Anda di halaman 1dari 4

Peran Pemuda dalam Mengoptimalkan Media Sosial untuk Menanggulangi

Hoaks di Masa Pandemi

(Kevin Wisnumurthi Adhi Nugroho)

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 yang melanda dunia belum menunjukkan tanda akan


usai. Salah satu penyebab tidak kunjung usainya pandemi ini adalah lambatnya
respons pemerintah. Salah satu dampak dari lambatnya respons pemerintah adalah
beredarnya berita bohong (hoaks) di masyarakat. Kementerian Komunikasi dan
Informatika menemukan bahwa per tanggal 30 Januari 2021, ada 1.396 isu hoaks
COVID-19 dengan 92 di antaranya terkait vaksin (Republika 2021). Keseluruhan isu
tersebut tersebar dalam 2.209 konten di sejumlah media sosial, seperti Facebook,
Instagram, dan Twitter. Dari semua media sosial tersebut, hoaks paling banyak
ditemukan di Facebook (Bafadhal & Santoso 2020).

Masifnya penyebaran hoaks dapat menimbulkan dampak yang fatal. Dampak


tersebut berupa tumbuhnya perilaku panic buying (Naeem 2021), gangguan kesehatan
mental (Erku et al. 2021), dan terjerumusnya masyarakat ke dalam perilaku kesehatan
menyesatkan (Orso et al. 2020). Jika dibiarkan, maraknya hoaks dapat menghambat
usaha pengentasan COVID-19. Maka dari itu, sebagai penerus bangsa, pemuda
sepatutnya mengambil peran dalam menanggulangi hoaks di masa pandemi. Cara
yang realistis untuk dilakukan adalah dengan mengoptimalkan media sosial.

Pembahasan

Laporan yang dikeluarkan oleh Hootsuite dan We Are Social (2020)


menunjukkan bahwa pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2020 berjumlah
160 juta orang atau 59% dari total penduduk. Angka ini meningkat 8,1% dari tahun
2019. Lebih lanjut lagi, rata-rata waktu pengaksesan media sosial di Indonesia adalah
3 jam 26 menit setiap harinya, hampir 1 jam lebih lama dibanding rata-rata dunia.
Data ini menunjukkan bahwa media sosial sangatlah erat dengan kehidupan sehari-
hari masyarakat. Di satu sisi, media sosial memang merupakan tempat penyebaran
hoaks, tetapi di saat yang sama pemuda dapat menggunakan media sosial untuk
memberantas hoaks. Lantas, apa yang dapat pemuda lakukan?

Hal pertama yang dapat pemuda lakukan adalah melakukan edukasi secara
kolektif, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Bentuk edukasi yang dilakukan
terbagi menjadi dua. Pertama, edukasi mengenai literasi kesehatan. Literasi kesehatan
sangatlah penting karena ada korelasi antara tingkat literasi yang rendah dengan
angka kematian yang tinggi (Fabbri et al. 2018). Bentuk edukasi kedua yang dapat
dilakukan adalah edukasi mengenai cara mengidentifikasi berita hoaks. Dengan
melakukan dua bentuk edukasi ini, harapannya masyarakat dapat secara mandiri
mengidentifikasi berita yang merupakan hoaks.

Setelah mampu mengidentifikasi berita hoaks, hal kedua yang dapat pemuda
lakukan adalah secara kolektif menahan diri untuk tidak menyebarkan berita yang
tidak jelas validitasnya. Hal ini sangat penting karena seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, penyebaran hoaks dapat mengakibatkan berbagai dampak fatal. Kunci
dari keberhasilan dua langkah ini terletak pada kolektivitasnya. Sesuai dengan konsep
bandwagon effect, semakin banyak orang yang melakukan sesuatu, maka lebih
banyak orang yang akan mengikuti hal tersebut (Schmitt-Beck 2015).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan, kita dapat mengetahui


bahwa hoaks memiliki dampak fatal yang berpotensi menghambat pengentasan
pandemi COVID-19. Maka dari itu, perlu ada solusi untuk menyelesaikan masalah
ini. Sebagai nakhoda masa depan bangsa, pemuda harus memiliki andil dalam
menghadirkan solusi. Solusi yang realistis untuk dilakukan di masa pandemi adalah
pengoptimalan media sosial. Dengan bergerak secara kolektif dalam mengoptimalkan
media sosial, harapannya hoaks dapat ditanggulangi dan Indonesia mampu selangkah
lebih maju menuju pengentasan pandemi.
Daftar Pustaka

Bafadhal, O.M. and Santoso, A.D., 2020. Memetakan pesan hoaks berita COVID-19
di Indonesia lintas kategori, sumber, dan jenis disinformasi. Bricolage: Jurnal
Magister Ilmu Komunikasi, 6(02), pp.235-249.

Erku, D.A., Belachew, S.A., Abrha, S., Sinnollareddy, M., Thomas, J., Steadman,
K.J. and Tesfaye, W.H., 2021. When fear and misinformation go viral:
Pharmacists' role in deterring medication misinformation during
the'infodemic'surrounding COVID-19. Research in Social and Administrative
Pharmacy, 17(1), pp.1954-1963.

Fabbri, M., Yost, K., Rutten, L.J.F., Manemann, S.M., Boyd, C.M., Jensen, D.,
Weston, S.A., Jiang, R., and Roger, V.L., 2018, January. Health literacy and
outcomes in patients with heart failure: a prospective community study. In
Mayo Clinic Proceedings (Vol. 93, No. 1, pp. 9-15). Elsevier.

Hootsuite & We Are Social. 2020. Digital 2020 Indonesia. [Online]. [Accessed 17
Februari 2021]. Available from: https://datareportal.com/reports/digital-2020-
indonesia.

Mursid, F. 2021. Ada 1.926 Konten Hoaks Covid-19 Diblokir. [Online]. [Accessed 17
Februari 2021]. Available from:
https://www.republika.co.id/berita/qnufmg284/menkominfo-ada-1926-
konten-emhoaksem-covid19-diblokir.

Naeem, M., 2021. Do social media platforms develop consumer panic buying during
the fear of Covid-19 pandemic. Journal of Retailing and Consumer Services,
58, p.102226.

Orso, D., Federici, N., Copetti, R., Vetrugno, L. and Bove, T., 2020. Infodemic and
the spread of fake news in the COVID-19-era. European Journal of
Emergency Medicine.
Schmitt‐Beck, R., 2015. Bandwagon effect. The international encyclopedia of
political communication, pp.1-5.

Anda mungkin juga menyukai