Anda di halaman 1dari 23

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III (P2K2 II)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN


TUBERKULOSIS (TB PARU)

Disusun oleh :

Norhafizhah 19.20.3034

Pembimbing Klinik :
Mega Permatasari., S.Kep., Ns

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA BANJARMASIN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dengan judul :

“LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS (TB PARU)”

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Oleh :
Norhafizhah 19.20.3034

Menyatakan bahwa Laporan Pendahuluan yang disusun telah diperiksa dan disetujui
untuk diujikan.

Banjarbaru, Januari 2022

Pembimbing Klinik

Mega Permatasari., S.Kep., Ns


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan P2K2 II dalam stase Keperawatan
Medikal Bedah III yang berjudul “Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan TB Paru”.

Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan dan
motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada yang terhormat:
1. Ibu Mega Permatasari, S.Kep.,Ns selaku pembimbing klinik RSD Idaman Kota
Banjarbaru Ruang Camar.
2. Ibu Agustina Lestari., S.Kep., Ns., M,Kep selaku Dosen Pembimbing P2K2 I
Keperawatan Medikal Bedah III.

Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan


yang setimpal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin yaa robbal a’lamin

Banjarbaru, Januari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................. 2
C. Tujuan................................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI


A. Definisi .............................................................................. 3
B. Etiologi .............................................................................. 3
C. Manistefasi Klinis.............................................................. 4
D. Anatomi.............................................................................. 5
E. Fisiologi............................................................................. 6
F. Patofisiologi....................................................................... 10
G. Pathway.............................................................................. 12
H. Pemeriksaan Fisik.............................................................. 13
I. Pemeriksaan Penunjang..................................................... 15
J. Penatalaksanaan Medis...................................................... 16
K. Analisa Data....................................................................... 19
L. Diagnosa Keperawatan...................................................... 20
M. Nursing Care Planing......................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis
dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet
dahak pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan
memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika
mereka batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB
tersebut dapat menjadi terinfeksi Tuberkulosis.
Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDG’s (Kemenkes, 2015). Penyakit Tuberkulosis
masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Hal tersebut menyebabkan
gangguan kesehatan jutaan orang pertahun penyebab utama kematian penyakit
menular di dunia . Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru yaitu
5,4 juta adalah laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0 juta anak- anak.
Penyebab kematian akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi yaitu 1,5 juta
kematian , dimana sekitar 890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah perempuan
dan 140.000 anak-anak (WHO, 2015). Indikator yang digunakan dalam
penanggulangan TB salah satunya Case Detection Rate CDR), yaitu jumlah
proporsi pasien baru BTA positif yang ditemukan dan pengobatan terhadap
jumlah pasien baru BTA positif, yang diperkirakan dalam wilayah tersebut
(Kemenkes, 2015). Pencapaian CDR (Case Detection Rate-Angka Penemuan
Kasus) TB di Indonesia tiga tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun
2012 sebesar 61 %, tahun 2013 sebesar 60 %, dan tahun 2014 menjadi 46 %
(Kemenkes RI, 2015).
Penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan saluran pernapasan pada semua kelompok usia serta nomor
satu untuk golongan penyakit infeksi. Korban meninggal akibat TB Paru di
Indonesia diperkirakan sebanyak 61.000 kematian setiap tahunnya (Depkes RI,
2011).
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi dini antara lain pleuritis,
efusi pleura empiema, laryngitis dan TB Usus. Selain itu juga dapat
menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut seperti obstruksi jalan napas dan
amiloidosis. Untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan
fungsi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang benar meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilakukan secara
komprehensif dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Peran
perawat dalam promotif dan preventif yakni memberikan pendidikan kesehatan
tentang TB Paru dan penularan TB Paru terhadap keluarga maupun pasien itu

1
sendiri. Dalam upaya penanggulangan penyakit TB Paru, peran serta
keluarga dalam kegiatan pencegahan merupakan faktor yang sangat penting.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud TB Paru ?
2. Bagaimana Etiologi TB Paru ?
3. Apa Saja Manifestasi Klinis TB Paru ?
4. Bagaimana Patofisiologi TB Paru?
5. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang TB Paru) ?
6. Apa Saja Penatalaksanaan TB Paru?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
2. Mengetahui Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
3. Mengetahui Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)
4. Mengetahui Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
5. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD)
6.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Menurut Tabrani (2010) Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang
dapat hidup terutama di paru atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga
mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga
menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan
dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap
ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.
Tuberkulosis Paru atau TB adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium
tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
(Andra S.F & Yessie M.P, 2013).
Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam)
positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA
negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB
meskipun dengan tingkat penularan yang kecil (kemenkes RI,2015).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Penyakit TB paru disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan cara
penderita penyakit TB paru aktif mengeluarkan organisme. Individu yang
rentan menghirup droplet dan bisa terinfeksi. Bakteria ditransmisikan ke
alveoli dan dapat memperbannyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa.
Menurut Muttaqin Arif (2012), Ketika pasien TB Paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tidak sengaja bisa tertular droplet nurkei dan jatuh ke
tanah, lantai atau tempat lainya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu
panas, droplet atau nuklei dapat menguap. Menguapnya droplet bakteri
tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Jika
bakteri terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi terkenan TB
Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer & Bare
(2016) yaitu:
a. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang

3
mempunyai TB Paru aktif.
b. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka
yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terkontaminasi
oleh HIV).
c. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak di
bawah uiasa 15 tahun dan dewasa muda sekitar usia 15 sampai 44
tahun).
e. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal
kronis, silikosis, dan penyimpanan gizi).
f. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau sub
stardar.
g. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang melakukan
aktivitas yang mempunyai resiko tinggi).

3. Manifestasi Klinis
Menurut Zulkifli Amin & Asril Bahar (2009), keluhan yang dirasakan
pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan
pasien TB Paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan yang terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk/batuk berdahak

Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar, karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk
ini dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbulnya
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

4
c. Sesak Napas

Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas.


Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang
infiltrasinya sudah meliputi sebagian paru-paru

d. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila


infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik melepaskan
napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keluar
keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi
hilang timbul secara tidak teratur.

4. Anatomi dan Fisologi

Gambar. Anatomi fisiologi pernafasan

Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian


salauran penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-parusendiri
meliputidua bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah
(Muhamad Ardiansyah,2012 : 291).
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)
Saluran umum, fungsi utama dan saluran pernapasan atas adalah
saluran udara (air circulation) menuju saluran napas bagian bawah
untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas bagian
bawah dari benda asing, dan sebgai penghangat, penyaring, serta
pelembab (warning fibriation amd humidifiation) dari udara yang
dihirup hidung. Saluran pernapasan atas ini terdiri dari organ organ
berikut:

5
b. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Rongga inibersambung dengan lapisan faring dan
selaput lender sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga
hidung.
c. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Nama sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama tulang
dimana organ itu berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis, sinus
etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus maksilaris. fungsi dari sinus
adalah untuk emmebantu menghangatkan dan melembabkan udara
manusia dengan ruang resonansi.
d. Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak sampai
persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Oleh karena itu letak faring di belakang laring (larynx
pharyngeal).
e. Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan
faring dan columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas
vetebrata servikals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring
terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligament
dan membrane (Muhammad Ardiansyah, 2012: 291).
f. Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umuj saluran pernapasan bagian bawah
terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau
yang seiring di sebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis.
Saluran ini terdiri atas trakea. Bronki, dan bronkioli. Kedua saluran
respiratorius terminal (kadang kala disebut dengan acini) yang
merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai
penyalur (Konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius
terminal merupakan pertukaran gas yang sesunggahnya. Alveoli
sendiri merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
g. Trakea
Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm.
Organ ini merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata
torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua
bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap,
berupa cincin-cincin tulang rawan yang disatukan bersama oleh
jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran sebelah belakang trakea .
selain itu, trakea juga memuat beberapa jaringan otot.
h. Bronkus dan Bronkeoli

6
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan
vetebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
membentang kebawah dan kesamping, kea rah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit
lebihtinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkansebuah cabang
utamaleawat dibawah arteri, yang disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan serta
merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah
menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang
utama bronkus kanan dan kiri bercabanglagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian menjadi lobus sementalis. Percabangan ini
merentang terus menjadi bronkus yang ukuranya semakin kecil,
sampai akhirnya menjadi bronkhiolis terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
Bronkeolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi
oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran
udara kebawah sampai tingkat bronkhiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
i. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari
bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara
kecil dan alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantung berdinding
tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding inilah terjadi
pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli.
Lubang-lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara
melewati satu alveolus yang lain. Alveolus yang melapisi rongga
toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
j. Paru-Paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru-
Paru yang juga dilapisi pleura. Didalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga
lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Tiap
lobus dibungkus oleh jaringan elastic yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus
alveolar, dan alveoli. Diperkirakan, setiap paru-paru mengandung 150
juta alveoli sehingga organ ini mempunyai permukaan yang cukup
luas sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.
k. Toraks, Diagfragma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan
pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa.

7
Pada bagian atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan
untuk proses inspirasi, yakni skaleneus dan stenokleidomastoideus.
Otot sklaneuas menaikan tulang iga pertama dan kedua selama
inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan
dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangkat
sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pektoralisjuga merupakan otot
untuk inspirasi tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja
napas. Diantara tulang iga terdapat ototinterkostal. Otot interkostal
eksternum adalah otot yang menggerakan tulang iga ke atas dan
kedepan, sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari
dinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga toraks. Pada keadaan
relaksasi, diagfragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan
ototdiagfragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal
cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu jika terjadi kecelakaan
pada saraf C3, maka ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru.
Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yan melapisi rongga
toraks dan pleura visceral yang menutupi setiap,paru-paru. Di antar
kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura menyerupai selaput tipis
yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama
lain selama respirasi, sekaligus mencegah pemisah toraks dan paru-
paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika pleura
bermasalah, misalnya mengalami peradangan, maka udara cairan dapt
masuk kedalam rongga pleura. Hal tersebut dapat menyebabkan paru-
paru tertekan dan kolaps (Muhammad Ardiansyah, 2012 : 293)
l. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari
udara kedalam jaringan-jaringan dan CO2 di keluarkan ke udara
(ekspirasi), yaitu stadium pertama dan stadium kedua.
1) Stadium Pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru.
Mekanisme ini di mungkinkan karena ada selisih tekanan antara
atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.
2) Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek yaitu:
a) Disfusi gas antara alveolus dan kapiler pzru-pzru (respirasi
eksternal) serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan

8
penyesuaianya dengan distribusi udara dalam alveolus.
c) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah
respimi attau respirasi internal merupakan stadium akhir
darirespirasi, dimana oksigen dioksida untuk mendapatkan
energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses
metabolisme sel dan keluarkan oleh paru-paru.
d) Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernapasan
yang mencakup proses pernapasan yang mencakup proses
difusi gas- gas melintasi membrane alveolus kapiler yang
tipis (tebalnya kurang dari 0.5 mm). kekuatan mendorong
untuk pemindahan ini di peroleh dari selisih tekanan persial
antara darah dan fase gas.
e) Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antar alveolus
dan kapiler paru-paru yang membutuhkan distibusi merata
dari udara dalam paru-paru yang membutuhkan distribusi
merata darinudara dalam paru-paru dan petfusi (aliran
darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi
dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal
pada posisi tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan
perfusi hamper seimbang, kecuali pada apeks paru-paru.
5.

9
6. Patofisiologi dan Pathwy
Port de entry kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
terjadi melalui udara, (air bone), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai
alveolus dan diinhalasi biasanya terdiri atas satu sampai tiga gumpalan. Basil
yang lebih besar cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus,
sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus,
kuman akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak membunuh organisme
tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epitoloit
yang dikelilingi oleh foist. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20
jam (Ardiansyah, 2012).

10
7. Pemeriksaan Fisik
Head To Toe
a. Kepala
I : biasanya kepala bersih, rambut hitam/putih bersih, rambut
panjang/pendek, kepala simetris, tidak ada lesi.
P : biasanya tidak ada benjolan pada kepala, tidak ada nyeri tekan pada
kepala.
b. Muka
I : biasanyatidak ada lesi, tidak ada odema, tampak pucat, simetris.

11
P : biasanyatidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan
c. Mata
I : biasanyakonjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia) (Andarmoyo, Sulistyo. 2012).
P : biasanya Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
d. Hidung
I : biasanya adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap, dyspnea),
(Andarmoyo, Sulistyo. 2012).
e. Mulut dan Bibir
I : biasnya Membrane mukosa sianosis (karena penurunan oksigen),
bernapas dengan dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit
paru kronik), tidak ada stomatitis (Andarmoyo, Sulistyo. 2012).
P : biasanya Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
f. Telinga
I : biasanya Simetris, tidak ada serumen, tidak ada alat bantu
pendengaran.
P : tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
g. Leher
I : biasanya Tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, warna kulit merata.
P : biasanyaTidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.
h. Thorax
Menurut (Morton, dkk. 2011) pemeriksaan pada thorax adalah :
Paru-Paru
Inspeksia : biasanya abnormalitas dinding dada yang biasa terjadi, dada
“bentuk barrel”.
1) Hemidiafragma mendatar
2) Frekuensi pernapasan istirahat, pernapasan mungkin dangkal.
3) pasien TB paru sering menggunakan otot skalenus dan otot
sternokleidomastoideus.
Palpasi :
1) Taktil fremitus melemah
2) Ekspansi dada meningkat
3) Pelebaran sela iga Perkusi
4) Hipersonor
5) Pergerakan diafragma yang mendatar dan menurun
Auskultasi :
1) Ronchi Bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar baik inspirasi
maupun ekspirasi akibat terkumpulnya secret dalam trachea atau
bronchus sering ditemui pada pasien odema paru, bronchitis.
i. Jantung
I : biasanya ictus cordis tidak terlihat

12
P : biasanya ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial linea
midclavikularis sinistra
P : biasanya terdengar bunyi pekak
A : biasanya Bunyi jantung reguler
j. Abdomen
I : biasanya Tidak ada lesi, warna kulit merata.
A : biasanya Terdengar bising usus 12x/menit.
P : biasanya Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
P :biasanya tympani
k. Genetalia
I : biasanya Tidak ada lesi, rambut pubis merata, tidak ada jaringan
parut.
P : biasanya Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran abnormal.
l. Kulit
I : biasanya Sianosis perifer karena menurunnya aliran darah perifer,
penurunan turgor kulit karena dehidrasi (Andarmoyo, Sulistyo. 2012).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di
ketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di
pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak
sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua.
Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik
BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan
satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum).
Positif jika diketemukan bakteri taham asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux) Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau
hasil negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit
yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan.

13
Perubahan yang menunjukkan perkembangan Tuberkulosis
meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi,
meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan
menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim /
fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis)
3. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan Tuberculosis ialah memusnahkan basil tuberkulosis
dengan cepat dan mencegah kambuh. Obat yang digunakan untuk
Tuberculosis digolongkan atas dua kelompok yaitu :
a. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan
dengan obat-obat ini.
b. Obat sekunder : Exionamid, Paraminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin (Depkes RI, 2011).
c.

14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA TB PARU
A. Pengkajian
1. Identitas
Biasanya TB paru bisa terjadi pada jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. TB paru bisa menyerang segala usia.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru
meminta pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 4
keluhan, yaitu :
a) Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering
dikeluhkan, apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif,
sputum bercampur darah
b) Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak,
berupa garis atau bercak-bercak darah
c) Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura,
pneumotoraks, anemia, dll.
d) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena
TB
 Keluhan Sistematis
a) Demam
keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore
hari atau pada malam hari mirip dengan influenza
 Keluhan Sistematis Lain
keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan dan malaise
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Biasanya Keadaan pernapasan pasien pendek, Nyeri dada, Batuk,
dan Sputum
2. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan
pembedahan
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita empisema, asma,
alergi dan TB

15
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul menurut NANDA (2015)
yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
adanya penumpukan sekret
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri dada
5. Resiko syok Hipovolemik berhubungan dengan kehilangan
cairan dan elektrolit
6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan infeksi
primer pada alveoli sehingga terjadinya kekurangan suplai
O2.

D. Nursing Care Planing


No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat teratasi dengan


kriteria hasil :

1. Pasien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan, Pasien berpartisipasi dalam


program pengobatan
1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan
penggunaan otot bantu aksesori)
2. Catat kemampuan pasien mengeluarkan dahak, catat karakter, jumlah dahak,
adanya hemoptisis
3. Ajarkan pasien posisi semifowler tinggi
danlatihan napas dalam
2.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat teratasi dengan


kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam rentang (36oC – 37oC)

1. Pantau suhu tubuh

16
2. Anjurkan untuk banyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi
3. Anjurkan istri pasien agar memberikan kompres hangat pada
lipatanketiak dan femur
4. Anjurkan pasienuntuk memakai pakaian yang menyerap keringat
5. Kolaborasi : Pemberian paracetamol 500mg
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat teratasi dengan


kriteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perubahan pola makan

1. Catat status
nutrisi pasien dari turgor kulit dan berat badan
2. Kaji adanya anoreksia, mual, muntah, dan catat kemungkinan hubungan dengan
obat
3. Motivasi pasien untuk makan sedikit tapi sering
4. Dorong pasien untuk sering beristirahat
5. Kolaborasi : Pemberian injeksi ranitidine 50mg, antacid 500mg dan
curcuma 50m
4
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri dada

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat teratasi dengan


kriteria hasil :
 Mampu mengontrol Nyeri
 Kualitas tidur dan istirahat adekuat

 Status kenyamanan meningkat

Gunakan pendekatan yang menenangkan


Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri
Lakukan penkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi,kualitas, dan faktor presipitasi
Instruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic

5
Resiko syok Hipovolemik berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit

17
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
 Frekuensi nafas dan irama pernafasan dalam batas yang diharapkan

Monitor suhu dan pernafasan


Monitor input dan output
Monitor tanda awal syok
Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda gejala syok
Berikan cairan iv atau oral yang tepat
6
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kekurangan suplai O2.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat teratasi dengan


kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal

1. Monitor TTV,
2. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
3. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
4. Monitor respirasi dan status O2
5. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
otot supraclavicular dan intercostal
6. Monitor suara nafas, seperti dengkur
7. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
8. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
9. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)

18
DAFTAR PUSTAKA

Andra F.S & Yessie M.P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha

Medika Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva

Press

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :


Gerdunas TB.

Dinkes Kampar. 2018. Profil Kesehatan Kesehatan Kampar.

Diagnosa Nanda Nic Noc. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC

Hariadi, Slamet, dkk.2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo.

Hasan, Helmia, Wibisono M, Winariani, Hariadi S, editors. 2010. Tuberkolosis Paru.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR – RSUD Dr. Soetomo.

19

Anda mungkin juga menyukai