Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN BENCANA

“SISTEM KOMUNIKASI BENCANA”

Di Susun Oleh
Kelompok III
Astrid Diastari
Ferni alfrida
Moh. Sagaf
Nurlian
Robert Tangke
Stelamaris Gimbo
Sylvia Anggraini

Sekolah Tinggi Kesehatan Widya Nusantara Palu


Program Profesi Ners
Tahun 2020/2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan kemurahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Sitem Komunikasi Bencana”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi semuanya.

Palu September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 3


A. Definisi bencana ....................................... .................................... 3
B. Jenis bencana ................ ............................... …........................... 3
C. Konsep komunikasi bencana ................................ ......................... 4
D. Sistem informasi dalam penanggulangan bencana ....................... 8
E. Skema komunikasi dalam bencana…............................................ 9
F. Penyebaran informasi bencana ke masyarakat .............................. 10
G. Mekanisme kerja informasi .......................................................... 11
H. Lembaga yang berperan dalam penyampaian informasi................ 15

BAB IV PENUTUP .................................................................................... 20


A. Kesimpulan ....................................................................................... 20
B. Saran .............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri yang beruntung karena dianugerahi oleh Tuhan
YME sumber daya alam yang berlimpah. Tanahnya yang subur, alamnya yang
indah beserta kandungan kekayaan di perut bumi nusantara pantas untuk
disyukuri oleh seluruh bangsa.Namun begitu, di balik kekayaan alamnya, negeri
nusantara menyimpan segudang potensi bencana baik alam maupun non alam.
Gempa, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran, kecelakaan transportasi,
kegagalan teknologi dan lainnya menjadi bagian kehidupan rakyat negeri ini.
Terlepas bagi sebagian kalangan itu bentuk cobaan dari Tuhan atau bukan, cara
terbaik menyikapi ancaman bencana adalah mempersiapkan diri sebelum
bencana itu hadir.
Belajar dari bencana gempa dan tsunami Aceh-Nias 2004 yang menimbulkan
korban jiwa lebih dari dua ratus ribu jiwa, Indonesia baru mulai mempersiapkan
penanggulangan bencana dengan lebih terencana. Pembentukan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat nasional dan Badan
Penanggulangan Daerah (BPBD) di level daerah diharapkan mampu
mengefektifkan upaya untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi situasi
bencana, mengatasi kondisi darurat bencana hingga merehabilitasi pasca-
bencana. Kehadiran UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
juga merupakan bagian dari rencana bangsa ini mempersiapkan segala potensi
menghadapi bencana.
Penanggulangan bencana harus didukung dengan berbagai pendekatan baik
soft power maupun hard power untuk mengurangi resiko dari bencana.
Pendekatan soft power adalah dengan mempersiapkan kesiagaan masyarakat
melalui sosialisasi dan pemberian informasi tentang bencana. Sementara hard
power adalah upaya menghadapi bencana dengan pembangunan fisik seperti

1
membangun sarana komunikasi, membangun tanggul, mendirikan dinding beton,
mengeruk sungai dan lain-lain. Dalam UU, dua hal ini yang disebut mitigasi
bencana. Pada dua pendekatan inilah, komunikasi bencana amat dibutuhkan.
Komunikasi dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat
bencana, tapi juga penting pada saat dan pra bencana. Mempersiapkan
masyarakat di daerah rawan bencana tentu harus senantiasa dilakukan. Selain
informasi yang memadai tentang potensi bencana di suatu daerah, pelatihan dan
internalisasi kebiasaan menghadapi situasi bencana juga harus dilakukan secara
berkelanjutkan. Tapi harus diingat, informasi berlimpah saja tidak cukup untuk
menyadarkan warga atas bahaya bencana yang mengancam.
Cara menyampaikan informasi juga harus dilakukan dengan tepat. Kekeliruan
dalam mengkomunikasikan sebuah informasi, bisa menimbulkan ketidakpastian
yang memperburuk situasi. Dalam situasi ini, pendekatan komunikasi budaya dan
lintas budaya amat dibutuhkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi bencana
2. Bagaimana jenis bencana
3. Bagaimana konsep komunikasi bencana
4. Bagaimana sistem informasi dalam penanggulangan bencana
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi bencana
2. Agar mahasiswa mengetahui jenis bencana
3. Agar mahasiswa mengetahui konsep komunikasi bencana
4. Agar mahasiswa mengetahui sistem informasi dalam penanggulangan
bencana

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Bencana
Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan
Bencana, dikemukakan, ”bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor
manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau
International Strategy for Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa
(ISDR 2004), mendefinisikan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang
meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan
yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasinya dengan
menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar
bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es,
gelombang panas, hurikan, badai tropis, tornado, kebakaran liar dan wabah
penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya adalah
kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan
oleh kombinasi faktor manusia dan alam.
B. Jenis Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

3
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror (UU RI,
2007).
C. Konsep Komunikasi Bencana
Istilah komunikasi bencana belum menjadi konsep popular dalam bidang
komunikasi maupun bidang kebencanaan. Meski penelitian komunikasi bencana
sendiri telah banyak dilakukan, namun di Indonesia kajian komunikasi terkait
bencana baru banyak dilakukan setelah peristiwa bencana alam gempa dan
tsunami Aceh tahun 2014. Meski demikian, kesadaran akan pentingnya
komunikasi dalam penanganan bencana semakin tinggi belakangan ini. Salah
satu titik penting yang menjadi perhatian terkait komunikasi dalam bencana
adalah masalah ketidakpastian. Menurut Frank Dance (dalam Littlejohn, 2006:
7), salah satu aspek penting di dalam komunikasi adalah konsep reduksi
ketidakpastian. Komunikasi itu sendiri muncul karena adanya kebutuhan untuk
mengurangi ketidakpastian, supaya dapat bertindak secara efektif demi
melindungi atau memperkuat ego yang bersangkutan dalam berinteraksi secara
indivuidual maupun kelompok. Dalam penanganan bencana, informasi yang
akurat diperlukan oleh masyarakat maupun lembaga swasta yang memiliki
kepedulian terhadap korban bencana.
Komunikasi dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat
bencana, tapi juga penting pada saat dan pra bencana. Sebagaimana dikatakan
bahwa komunikasi adalah cara terbaik untuk kesuksesan mitigasi bencana,
persiapan, respon, dan pemulihan situasi pada saat bencana. Kemampuan untuk

4
mengkomunikasikan pesan-pesan tentang bencana kepada publik, pemerintah,
media dan pemuka pendapat dapat mengurangi resiko, menyelamatkan
kehidupan dan dampak dari bencana (Haddow and Haddow, 2008: xiv).
Menurut Haddow dan Haddow (2008: 2) terdapat 4 landasan utama dalam
membangun komunikasi bencana yang efektif yaitu:
1. Costumer Focus
Yaitu memahami informasi apa yang dibutuhkan oleh pelanggan dalam hal
ini masyarakat dan relawan. Harus dibangun mekanisme komunikasi yang
menjamin informasi disampaikan dengan tepat dan akurat.
2. Leadership commitment
Pemimpin yang berperan dalamtanggap darurat harus memiliki komitmen
untuk melakukan komunikasi efektif dan terlibat aktif dalam proses
komunikasi
3. Situational awareness
Komunikasi efektif didasari oleh pengumpulan, analisis dan diseminasi
informasi yang terkendali terkait bencana. Prinsip komunikasi efektif
seperti transparansi dan dapat dipercaya menjadi kunci.
4. Media partnership
Media seperti televisi, surat kabar, radio, dan lainnya adalah media yang
sangat penting untuk menyampaikan informasi secara tepat kepada publik.
Kerjasama dengan media menyangkut kesepahaman tentang kebutuhan
media dengan tim yang terlatih untuk berkerjasama dengan media
untukmendapatkan informasi dan menyebarkannya kepada publik.
Penanggulangan bencana, harus didukung dengan berbagai pendekatan baik
soft power maupun hard power untuk mengurangi resiko dari bencana.
Pendekatan soft power adalah dengan mempersiapkan kesiagaan masyarakat
melalui sosialisasi dan pemberian informasi tentang bencana.Sementara hard
power adalah upaya menghadapi bencana dengan pembangunan fisik sepeti
membangun sarana komunikasi, membangun tanggul, mendirikan dinding beton,

5
mengeruk sungai dll. Dalam UU, dua hal ini yang disebut mitigasi bencana. Pada
dua pendekatan inilah, komunikasi bencana amat dibutuhkan.
Dalam UU No 23 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah satu
langkah yang penting dilakukan untuk pengurangan resiko bencana adalah
melalui mitigasi bencana. Dijelaskan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya
untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Salah
satu bentuk kegiatan mitigasi bencana menurut pasal 47 ayat 2 (c) adalah melalui
pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
Sebagaimana dijelaskan Susanto (dalam Budi, 2011: 17) bahwa untuk
mengintegrasikan karakter masyarakat kawasan rawan bencana dengan regulasi
pemerintah dalam penanganan bencana, bisa tercapai dengan baik jika kedua
belah pihak mampu menciptakan komunikasi kohesif yang menghasilkan
pemahaman bersama. Namun persoalannya dalam kondisi darurat bencana,
membuka sinyal komunikasi untuk menangani korban dengan cepat, tidak mudah
untuk dilaksanakan. Sebab, lembaga pemerintah dibelenggu oleh belantara
peraturan, sedangkan masyarakat, selain tetap berpijak kepada nilai setempat,
juga dikuasai oleh pesan-pesan dari sumber yang tidak jelas nilai faktualnya.
D. Sistem Informasi Dalam Penanggulangan Bencana
Sistem Informasi adalah kumpulan modul atau komponen yang dapat
mengumpulkan, mengelola, memproses, menyimpan, menganalisa dan
mendistribusikan informasi untuk tujuan tertentu (Turban wt al).
Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,
bersifat manajerial, dan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar
tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. (Robert A. Leitch/K. Roscoe
Davis).
Komunikasi bencana sangat dibutuhkan dalam keadaan bencana dari mulai
pra bencana, bencana terjadi dan pasca bencana. Komunikasi merupakan cara

6
terbaik yang dapat dilakukan guna mencapai kesuksesan dari proses
penanggulangan bencana seperti mitigasi bencana, persiapan, respon, dan
pemulihan situasi pada saat bencana.
Kemampuan mengkomunikasikan berbagai macam pesan tentang bencana
kepada publik baik pemerintah, media dan masyarakat dapat mengurangi resiko
bencana, menyelamatkan nyawa dan dampak dari bencana tersebut. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana telah membawa pergeseran paradigma dalam penanggulangan bencana
dari hanya menanggapi situasi saat bencana terjadi (tanggap darurat) ke
pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan didapat sebuah model
komunikasi bencana dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Berikut model
komunikasi menurut Jaelani (2019):

7
Sebelum
(Mitigasi
Bencana)
Saat (Respon)
Komunikasi Bencana
Sesudah
(Pemulihan )
Stakeholder

Masyarakat Pemerintah Media/Swasta

Sistem Penanggulangan
Bencana di Indonesia

Gambar 1. Model Komunikasi Bencana


Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai
fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengendalian dalam lingkup “Siklus Penanggulangan Bencana” (Disaster
Management Cycle).

8
Siklus diatas dimulai pada waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan
pencegahan, mitigasi (pelunakan/penjinakan dampak) dan kesiapsiagaan.
Kemudian pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan
selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa kegiatan pemulihan dan
rekonstruksi (Nick Carter), maka upaya penanggulangan bencana harus didukung
oleh suatu sistem informasi yang memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk:
a. Meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana bagi
semua mekanisme penanggulangan bencana, baik pada tingkat pusat maupun
daerah pada semua tahapan penanggulangan bencana.
b. Mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan tepat,
termasuk di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan kejadian
bencana; dan
c. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak yang
terkait dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di Indonesia
maupun negara asing melalui fasilitas jaringan global.

9
E. Skema Komunikasi dalam Bencana
Proses penyebaran informasi di mulai dari sumber informasi, seperti
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), badan SAR Nasional
(BASARNAS), para relawan dan masyarakat. Selanjutnya Informasi
diverivikasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk
mengecek kebenarannya dan dikirim ke operator seluler yang selanjutnya
disebarluaskan ke masyarakat di daerah yang dituju melalui pesan singkat.
Dengan cara ini diharapkan masyarakat dapat terhindar dari isu menyesatkan
oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Sumber informasi yang merupakan bagian input-BMKG, PVMBG,


BASARNAS, relawan dan masyarakat- yang memberikan informasi di
lapangan kepada BMKG selaku badan yang dibentuk pemerintah untuk
menangani masalah bencana. Untuk memastikan informasi BNPB melakukan
cross check untuk menghindari kesalahan informasi dan selanjutnya informasi
diteruskan ke sejumlah operator seluler untuk disampaikan ke seluruh
pelanggan di daerah yang dituju dengan menggunakan pesan singkat cell
broadcast.

10
F. Penyebaran Informasi Bencana ke Masyarakat
Media penyampaian informasi yang banyak digunakan untuk
penyampaian informasi yang cepat adalah dengan menggunakan suara, seperti
yang dikenal nenek moyang kita yang sering disebut media konvensional
dengan menggunakan peralatan seperti kentongan, terompet, peluit,bedug dan
lain sebagainya. Kendala utama pada peralatan konvensional adalah jarak
yang dicapai tidak jauh. Setelah ditemukan radio kendala jarak dapat diatasi
tetapi konsekuwensi biaya yang dikeluarkan mahal dan kurang praktis.
Dengan teknologi yang terus berkembang terutama setelah era computer
tiba, penyampaian pesan tidak lagi didominasi dengan menggunakan suara
tetapi telah beralih ke bentuk teks, gambar bahkan halaman website. Dari
semua media penyampaian pesan yang banyak digunakan adalah
menggunakan layanan pesan singkat (SMS).
Cell broadcast merupakan jenis layanan pesan singkat yang dimiliki
operator seluler dimana pesan ini dikirimkan melalui jaringan seluler kepada
semua perangkat telepon seluler yang ter-cover oleh jaringan seluler.
Beberapa kelebihan cell broadcast diantaranya :
1. Layanan berbasis lokasi
Cell broadcast kemampuan mengirim pesan sesuai dengan lokasi. Pesan
dapat dikirimkan ke area paling sempit seluas satu cell (seluas cakupan
BTS) dan area yang sangat luas sesuai keseluruhan area yang dicakup
seluruh jaringan.
2. Efisiensi
Layanan cell broadcast, merupakan layanan satu ke banyak, beda dengan
SMS yang merupakan layanan satu ke satu. Dengan kata lain sekali kirim
langsung sampai ke banyak pengguna tidak seperti SMS yang dikirim
satu-persatu, sehingga lebih efisien.

11
3. Real Time
Pengiriman pesan pada cell broadcast sekitar 30 detik sudah dapat
diterima seluruh pelanggan, sehingga pesan akan lebih cepat sampai.
4. Layanan informasi darurat berbasis lokasi
Pengiriman pesan darurat menggunakan cell broadcast dapat diterima oleh
seluruh handset di lokasi yang tercakup oleh layanan, dengan cara ini
masyarakat yang dalam perjalanan dapat mendapatkan informasi dengan
cepat seperti mereka yang menggunakan radio atau televise. Layanan cell
broadcast tersedia untuk teknologi 2G dan 3G.

G. Mekanisme Kerja Informasi


Informasi yang dikumpulkan oleh Pos Informasi adalah informasi yang
terkait dengan bencana baik pada tahap pra bencana, tahap saat bencana maupun
tahap pasca bencana. Informasi tersebut dapat berasal dari lingkungan jajaran
kesehatan, lintas sektor, media dan masyarakat.
1. Pra Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pra bencana adalah :
a) Informasi sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam
rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana (Form
Kesiapsiagaan pada Pedoman Sistem Informasi Penangggulangan Krisis
Akibat Bencana). Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah
Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi.

12
b) Informasi dari lintas sektor terkait, misalnya meteorologi dan geofisika
dalam rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang
disebabkan oleh fenomena cuaca dan iklim (prakiraan cuaca
harian/mingguan, prakiraan hujan bulanan dan prakiraan musim
hujan/kemarau) serta informasi gempa bumi dan tsunami yang bersumber
dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
c) Informasi nomor telepon, faksimili (kantor dan rumah) serta nomor
telepon genggam/mobile dari petugas yang telah ditunjuk untuk
bertanggung jawab dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana baik dari lintas program maupun lintas sektor untuk membangun
jaringan informasi dan komunikasi ( contact person).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan lintas sector yang
terkait dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Berdasarkan
informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dilakukan pengolahan ,
dengan melakukan :
a) Penyusunan tabel bencana.
b) Penyusunan peta daerah rawan krisis kesehatan akibat bencana.
c) Penyusunan buku profil penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
yang berisi informasi tentang sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan
prasarana dalam rangka penanggulangan krisis dan masalah kesehatan
lain.
d) Penyusunan buku informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana yang pernah terjadi.
e) Pembuatan website.
f) Pembuatan peta jalur evakuasi sarana kesehatan pada daerah rawan
bencana (ring 1, ring 2 dan ring 3).
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian

13
informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat
dengan biaya yang relatif murah.
2. Saat Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat bencana adalah
a) Informasi awal penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain (Form
B1 dan B4 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis
Akibat Bencana).
b) Informasi perkembangan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan
lain (Form B2 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis
Akibat Bencana).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, instansi terkait, masyarakat,
media cetak dan media elektronik. Berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan melakukan :
a) Penyusunan laporan awal penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana.
b) Penyusunan laporan perkembangan penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana.
Sesuai dengan kebutuhan akan informasi, pemantauan dan pelaporan
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat dilakukan sesering
mungkin. Semua data dan informasi yang didapatkan akan menjadi landasan
dalam pengambilan langkah dan strategi penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana. Pemantauan ini terus berlangsung hingga penangulangan
krisis kesehatan akibat bencana dapat ditangani terutama pada masa tanggap
darurat.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan
memanfaatkan teknologi informasi/elektronik untuk lebih memudahkan
penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan informasi

14
secara cepat dengan biaya yang relatif murah dengan membuat Media Center
di Pos Informasi.
3. Pasca Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pasca bencana adalah :
a) Informasi pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi
sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan.
b) Informasi upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan
penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi,
promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi
sekitarnya yang terkena dampak.
c) Informasi relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE
kepada masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi
mengalami gangguan stress pasca trauma dan memberikan konseling
pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma.
d) Informasi pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
e) Informasi rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling
awal dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau
penanggulangan lebih spesifik.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah,
dengan melakukan :
a) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi
sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan.
b) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam upaya pelayanan
kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular,
perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi, promosi kesehatan
dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di tempat

15
penampungan pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang terkena
dampak.
c) Penyusunan informasi dengan program terkait tentang upaya relawan,
kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada
masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami
gangguan stress pasca trauma dan memberikan konseling pada individu
yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma.
d) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
e) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan
membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih
spesifik.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian
informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat
dengan biaya yang relatif murah.
H. Lembaga Yang Berperan Dalam Penyampaian Informasi
Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan dini ini
berkewajiban untuk segera memberikan konfirmasi (secara manual) bahwa
mereka telah menerima berita peringatan dini yang telah dikirimkan oleh BMKG.
Pihak-pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami mempunyai
peran dan tanggung jawab masing-masing.
a) BMKG ( Badan Meteriologi Klimatologi dan Geofisika )
Lembaga ini menjadi penyedia berita peringatan dini tsunami di Indonesia.
BMKG menyampaikan berita gempabumi, berita peringatan dini tsunami,
dan saran untuk tindak lanjut di daerah yang terancam tsunami kepada
pihak lain dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami.
b) BNPB ( Badan Nasional Penanggulangan Bencana )

16
BNPB berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. BNPB
membantu menyebarluaskan peringatan dini tsunami dan saran kepada
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu, BNPB
berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan
search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
c) Pemda ( Pemerintah Daerah )
Pemerintah daerah (pemda) berkewajiban untuk menindaklanjuti berita
gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang
disampaikan oleh BMKG. Pemda adalah satusatunya pihak dalam rantai
komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai wewenang serta
tanggung jawab memutuskan dan mengumumkan status evakuasi secara
resmi berdasarkan informasi dari BMKG. Berdasarkan UU 24/2007 pasal
46 dan 47; PP 21/2008 pasal 19 dan Perka BNPB 3/2008 khususnya di
dalam Bab 2 yang menyebutkan bahwa pemda bertanggung jawab untuk
segera dan secara luas mengumumkan arahan yang jelas dan instruktif
untuk membantu penduduk dan pengunjung di daerah tersebut bertindak
cepat dan tepat terhadap ancaman tsunami.
d) TNI ( Tentara Nasional Indonesia )
TNI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. TNI
ikut berperan dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita
peringatan dini tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi
diumumkan, TNI dapat mendukung proses evakuasi masyarakat. TNI
berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan
search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
e) POLRI ( Polisi Republik Indonesia )
POLRI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG.

17
POLRI ikut berperan serta dalam usaha menyebarluaskan berita
gempabumi atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat
daerah. Bila status evakuasi diumumkan, POLRI dapat mendukung proses
evakuasi masyarakat. POLRI berkewajiban untuk segera menyiapkan
tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat,
setelah ancaman tsunami berakhir.
f) Stasiun TV dan radio
Stasiun TV dan radio di tingkat nasional atau daerah (milik pemerintah
dan swasta) wajib menyiarkan berita gempabumi dan berita peringatan
dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Hal ini berdasar
pada UU 31/2009 pasal 34 dan Permenkominfo 20/2006 pasal 1 - 5.
Stasiun TV dan radio merupakan pihak dalam rantai komunikasi
peringatan dini tsunami yang mempunyai akses langsung dan cepat
kepada publik. Stasiun TV dan radio berkewajiban untuk segera
menangguhkan siaran yang sedang berlangsung dan menyiarkan
peringatan dini tsunami dan saran yang diterima dari BMKG kepada
pemirsa dan pendengar.
g) Masyarakat berisiko
Masyarakat berisiko berhak mendapatkan informasi tentang ancaman
tsunami serta arahan instruktif yang memungkinkan orang-orang yang
terancam bencana bertindak secara tepat dan cepat. Masyarakat
bertanggung jawab untuk siap menyelamatkan diri dari ancaman
gempabumi dan tsunami. Individu dan lembaga masyarakat wajib
meneruskan informasi serta arahan yang benar kepada orang lain.
Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Organisasi Amatir Radio Indonesia
(ORARI), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan Search and
Rescue (SAR) ikut beperan dalam penyebaran berita gempabumi, berita
peringatan dini tsunami, serta saran yang disampaikan oleh BMKG.

18
h) Penyedia layanan selular
Penyedia layanan selular merupakan salah satu bagian dari mata rantai
penyebaran berita gempabumi dan peringatan dini tsunami melalui moda
SMS. Penyedia layanan ini berkewajiban meneruskan berita gempabumi
dan berita peringatan dini tsunami dari BMKG ke para pengguna ponsel
yang sudah terdaftar. Secara internal penyedia layanan ini juga harus
memberikan prioritas yang lebih tinggi untuk pengiriman SMS dari
BMKG daripada SMS pada umumnya, seperti SMS perorangan. Dengan
demikian, dalam situasi di mana arus SMS padat, SMS dari BMKG akan
didahulukan dalam antrian untuk sampai ke pengguna. Selain itu juga
mereka wajib menjaga agar server untuk layanan ini tetap beroperasi
dengan terus menerus dan dalam kondisi baik. Semua layanan ini tidak
dipungut biaya.
i) Pengelola hotel
Pengelola hotel berkewajiban untuk menyelamatkan para tamu yang
menginap di hotel tersebut, berkunjung ke hotel tersebut, dan masyarakat
yang berada di sekitar hotel tersebut. Pengelola hotel bertanggung jawab
untuk menyiapkan segala prosedur dan rencana tindak untuk keadaan
darurat gempabumi dan tsunami melalui langkah-langkah sebagai berikut:
membuat mekanisme penerimaan peringatan dini dari BMKG atau
Pusdalops atau BPBD; memberikan informasi yang lengkap pada para
tamu mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat darurat
tsunami; serta menyiapkan tempat evakuasi sementara dan rambu evakuasi
baik di dalam bangunan hotel maupun di luar bangunan (evakuasi dalam
bangunan hotel harus memenuhi persyaratan bangunan tahan gempabumi
dan tsunami dan memiliki ketinggian melebihi perkiraan tinggi tsunami di
daerah tersebut). Apabila para tamu hotel harus melakukan evakuasi ke
luar dari hotel, maka pengelola hotel berkewajiban memberikan informasi
yang lengkap kepada para tamu lokasi tempat evakuasi sementara dan

19
membimbing para tamu menuju tempat evakuasi pada saat darurat
tsunami.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat
bencana, tapi juga penting pada saat pra bencana. Mempersiapkan masyarakat di
daerah rawan bencana tentu harus senantiasa dilakukan. Selain informasi yang
memadai tentang potensi bencana di suatu daerah, pelatihan dan internalisasi
kebiasaan menghadapi situasi bencana juga harus dilakukan secara berkelanjutan.
Tapi harus diingat, informasi berlimpah saja tidak cukup untuk menyadarkan
warga atas bahaya bencana yang mengancam. Cara menyampaikan informasi
juga harus dilakukan dengan tepat. Kekeliruan dalam mengkomunikasikan
sebuah informasi, bisa menimbulkan ketidakpastian yang memperburuk situasi.
Dalam situasi ini, pendekatan komunikasi budaya dan lintas budaya amat
dibutuhkan.
B. Saran
1. Bagi perawat diharapakan mampu memahami tentang sistem komunikasi dan
informasi dalam penanggulangan bencana.
2. Bagi pendidikan diharapkan perlunya menyediakan buku referensi yang ada
kaitan dengan judul sehingga bisa menambah wawasan yang lebih luas.

21
DAFTAR PUSTAKA
Fetty Arisandi, 2019, Komunikasi Bencana Sebagai Sebuah Sistem Penanganan
Bencana Di Indonesia, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma
Mulyana, D. 2006. Ilmu Komunikasi, Suatu pengantar. Bandung, Remaja
Rosdakarya
Mukti, A. G. dan A. Winarna. 2012. Manajemen Resiko Bencana dalam Konstruksi
Masyarakat Tangguh Bencana, Yokyakarta, Mizan.
Nicholls, S, dan C. Healy. Communication with Disaster Survivor: Toward Best
Practice. The Australian Journal of Management, Vol. 23
Setio, H. H. B (ed). 2011. Komunikasi Bencana. Yogyakarta, Mata Padi Presindo

22

Anda mungkin juga menyukai