Anda di halaman 1dari 4

Siswati

20/462834/SP/29817
UTS Ragam Arena Komunikasi

Strategi Diseminasi Informasi Vaksin Covid-19 melalui Media Sosial:


Targetkan Berdasarkan Aspek Geografi dan Demografi, Bukan Hanya Preferensi

Penetrasi media sosial di Indonesia, bahkan dunia terus meningkat. Tahun ini, menurut Digital
in Indonesia: All the Statistics You Need in 2021 (2021), terjadi peningkatan penetrasi media
sosial sebanyak 13,2% dari Januari 2020 sampai Januari 2021. Oleh karena itu, tidak sedikit
dari tenaga kesehatan dan pemerintah yang melakukan diseminasi informasi vaksin covid-19
melalui media sosial karena melihat potensi tersebarnya informasi ini kepada lebih banyak
orang. Namun, setiap pengguna memiliki preferensi sendiri terhadap informasi apa yang akan
ia dengarkan dan algoritma media sosial secara otomatis akan menuntun mereka kepada
informasi yang sesuai preferensi mereka saja. Di samping itu, berbagai rumor, teori konspirasi,
dan misinformasi dapat dengan mudah tersebar di media sosial. Akibatnya, sebagian
masyarakat Indonesia, bahkan dunia masih skeptis terhadap vaksin covid-19. Mereka yang
menolak vaksinasi ini biasa disebut golongan antivaksin. Tulisan ini akan membahas
bagaimana seharusnya diseminasi informasi vaksin covid-19 dilakukan melalui media sosial.
Diseminasi informasi vaksin covid-19 dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk
komunikasi kesehatan. Menurut “Encyclopedia of Communication Theory” (2009), untuk
mengkoordinasi masyarakat dengan penyedia layanan kesehatan terkait kesehatan individu dan
masyarakat, komunikasi kesehatan penting dilakukan. Adapun menurut (Rahmadiana, 2012)
komunikasi kesehatan merupakan usaha sistematis untuk memengaruhi secara positif perilaku
kesehatan individu dan komunitas masyarakat menggunakan berbagai prinsip dan metode
komunikasi. (Darmasetiadi, 2019) menjabarkan beberapa langkah penting dalam diseminasi
informasi. Beberapa langkah tersebut berkaitan dengan tujuan diseminasi informasi, pesan inti,
target audiens, media yang paling efektif, dorongan agar audiens memberi tanggapan, frekuensi
pesan, dan dampak positif negatifnya.
Menyadari pentingnya memahami target audiens, seharusnya diseminasi informasi di
media sosial terkait vaksin covid-19 mampu memengaruhi audiens yang semula skeptis
terhadap vaksin. Ada beberapa strategi segmentasi yang bisa dimanfaatkan akun media sosial
instansi kesehatan di Indonesia seperti Kemenkes RI. Setidaknya, terdapat empat jenis
segmentasi yang populer digunakan dalam strategi promosi di media sosial, yaitu segmentasi
geografi, demografi, psikologi, dan behavioral atau perilaku.
Selama ini, setidaknya di akun Instagram dan Tiktok, Kemenkes RI baru melakukan
diseminasi informasi dengan mengunggah konten, tetapi konten tersebut belum dipromosikan
menggunakan fitur profesional dari masing-masing platform tersebut. Artinya, kemungkinan
konten-konten di media sosial tersebut hanya disimak oleh mereka yang mengikuti akun
Kemenkes RI ataupun mereka yang cenderung sudah mau divaksin karena sistem algoritma
yang bekerja cenderung hanya terkait preferensi pengguna (aspek psikologis dan behavioral).
Kalaupun ada konten ajakan vaksin yang sampai pada halaman media sosial mereka yang
antivaksin, konten tersebut biasanya hanya konten yang viral saja. Sayangnya, dari sekian
banyak konten tentang vaksin yang diunggah di media sosial, hanya dua atau tiga saja yang
berhasil sampai ditonton lebih dari 500 ribu pengguna media sosial, seperti konten vaksinasi
ibu hamil edisi “Keluarga Park-Shin” di Tiktok. Tentu saja diseminasi informasi melalui media
sosial seperti ini tidaklah buruk. Namun, sebaiknya para pengelola akun media sosial instansi
kesehatan mampu mengoptimalkan potensi yang ada, salah satunya dengan melalui segmentasi
berbayar, tetapi lebih efektif.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh University of Maryland, terdapat 20,9%
pemuda kelompok usia 18-24 tahun dan 21,4% kelompok usia 25-34 tahun yang masih
meragukan vaksin covid-19. Kelompok usia tersebut menjadi kelompok usia dengan tingkat
keraguan vaksin covid-19 paling tinggi di Indonesia. Selain itu, dari aspek geografi, provinsi
Riau dan Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan tingkat keraguan vaksin tertinggi di antara
kelompok usia 18-24 tahun (Erwanti, 2021). Komposisi ini mengindikasikan bahwa terdapat
potensi besar bagi intansi kesehatan Indonesia untuk melakukan diseminasi informasi di
Indonesia. Alasannya adalah kelompok usia 25-34 tahun dan 18-25 tahun di Indonesia
diketahui menjadi kelompok usia yang paling banyak mengakses media sosial (Digital in
Indonesia: All the Statistics You Need in 2021, 2021). Oleh karena itu, penting bagi pengelola
akun media sosial instansi kesehatan seperti Kemenkes RI agar bisa mempromosikan
diseminasi informasinya untuk target pengguna media sosial usia 18-34 tahun dan juga
pengguna media sosial Indonesia di wilayah Riau dan Sumatera Selatan. Caranya yaitu dengan
membeli layanan promosi di masing-masing platform media sosial yang digunakan lalu
menyesuaikan fitur sasaran atau target berdasarkan kelompok usia tersebut. Namun, tantangan
yang mungkin muncul adalah terkait akses internet di daerah Riau dan Sumatera Selatan.
Menurut survei pengguna internet dari APJII tahun 2020, akses internet di kedua daerah
tersebut masih tergolong rendah di Indonesia. Diketahui hanya terdapat sekitar 4 juta pengguna
internet di Riau dan kurang dari 7 juta di Sumsel (Slamet J.P., 2021). Jumlah tersebut sangat
jauh jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi di Jawa. Meskipun begitu, promosi
diseminasi informasi vaksin covid-19 melalui media sosial dengan promosi berbayar perlu
dicoba.
Selain permasalahan target, terdapat hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam
diseminasi informasi vaksin covid-19, yaitu isi pesan. Berdasarkan survei dari University of
Maryland, sebagian besar responden yang masih memiliki keraguan terhadap vaksinasi covid-
19 diketahui mengkhawatirkan efek samping vaksin. Oleh karena itu, sebaiknya pesan yang
dimuat dalam diseminasi informasi tersebut merupakan pesan yang mampu meyakinkan
audiens bahwa terdapat metode khusus dari tenaga kesehatan untuk mengantisipasi,
meminimalisasi, ataupun mengatasi efek samping vaksin covid-19. Tidak lupa juga sertakan
ajakan (a call to action) pada pesannya. Dengan begitu, pesan tersebut akan memengaruhi
pemikiran dan perilaku audiens.
Demikian ulasan mengenai praktik diseminasi informasi vaksinasi covid-19 di
Indonesia yang dilakukan melalui media sosial. Upaya yang telah dilakukan instansi kesehatan
melalui media sosial tentu saja memiliki dampak baik, misalnya meningkatkan kedekatan
antara instansi dengan masyarakat melalui kolom komentar ketika sebuah konten diunggah.
Namun, apabila ditinjau kembali, masih ada metode promosi yang lebih efektif untuk
digunakan, yaitu iklan dengan segmentasi geografi dan demografi.
Daftar Pustaka
Darmasetiadi, D. (2019). Optimalisasi Diseminasi Informasi Pada Mitigasi Bencana.
Pendekatan Multidisiplin Ilmu Dalam Manajemen Bencana, 1–7.
http://prosiding.respati.ac.id/index.php/PSN/article/view/12
Digital in Indonesia: All the Statistics You Need in 2021. (2021).
https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia
Encyclopedia of Communication Theory. (2009). In S. W. Littlejohn & K. A. Foss (Eds.),
Family Communication. SAGE Reference Publication.
https://doi.org/10.4324/9781315228846-3
Erwanti, M. O. (2021, May 12). Survei: 80% Warga RI Bersedia Divaksin, Kelompok Muda
Paling Ragu. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-5567665/survei-80-warga-ri-
bersedia-divaksin-kelompok-muda-paling-ragu
Rahmadiana, M. (2012). Komunikasi Kesehatan : Sebuah Tinjauan*. Jurnal Psikogenesis,
1(1), 88–94. https://doi.org/https://doi.org/10.24854/jps.v1i1.38
Slamet J.P. (2021). Pengguna Internet di Indonesia.
https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/peta-tematik/pengguna-internet-di-
indonesia

Anda mungkin juga menyukai