PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Sukma Kusuma Ningrum
J500200042
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI
Dosen Pembimbing
Penguji I
Penguji II
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
I. Instrumen dan Intervensi ...................................................................... 24
J. Analisis Data ........................................................................................ 24
K. Alur Penelitian ..................................................................................... 25
L. Jadwal Penelitian.................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
dari nefron yang rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuria dan haus. Karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguria timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala khas kegagalan ginjal
apabila fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin klirens turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu (Barbara C et al., 2018).
Fungsi renal normal akan menurun saat produk akhir metabolisme
otot yaitu kreatinin yang secara normal diekskresikan lewat urin malah
tertimbun di aliran darah. Terjadi kreatinimia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan sisa metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh maka gejala gagal ginjal akan semakin berat. Namun
dengan henodialisis gejala hiperkreatinimia mulai membaik. Jadi nilai
LFG yang perlu memakai data kreatinin, hemoglobin, jenis kelamin, umur,
dan berat badan bisa digunakan untuk menentukan stadium gagal ginjal
pasien (Brunner & Suddarth, 2018).
6. Tanda dan Gejala Chronic Kidney Disease
Menurut (Kemenkes RI, 2018) terdapat tanda dan gejala
patognomonik yang timbul akibat penyakit ginjal umumnya terdeteksi
(namun bisa tampak di penyakit lain) seperti :
Gejala (Symptom) awal penyakit Chronic Kidney Disease :
a. Kelelahan ekstrim
b. Rasa tidak enak badan (malaise)
c. Mual
d. Kehilangan nafsu makan
e. Gatal terus menerus pada kulit
f. Kulit menjadi kering
g. Penurunan berat badan tanpa diketahui penyebabnya.
Gejala (Symptom) Chronic Kidney Disease tahap lanjut :
a. Kulit yang lebih gelap dari biasanya
9
b. Nyeri tulang
c. Kesulitan konsentrasi, berpikir atau tetap waspada
d. Mati rasa dan bengkak pada kaki, tangan dan pergelangan kaki
e. Kedutan dan kram pada otot
f. Bau mulut dan rasa haus yang berlebihan
g. Mudah memar dan berdarah
h. Sering cegukan dan sesak nafas
i. Gangguan siklus menstruasi
j. Buang air kecil yang lebih sering atau lebih jarang dari biasanya
k. Muntah dan lemas
l. Sulit tidur (insomnia)
m. Disfungsi seksual
Tanda (Sign) Chronic Kidney Disease :
a. Tekanan darah tinggi (>120/80 mmHg)
b. Perubahan jumlah kencing dan berapa kali kencing dalam sehari
c. Adanya darah dalam urin (Hematuria)
d. Bengkak pada kaki, pergelangan kaki, dan kelopak mata ketika
bangun tidur pagi hari
e. Kadar albumin dalam urin tinggi
f. Ditemukannya kreatinin >1,2 di dalam darah
7. Komplikasi Peningkatan Kreatinin pada Chronic Kidney Disease
Menurunnya fungsi ginjal pada penderita CKD ditandai dengan
adanya peningkatan kadar serum kreatinin. Kreatinin merupakan sisa
metabolisme otot yang dijadikan salah satu indikator untuk melihat adanya
gangguan fungsi ginjal dan indikator perjalanan penyakit diabetes melitus
yang berpotensi mengakibatkan gagal ginjal, apabila penderita diabetes
mellitus memiliki riwayat gagal ginjal kronik (Kusuma, 2020).
Peningkatan kadar serum kreatinin terus menerus akan berdampak
terganggunya metabolisme sistem organ yang pada akhirnya akan
menurunkan kualitas fungsi tubuh yang berdampak pada berkurangnya
kualitas hidup manusia. Dengan bertambahnya kreatinin maka akan
10
lain yang bermuatan negatif. Sehingga, kreatinin tidak bisa difiltrasi, <1%
molekul kreatinin berhasil lolos masuk ke kapsul Bowman. CKD ditandai
kreatinin berlebihan di darah karena gangguan muatan negatif di membran
glomerulus, menyebabkan membran lebih permeabel terhadap albumin
walaupun ukuran pori-pori tidak berubah (Susanti, 2021).
Terdapat sel mesangial antara membran basal dan endotel yang
mirip dengan sel perisit yang umumnya terdapat pada kapiler lain. Sel
mesangial umumnya berada antara dua kapiler yang berdekatan, bersifat
kontraktil dan berperan dalam mengatur filtrasi glomerulus. Lapisan
terakhir pada membran glomerulus, yaitu sel-sel epitel lapisan dalam
kapsul Bowman, terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi
permukaan luar glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di
dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan, membentuk celah
yang disebut sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk
keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsul Bowman. Sel
epitel ini juga bermuatan negatif, sehingga ikut serta dalam menghambat
filtrasi protein plasma. Dengan demikian, rute yang diambil oleh bahan
yang terfiltrasi untuk melintasi membran filtrasi glomerulus pertama
melalui pori-pori kapiler glomerulus, kemudian lamina basalis, dan
terakhir melalui celah filtrasi kapsula Bowman.
Laju filtrasi glomerulus (LFG), bergantung tidak saja pada tekanan
filtrasi netto, tetapi juga pada seberapa luas permukaan glomerulus yang
tersedia untuk penetrasi dan permeabilitas membran glomerulus. Sifat-
sifat membran glomerulus ini secara kolektif disebut sebagai koefesien
filtrasi (Kf ). Hubungan antara LFG, Kf dan tekanan filtrasi : LFG =Kf x
tekanan filtrasi netto. Pada orang dewasa dalam keadaan istirahat, ginjal
memperoleh suplai darah 1,2-1,3 liter per menit, atau kurang dari 25% dari
curah jantung. Berdasarkan pengukuran bersihan dari PAH (p-amino
hippuric acid) diketahui bahwa perkiraan aliran plasma ginjal (Estimated
Renal Plasma Flow) sebesar 630 ml/menit. Oleh karena ratio ekstraksi
12
PAH rata-rata 0,9, maka diketahui bahwa aliran plasma ginjal sebesar 700
ml/menit. Dalam keadaan normal, sekitar 20 % plasma yang masuk ke
glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg,
menghasilkan 180 liter filtrasi glomerulus setiap hari untuk GFR rata-rata
125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrasi per hari GFR 115ml/menit
pada wanita (Chung, 2018).
B. Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi di dalam
eritrosit berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Hemoglobin memiliki dua fungsi pengangkutan penting, yaitu
mengangkut karbondioksida dan proton dari jaringan perifer ke organ
respiratori dan mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Kadar normal hemoglobin menurut (WHO, 2022) untuk umur 5-11
tahun <11,5 g/dL, wanita 12-14 tahun >12 g/dL dan pria >13 g/dL. Kadar
Hb dalam darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
aktivitas fisik. Apabila seseorang mengalami penurunan kadar hemoglobin
dalam darahnya maka disebut sebagai anemia (Kosasi et al., 2018).
1. Eritropoetin
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit, dimana di
dalamnya terkandung hemoglobin sebagai elemen pengangkut oksigen.
Eritroposesis diatur oleh hormon (EPO) atau eritropoietin. Eritropoietin
adalah hormon glikoprotein yang berat molekulnya 30-39 kD yang
berikatan dengan reseptor spesifik progenitor eritrosit, dan memberi sinyal
untuk menstimulasi diferensiasi dan proliferasi (Aliviameita, 2019).
Dalam keadaan normal, 90% hormon eritropoetin dihasilkan oleh
sel peritubular interstisial endothelial ginjal, dan 10% di hasilkan hati.
Eritropoietin akan diproduksi tubuh tergantung stimulus tekanan oksigen
di jaringan ginjal. Bila suplai oksigen tinggi di jaringan (massa eritrosit
meningkat dan Hb mudah melepaskan oksigen) maka terjadi penurunan
produksi hormon EPO. Sebaliknya apabila suplai oksigen rendah misalkan
pada hipoksia dan anemia maka nefron ginjal akan merespon dengan
13
dari otot dengan dan diekskresi oleh ginjal melalui filtrasi dan sekresi,
sedangkan kreatin adalah zat yang menghasilkan kreatinin. Kreatinin
merupakan zat toksik hasil metabolisme protein yang harus dikeluarkan oleh
ginjal, bila terjadi kerusakan atau gangguan fungsi ginjal maka kadarnya dalam
darah meningkat akan meracuni tubuh (Suprianto, 2021)
Hal yang bisa dilakukan jika kadar kreatinin berlebihan dalam tubuh
normal adalah melakukan pemeriksaan atau hemodialisa untuk membuang
protein berlebih dalam tubuh karena kreatinin menjadi indikator untuk menilai
fungsi ginjal (Siamak, 2019). Kadar kreatinin setiap orang berbeda, biasanya
orang berotot kekar memiliki kreatinin lebih tinggi dibandingkan yang tidak
berotot. Nilai normal kreatinin pada wanita 0,6 – 1,1 mg/dl, sedangkan pria 0,9
– 1,3 mg/dl. Nilai kreatinin melebihi ambang batas menunjukkan semakin
berkurangnya fungsi ginjal progresif (Suprianto, 2021).
Berikut nilai rujukan kreatinin normal berdasarkan (PDS Patklin,
2022).
Tabel 2.3 kreatinin human metode Jaffe Reaction
Serum ( mg/dl ) ( µmol/l)
Laki – laki 0.6 – 1.1 53 – 97
Wanita 0.5 – 0.9 44 – 80
D. Kerangka Teori
Hipertensi, DM
Perubahan
Kreatinin >1,2 Hemodinamik Gagal bentuk EPO
LFG <60 mL/mnt Adaptif
Hemodialisa
E. Kerangka konsep
Serum kreatinin
Chronic kidney
disease
Hemoglobin
F. Hipotesis
1. H1 : Ada hubungan antara kejadian chronic kidney disease dengan
perubahan kadar serum kreatinin pasien di RSU X Ponorogo, Jawa Timur.
2. H2 : Ada hubungan antara kejadian chronic kidney disease dengan
perubahan kadar hemoglobin pasien di RSU X Ponorogo, Jawa Timur
3. H3 : Ada hubungan antara kejadian chronic kidney disease dengan
perubahan kadar serum kreatinin dan hemoglobin pada pasien dengan
terapi hemodialisa di RSU X Ponorogo, Jawa Timur.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan
melakukan pendekatan cross sectional untuk mempelajari hubungan antara
kadar kreatinin dan hemoglobin dengan angka kejadian Chronic Kidney Disease
(CKD) yang sedang menjalani terapi hemodialisa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada Oktober 2023, penelitian berlangsung selama tiga
bulan. Data sekunder diambil di bagian rekam medik ruang hemodialisa RSU X
Ponorogo, Jawa Timur dengan mengambil data pasien yang periksa di bulan
April – Juli 2023 dengan nilai statistika tertinggi hemodialisa di RSU tersebut
pada kuartal kedua (Q2) tahun 2023.
C. Populasi Penelitian
1. Populasi Aktual
Pasien yang terdiagnosa Chronic Kidney Disease di RSU Darmayu
Ponorogo, Jawa Timur.
2. Populasi Target
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang
terdiagnosa Chronic Kidney Disease dan sedang menjalankan terapi
hemodialisa di RSU Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.
D. Sampel dan Teknik Sampel
1. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang terdiagnosa
Chronic Kidney Disease dan sedang menjalankan terapi hemodialisa.
2. Teknik sampling
Pengambilan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling.
20
21
n = 114
Zα = Deviat baku a yaitu 1,96
Zβ = Deviat baku b yaitu 0,84
OR =4
PX = 0,609
PY = 0,609
Hasil yang diperoleh :
1,96 + 0,84 2 1
𝑛= [ ] 𝑥
𝐼𝑛3 0,609(1 − 0,609)0,609(1 − 0,609)
n = 114
Berdasarkan rumus diatas maka sampel yang digunakan adalah sampel
terbesar yaitu 114.
23
F. Kriteria Retriksi
Kriteria retriksi ada dua yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Didasarkan
kriteria tersebut, ditentukan apakah sampel bisa digunakan atau tidak. Berikut
kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini :
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien terdiagnosa chronic kidney disease
b. Sedang menjalankan terapi hemodialisa
c. Pasien rawat jalan
d. Pasien berusia rentang 20 – 80 tahun. (Weinstein, 2010)
2. Kriteria Ekslusi
a. Pasien terdiagnosa chronic kidney disease yang rawat inap akibat penyakit
komorbid lain
b. Pasien terdiagnosa chronic kidney disease yang pada bulan April – Juli
yang data rekam mediknya tidak lengkap, melingkupi tes darah lengkap
ataupun renal function test.
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
a. Serum kreatinin
b. Hemoglobin
2. Variable terikat
Pasien chronic kidney disease yang menjalani terapi hemodialisa.
3. Variabel luar terkendali :
a. Umur pasien
b. Jenis kelamin
4. Variabel luar tak terkendali
Pekerjaan, pengetahuan, pola hidup, penyakit komorbid, Stadium keparahan
fungsi ginjal
24
chi square. Bila didapatkan p value <0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat.
c. Data Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan lebih dari
satu variabel bebas dengan variabel terikat secara bersamaan. Variabel bebas
(kreatinin dan hemoglobin) bersifat ordinal dan variabel terikat (Pasien CKD
terapi hemodialisa) bersifat nominal, sehingga penelitian ini memenuhi syarat
dilakukan analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik.
Penelitian memakai analitik kategorik tidak berpasangan, analisis data
yang digunakan adalah Uji Chi-Square dan alternatif Uji Kolmogorov Smirnov.
Uji data dilanjutkan jika hasil bermakna dengan Analisis Multivariat
menggunakan Uji Regresi Logistik. Penyajian dan analisis data menggunakan
SPSS.
K. Alur Penelitian
Persiapan penelitian
Analisis Data
Kesimpulan
L. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Bulan ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Penyusunan
proposal
Ujian proposal
Revisi proposal
Pengambilan
dan pengolahan
data
Penyusunan
skripsi
Ujian skripsi
Revisi skripsi
DAFTAR PUSTAKA
27
28
https://doi.org/10.7189/JOGH.12.04074
Ikizler, T. A., Burrowes, J. D., Byham-Gray, L. D., Campbell, K. L., Carrero, J. J.,
Chan, W., Fouque, D., Friedman, A. N., Ghaddar, S., Goldstein-Fuchs,
D. J., Kaysen, G. A., Kopple, J. D., Teta, D., Yee-Moon Wang, A., &
Cuppari, L. (2020). KDOQI Clinical Practice Guideline for Nutrition in
CKD: 2020 Update. American Journal of Kidney Diseases, 76(3), S1–
S107. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2020.05.006
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes). (2022). Pedoman
Interpretasi Data Klinik. Jakarta.
Kesehatan, K., Penelitian, B., & Kesehatan, P. (2018). Hasil Utama Riskesdas
2018.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). (2018). Diagnosis And
Evaluation Of Anemia In CKD. Kidney International Supplements,
2(4), 288-91.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). (2013). Definition and
classification of CKD. The International Society of Nephrology, 3(1),
5-14
Klinik, M. P. (2022). Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical
Laboratory. 13(3).
Kovesdy, C. P. (2022). Epidemiology of chronic kidney disease: an update 2022.
In Kidney International Supplements. Elsevier B.V.
https://doi.org/10.1016/j.kisu.2021.11.003
Lia, C, A. W., & Koesrini, J. (2019). Hubungan Kadar Ureum, Hemoglobin dan
Lama Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Penderita PGK. Jurnal Ners
Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 6(3), 292–299.
https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.art.p292-299
Mislina, S., Purwaningsih, A., & Melani MS, E. (2022). Analisa Perubahan Kadar
Hemoglobin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit Annisa Cikarang. Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(2), 191–198. https://doi.org/10.36418/cerdika.v2i2.335
Mohammed, S., Oakley, L. L., Marston, M., Glynn, J. R., & Calvert, C. (2022). The
29