S DENGAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CDK) DI RUANG IGD
NON BEDAH RS DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
Oleh :
( ) ( )
1
RESUME KEPERAWATAN TERHADAP Ny. W DENGAN
NON HEMORAGIK STROKE (NHS) DI RUANG IGD
NON BEDAH RS DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
Oleh :
( ) ( )
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi......................................................................................1
B. Etiologi ......................................................................................2
C. Klasifikasi...................................................................................3
D. Patofisiologi................................................................................4
E. Manifestasi Klinis.......................................................................6
F. Penatalaksanaan..........................................................................10
G. Pemeriksaan penunjang..............................................................11
H. Komplikasi.................................................................................15
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian..................................................................................16
B. Klasifikasi Data..........................................................................19
C. Kategorisasi Data.......................................................................20
D. Analisa Data...............................................................................23
E. Diagnosis....................................................................................25
F. Intervensi ...................................................................................26
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian..................................................................................32
B. Klasifikasi Data..........................................................................38
C. Kategorisasi Data.......................................................................40
D. Analisa Data...............................................................................42
E. Diagnosis....................................................................................44
F. Intervensi ...................................................................................45
G. Implementasi .............................................................................48
H. Evaluasi......................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Nuari dan Widayati, 2017).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis
dengan etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(Suwitra, 2014).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-
proses patofiologik yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan
fungsi ginjal dan penurunan progresif laju filtrasi glomerolus (LFG)
(Jameson dan Loscalz, 2013).
B. Etiologi
Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit
komplikasi dari penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder
(secondary illness). Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan
hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab lainnya, yaitu:
1. Glomerulonefritis
2. Pyelonefritis kronis, tuberkulosis
3. Polikistik ginjal
4. Renal nephrosclerosis
5. Neprolithisis
6. Sysctemic lupus erythematosus
5
7. Aminoglikosida
Menurut IRR (Indonesian Renal Registry) pada tahun 2017 ini
proporsi etiologi CKD, urutan pertama ditempati oleh hipertensi sebanyak
36% dan nefropati diabetic atau diabetic kidney deases menempati urutan
kedua.
Penyebab Jumlah
Hipertensi 10482
Diabetes mellitus 4394
Penyakit kardiovaskuler 1424
Penyakit serebrovaskuler 365
Penyakit saluran pencernaan 374
Penyakit saluran kencing 617
Tuberkulosis 184
Hepatitis B 366
Heatitis C 679
Keganasan 123
Lain-lain 1240
C. Klasifikasi
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu,
atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140 − umur)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
LFG (ml/mnt/1,73m²) =
72xkreatinin plasma (mg/dl)
6
D. Patofisiologi
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan GFR, maka
klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan
nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat (Nurarif & Kusuma,
2015).
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens
(subtansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsetrasi atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun.
Dengan menurunnya GFR maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini
akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,
tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon,
akibatnya kalsium di dalam tulang menurun menyebabkan perubahan
pada tulang dan penyakit tulang.
7
6. Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi)
Terjadi perubahan kompleks kalsium fosfat dan keseimbangan
parathormon.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran
sirkulasi memiliki fungsi yang banyak. Sehingga kerusakan kronis secara
fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi
dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh
gagal ginjal kronis (Prabowo dan Pranata, 2014) :
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya
otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling
khas adalah penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic
pericarditis, effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade
jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratori sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung
dan sesak nafas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif
8
duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksi, nause, dan
vomitting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan
refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik encephalopathy.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan seksresi
sperma, peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
8. Hepatopoiteic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet.
Biasanya masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan
dengan adanya pendarahan ( purpura, ekimosis, dan petechiae).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu
(Muttaqin, 2011) :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
9
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan : AV fistule (menggabungkan vena dan arteri) dan
double lumen (langsung pada daerah jantung atau vaskularisasi ke
jantung).
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
G. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien CKD
yaitu (Haryono, 2013) :
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada
(anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1.
10
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir.
b. Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8
gr/dl.
c. SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis
metabolik, pH kurang dari 7,2.
d. Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
3. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan peningkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
11
12
H. Penyimpangan KDM
Reaksi antigen Arteriosklerosis Tertimbun di ginjal Retensi urine Batu besar dan
antibodi keras
GGK Anemia
Nausea, vomitus Iritasi lambung Kerusakan Pre load naik Supali oksigen
integritas kulit
13
Defisit nutrisi Keletihan Payah jantung
Nyeri
14
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) lebih menekankan
pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam
tubuh (hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya
fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam
batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka
akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan
gangguan sistem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada
klien dengan CKD:
1. Biodata Tidak ada spesisfikasi khusus untuk kejadian CKD, namun
laki-laki sering mengalami resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan
dan pola hidup sehat.
2. Keluhan utama Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat
penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output
yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran
karena komplikasi pada sistem sirkulasiventilasi, anoreksia, mual dan
muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi
ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan
filtrasi.
3. Riwayat penyakit sekarang Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa
ke RS dan masuk ke ruang perawatan, komponen ini terdiri dari
PQRST yaitu:
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal
yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan gagal ginjal
mengeluh sesak, mual dan muntah.
Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa sesak
akan membuat lelah atau letih sehingga sulit beraktivitas.
R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan. Sesak akan
15
membuat kepala terasa sakit, nyeri dada di bagian kiri, mual-mual, dan
anoreksia.
S : Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan
tersebut. Sesak akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat
dan dalam.
T :Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan
freukensinya, waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus-
menerus.
4. Riwayat penyakit dahulu
Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal ginjal
akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu,
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan
masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung, penggunaan obat yang
bersifat nefrotoksis, BPH dan lain sebagainya yang mampu
mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
mellitus, hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun,
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit
tersebut herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika
ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
6. Riwayat Psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien
memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis,
biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien
akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain
itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses
pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
16
7. Pola aktivitas sehari
a. Polanutrisi
Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan
makanan atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam
sehari. Pada pasien gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan
pola makan atau nutrisi kurang dari kebutuhan karena klien
mengalami anoreksia dan mual/muntah.
b. Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi,
serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang
berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan
pola eleminasi penurunan urin, anuria, oliguria, abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
c. Pola istirahat tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah
ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan
ditemukan gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal
kronik seperti nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam, dan
lain-lain.
d. Personal Hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan
dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam
kebersihan diri.
e. Aktifitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan
orang lain. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi
kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang gerak
(Prabowo dan Pranata, 2014).
8. Pemeriksaan fisik
17
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering
dipakai RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif.
b. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat
dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi (Kussmaull).
b. Sistem kardiovaskuler Penyakit yang berhubungan langsung
dengan kejadian gagal ginjal kronis salah satunya adalah
hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini
akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung.
c. Sistem pencernanaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari
penyakit (stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea,
vomit, dan diare.
d. Sistem hematologi
Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik,
palpitasi jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif
dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering
ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
e. Sistem Endokrin
18
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal
ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena
penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal
ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus,
maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang
berdampak pada proses metabolisme. (
f. Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic
dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan
kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal
ginjal kronis.
g. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi
yang paling menonjol adalah penurunan urine output tinggi di
keringat dapat menyebabkan bekuan uremik, deposit kristal
urea di kulit.
h. Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi (Prabowo dan Pranata, 2014).
9. Data Psikososial
a. Body image
Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi ukuran
dan bentuk.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku
berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku
berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.
c. Identitas diri
19
Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan
penilaian diri sendiri.
d. Peran diri
Perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan
fungsi individu pada berbagai kelompok.
10. Data sosial dan budaya
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi
interpersonal, gaya hidup, faktor sosio kultur serta keadaan lingkungan
sekitar dan rumah.
11. Data spiritual
Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan
terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan
sebelum atau selama dirawat.
12. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk
memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan
penunjang. Menurut Padila, 2012 data penunjang pada pasien CKD
adalah sebagai berikut:
a. Laboratorium
Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara
ureum dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, pengobatan
steroid, dan obstruksi saluraan kemih. Perbandingan ini berkurang,
ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein dan tes
klirens kreatinin yang menurun. Terjadi asidosis metabolic dengan
kompensasi respirasi menunjukan pH menurun, BE yang menurun,
HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.
b. Radiologi
Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk
20
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
c. Ultrasonografi (USG)
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien
gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan
parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
d. Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
9. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan
daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu
dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu
keperawatan dan proses penyakit. (Muttaqin, 2011).
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
a. Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau
eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea PCO2 meningkat/menurun
PO2 menurun
Takikardia
pH arteri meningkat/menurun
Bunyi napas tambahan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Pusing Sianosis
Penglihatan kabur Diaforesis
Gelisah
Napas cuping hidung
Pola napas abnormal (cepat/lambat,
regular/iregular, dalam/dangkal)
21
Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
Kesadaran menurun
22
d. Kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
C. Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan Pertukaran gas meningkat dengan
b. Kriteria Hasil:
1) Dispnea menurun
2) Bunyi napas tambahan menurun
3) Takikardia menurun
4) PCO2 membaik
5) PO2 membaik
6) PH arteri membaik
c. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Terapi Oksigen
Observasi Untuk melihat ada tidaknya aliran
Monitor kecepatan aliran oksigen oksigen yang masuk
Monitor posisi alat terapi oksigen Untuk mengetahui apakah alat yang
digunakan pasien sudah tepat
Monitor aliran oksigen secara Memaksimalkan kebutuhan oksigen
periodic dan pastikan fraksi yang yang dibutuhkan pasien
diberikan cukup
Monitor kemampuan melepaskan Melihat kemandirian pasien dalam
oksigen saat makan pemasangan oksigen
Monitor tanda-tanda hipoventilasi Untuk mengetahui terjadinya
gangguan hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi Untuk mengetahui kelainan toksikasi
oksigen dan atelectasis oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan akibat Untuk mengetahui tingkat kecemasan
terapi oksigen saat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung Untuk mengetahui adanya kelainan
akibat pemasangan oksigen akibat pemasangan oksigen
Teraupetik
23
Bersihkan sekret pada mulut, hidung Mencegah obstruksi respirasi
dan trachea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas Pasien dapat bernapas dengan mudah
Berikan oksigen tambahan, jika perlu Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara Untuk memudahkan menggunakan
menggunakan oksigen di rumah oksigen perawatan di rumah
Kolaborasi Untuk menentukan berapa dosis
Kolaborasi penentuan dosis oksigen oksigen yang diberikan
Kolaborasi penggunaan oksigen saat Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
aktivitas dan/atau tidur pasien
2. Nyeri akut
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan tingkat nyeri menurun dengan
b. Kriteria Hasil:
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) TTV dalam batas normal
c. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Nyeri
Observasi
- Identifikasi lokasi, - Agar mengetahui lokasi, derajat dan
karakteristik, durasi, frekuensi, tingkat nyeri yang dialami dan dapat
kualitas, intensitas nyeri melakukan intervensi selanjutnya
- Identifikasi skala nyeri - Untuk mengidentifikasi skala nyeri
- Monitor efek samping - Untuk mengetahui reaksi analgetic
pemberian analgetik yang diberikan
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis - Untuk menurunkan atau mengalihkan
untuk mengurangi rasa nyeri perhatian klien dari nyerinya
- Berikan posisi nyaman - Untuk menunjang penurunan nyeri
Edukasi - Agar pasien dapat mengkontrol
- Jelaskan penyebab, periode, nyerinya
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan - Pendidikan kesehatan dapat
meningkatkan pemahaman klien
24
nyeri sehingga klien mengetahui strategi
- Ajarkan teknik non yang diberikan
farmakologis untuk - Untuk mempercepat proses
mengurangi rasa nyeri penyembuhan
Kolaborasi
- Jelaskan strategi meredakan - Obat analgetik dapat mengurangi/
nyeri meminimalisir rasa nyeri
B. Implentasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012).
C. Evaluasi
Menurut Hasil yang diharapkan setelah pasien Chronic Kidney Deases
(CKD) mendapatkan implementasi adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2011):
1. Tidak terjadi hambatan pertukaran gas.
2. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.
3. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Tidak terjadi intoleransi aktivitas.
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
6. Peningkatan perfusi serebral.
25
DAFTAR PUSTAKA
26