Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN ATRIAL FIBRILASI

DI RUANG Perawatan RS Dr. Sayidiman Magetan

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

Yudhistira Ananda Ramadhianti

201810300511027

PROGRAM DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN ATRIAL FIBRILASI

DI RUANG Perawatan RSUD Dr. Sayidiman Magetan

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 8

NAMA: Yudhistira Ananda Ramadhianti

NIM: 201810300511027

TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 8-13 Marer 2021 / MINGGU 2 (KMB)

Malang, 13 Maret 2021


Mahasiswa, Pembimbing,

Yudhistira Ananda Ramadhianti Chairul Huda Al Husna, S.Kep,Ns,M.Kep

Page 2 of 38
LEMBAR PENILAIAN

NAMA MAHASISWA : Yudhistira Ananda Ramadhianti


NIM : 201810300511027
TGL PRAKTEK : 8-13 Maret 2021

MINGGU KE : 2 (KMB)

No Kompetensi Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Malang, 13 Maret 2021


Mahasiswa, Pembimbing,

Yudhistira Ananda Ramadhianti Chairul Huda Al Husna, S.Kep,Ns,M.Kep

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2
LEMBAR PENILAIAN............................................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................................4
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................................6
A. Definisi.......................................................................................................................6
B. Etiologi.......................................................................................................................6
C. Epidemologi...............................................................................................................7
D. Tanda dan Gejala.......................................................................................................7

Page 3 of 38
E. Patofisologi................................................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................10
G. Penatalaksanaan......................................................................................................11
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS)...........................................13
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)...............................................................................15
J. Luaran Keperawatan (SLKI)...................................................................................15
K. Intervensi Keperawatan (SIKI)...............................................................................17
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................21
A. CASE REPORT..........................................................................................................21
B. Pengkajian (Focus Assesement).............................................................................22
C. Analisa Data.............................................................................................................25
D. Diagnosa Keperawatan (SDKI)...............................................................................26
E. Luaran Keperawatan (SLKI)...................................................................................26
F. Intervensi Keperawatan (SIKI)...............................................................................27
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING).......................30
A. Masalah Keperawatan.............................................................................................30
B. Intervesi by Evidence Based Nursing.....................................................................30
BAB IV. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)......................................31
1. Teknik relaksasi napas dalam.................................................................................31
2. Teknik relaksasi benson..........................................................................................32
3. Prosedur posisi fowler dan semi fowler................................................................33
4. Pengukuran tekanan darah.....................................................................................34
5. Pemeriksaan Nadi....................................................................................................35
BAB V. PERKULIAHAN DENGAN PRAKTISI DARI RUMAH SAKIT...............................37
Daftar Pustaka......................................................................................................................38

Page 4 of 38
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab individu
harus menjalani perawatan di rumah sakit. Fibrilasi atrium (FA) bukan
merupakan keaadaan yang mengancam jiwa, namun FA berhubungan
dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas (Nasution, Ranitya, &
Ginanjar, 2014)
Fibrilasi atrium (FA) merupakan takiaritmia supraventrikuler yang
ditandai dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. Pada
elektrokariogram (EKG) fibrilasi atrium menunjukkan gelombang P yang
diartikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi bentuk, durasi dan
amplitudo yang dapat diikuti dengan respon ventrikel yang ireguler
(Nasution et al., 2014)
Ciri-ciri FA pada EKG umumnya memiliki gambaran sebagai berikut :
a. Pola interval RR yang ireguler dan tidak repetitif
b. Tidak terfapat gelombang P yang jelas pada gambaran EKG. Kadang-
kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada beberapa
sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1
c. Siklus atrium (interval antara dua gelombang aktivasi atrium) tersebut
biasanya bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.
B. Etiologi
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan fibrilasi atrial terbagi menjadi
beberapa faktor, diantaranya yaitu (ACCF/AHA Pocket Guidelne, 2011) :

1. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium


a. Peningkatan katub jantung
b. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atriunm
c. Hipertrofi jantung
d. Kardiomiopati
e. Hipertensi pulmo (Chronic obstrictive pulmonary disease dan cor
pulmonary chronic)
f. Tumor intracardiac
2. Proses infiltratif atau inflamasi
a. Pericarditis atau miocarditis
b. Amiloidosis dan sarcoidosis
c. Faktor peningkatan usia
3. Proses infeksi : demam dan segala macam infeksi
4. Kelainan endokrin : hipertiroid, feokromotisoma (tumor jinak pada kelenjar
adrenal)
5. Nurogenik : stroke, perdarahan subarachnoid
6. Iskemik atrium : infark miocard

Page 5 of 38
7. Obat-obatan : alkohol, kafein
8. Keturunan atau genetik

C. Epidemologi
Insiden dan prevalensi atrial fibrilasi meningkat secara global.
Berdasarkan data dari FHS (Framingham Heart Study), prevalensi atrial
fibrilasi meningkat 3 kali lipat selama 50 tahun terakhir. The Global Burden
of Disease Project memperkirakan prevalensi atrial fibrilasi dis eluruh dunia
sekitar 465,3 juta orang pada tahun 2016. Resiko seumur hidup atrial
fibrilasi diperkirakan sekitar 1 dari 4 pria dan wanita kulit putih berusia
lebih dari 40 tahun pada tahun 2004. 1 dekade kemudian, perkiraan resiko
mencapai sekitar 1 dai 3 individu kulit putih dan 1 dari 5 individu kulit
hitam. Di Amerika serika saja, setidaknya 3 hingga 6 juta menderita atrial
fibrilasi, dan jumlahnya diproyeksikan mencapai sekitar 6 hingga 16 juta
pada tahun 2050. Di eropa prevalensi atrium fibrilasi pada tahun 2010
adalah sekitar 9 juta diantara individu yang berusia lebih dari 55 tahun dan
diperkitakan akan mencapai 14 jjuta pada tahun 2060. Diperkiraian pada
tahun 2050 FA akan didiagnosis setidaknya di 72 juta orang di Asia, sekitar 3
juta dengan stroke terkait FA (Kornej et al., 2020).
Kesadaran dan deteksi atrium fibrilasi ini telah meningkat selama
dekade terakhir, yang terpenting adalah sekitar sepertiga dari total populasi
AF tidak memiliki gejala atau asimptomatik, oleh karena itu deteksi atrium
fibrilasi dianggap remeh karena tidak muncul gejala. Pemantauan ritme
jantung yang difasilitasi dan diterapkan secara luas oleh beberapa perangkat
pendukung termasuk smartphone dan perangkat lain yang dapat digunakan
untuk mengukur ritme jantung secara mudah semakin meningkatkan
prevalensi FA yang diketahui. Pendekatan medis diperlukan untuk
mengidentifikasi individu dengan resiko tinggi terkena FA untuk
membedakan pasien yang memerlukan tindakan medis atau untuk tindakan
pencegahan (Kornej et al., 2020)
D. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis yang daikibatkan fibrilasi atrium berhubungan dengan
kecepatan laju ventrikel, penyakit yang mendasari FA, lamanya FA dan
komplikasi yang ditimbulkan FA. Gejala umum yang dapat ditimbulkan
seperti ansietas, palpitasi, dispnea, pusing, nyeri dada, cepat lelah dan gejala
tromboemboli. Diperkirakan 25% pasien dengan FA bersifat asimptomatik
terutama pada pasien lanjut usia dan pasien dengan dibrilasi atrium
persisten (Mann, Zipes, Libby, & Bonow, 2014)
E. Patofisologi
Patofisiologi fibrasi atrium berupa takikardia supraventrikular yang
ditandai dengan adanya aktivasi atrial yang tidak beraturan sebagai akibat
dari kontraksi atrial yang tidak efektif secara mekanis. Sampai saat ini
mekanisme pasti atrial fibrilasi masih belum diketahui. Namun, ada
beberapa teori sudah diajukan mengenai hal ini, salah satunya adalah teori

Page 6 of 38
remodelling struktural. Beberapa jenis penyakit jantung struktural memicu
remodelling progresif baik di ventrikel maupun di atrium. Adanya
abnormalitas struktural jantung dapat menyebabkan peningkatan tekanan
dalam jantung sehingga terjadi dilatasi atrium. Dilatasi ini secara perlahan
menyebabkan terjadinya fibrosis. Proses remodelling ini ditandai dengan
adanya proliferasi dan diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas sehingga
meningkatkan deposisi jaringan ikat dan fibrosis di atrium. Proses
remodelling atrium menyebabkan gangguan elektrik antara serabut otot dan
serabut konduksi di atrium. Hal ini dapat memicu dan mempercepat
terjadunya atrial fibrilasi karena sirkuit re-entry akan mudah terjadi
(Yuniadi et al., 2014)

Page 7 of 38
Faktor usia, obat, Kardiomiopati, Pericarditis,
alkohol, keturunan tumor miocarditis

Kelainan katup

Resistensi atrium

Suplai O2 otak
Vol. Atrium

Sinkop/pingsan Pengosongan atrium Palpitasi

ADL Atrial fibrilasi Sesak

Takikardi supraventrikel
pola napas tidak efektif

Pengisian darah

Renal flow Atrial flow velocities Suplai darah jaringan

RAA Trombus atrium Fatigue

Aldesteron Disfungsi ventrikel Intoleransi aktivitas

ADH Penurunan curah


jantung

Retensi Na+ (+)

Hipervolemia

Page 8 of 38
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan atau
penyakit tersembunyi, terutama bila laju ventrikel sulkit dikontrol. Satu
studi menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah
sakit terkait dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi
dan mungkin berguna untuk statifikasi resiko. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat diperiksa antara lain (Yuniadi et al., 2014)
a. Darah lengkap : untuk melihat adanya anemia atau infeksi
b. Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal
ginjal)
c. Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miocard
sebagai pencentus FA)
d. Peptida neutriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki
asisiasi dengan FA. Level plasma dari peptida neutretik tersebut
meningkat pada pasien dengan FA proksimal maupun persisten, dan
menurun kembali dengan cepat setelah restorasi irama sinus.
e. D-dimer : bila pasien memiliki resiko emboli paru
f. Fungsi tiroid : tirotoksikosis
g. Kadar digoksin : evaluasi level subterapeutik dan/atau tosisitas
h. Uji toksikologi atau level etanol
2. Elektokardiogram (EKG)
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan
biasanya mencakup laku ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat
gelombang P yang jelas, digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan
acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula. Manifestasi EKG
lainnya yang dapat menyertai FA antara lain :
- Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang
melebihi 160-170x/menit
- Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar)
setelah siklus interval R-R-panjang-pendek (fenomena Ashman)
- Preeksitasi
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Blok berkas cabang
- Tanda infark akut/lama
Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval QT dan
QRS dari pasien yang mendapatkan terapi aritmia untuk FA.
3. Foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks biasanya normal, tetapi kadang-kadang
dapat ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim
atau vaskular paru (misalnya emboli paru, pneumonia)
4. Uji latih atau uji berjalan enam-menit
Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu menilai
apakah strategi kendali laju sudah adekuat atau belum (target nadi

Page 9 of 38
<110x/menit setelah berjalan 6-menit). Uji latih dapat menyingkirkan
iskemia sebelum memberikan obat aritmia kelas 1C dan dapat digunakan
juga untuk memproduksi FA yang dicetuskan oleh aktivitas fisik
5. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi transtorakal memiliki sensitivitas yang rendah
dalam mendeteksi trombus di atrium kiri, dan ekokardiografi
transsesofageal adalah modalitas terpilih untuk tujuan ini.
Elektrikardiografi transtorakal (ETT) terutama bermanfaat untuk
- Evaluasi penyakit katup jantung
- Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan dimensi dinding
- Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi trombus ventrikel
- Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi pulmonal)
- Evaluasi penyakit perikardial
Ekkikardiografi transesofageal (ETE) terutama bermanfaat untuk :
- Trombus atrium kiri (terutama di AAK)
- Memandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus
ditunda)
6. Computed tomography scan (CT scan) dan magnetic resonance imaging
(MRI)
Pada pasien dengan hasil D-dimer positif, CT angiografi mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan emboli paru. Teknologi 3 dimensi
seperti CT scan atau MRI seringkali berguna untuk mengevaluasi
anatomi atriumbila direncanakan ablasi FA. Data pencintraan dapat
diproses untuk menciptakan peta anatomis dari atrium kiri dan VP.
7. Monitor Holter atau event recording
Monitor Holter dan Event recording dapat berguna untuk
menegakkan diagnosis FA proksimal, dimana pada saat presentasi, FA
tidak terekam pada EKG. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi dosis obat dalam kendali laju atau kendali irama.

8. Studi elektrofisiologi
Studi elektrofisiologi dapat membantu mengidentifikasi
mekanisme takikardia QRS lebar, aritmia predisposisi, atau penentuan
situs ablasi kuratif.
G. Penatalaksanaan
Prinsip terapi fibrilasi atrium yaitu : anti-trombotik untuk pencegahan
stroke, pengendalian laju jantung, pengendalian ritme jantung, dan terapi
tambahan (upstream therapy) (Effendi, 2017).

1. Anti-trombotik

Page 10 of 38
Anti-trombotik direkomendasikan untuk pasien fibrilasi atrium
dengan riwayat stroke, transient ischemic attack (TIA) atau skor
CHA2DS2-VASc lebih dari 2. Pilihan obat anti-trombotik yang dapat
digunakan adalah warfarin dengan target INR 2.0-3.0, dabigatran,
rivaroxaban, atau apixaban. Pasien yang mendapat warfarin harus
memeriksakan INR setiap minggu pada awal pengobatan dan disarankan
memeriksa INR setiap bulan jika target INR telah tercapai dan stabil.
Dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban dapat diberikan apabila target
INR tidak tercapai dengan warfarin, namun sebelumnya dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal dan berkala.
Dibigatran dan rivaroxaban tidak direkomendasikan pada pasien
fibrilasi atrium dengan penyerta gagal ginjal kronis tahap akhir atau
dalam terapi dialisis karena belum ada penelitiannya; warfarin
merupakan anti-trombotik pilihan utama untuk pasien kelompok
tersebut. Dibigatran dan rivaroxaban dapat diberikan pada penderita
gagal ginjal kronis, namun dengan dosis dimodifikasi.
2. Pengendalian laju jantung
Pengendalian laju jantung menggunakan obat golongan beta
bloker atau penghambat kanal kalsium golongan non-dihydropyridin
direkomendasikan untuk pasien fibrilasi atrium jenis paroksismal,
persisten ataupun permanen. Beta bloker atau penghambat kanal
kalsium dapat diberikan pada keadaan akut tanpa disertai pre-eksitasi.
Kendali laju dipertimbangkan sebagai terapi awal pada pasien
usia tua dan keluhan minimal (skor ERHA 1). Kendali irama
direkomendasikan pada pasien yang masih simptomatik (skor ERHA >2)
meskipun telah dilakukan kendali laju optimal. Kendali laji sendiri dibagi
menjadi 2 bagian yaitu : kendali laju longgar dan kendali laju ketat. Pada
permulaan kendali laju longgar dapat dipilih dengan target laju jantung
<110 kali permenit saat istirahat. Apabila tetap didapatkan gejala,
kendali laju ketat dapat dilakukan dengan target laju jantung <80 kali per
menit saat istitahat. Penyekat beta direkomendasikan sebagai terapi
pilihan utama pada pasien fibrilasi atrium dengan gagal jantung dan
fraksi ejeksi yang rendah atau pasien dengan riwayat infark miocard.
Apabila monoterapi tidak cukup, maka dapat ditambah digoksin untuk
kendali laju. Fibrilasi atrium dengan respon irama ventrikel yang lambat,
biasanya membaik dengan pemberian atropin (mulai 0,5 mg intravena).
Bila dengan atropin masih simptomatik, dapat dilakukan tindakan
kardioversi atau pemasangan lacu jantung sementara.
3. Pengendalian irama jantung
Tujuan utama strategi kendali irama jantung adalah mengurangi
gejala. Pengendalian irama jantung dipilih pada pasien yang masih
bergejala meskipun pengendalian laju jantung telah optimal. Pengubahan
irama fibrilasi atrium ke irama sinus (kardioversi) menggunakan obat
paling efektif dilakukan dalam 7 hari setelah terjadi fibrilasi atrium.
Kardioversi farmakologis kurang efektif pada penderita fibrilasi atrium

Page 11 of 38
persisten. Terapi pengembalian irama ke sinus mempunyai kelebihan
mengurangi resiko tromboemboli, memperbaiki hemodinamik, serta
mencegah remodelling atrium yang dapat meningkatkan ukuran atium
dan menyebabkan kardiomiopati atrium.
Untuk penderita fibrilasi atrium dengan durasi 48 jam atau tidak
diketahui, direkomendasikan pemberian antikoagulan warfarin dengan
target INR 2.0-3.0 untuk 3 minggu sebelum kardioversi dan dilanjutkan
sampai 4 minggu setelah kardioversi. Untuk pasien yang tidak dtabil,
kardioversi dapat segera dilakukan tanpa pemberian antikoagulan
terlebih dahulu dan tetap diberikan antikoagulan setelahnya selama 4
minggu.
Untuk penderita fibrilasi atrium dengan durasi <48 jam dan
memiliki resiko tinggi stroke, heparin intravena, atau LMWH (Low
Molecular Weight Heparin) dapat direkomendasikan segera diberikan
sebelum atau sesaat setelah dilakukan kardioversi, diikuti dengan
pemberian antikoagulan oral sesuai dengan skor CHA 2DS2-VASc. Untuk
pasien fibrilasi atrium dengan durasi >48 jam atau durasi aktual tidak
diketahui, dan belum mendapatkan terapi koagulan selama 3 minggu
perlu dipertimbangkan echocardiography transesophageal sebelum
kardioversi untuk memastikan tidak ada trombus di atrium kiri.
Kardioversi dapat secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi
dengan agen farmakologis kurang berhasil jika durai fibrilasi atrium >7
hari.
4. Terapi tambahan (upstream therapy)
Terapi tambahan pada fibrilasi atrium adalah upaya pencegahan
atau penghambat remodelling miocard akibat hipertensi, gagal jantung,
atau inflamassi. Beberapa terapi yang termasuk dalam golongan ini
adalah penghambat enzin konversi angiotensin (EKA), penyekat reseptor
angiotensin, dan omega 3. Penghambat EKA dan penyekat reseptor
angiotensin menghambat efek aritmogenik angiotensin II, termasuk
mencegah fibrosisi atrium dan hipertrofi, stress oksidatif, serta inflamasi.
Penggunaannya sebagai pencegahan primer terutama pada pasien
dengan hipertensi, gagal jantung, dan faktor resiko jantung koroner lain.
Penghambat EKA dan penyekat reseptor angiotensin sebaiknya
digunakan pada pasien fibrilasi atrium yang baru terjadi, pada pasien
gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi dan hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri.
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS)
1. Pengkajian
Selain mencari gejala-gejala fibrliasi atrium, pengkajian pada pasien yang
dicurigai mengalami FA harus meliputi pertanyaan-pertanyaan yang
relevan, seperti :
- Penilaian klasifikasi FA berdasarkan waktu presentasi, durasi dan
frekuensi gejala

Page 12 of 38
- Penilaian faktor-faktor presipitasi : aktivitas, tidur, konsumsi
alkohol). Peran kafein sebagai faktor pemicu masih kontradiktif
- Penilaian cara terminasi : misalnya manuver vagal
- Riwayat penggunaan obat aritmia dan kendali laju sebelumnya
- Penilaian adakah penyakit jantung struktural yang mendasari
- Riwayat prosedur ablasi FA secara pembedahan (operasi Maze) atau
perkutan (dengan kateter)
- Evaluasi penyakit-penyakit komorbiditas yang memiliki potensi
untuk berkontribusi terhadap inisiasi FA (misalnya hipertensi,
penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertiroid, penyakit
jantung valvular dan PPOK)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan napas
(airway), pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) selanjutnya
dilanjutkan dengan tanda tanda vital, untuk mengarahkan tindak lanjut
terhadap FA. Pemeriksaan fisik juga dapat memberikan informasi
tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari FA
a. Tanda vital
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan napas dan
saturasi oksigen sangat penting dalam evaluasi stabilitas
hemodinamik dan kendali laju yang adekuat pada FA. Pada
pemeriksaan fisik denyut nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar
110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit. Pasien
dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis)
dapar mengalami btradikardia.
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugularis atau sianosis.
Bruit pada atreri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
c. Pemeriksaan paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung
(misalnya ronchi, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi
mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang mungkin
mendasari terjadinya FA (misalnya PPOK, asma)
d. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisik
pada pasien FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat
penting untuk mengevaluasi penyakit katup jantung atau
kardiomiopati. Pergeseran dari punctum maximum atau adanya bunyi
jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran ventrikel dan
peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras
dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit ,
dimana terdapat selisih jumlah dadi yang teraba dengan auskultasi
laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.

Page 13 of 38
e. Pemeriksaan abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba
mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau
penyakit hati intinsik. Nyeri kuadran atas, mungkin disebabkan
infark limpa akibat embolisasi perifer.
f. Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis,
jari tubuh atau edema. Ekstremitas yang lebuh dingin dan tanpa nadi
mungkin mengindikasika penyakit arterial perifer atau curah jantung
yang menurun
g. Neurologis
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien FA.
Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atauproses kehidupan yang
dialaminya, baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan fibrilasi atrium adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai dan kebutuhan oksigen
3. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
J. Luaran Keperawatan (SLKI)
Standar luaran keperawatan akan menjadi acuan bagi perawat dalam
menetapkan kondisi atau status kesehatan seoptimal mungkin yang
diharapkan dapat dicapai oleh klien setelah pemberian tindakan
keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018b). Berikut adalah beberapa
luaran keprawatan berdasarkan diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien dengan fibrilasi atrial :
1. Diagnosis penurunan curah jantung
Luaran utama : Curah Jantung
Kriteria hasil :
- Kekuatan nadi perifer meningkat
- Ejection fractian (EF) meningkat
- Cardiac todex (CI) meningkat
- Left ventricular stroke work index (LVSWI) meningkat
- Stroke volume index (SVI) meningkat
- Palpitasi menurun

Page 14 of 38
- Bradikardia menurun
- Takikardia menurun
- Gambaran EKG aritmia menurun
- Lelah menurun
- Edema menurun
- Distensi vena jugularis menurun
- Dispnea menurun
- Oliguria menurun
- Pucat/sianosis menurun
- Proximal nocturnal dispnea (PND) menurun
- Ortopnea menurun
- Batuk menurun
- Suara jantung S3 menurun
- Suara jantung S4 menurun
- Murmur jantung menurun
- Berat badan menurun
- Hepatomegali menurun
- Pulmonary vascular resistance (PVR) menurun
- Systematic vascular resistance menurun
- Tekanan darah membaik
- Capilary refil time (CRT) membaik
- Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) membaik
- Central venous pressure membaik
2. Diagnosa intoleransi aktivitas
Luaran utama : Toleransi aktivitas
Kriteria hasil :
- Saturasi oksigen meningkat
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
- Kecepatan berjalan meningkat
- Jarak berjalan meningkat
- Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
- Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
- Toleransi dalam menaiki tangga meningkat
- Keluhan lelah menurun
- Dispnea saat aktivitas menurun
- Dispnea setelah aktivitas menurun
- Perasaan lemah menurun
- Aritmia saat aktivitas menurun
- Aritmiat setelah aktivitas menurun
- Sianosis menurun
- Warna kulit membaik
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi napas membaik
- EKG iskemia membaik
- Frekuensi nadi membaik
3. Diagnosa hipervolemia

Page 15 of 38
Luaran utama : Keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
- Asupan cairan meningkat
- Haluaran urin meningkat
- Kelembapan membran mukosa meningkat
- Asupan makanan meningkat
- Edema menurun
- Dehidrasi menurun
- Asites menurun
- Konfusi menurun
- Tekanan darah membaik
- Denyut nadi radial membaik
- Tekanan arteri rata-rata membaik
- Membran mukosa membaik
- Mata cekung membaik
- Turgor kulit membaik
- Berat badan membaik
K. Intervensi Keperawatan (SIKI)
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan
klien individu, keluarga dan komunitas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018a).
Berikut adalah intervensi yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa yang
mungkin muncul pada pasien dengan fibrilasi atrium :
1. Diagnosa penurunan curah jantung
Intervensi utama : Perawatan jantung
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
- Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,
jika perlu)
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yeng mengurangi nyeri)
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)

Page 16 of 38
- Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
- Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadisebelum dan
sesudah aktivitas
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi debelum pemberian
obat (mis. beta blocker, ACE inhibitor, calcium channel blocker,
digoksin)
Terpeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
- Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan pasien dan keluarga mengukiur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2. Diagnosa intoleransi aktivitas


Intervensi utama : Manajemen energi
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Page 17 of 38
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,
suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau/aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mnegurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
3. Diagnosa hiperolemia
Intervensi utama : manajemen hipervolemia
Tindakan :
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis, ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugularis positif, suara
napas tambahan)
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor status hemodinamik (mis, ffrekuensi jantung, tekanan darah,
MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor tanda homokonsentrasi (mis, kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine)
- Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis, hipotensi
ortostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik
- Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 ̊
Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 ml/kg/jam dalam 6 jam
- Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam sehari

Page 18 of 38
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
- Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
- Kolaborasi pemberian continous renal replacement therapy (CRRT),
jika perlu

Page 19 of 38
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. CASE REPORT
LAKI-LAKI USIA 59 TAHUN DENGAN ATRIAL FIBRILASI : LAPORAN
KASUS
Kasus
Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke Instalansi Gawat Darurat di
RSUD dr. Sayidiman Magetan dengan keluhan dada sesak sejak satu minggu
yang lalu. Sesak muncul kadang-kadang, meningkat terutama pada saat
aktifitas dan malam hari. Keluhan membaik pada saat istirahat. Keluhan
pasien juga disertai keringat dingin. Pasien pernah mengalami keluhan
seperti ini dua bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit asam
lambung, hipertensi, asma dan jantung. Sampai sekarang pasien masih rutin
cek kesahatan dan berobat di poli.
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/120 mmHg,
nadi 90x/menit, ireguler, frekuensi nafas 24x/menit, dan suhu 36 ̊C. Kondisi
umum pasien tampak kesakitan dengan VAS skor yaitu 4 dan GCS 456. Pada
pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil reflek (+/+), respon cahaya (+/+), tonsil eodem dan eritem (-),
faring eritem (-). Pemeriksaan leher yaitu pembesaran limfonodi (-), JVP
R+2.
Pada hasil pemeriksaan dada, hasil jantung adalah murmur diastolik (-),
gallop (–). Hasil pemeriksaan paru – paru yaitu simetris, ronkhi (- /-),
wheezing (-/-). Selain itu, pemeriksaan abdomen didapatkan hasil supel,
bising usus (+) normal, timpani, shifting dullness (-), nyeri tekan hipogastrik
(-). Pemeriksaan ekskremitas yaitu nyeri tekan sendi lutut dan siku (-/-)
oedema (-/-),akral hangat (+/+), CRT <2 detik. Status volume dan pump
problem baik, Forrester klasifikasi 2 (warm and wet), NYHA 4.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium, terdapat leukosit dalam batas
normal 9.590 ribu/uL, eritrosit dalam batas normal yaitu 4.73 juta/uL,
hemoglobin 15,8 g/Dl, hematokrit 45,6%. MCV yaitu 96,4 fL, MCH 33.4 pg,
MCHC 34.6 g/Dl, trombosit yaitu 128 juta/uL, BUN 22,2, kreatinin serum
yaitu 0.96, asam urat yaitu 5,5, total kolestrol yaitu 124, trigliserida yaitu 64,
HbsAg negatif, SGOT 47, SGPT 34 dan Kalium 2,8
Pemeriksaan EKG memberikan hasil sinus rhthym, irama ireguler,
frekuensi nadi 92x/menit, axis normal, atrial fibrilasi. Berdasarkan keluhan,
pemeriksaan fisik, dan penunjang tersebut, diagnosis awal pada pasien
adalah atrial fibrilasi. Pasien selanjutnya menjalani rawat inap di ruang
perawatan dengan terapi Inf NS 1 fl, Inj pantoprazole 1x1, combivent,

Page 20 of 38
furosemid 2x40, spironolakton 0-25, atorvastatin 0-40, digoxin 1x1,
candesartan 0-80, curcuma 3x1 (Anggrahini & Trihartanto, 2020)
B. Pengkajian (Focus Assesement)
1. Data umum
- Nama : Tn. S
- Usia : 59 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Alamat : tidak terkaji
- Agama : tidak terkaji
- Bahasa : tidak terkaji
- Status perkawinan : tidal terkaji
- Pendidikan : tidak terkaji
- Pekerjaan : tidak terkaji
- Asuransi : tidak terkaji
- Golongan darah : tidak terkaji
- Nomor register : tidak terkaji
- Tanggal MRS : tidak terkaji
- Diagnosa medis : Atrial fibrilasi
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Sesak dada
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan dada sesak sejak
satu minggu yang lalu. Sesak muncul kadang-kadang,
meningkat terutama pada saat aktivitas dan malam hari.
keluhan membaik pada saat istirahat, disertai keringat dingin.
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini dua bulan yang
lalu.
- Riwayat penyakit dahulu
Asam lambung, hipertensi, asma dan jantung
- Riwayat penyakit keluarga
-
3. Pola kesehatan sehari-hari
- Nutrisi : tidak terkaji
- Eliminasi : tidak terkaji
- Aktivitas : tidak terkaji
- Personal hygiene : tidak terkaji
- Istirahat : tidak terkaji

4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak kesakitan dengan VAS skor : 4
Tingkat kesadaran : compos mentis
TTV :

Page 21 of 38
- RR : 24x/menit
- Nadi : 90x/menit teraba iregular
- Suhu : 36oC
- TD : 160/120 mmHg
Pemeriksaan GCS : 456
Pemeriksaan mata :
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Pupil reflek (+/+)
- Respin cahaya (+/+)
Pemeriksaan mulut :
- Tonsil oedem dan eritem (-)
- Faring eritem (-)
Pemeriksaan leher :
- Pembesaran limfonodi (-)
- JVP R+2
Pemeriksaan dada :
Paru (pulmo)
- Paru simetris
- Ronchi (-/-)
- Wheezing (-/-)

Jantung
- Murmur diastolik (-)
- Gallop (-)
Pemeriksaan abdomen :
- Bising usus (+) normal
- Perkusi (timpani)
- Sgifting dullness (-)
- Nyeri tekan hipogastrik (-)
Pemeriksaan ekstremitas :
- Nyeri tekan sendi lutut dan siku (-/-)
- Oedem (-/-)
- Akral hangat (+/+)
- CRT : <2 detik

Page 22 of 38
5. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium
- Leukosit : 9.590 ribu/uL
- Eritrosit : 4.73 juta/uL
- Hemoglobin : 15,8 g/Dl
- Hematokrit : 45,6%
- MCV : 96,4 fL
- MCH : 33,4 pg
- MCHC : 34,6 g/Dl
- Trombosit : 128 juta/uL
- BUN : 22,2
- Kreatinin serum : 0.96
- Asam urat : 5,5
- Kolesterol total : 124
- Trigliserida : 64
- HbsAg : negatif
- SGOT : 47
- SGPT : 34
- Kalium : 2,8
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan EKG

Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sinus rthym, irama ireguler,


frekuensi nadi 92x/menit, axis normal, atrial fibrilasi.
6. Lain-lain
pasien selanjutnya menjalani rawat inap dengan terapi :
- Infus NS 1 fl
- Injeksi Pantoprazole 1x1
- Combivent
- Furosemid 2x40
- Spironolakton 0-25
- Atorvastatin 0-40
- Digoksin 1x1
- Candesartan 0-80
- Curcuma 3x1

Page 23 of 38
C. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Hambatan upaya napas Pola napas tidak efektif
Pasien mengeluh dada (D.0005)
sesak sejak satu minggu
yang lalu. Sesak muncul
kadang-kadang dan
meningkat pada saat
melakukan aktivitas dan
malam hari

DO :
- RR : 24x/menit

Data yang seharusnya ada,


tetapi tidak ada di case
repport
- Penggunaan otot
banntu napas
- Fase ekspirasi
memanjang
DS : Hipertensi, fibrilasi atrium Resiko perfusi serebral
Pasien mengatakan tidak efektif (D.0017)
memiliki riwayat penyakit
hipertensi

DO:
- Tekanan darah :
160/120 mmHg
DS : Perubahan irama jantung Resiko penurunan curah
DO : jantung (D.0011)
- Pada pemeriksaan
EKG didapatkan hasil
sinus rthym, irama
ireguler, frekuensi
nadi 92x/menit, axis
normal, atrial
fibrilasi.
- Jugularis vena pressure
: R+2

D. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dispnea, pola
napas abnormal
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi dan fibrilasi atrium
3. Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan irama jantung

Page 24 of 38
E. Luaran Keperawatan (SLKI)
Diagnosa Luaran
keperawatan
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
efektif b.d jam maka tingkat nyeri menurun, dengan kriteria hasil :
hambatan upaya - Dispnea menurun
napas d.d - Penggunaan otot bantu napas menurun
dispnea, pola - Pemanjangan fase ekspirasi menurun
napas abnormal - Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas membaik

Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24


serebral tidak jam maka perfusi serebral meningkat, dengan kriteria
efektif d.d hasil :
hipertensi - Tingkat kesadaran meningkat
- Nilai rata-rata tekanan darah membaik
- Tekanan darah sistolik membaik
- Tekanan darah diastolik membaik

Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24


penurunan curah jam maka curah jantung meningkat, dengan kriteria hasil
jantung d.d :
perubahan irama - Kekuatan nadi perifer meningkat
jantung - Ejection fractian meningkat
- Distensi vena jugularis menurun
- Dispnea menurun
- Paroxymal nocturnal dyspnea (PND) menurun
- Tekanan darah membaik

F. Intervensi Keperawatan (SIKI)


Diagnosa Intervensi
keperawatan
Pola napas tidak Manajemen jalan napas
efektif b.d hambatan Observasi
upaya napas d.d - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
dispnea, pola napas napas)
abnormal - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga truma
servikal)
- Posisikan semi-fowler atau fowler

Page 25 of 38
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Resiko perfusi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
serebral tidak efektif Observasi :
d.d hipertensi - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis, lesi,
gangguan metabolisme, edema serebral)
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis,
tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
menurun)
- Monitor MAP (mean arterial ressure)
- Monitor CVP (central venous pressure), jika perlu
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (intra caranial pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (cerebral perfusion pressure)
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berika posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu

Resiko penurunan Perawatan jantung


curah jantung d.d Observasi :
perubahan irama - Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
jantung jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema,
ortopnea, paroxysmal nocturnal dispnea,
peningkatan CVP)
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung (meliputi peningkattan berat

Page 26 of 38
badan, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
- Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
ortostatik , bila perlu)
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor BB setiap hari di waktu yang sama
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada (mis, intensitas,
lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
- Monitor nilai laboratorium jantung (mis,
elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
- Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebeum
dan sesudah melakukan aktivitas
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebeum
pemberian obat (mis, beta brocker, ACE inhibitor,
calcium channel blocker, digoksin)

Terapeutik
- Posisikan pasien fowler atau semifowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (mis, batasi
asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
- Gunakan stocking elastis untuk pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangin stres,
bila perlu
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake da

Page 27 of 38
output cairan harian

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

Page 28 of 38
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING)

A. Masalah Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
diaforesis
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi
3. Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan irama jantung

B. Intervesi by Evidence Based Nursing


1. Manajemen Pengoptimalan Kepbutuhan Oksigen Pada Pasien Gagal
Jantung Di Unit Perawatan Intensif : A Literatur Review (Rahayu,
2020)
2. Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45o Terhadap Kenaikan Nilai
Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Jantung Kongesif di RSUD
Loekmono Hadi Kudus (Wijayati, Ningrum, & Putrono, 2019)
3. PENGELOLAAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL (Amri,
2017)
4. Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Failoure
dengan Penurunan Curah Jantung (Waladani, Anetdita, & Putri, 2019)
5. PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN SKALA
NYERI PADA DADA KIRI PASIEN ACUTE MYOCARDIAL INFARC DI RS
Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2014 (Tri Sunaryo dan Siti
Lestari, 2016)

Page 29 of 38
BAB IV. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)

1. Pemberian terapi oksigen


a) Definisi
Terapi oksigen adalah perawatan yang menyediakan tambahan
oksigen, gas yang dibutuhkan agar tubuh bekerja dengan baik.
b) Tujuan Tindakan
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan
memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah
untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%.
c) Prosedur Tindakan
A. Persiapan alat
- Humidifier oksigen
- Smber oksigen
- Flow meter oksigen
- Masker oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien dan selangnya
- Sarung tangan bersih
- Kassa
- Air steril
- Lembar informed concent
B. Persiapan pasien
- Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
- Atur posisi pasien
- Melengkapi informed concent
C. Persiapan perawat
- Melakukan validasi ulang tentang nama klien serta status
respirasi
D. Persiapan lingkungan
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan aman
- Gunakan sketsel untuk menjaga privasi klien
E. Pelaksanaan
- Dekatkan alat di samping klien
- Cuci tangan dan pakai sarung tangan
- Baca basmallah
- Bebaskan jalan napas dengan menghidap sekresi jika perlu
- Atur posisi klien dengan nyaman
- Hubungkan flowmeter dengan sumber oksigen
- Buka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
- Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan
- Pasang masker oksigen

Page 30 of 38
- Dampingi klien sampai klien merasa nyaman dengan alat terapi
oksigen yang diberikan
- Kaji kondisi klien dengan melihat TTV dan status oksigen
- Lepas sarung tangan dan buang pada tempat sampah medis
- Informasikan kepada klien bahwa tindakan pemasangan oksigen
telah selesai dilakukan
- Cuci tangan
- Berikan perawatan pada lubang hidung setiap 4 jam sekali,
hindari penekanan yang terlalu lama pada lubang hidung dan
telinga
- Bersihkan sungkup setiap 8 jam
F. Dokumentsi
Dokumentasikan waktu pemberian oksigen, jumlah oksigen dan
status pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan

d) Sumber Reference:
https://www.youtube.com/watch?v=Z5uvtEk_xTI&t=5s
2. Prosedur posisi fowler dan semi fowler
a) Definisi
Suatu kegiatan untuk memposisikan pasien setengah duduk atau duduk

b) Tujuan Tindakan
- Membantu mengatasi masalah kardiovaskular atau pernapasan
- Membantu pasien beraktivitas (makan, minum, membaca)
- Menurunkan tekanan intra abdomen
- Memperlancar utrine drainage pada wanita post partum

c) Prosedur Tindakan
A. Persiapan pasien :
Memberikan penjelasan entang maksud dan tujuan tindakan
B. Persiapan alat :
- Tempat tidur
- Bantal kecil 2 buah
- Bantal biasa 3 buah
- Handuk gulung
- Bantalan kaki
- Sarung tangan
C. Pelaksanaan :
- Perawat memperkenalkan diri
- Beritahu dan jelaskan kepada klien tentang prosedur yang akan
dilakukan dan lihat respon klien
- Dekatkan alat
- Cuci tangan dan menggunakan sarung tangan
- Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan

Page 31 of 38
- Naikkan kepala tempat tidur 15 ̊- 45 ̊ untuk semi fowler dan 45 ̊ -
90 ̊ untuk fowler
- Letakkan bantal kecil dibawah punggung klien pada kurva lumbal
jika ada celah di sana
- Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien
- Letakkan bantal kecil dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit
- Pastikan tidak ada tekanan pada area poplitea dan lutut dalam
keadaan fleksi
- Letakkan gulungan handuk disamping masing masing paha
- Topang kaki dengan bantalan akki
- Letakkan bantal untuk menopang kegua lengan dan tangan juka
ada kelemahan pada klien
- Dokumentasikan tindakan.

d) Sumber Reference:
https://www.youtube.com/watch?v=eWNdKhYqjxc

3. Pengukuran tekanan darah


a) Definisi
Prosedur pengukuran tekanan darah merupakan tindakan
menilai tekanan darah yang merupakan indikator untuk menilai sistem
kardiovaskuler bersamaan dengan pemeriksaan nadi.
b) Tujuan Tindakan
Tujuan dari prosedur tindakan ini adalah untuk mengetahui nilai
tekanan darah
c) Prosedur Tindakan
A. Persiapan
Persiapan alat :
- Stetoskop
- Tensimeter
Persiapan perawat :
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan / informed concent
- Memberikan posisi yang nyaman pada klien
Persiapan klien : atur posisi pasien senyaman mungkin dan sesuai
kebutuhan pemeriksaan
Persiapan lingkungan :
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Jaga privasi pasien
B. Prosedur
- Mengucapkan basmallah
- Perawat mencuci tangan

Page 32 of 38
- Meletakkan alat di dekat klien
- Memakai handscoon bersih
- Pilih manset tensimeter sesuai dengan ukuran lengan klien
- Tempatkan klien dalam posisi nyaman (duduk/berbaring) dengan
lengan rileks, sedikit menekuk dan bebas dari tekanan oleh
pakaian
- Palpasi arteri brachialis
- Pasang manset melingkari lengan atas dimana arteri brachialis
teraba, secara rapi dan tidak terlalu ketat (2,5 cm diatas siku) dan
sejajar jantung
- Raba nadi radialis atau brachialis dengan satu tangan
- Tutup bulb screw tensimeter
- Pasang bagian diafragma stetoskop pada perabaab pulsasi arteri
brachialis
- Pompa tensimeter dengan cepat sampai 30 mmHg diatas
hilangnya pulsasi
- Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai pulsasi arteri
teraba
- Dengarkan melalui stetoskop, sambil menurunkan perlahan-lahan
3 mmHg/detik dan melaporkan saat mendengar bising ‘dug’
pertama (tekanan sistolik)
- Turunkan tekanan manset sampai suara bising ‘dug’ yang terakhir
(tekanan diastolik)
- Rapikan alat
- Rapikan pasien
- Mengucapkan hamdalah dan menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada klien dan keluarga
- Lepas handscoon dan cuci tangan
- Dokumentasikan hasil pemeriksaan di status pasien

d) Sumber Reference:
https://www.youtube.com/watch?v=nuHiXVmnwbs

4. Pemeriksaan Nadi
a) Definisi
Pemeriksaan nadi merupakan indikator untuk menilai sistem
kardiovaskular. Denyut nadi dapat diperiksa dengan mudah
menggunakan jari tangan (palpasi) atau dapat juga digunakan dengan
alat elektronik yang sederhana maupun canggih.
b) Tujuan Tindakan
- Mengetahui denyut nadi (irama, frekuensi dan kekuatan)
- Menilai kemampuan fungsi kardiovaskuler
c) Prosedur Tindakan
A. Persiapan

Page 33 of 38
Persiapan alat :
- Jam tangan
Persiapan perawat :
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan / informed concent
- Memberikan posisi yang nyaman pada klien
Persiapan klien : atur posisi pasien senyaman mungkin dan sesuai
kebutuhan pemeriksaan
Persiapan lingkungan :
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Jaga privasi pasien
B. Pelaksanaan
- Mengucapkan basmalah
- Mencuci tangan dan memakai handscoon
- Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien dan
keluarga
- Bantu klien untukduduk atau berbaring, pastikan pasien merasa
nyaman
- Gunakan 2 atau 3 ujung jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari
manis) untuk meraba salah satu dari 9 arteri, biasanya arteri
radialis
- Tekan arteri radialis untuk merasakan denyutan
- Kaji jumlah, kualitas dan ritme nadi
- Gunakan jam tangan untuk menghitung frekuensi nadi selama 1
menit atau minimal 30 detik
- Hitung frekuensi nadi selama 1 menit penuh apabila ditemukan
kondisi abnormal
- Sampaikan hasil kepada klien dan keluarga
- Lepas handscoon dan cuci tangan
- Dokumentasikan hasil pada status pasien

d) Sumber Reference:
https://www.youtube.com/watch?v=ZPbc2IlWF4E
5. Teknik relaksasi benson
a) Definisi
Relaksasi benson adalah salah satu cara mengurangi nyeri dengan
mengalihkan perhatian kepada relaksasi sehingga kesadaran klien
terhadap nyeri yang dialami berkurang, relaksasi ini dilakukan dengan
cara menggabungkan relaksasi yang diberikan kepercayaan yang dimiliki
klien (Tri Sunaryo dan Siti Lestari, 2016)
b) Tujuan Tindakan
- Mengurangi nyeri

Page 34 of 38
- Mengatasi gangguan tidur
- Mengatasi kecemasan
c) Prosedur Tindakan
A. Persiapan
- Memberikan salam terapeutik
- Menyediakan lingkungan yang tenang
- Memvalidasi kondisi pasien
- Menjaga privasi pasien
- Memilih doa untuk memfokuskan perhatian saat relaksasi
B. Tahap kerja
- Posisikan pasien duduk dengan nyaman
- Instruksikan pasien untuk memejamkan mata
- Instruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan otot-otot
tubuh dari ujung kaki sampsi dengan otot wajah dan rileks
- Instruksikan kepada psien agar menarik napas dalam lewat
hidung, tahan 3 detik lalu hembuskan lewat mulut disertai dengan
mengucapkan do’a atau kata yang telah dipilih
- Instruksikan pasien untuk membuang pikiran negatif, dan tetap
fokus pada napas dalam dan do’a
- Lakukan selama kurang lebih 10 menit
- Instruksikan pasien untuk mengakhiri relaksasi dengan tetap
menutup mata selama 2 menit, lalu membukanya dengan
perlahan
C. Tahap terminasi
- Evaluasi perasaan pasien
- Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya
- Akhiri dengan salam
D. Dokumentasi
- Catat waktu pelaksanaan tindakan
- Catat respon klien

d) Sumber Reference:
https://www.youtube.com/watch?v=CU8iyKh5dDg

Page 35 of 38
BAB V. PERKULIAHAN DENGAN PRAKTISI DARI RUMAH SAKIT

Tuliskan Resume/Rangkuman Materi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 36 of 38
Daftar Pustaka

ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients With Atrial


Fibrillation. America: American College of Cardiology Foundation and
American Heart Association.
Amri, I. (2017). Pengelolaan Peningkatan Tekanan Intrakranial. Jurnal Ilmiah
Kedokteran, 4(3), 2–17. Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MedikaTadulako/article/view/
9288
Anggrahini, N. S., & Trihartanto, M. A. (2020). LAKI-LAKI USIA 59 TAHUN
DENGAN ATRIAL FIBRILASI: LAPORAN KASUS.
Effendi. (2017). Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Cermin Dunia Kedokteran (CDK)
Journal, 44(2), 93–96.
Kornej, J., Bö rschel, C. S., Bö rschel, C. S., Benjamin, E. J., Benjamin, E. J., Schnabel,
R. B., & Schnabel, R. B. (2020). Epidemiology of Atrial Fibrillation in the
21st Century: Novel Methods and New Insights. Circulation Research, 4–20.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.120.316340
Mann, D., Zipes, D., Libby, P., & Bonow, R. (2014). Braunwald’s Heart Disease : A
Textbook of Cardiovascular Medicine, Single Volume (10th Editi). Chicago.
Nasution, S., Ranitya, R., & Ginanjar, E. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(Edisi 6). Jakarta: Interna Publishing.
Rahayu, L. P. (2020). Management Pengoptimalan Kebutuhan Oksigen Pada
Pasien Gagal Jantung Di Unit Perawatan Intensif: A Literatur Review. Jurnal
Berita Ilmu Keperawatan, 13(2), 84–92.
https://doi.org/10.23917/bik.v13i2.11499
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018b). Standar Luaran Kepwrawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tri Sunaryo dan Siti Lestari. (2016). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Dada Kiri Pada Pasien Acute Myocardial Infarc .
Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(2), 147–151.
Waladani, B., Anetdita, P., & Putri, K. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan pada
Pasien Congestive Heart Failure dengan Penurunan Curah Jantung.
University Research Colloqium, 878–882.
Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). Pengaruh Posisi Tidur Semi

Page 37 of 38
Fowler 450 Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Gagal
Jantung Kongestif Di RSUD Loekmono Hadi Kudus. Medica Hospitalia :
Journal of Clinical Medicine, 6(1), 13–19.
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v6i1.372
Yuniadi, Y., Tondas, A. E., Hanafy, D. A., Hermanto, D. Y., Maharani, E., Munawar,
M., & Raharjo, S. B. (2014). PEDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM
(Edisi 1). PP PERKI.

Page 38 of 38

Anda mungkin juga menyukai