentasi hasil diskusi,
4. Tanya jawab setelah setiap kelompok selesai presentasi (Metode Tanya
jawab).

E. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara singkat namun jelas.
1. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi menurut
undang-undang?
2. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh keterangan ahli?
3. Jelaskan macam-macam surat yang dapat dijadikan sebagai alat bukti?
4. Apakah visum et repertum termasuk alat bukti surat atau keterangan ahli?
5. Apakah penyidik dapat menyita barang bukti tanpa izin ketua pengadilan
negeri?
6. Apa pentingnya penelitian surat kuasa tersangka kepada penasihat
hukum?
7. Apa pentingnya penelitian pemeriksaan di tempat kejadian perkara?
8. Apa sebabnya sehingga surat-surat yang menyangkut barang bukti perlu
diteliti?
9. Jelaskan pengertian kelengkapan materil?
10. Sebutkan syarat-syarat materil yang harus dipenuhi oleh suatu berkas
perkara?
11. Apa yang dimaksud dengan syarat materil yang sesuai dengan undang -
undang?
12. Apa pentingnya diketahui tempus delicti (waktu terjadfinya delik)?
13. Apa pentingnya diketahui locus delicti (tempat terjadinya delik)?
14. Apa pentingnya mengetahui peran dari tersangka dalam suatu tindak
pidana?
15. Apakah Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi?
16. Apakah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang ahli?

F. Balikan dan tindak lanjut.


Cocokkan jawaban Anda dengan uraian materi yang terdapat dalam Bab III.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % atau lebih, anda dapat
meneruskan ke Bab IV. Akan tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih
dibawah 80 %, Anda harus mengulang Bab III, terutama bagian yang anda belum
kuasai.
BAB IV
PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA KE PENYIDIK

Indikator keberhasilan/Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat: 1. Menjelaskan berkas
perkara yang belum lengkap sehingga harus dikembalikan kepada penyidik; 2. Memahami
materi isi petunjuk kepada penyidik; 3. Mengetahui batas waktu pengembalian berkas perkara
kepada penyidi; 4. Memahami berkas perkara yang
sudah lengkap.
A. Dasar Hukum
Dasar hukum pengembalian perkara ke penyidik adalah:
1. Pasal 110 KUHAP.
Pasal 110 KUHAP mengatur sebagai berikut :
"Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib
segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum (1). Dalam
hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih
kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu
kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi (2). Dalam hal penuntut
umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib
segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut
umum (3). Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 (empat
belas) hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila
sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu
dari penuntut umum kepada penyidik (4)".
2. Pasal 138 KUHAP.
Pasal 138 KUHAP mengatur sebagai berikut : "Penuntut umum setelah
menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya,
dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik, apakah hasil
penyidikan itu sudah lengkap atau belum (1). Dalam hal hasil penyidikan ternyata
belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik
disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan
dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik
harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum
(2)".
B. Alasan pengembalian berkas perkara ke penyidik
Menurut Suhario RM (2006-23) Apabila penuntut umum berpendapat hasil
pemeriksaan penyidik terhadap tersangka, saksi atau yang lain, masih perlu
dilengkapi dengan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan untuk
membuktikan di muka sidang Pengadilan, penuntut umum wajib memberi
petunjuk apa yang perlu dilakukan penyidik. Petunjuk berupa: a. Pertanyaan
tambahan kepada para saksi, ahli atau kepada tersangka; b. Pertanyaan tambahan
harus diberikan secara tertulis; c. Pertanyaan harus terarah kepada pembuktian
tindak pidana tersangka khususnya unsur delik mana yang belum dapat dibuktikan
atau diungkap dan alat-alat bukti mana yang perlu ditambah pemeriksaannya; d.
Pertanyaan harus jelas dan terperinci dengan bahasa yang mudah dimengerti; e.
Pertanyaan yang diberikan harus dapat dilaksanakan oleh penyidik; f. Penyitaan
terhadap benda yang mana akan digunakan sebagai barang bukti yang mendukung
dapat terbuktinya tindak pidana yang dilakukan tersangka.
Berkas perkara yang diterima oleh Jaksa Peneliti (P-16) segera diteliti dan
dalam tempo 7 (tujuh) hari penuntut umum wajib memberitahukan kepada penyidik
apabila hasil penyidikan itu belum lengkap dengan membuat P -18. Dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari, penuntut umum harus mengembalikan
berkas perkara ke penyidik. Pemberitahuan yang telah dikirim sebelumnya ke
penyidik, segera disusul dengan pengembalian berkas perkara disertai petunjuk
tentang hal yang harus dilakukan oleh penyidik untuk
melengkapi/menyempurnakan berkas perkara tersebut dengan membuat P -19,
seperti saksi yang masih perlu diambil keterangannya untuk membuktikan unsur
tindak pidana yang dilakukan tersangka, keterangan ahli yang masih perlu ditambah
dan keterangan tersangka yang masih perlu ditambah.
Dalam P-19 agar diuraiakan secara cermat, jelas dan lengkap tentang hal apa yang
harus dilengkapi oleh Penyidik sesuai ketentuan Pasal 138 ayat (2) Jo Pasal 110 ayat
(2) dan ayat (3) KUHAP, Petunjuk disusun dalam bahasa sederhana dengan
penggunaan kalimat-kalimat efektif.

C. Rangkuman
Penelitian berkas perkara yang dilakukan penuntut umum dibatasi oleh jangka
waktu. Oleh karena itu berkas perkara yang diterima penuntut umum harus segera
diteliti. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari penuntut umum harus menentukan
sikap, apakah perkara sudah lengkap atau belum. Apabila perkara belum lengkap,
maka penuntut umum harus segera mengembalikan berkas perkara kepada penyidik
disertai dengan petunjuk yang jelas (P-18 dan P-19). Jika dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah tanggal P-18/P-19 berkas perkara belum juga diterima
kembali maka Jaksa Peneliti mengirimkan surat kepada penyidik dengan
menggunakan format P-20 untuk menanyakan perkembangan berkas perkara
tersebut dan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah P -20
berkas perkara belum juga diterima maka Jaksa Peneliti segera mengembalikan
SPDP perkara dimaksud kepada penyidik dan melakukan koreksi/pencoretan dan
pencatatan pada RP-6 dan RP-7 dengan memberikan keterangan SPDP
dikembalikan. Namun kemudian apabila di waktu mendatang penyidik
kemudian akan menyerahkan berkas perkara dimaksud maka harus didahului
lagi dengan pengiriman SPDP perkara yang dimaksud, yang kemudian
disusulkan dengan berkas perkara untuk selanjutnya akan diteliti kembali.
Kalau perkara sudah lengkap, maka penuntut umum segera meminta kepada
penyidik agar tersangka dan barang bukti diserahkan ke Kejaksaan. Surat
pemberitahuan bahwa berkas perkara telah lengkap kepada penyidik dituangkan dalam
formulir P-21.

D. Diskusi
1. Membentuk kelompok diskusi (Metode Kerja Kelompok)
2. Menetiti berkas perkara dan mendiskusikan kelengkapannya, baik syarat formil maupun
syarat dan mendiskusikan cara membuat petunjuk kepada penyidik (Metode forum)
3. Presentasi hasil diskusi masing-masing kelompok
4. Tanya jawab kelas setelah selesai presentasi setiap kelompok (Metode tanya jawab)

E. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyan di bawah ini secara singkat namun jelas.
1. Apa yang dapat dijadikan alasan oleh penuntut umum untuk mengembalikan perkara
kepada penyidik.
2. Berapa hari jangka waktu yang diberikan oleh KUHAP kepada penuntut umum
untuk mempelajari berkas perkara dan segera memberitahukan kepada penyidik
apabila perkara belum Lengkap.
3. Berapa hari jangka waktu yang diberikan oleh KUHAP kepada penuntut umum
untuk meneliti berkas perkara yang apabila dilampaui, maka berkas perkara
dinyatakan Lengkap demi hukum.

F. Balikan dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban Anda dengan uraian materi yang terdapat dalam Bab IV. Apabila
Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau Iebih, Anda dapat meneruskan ke Bab V.
Akan tetapi, bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulang Bab
IV, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
BAB V
PENERIMAAN BERKAS PERKARA HASIL PENYIDIKAN YANG
SUDAH LENGKAP /TAHAP KEDUA

Indikator keberhasilan/Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat 1. Menjelaskan
cara meneliti berkas perkara hasil penyidikan tahap kedua; 2. Memahami cara
meneliti tersangka dan barang bukti yang diserahkan oleh penyidik ke penuntut
umum.

A. Pernyataan Berkas Perkara Sudah Lengkap


Setelah berkas perkara diteliti dan sudah lengkap baik formil maupun materil,
maka penuntut umum mengirim surat ke penyidik dengan kode P-21 yang
menyatakan bahwa berkas perkara sudah lengkap dan meminta ke penyidik agar
mengirim tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan. Apabila dalam jangka waktu
7 (tujuh) hari penuntut umum tidak menyampaikan pemberitahuan kepada
penyidik tentang belum lengkapnya perkara, maka dalam waktu 14 hari perkara
dinyatakan lengkap demi hukum, maka penyidik dapat langsung menyerahkan
tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan.

B. Penerimaan berkas perkara tahap kedua


Penyerahan berkas perkara tahap kedua ialah apabila hasil penyidikan telah lengkap
atau tidak ada pemberitahuan dari penuntut umum yang menyatakan bahwa berkas
perkara telah lengkap atau apabila tenggang waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan
berkas dan penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara. Penyerahan berkas
perkara tahap kedua tersebut telah sah maka dengan sendirinya telah terjadi penyerahan
tanggung jawab yuridis atas berkas perkara termasuk tanggung jawab atas tersangka
antara penyidik dengan penuntut umum (Suhario RM 2006:25-26).
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan
yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah
memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan (Pasal
139 KUHAP).
Pada saat menerima tersangka beserta barang bukti dibutuhkan kembali
ketelitian dari Jaksa untuk meneliti dan memeriksa kembali tersangka (formulir BA-4)
meneliti barang bukti (BA-5) dan merekomendasikan masalah penahanan (ditahan atau
tidak ditahan).

C. Pemeriksaan tambahan
Jaksa juga diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaan tambahan di kala
penyidik tidak dapat memenuhi petunjuk Jaksa Peneliti dan menyatakan bahwa
upaya penyidikannya sudah maksimal namun Jaksa Peneliti merasa yakin bahwa
perkara tersebut dapat dibuktikan maka Jaksa dapat melakukan pemeriksaan
tambahan atau Jaksa Peneliti menganggap bahwa berkas tersebut masih lemah
pembuktiannya maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan
tambahan ini hanya dilakukan terhadap saksi -saksi, tidak dapat dilakukan
terhadap tersangka.
Pemeriksaan tambahan hanya dilakukan terhadap perkara-perkara yang sulit
pembuktiannya, dan atau yang dapat meresahkan masyarakat, dan atau dapat
membahayakan keselamatan Negara. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari setelah
dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 (2) KUHAP. Batas waktu 14 hari dihitung
sejak saat pemeriksaan secara fisik dimulai. Dalam pelaksanaan pemeriksaan
tambahan agar dibina kerjasama / koordinasi dengan penyidik.

D. Rencana dakwaan
Rencana dakwaan (Rendak) dibuat bersamaan dengan P-21, agar dakwaan
tidak menjadi penghalang untuk segera melimpahkan perkara ke pengadilan
apabila tersangka dan barang buktinya sudah diserahkan ke Kejaksaan.

E. Surat Dakwaan
Surat dakwaan disusun secara cermat, jelas dan lengkap.
Uraian yang cermat: hal ini berarti bahwa Penuntut Umum harus teliti,
bahkan waspada terhadap segala penerapan ketentuan perundang-undangan
pidana yang akan digunakan cq. diterapkan dalam suatu konstruksi dakwaan
yang dibuatnya, jangan-jangan memang keliru dan/ atau salah diterapkan
dalam dakwaan antara lain tentang pengaduan cq. pencabutannya apa benar
ada pengaduan atau sudah dicabut, siapa yang berwenang melakukan pengaduan
dan mencabutnya. Tentang pertanggungjawaban pidana, apa memang
terdakwa dapat dipertanggungjawabkan. Tentang daluarsa, apa memang perkara
ini tidak atau belum daluarsa. Tentang nebis in idem, apa memang ada nebis in
idem atau tidak. Tentang deelneming/penyertaan yaitu apa tindak pidana tersebut
dilakukan terdakwa sendiri ataukah ada kawan-kawannya dan sampai dimana
peranan kawan-kawannya tersebut. Tentang samenloop /pembarengan baik
eendaadsche maupun meerdadshe samenloop ataukah hanya suatu voorgezette
handeling saja. Tentang penyidiknya sendiri berwenang atau tidak. Tentang
pelimpahan ke pengadilan yang berwenang. Tentang tuntutan
pidana/requisitoir yang akan disusun nanti, tentang perihal hukuman apakah
dengan sistem absorbsi baik yang dipertajam maupun yang diperlunak dan
murni. Apakah resume hasil pemeriksaan adalah didasarkan hasil pemeriksaan
tersebut dalam berita acara pemeriksaan cq. dakwaan dibuat atas dasar hasil
penyidikan (M.W. Pattipeilohy 1994:26).
Uraian yang jelas. Dalam dakwaan harus memuat uraian yang jelas yaitu
uraian formulasi rumusan tentang materieele daad/handeling yang dilakukan
terdakwa dan yang dipadukan dengan semua unsur delik/ tindak pidana menurut
ketentuan perundangan yang bersangkutan. Ini berarti bahwa kejelasan itu tidak
hanya mengenai unsur-unsur hukum dari tindak pidana yang bersangkutan, tetapi
dengan jelas harus dipertautkan satu sama lain/satu dengan yang lainnya,
misalnya, ...dalam dakwaan yang diuraikan sebagai materieele handeling, tetapi
yang dipertautkan adalah meerdaadsche samenloop. Dalam dakwaan yang
diuraikan sebagai materieele handeling adalah eendaadsche samenloop , tetapi
yang dipertautkan adalah meerdaadsche samenloop. Dalam dakwaan diformulasikan
sebagai locus delicti adalah daerah Pengadilan Negeri A, tetapi dalam uraian
perbuatan materilnya terjadi lebih dari satu dan atau di luar Pengadilan Negeri
A. Dakwaan yang disusun berbentuk kumulatif, tetapi tidak jelas apa dan
bagaimana kumulatif dari perbarengan perbuatan atau meerdadsche
samenloop tersebut ( M.W. Pattipeilohy 1994:27-28).
Uraian lengkap. Suatu surat dakwaan yang telah dengan cermat, jelas diformulasikan
diuraikan baik perbuatan materilnya maupun unsur-unsur hukumnya itu, apakah memang
telah lengkap, dan lengkap itu meliputi antara lain: apakah semua unsur-unsur tindak
pidana menurut ketentuan perundangan pidana yang bersangkutan telah dengan lengkap
diuraikan. Apakah jenis deelneming demikian juga samenloop yang didakwakan tersebut
telah dengan tepat diformulasikan
sehingga tidak terjadi ketidaklengkapan unsur-unsur dari deelneming maupun
samenloop yang bersangkutan. Apakah jenis yang dikonstruksikan ini, apakah
tunggal, alternatif, subsidair, kumulatif, ataupun kombinasi telah lengkap
bentuknya ataupun susunannya (M.W. Pattipeilohy 1994:28).
Selain uraian yang cermat, jelas dan lengkap dari M.W.Pattipeilohy di atas,
ada pula pendapat lain yang mengemukakan ciri-ciri dari suatu dakwaan yang
cermat, jelas dan lengkap.
A. Soetomo, mengelompokkan, mencirikan cermat itu menyangkut dan
berkaitan dengan pola dakwaan yang akan dibuat. Jelas itu menyangkut dan
berkaitan dengan isi dakwaan tersebut yaitu kejelasan formulasinya. Lengkap itu menyangkut
dengan keutuhan dari dakwaan itu sendiri. Baharuddin Lopa mengelompokkan mencirikan,
cermat itu menyangkut dan berkaitan dengan ketepatan formulasi dakwaan. Jelas itu
menyangkut dan berkaitan dengan penggunaan isi dari dakwaan tersebut yaitu dalam bahasa yang
mudah dimengerti. Lengkap itu menyangkut dan berkaitan dengan keseluruhan dakwaan (meliputi
siapa, bagaimana, kapan dan dimana).
Kejaksaan Agung R.I. dalam pedomannya mengelompokkan, mencirikan cermat itu
menyangkut dan berkaitan dengan kesiapan dalam menghadapi pembuatan dakwaan. Jelas
itu menyangkut dan berkaitan dengan i si dari dakwaan tersebut yaitu
kemampuan memformulasikannya. Lengkap itu menyangkut dan berkaitan
dengan keseluruhan dari dakwaan itu sendiri.
Kecermatan ini meliputi keseluruhan surat dakwaan, kecermatan
mengenai syarat-syarat formal, kecermatan mengenai batang tubuh surat
dakwaan, apakah sudah jelas dan lengkap. Dan sifat ini harus dimiliki setiap Jaksa
Penuntut Umum dalam menyusun dakwaan. Contoh: Masih ditemukan pengisian
tanggal yang kosong dalam surat dakwaan dalam persidangan acara singkat,
atau lupa menandatangani surat dakwaan, atau pengetikan surat dakwaan yang
tidak memenuhi tata naskah. Uraian secara jelas. Apa yang dimaksud u r a i a n
suratdakwaanyangjelas?Yangdimaksuddenganjelasadalah
penguraian/penempatan uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam
surat dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang
didakwakan terhadap dirinya (Osman Simandjuntak, 1994:45 -46)
F. Rangkuman
Pada saat penuntut umum menerima tersangka dan barang bukti, penuntut
umum memeriksa identitas tersangka dan barang-barang bukti yang tercantum
dalam daftar barang bukti. Penuntut umum mencocokkan identitas tersangka yang
ada dalam berita acara pemeriksaan dalam berkas perkara dengan pengakuan
tersangka yang dituangkan dalam berita acara pemeri ksaan yang dibuat oleh
penuntut umum. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi error in persona
(kesalahan mengenai orangnya). Penuntut umum meneliti juga barang bukti
yang dibawa penyidik apakah sesuai dengan surat yang izin penyitaannya
diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pemeriksaan barang bukti ini
disaksikan oieh tersangka dan ditanyakan kepada tersangka apakah benar barang
tersebut adalah barang buktinya.
Pengertian cermat, jelas dan lengkap :

Cermat :
- apa ada pengaduan dalam hal delik aduan;
- apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat;
- Pasal 363 mempunyai unsur perbuatan yang sama dan mempunyai 1 (satu) pidana
sehingga apabila digabungkan ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 maka dakwaannya dapat
tunggal namun akan berbeda jika dilaksanakan pada Pasal 310 UU Lalu Lintas dan
Jalan Raya, dimana antara ayat 1, 2, 3, 4 mempunyai unsur pasal perbuatan yang
berbeda dan masing-masing mempunyai pidana sehingga harus dipisahkan dan
biasanya bentuknya Kumulatif
- Untuk penerapan pasal-pasal seperti narkotika, darurat, 303 maka dalam uraian surat
dakwaan harus ada kata-kata ”tanpa ijin”
- apakah tersangka dapat diminta pertanggungjawabannya ;
- apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa
- apakah tindak pidana tersebut tidak ne bis in idem

Jelas :
- jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan
yang lain yang unsurnya berbeda satu sama lain. Contohnya : penggabungan antara
unsur pasal 55 dan 56, pasal 372 dan 378, pasal 362 dan 480, pasal 310 dengan 359,
dst.
- contoh juga jika itu perkara Narkotika, maka jika penerapan Pasalnya 114 maka
uraiannya jangan membahas tentang kepemilikan atau penyalahgunaan cukup fakta
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli saja, begitu juga apabila
penerapan pasalnya 112 cukup diuraikan fakta kepemilikan saja, jangan menguraikan
kepemilikan namun juga menguraikan tentang jual beli, dll, dan begitu juga pada saat
menguraikan penerapan Pasal 127 maka cara menggunakan (sebagai bentuk bahwa yg
bersangkutan menggunakan) wajib diuraikan.
- Bagaimana cara perbuatan itu dilakukan.
- Kualifikasi barang bukti, hasil kesimpulan labfor, visum et repertum, penimbangan,
kualitas dan kuantitas agar dijelaskan secara baik sesuai dengan alat bukti surat yg ada

Lengkap :
- jangan sampai ada terjadi unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau
tidak diuraikan perbuatan materialnya secara tegas, baik keterkaitan saksi-saksi, peran
terdakwa dan kaitannya dengan barang bukti yang disita.
- Pengaruh copy paste kadang-kadang membuat kita lalai mengontrol kembali sehingga
sering terjadi uraian unsur pasal berbeda dengan pasal dakwaan, contohnya : uraian
unsur diuraikan unsur Pasal 112 tetapi dibawahnya terketik perbuatan terdakwa
diancam pidana Pasal 114, begitu juga sebaliknya dan lain-lain.
- Sehingga dalam surat dakwaan hrs dapat memberikan gambaran secara bulat dan utuh
tentang :
 tindak pidana yang dilakukan;
 siapa yang melakukan;
 dimana dilakukan;
 kapan dilakukan;
 bagaimana cara tindak pidana tersebut dilakukan;
 akibat apa yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut;
 apa motivasi terdakwa melakukan tindak pidana tersebut;
 ketentuan pidana yang tepat untuk diterapkan.

G. Diskusi
1. Membentuk kelompok diskusi
2. Diskusi masing-masing kelompok sesuai topik yang ditentukan widyaiswara
3. Presentasi masing-masing kelompok
4. Tanya jawab

H. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara singkat namun jelas.
1. Apa sebabnya sehingga tersangka ditanya identitasnya sesuai dengan berkas
perkara dan kartu tanda penduduk tersangka
2. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang jelas
3. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang lengkap
4. Apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang cermat
5. Apa sebabnya barang bukti diteliti sebelum diterima penuntut umum
6. Apa sebabnya tersangka ikut ditanya mengenai barang bukti yang
diserahkan penyidik
7. Apa sebabnya sehingga barang bukti harus sesuai dengan izin penyitaan
dari ketua pengadilan negeri setempat.
8. Apa sebabnya sehingga barang bukti yang disegel harus dibuka segelnya
dan diperiksa di hadapan penyidik
9. Apa sebabnya sehingga barang bukti berupa uang harus dihitung dihadapan
penyidik.

I. Balikan dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban anda dengan uraian materi yang terdapat dalam Bab V.
Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % atau Iebih, Anda dapat
meneruskan ke Bab VI. Akan tetapi, bila tingkat penguasaan Anda masih
dibawah 80%, Anda harus mengulang Bab V terutama bagian yang Anda belum
kuasai.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penelitian kelengkapan formil suatu berkas perkara adalah penelitian yang
menyangkut administrasi perkara yang sangat penting sebagai dasar
pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan.
2. Penelitian kelengkapan materil adalah penelitian mengenai alat-alat bukti yang
sesuai dengan undang-undang untuk membuktikan tindak pidana yang
disangkakan kepada tersangka, cara tindak pidana dilakukan/modus
operandinya, peran tersangka dalam perkara tersebut,
pertanggungjawaban pidana tersangka, waktu tindak pidana dilakukan
dan tempat tindak pidana terjadi.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil pembelajaran yang dilakukan dalam mata diklat Prapenuntutan,
peserta diklat dapat memahami cara penelitian kelengkapan berkas perkara pekara,
baik formil maupun materil. Selain itu diharapkan peserta diklat dapat membuat
rencana dakwaan yang jelas, lengkap dan cermat.

C. Tindak lanjut
Setelah peserta diklat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan sungguh-
sungguh, peserta diklat tentunya sudah dapat memperkirakan penguasaan
materi yang diminta pada masing-masing bab. Apabila tingkat penguasaan
peserta diklat kira-kira mencapai 80% ke atas, berarti peserta diklat sudah
memahami materi yang dimuat dalam bahan ajar Prapenuntutan. Akan tetapi,
apabila tingkat penguasaan peserta diklat kira-kira masih di bawah 80%, maka
peserta diklat harus mengulangi kembali pokok-pokok bahasan yang peserta diklat
belum pahami.
Semoga peserta diklat berhasil dalam mempelajari mata pelajaran pendidikan dan
pelatihan Prapenuntutan, dan menerapkannya dalam praktek pelaksanaan tugas sehari-
hari.
KEPUSTAKAAN

1. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, 2006, Jakarta.
2. . KUHP DAN KUHAP Edisi Revisi, Rineka Cipta, 2008, Jakarta.
3. Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,
2003, Mandar Maju, Bandung.
4. Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, 1995,
Jakarta.
5. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, 2007,
Sinar Grafika, Jakarta.
6. M.W.Pattipeilohy, Uraian Secara Cermat, Jelas dan Lengkap Mengenai
Tindak Pidana yang Didakwakan Serta Pembatalannya, Kejaksaan Agung. R.I.
1994, Jakarta.
7. Osman Simanjuntak, Teknik Perumusan Perbuatan Pidana dan Azas-Azas
Umum, 1997, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta
8. .Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, 1994 , Kejaksaan Agung
Republik Indonesia, Jakarta.
9. Suhario, RM. Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, 2006, Sinar Grafika,
Jakarta.
10. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, 1967, Sumur Bandung,
Djakarta.
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
LAMPIRAN : SURAT JAKSA AGUNG
MUDA TINDAK PIDANA
UMUM
NOMOR : 840/F/9/1993
TANGGAL : 8 SEPTEMBER 1993
TENTANG : PELAKSANAAN TUGAS
PRA PENUNTUTAN

HASIL PENELITIAN BERKAS PERKARA


1. PERSYARATAN FORMIL
NO YANG DITELITI CORET KET.
YANG
1 2 3 4
1. Sampul Berkas perkara Ada/tidak
- Nama tersangka
- Tempat lahir
- Umur/tanggal lahir
- jenis kelamin
- Kebangsaan/kewarganegaraan
- Tempat tinggal
- Agama
- Pekerjaan
- Identitas lain kalau ada x) Ada/Tidak
(1) Pendidika
n ( 2 ) N o mor
KT P. ( 3 ) N o m o
rSIM
(4) N o mor Pa sp or
2. (5) La i n - lain Daftar Ada/Tidak
isi berkas perkara
3. Ada/tidak
4. RESUME Ada/tidak

5. Surat Pengaduan Ada/tidak


Laporan polisi
6. Surat perintah penyidikan Ada/Tidak
7. Berita Acara Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara Ada/Tidak
8. Surat Pemberitahuan dimulainya penyelidikan Ada/Tidak
9. Surat Panggilan tersangka/saksi Ada/Tidak
10. Surat Perintah membawa tersangka/saksi Ada/Tidak
11. Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ada/Tidak
12. Berita Acara Pemeriksaan Ahli Ada/Tidak
13. Berita Acara Penyumpahan Saksi Ada/Tidak
14. Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Ada/Tidak
15. Surat kuasa tersangka kepada penasehat hokum Ada/Tidak
16. Berita Acara Konfrontasi Ada/Tidak
17. Berita Acara Rekontruksi Ada/Tidak
18. Surat Permintaan Visum et Repertum Ada/Tidak
19. Surat Keterangan Dokter/Visum et repertum Ada/Tidak
20. Berita Acara Hasil Pemeriksaan oleh ahli Ada/Tidak
(al. hasil pemeriksaan laboraturium)
21. Surat Perintah Penangkapan Ada/Tidak
22. Berita Acara Penangkapan Ada/Tidak
23. Surat Perintah Penahanan Ada/Tidak
24. Berita Acara Penahanan Ada/Tidak
25. Surat Perintah Penangguhan Penahanan Ada/Tidak
26. Berita Acara Penangguhan penahanan (Siapa dan Ada/Tidak
Berapa jaminannya dicatat dalam kolom keterangan)
27. Surat Pencabutan Penahanan Ada/Tidak
28. Berita Acara pencabutan penangguhan penahanan Ada/Tidak
29. Surat Perintah Pengalihan jenis penahan Ada/Tidak
30. Berita Acara Pengalihan jenis penahanan Ada/Tidak
31. Surat permintaan perpanjangan penahanan kepada Ada/Tidak
kejaksaan
32. Surat ketetapan perpanjangan penahan dari kejaksaan Ada/Tidak
33. Surat penolakan permintaan perpanjangan dari Ada/Tidak
kejaksaan
34. Surat Permintaan Perpanjangan penahanan kepada Ada/Tidak
ketua pengadilan negeri
35. Surat Penetapan perpanjangan penahanan dari ketua Ada/Tidak
pengadilan negeri
36. Surat penolakan permintaan perpanjangan penahanan Ada/Tidak
dari ketua pengadilan negeri
37. Surat Perintah membawa tahanan Ada/Tidak
38. Berita Acara pelaksanaan membawa tahanan Ada/Tidak
39. Surat perintah pengeluaran tahanan Ada/Tidak
40. Berita Acara pengeluaran tahanan Ada/Tidak
41. Laporan/Surat permintaan izin penggeledahan kepada Ada/Tidak
ketua pengadilan negeri
42. Surat persetujuan/izin penggeledahan dari ketua Ada/Tidak
pengadilan negeri.
43. Surat perintah penggeledahan rumah, badan, pakaian, Ada/Tidak
dll
44. Berita Acara Penggeledahahan rumah, badan, pakaian, Ada/Tidak
dll
45. Laporan/Surat permintaan izinpenyitaan kepada ketua Ada/Tidak
pengadilan negeri
46. Persetujuan/Surat penetapan penyitaan dari ketua Ada/Tidak
pengadilan negeri
47. Surat Perintah penyitaan barang bukti Ada/Tidak
48. Berita Acara penyitaan barang bukti Ada/Tidak
49. Surat perintah Penyisihan barang bukti Ada/Tidak
50. Berita Acara Penyisihan Barang Bukti Ada/Tidak
51. Berita acara pembungkusan barang bukti Ada/Tidak
52. Penyegelan Barang bukti Ada/Tidak
53. Surat Perintah Pelelangan Barang Bukti Ada/Tidak
54. Berita Acara Penerimaan hasil lelang barang bukti Ada/Tidak
55. Surat Perintah pengembalian barang bukti Ada/Tidak
56. Berita Acara Pengembalian Barang Bukti Ada/Tidak
57. Surat Perintah Pemeriksaan Surat Ada/Tidak
58. Berita Acara pemeriksaan surat Ada/Tidak
59. Surat perintah penyitaan surat Ada/Tidak
60. Berita Acara Penyitaan Surat Ada/Tidak
61. Surat Tanda penerimaan barang/surat bukti Ada/Tidak
62. Daftar perincian barang bukti berupa dokumen/uang Ada/Tidak
63. Petikan surat putusan pemindanaan terdahulu Ada/Tidak
64. Daftar Saksi Ada/Tidak
65. Daftar tersangka Ada/Tidak
66. Daftar Barang Bukti Ada/Tidak
67. Berita Acara Tindakan Lain Ada/Tidak

II. PERSYARATAN MATERIL


NO YANG DITELITI CORET KETERANGAN
YANG
TIDAK
PERLU
1 2 3 4
1. Tindak pidana yang disangkakan Sesuai/Tidak
2. Unsur delik apakah sudah diuraikan secara: Ya/Tidak
- Cermat
- Jelas
- Lengkap
3. Tempus Delicti Ya/Tidak
4. Locus Delicti Ya/Tidak
5. Peran Kedudukan masing-masing Ya/Tidak
tersangkaterhadap perbuatan yang disangkakan xx)
6. Alat Bukti: Ya/Tidak
- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan Tersangka
7. Pertanggungjawaban pidana dari tersangka Ya/Tidak
8. Kaitan kejahatan dengan kekayaan negara Ya/Tidak
9. Lain-lain Ya/Tidak
Kompetensi Absolut
Kompetensi Relatif
xx) Mis. Yang melakukan, yang menyuruh lakukan, turut melakukan, membantu
dll.
1. Hasil penyelidikan sudah lengkap perlu dilanjutkan penyerahan
tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti untuk segera
menentukan apakah perkara itu sudah memenuhi persyaratan
untuk dilimpahkan ke pengadilan
(Pasal 139 KUHAP)
2. Hasil Penyelidikan belum lengkap, perlu memberi petunjuk
antara lain:
- Perkara perlu displit
- Perlu saksi ahli
- Perlu alat bukti

3. Lain-lain:
- Perkara koneksitas
- Termasuk wewenang Pengadilan negeri lain

Jakarta,
Jaksa peneliti

Anda mungkin juga menyukai