Disusun Oleh
BEATRICE
216100802030
Pembimbing :
dr. Darryl Virgiawan Tanod ,Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Beatrice
216100802030
LAPORAN KASUS
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Beatrice
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “SEORANG LAKI-LAKI DENGAN CKD ON HD DISERTAI DM
TIPE 2, HIPERTENSI DAN ANEMIA”. Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi
salahsatu tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam tahun 2023 di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Darryl
Virgiawan Tanod, Sp.PD sebagai pembimbing yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian penyusunan Laporan Kasus ini. Laporan Kasus ini disusun dengan
kemampuan penulis yang terbatas sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan Laporan Kasus ini dan semoga bermanfaat bagi
semua pihak.
Beatrice
ii
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah
suatu proses patofisiologis yang didasari oleh etiologi yang beragam, yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang mencapai pada derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, yaitu dapat berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.1 Kerusakan ginjal mengacu pada berbagai macam kelainan yang
ditemukan selama pemeriksaan, yang bisa saja bersifat non-spesifik terhadap
penyakit penyebabnya tetapi dapat mengarah pada penurunan fungsi ginjal. Fungsi
ekskresi, endokrin, dan metabolik menurun secara bersamaan pada hampir semua
kasus CKD. Kriteria CKD menurut KDIGO 2012 adalah kerusakan ginjal ≥ 3 bulan,
baik berupa kelainan struktural atau fungional yang dapat dideteksi melalui
pemeriksaan laboratorium (proteinuria; Albumin-Creatinine-Ratio > 30 mg/g; total
protein-creatinine-ratio > 200 mg/g), abnormalitas sedimen urin, gangguan elektrolit
atau yang lain oleh karena gangguan pada tubulus, kelainan pada pemeriksaan
histologi, kelainan struktural yang terdeteksi melalui pemeriksaan radiologi, atau
riwayat transplantasi ginjal serta penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG < 60
ml/menit/1,73 m2) dalam waktu lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kelainan
struktural ginjal.2
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu berdasarkan derajat
penyakit dan berdasarkan etiologi. Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit
didasarkan pada LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-
Gault sebagai berikut:
5
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan (kg)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Pada perempuan, rumus tersebut dikalikan 0,85. Rumus
Kockroft-Gault tidak berlaku pada umur di bawah 18 tahun atau di
atas 80 tahun, berat badan di bawah 40 kg atau di atas 100 kg, wanita hamil,
pasien penderita Acute Kidney Injury (AKI), kerusakan otot yang luas (crush
syndrome, tetraparesis), atau ada anggota tubuh yang tidak lengkap
(amputasi).1
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dapat dilihat di tabel berikut:2
Tabel 1. Klasfikasi derajat CKD berdasarkan LFG
Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1,73 m2)
I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥90
meningkat
II Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60 – 89
III Penurunan LFG sedang 30 – 59
IV Penurunan LFG berat 15 – 29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis
6
Berdasarkan etiologinya, CKD juga dapat diklasifikasikan atas dasar ada atau
tidaknya penyakit sistemik yang mendasarinya dan lokasi dari kelainan anatomis atau
patologis dari ginjal. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.2
Tabel 3. Penyakit sistemik dan kelainan ginjal
Contoh Penyakit Sistemik Contoh Penyakit Ginjal
yang Mempengaruhi Primer (tidak disertai
Ginjal penyakit sistemik yang
mempengaruhi ginjal)
Penyakit glomerular Diabetes, penyakit autoimun Glomerulonefritis
sistemik, infeksi sistemik, diffuse, focal, crescentic
obat, neoplasia (termasuk proliferative,
amyloidosis) gromerulonekrosis focal
dan segmental, mefropati
membrane, minimal
change disease
Penyakit Infeksi sistemik, autoimun, Infeksi saluran kemih,
tubulointerstitial sarcoidosis, obat, urat, toksin batu, obstruksi
lingkungan, neoplasia
(myeloma)
Penyakit pembuluh Aterosklerosis, hipertensi, Associated renal limited
darah iskemia, emboli kolesterol, vasculitis, fibromuscular
vaskulitis sistemik, dysplasia
mikroangiopati trombotik,
sklerosis sistemik
Penyakit kistik dan Penyakit polikistik ginjal, Displasia renal, penyakit
congenital Alport syndrome, Fabry kistik medulla,
disease podositopati
2.1.2 Epidemiologi
Chronic Kidney Disease merupakan penyakit yang sering dijumpai
pada praktek klinik sehari-hari. Prevalensinya di negara maju mencapai 10-
13% dari populasi. Di Australia pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 1.7
juta pasien yang menderita Chronic Kidney Disease, atau 1 dari 10 orang di
Australi mengalami Chronic Kidney Disease.4 Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per
tahun.1
7
Di Indonesia, populasi yang terdiagnosis CKD sebesar 0,2% yang
lebih rendah dari prevalensi CKD di negara-negara lain. Menurut Riskesdes
2013 prevalensi meningkat seiring bertambahnya umur, pada kelompok umur
35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Sebuah studi yang
dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia melaporkan sebayak 12,5%
populasi di Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal.4
8
2.1.4.1 Diabetes Mellitus
9
2.1.4.2 Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg.5 Hipertensi dapat dibedakan menjadi
primer/esensial dan sekunder berdasarkan penyebabnya. Hipertensi
primer/esensial apabila tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder
apabila diketahui penyakit pada ginjalnya atau disebut juga hipertensi renal.
Penyakit ginjal hipertensi merupakan salah satu penyebab CKD.6 Penyakit
hipertensi pada dasarnya adalah penyakit yang dapat merusak pembuluh
darah, jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, maka tentu saja ginjalnya
mengalami kerusakan. Seseorang yang tidak mempunyai gangguan ginjal,
tetapi memiliki penyakit hipertensi dan tidak diobati akan menyebabkan
komplikasi pada kerusakan ginjal, dan kerusakan ginjal yang terjadi akan
memperparah hipertensi tersebut.
Ginjal merupakan salah satu organ bagi tubuh manusia yang berfungsi
penting dalam homestasis yaitu mengeluarkan sisasisa metabolisme, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, memproduksi hormon yang dapat
mempengaruhi organ organ lainnya, salah satu contohnya adalah kontrol
tekanan darah dalam menyeimbangkan tekanan darah. Organ ginjal itu sendiri
bekerja di dukung oleh aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal dan saluran
pembungan ginjal, bila salah satu faktor pendukung terganggu maka akan
menyebabkan fungsi ginjal akan terganggu bahkan dapat berhenti. Iskemia
ginjal merupakan faktor utama penyebab terjadinya hipertensi, iskemia yang
merupakan kurangnya pasokan darah menuju ginjal karena berbagai penyakit
pada ginjal, menyebabkan pengurangan tekanan arteri sistemik proksimal ke
lesi (distal), sehingga menginduksi hipo-perfusi untuk segmen arteri distal,
hal ini menyebabkan mekanisme autoregulation yang sebenarnya untuk
memulihkan hipoperfusi pada ginjal.
10
2.1.4 Patofisiologi
Chronic Kidney Disease disebabkan oleh adanya gangguan atau
kerusakan pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti
membrane basal glomerulus, sel endotel, dan sel podosit. Kerusakan
komponen ini dapat disebabkan secara langsung oleh kompleks imun,
mediator inflamasi, atau toksin serta dapat pula disebabkan oleh mekanisme
progresif yang berlangsung dalam jangka panjang. 9
Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pada penyakit Diabetes terjadinya peningkatan laju filtrasi
glomerulus pada nefropati diabetik kemungkinan disebabkan oleh dilatasi
arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon
vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung
dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein
kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki
fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan
permeabilitas kapiler. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya
glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Pada awalnya, glukosa akan
mengikat residu amino serta non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu
terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi
masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut
terus, akan terbentuk Advenced Glycation End-Product (AGEs) yang
ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan
seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan
sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks
ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut
sampai terjadi ekspansi mesangium dan pementukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis sesuai dengan tahap 1-5. Dari kadar glukosa yang tinggi
menyebabkan terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi
penebalan selaput membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa
11
glikoprotein membran basalis pada mesangium sehingga lambat laun kapiler-
kapiler glomerulus terdesak, dan aliran darah terganggu yang dapat
menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron yang akan
menimbulkan nefropati diabetik. Nefropati diabetik menimbulkan berbagai
perubahan pada pembuluh-pembuluh kapiler dan arteri, penebalan selaput
endotelial, trombosis, adalah karakteristik dari mikroangiopati diabetik dan
mulai timbul setelah periode satu atau dua tahun menderita Diabetes Melitus.
Hipoksia dan iskemia jaringan-jaringan tubuh dapat timbul akibat dari
mikroangiopati khususnya terjadi pada retina dan ginjal. Manifestasi
mikroangiopati pada ginjal adalah nefropati diabetik, dimana akan terjadi
gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi kegagalan faal ginjal menahun
pada penderita yang telah lama mengidap Diabetes Melitus.
3. Tahap III Ini adalah tahap awal nefropati atau insipient diabetic
nephropathy saat mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya
12
terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak. Secara histopatologis, juga
telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LGF masih tetap
ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun
dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan
tekanan darah yang kuat.
5. Tahap V Ini adalah tahap akhir gagal ginjal, saat LGF sudah
sedemikian rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda
sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi
pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal. Secara histopatologik pada
nefropati diabetik meliputi perubahan pada glomerulus yang mengenai
kapiler glomerulus membrana basalis dan kapsul, perubahan pada
vaskuler ginjal yaitu terjadi arteriosklerosis, perubahan pada tubulus
dan intestial yang dapat berupa endapan hialin pada tubulus proksimal,
deposit glikogen pada tubulus proksimal, atropi tubulus dan fibrosis
interstitial.
Penyakit lain yang dapat mendasari terjadinya CKD adalah
penyakit hipertensi pada dasarnya adalah penyakit yang dapat merusak
pembuluh darah, jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, maka tentu
saja ginjalnya mengalami kerusakan. Hipertensi menyebabkan
rangsangan barotrauma pada kapiler glomerolus dan meningkatkan
tekanan kapiler glomerolus terebut, yang lama kelamaan akan
13
menyebabkan glomerolusclerosis. Glomerulusclerosis dapat
merangsang terjadinya hipoksia kronis yang menyebabkan kerusakan
ginjal. Hipoksia yang terjadi menyebabkan meningkatnya kebutuhan
metabolisme oksigen pada tempat tersebut, yang menyebakan
keluarnya substansi vasoaktif (endotelin, angiotensin dan
norephineprine) pada sel endotelial pembuluh darah lokal tersebut yang
menyebabkan meningkatnya vasokonstriksi. Aktivasi RAS (Renin
Angiotensin Sistem) disamping menyebabkan vasokontriksi, juga
menyebakan terjadinya stres oksidatif yang meningkatkan kebutuhan
oksigen dan memperberat terjadinya hipoksia. Stress oksidatif juga
menyebabkan penurunan efesiensi transport natrium dan kerusakan
pada DNA, lipid & protein, sehingga pada akhirnya akan menyebakan
terjadinya tubulointertitial fibrosis yang memperparah terjadinya
kerusakan ginjal.
14
2.1.5 Manifestasi Klinis
Pasien dengan CKD derajat I hingga III dengan LFG >30
mL/menit/1,73 m2 seringkali asimtomatik atau tidak menunjukkan gejala.
Pasien belum mengalami gejala gangguan keseimbangan air ataupun
elektrolit, atau kekacauan dari sistem endokrin dan sistem metabolik. Gejala
seringkali mulai muncul pada pasien dengan CKD derajat IV hingga V
dengan LFG < 30 mL/menit/1,73 m2.2,5
15
- Restless Leg Syndrome
- Gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, diare
- Manifestasi pada kulit seperti kulit kering, pruritus, ekimosis
- Lemas, malnutrisi
- Disfungsi ereksi, penurunan libido, amenorea
- Disfungsi platelet dengan peningkatan kemungkinan untuk
perdarahan.
2.1.6 Diagnosis
Pada sebagian pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran
klinik yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan
ginjal. Diagnosis pasti sering memerlukan biopsi ginjal yang meskipun sangat
jarang dilakukan karena dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu,
biopsi ginjal dilakukan pada pasien tertentu yang diagnosis pastinya hanya
dapat ditegakkan dengan biopsi ginjal atau jika diagnosis pasti tersebut akan
merubah baik pengobatan maupun prognosis. 5
Diagnosis pada nefropati diabetic ditegakkan melalui pemeriksaan
urinary albumin to creatinin ratio (UACR). Nefropati diabetik merupakan
diagnosis klinis berdasarkan adanya albuminuria dan/atau penurunan LFG.
Pada Diabetes yang telah menjadi DKD ditemukan sindrom klinis pada
pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap yaitu pada kadar 30-
299 mg/24 jam merupakan tanda dini dari nefropati diabetik pada DM tipe 2.
Jika albuminuria persisten >300mg/24 jam sering berlanjut menjadi gagal
ginjal stadium akhir.
16
2.1.7.1 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi:1
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti hipertensi, diabetes
mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hiperurikemi,
LupusEritematosus Sistemik dan lain sebagainya.
2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
3. Gejala komplikasinya antara lain, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
2.1.7.2 Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium CKD meliputi:1
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.
3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.
17
2.1.7.3 Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis CKD meliputi:1
1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
2.1.7.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa
ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
Biopsi ginjal indikasi – kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal sudah
mengecil (cintracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1,5
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CKD meliputi1:
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
c. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
e. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
18
Tabel 5. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai dengan Derajatnya1
19
- Hipertensi
Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan diet rendah garam,
pemberian obat anti hipertensi, perbaikan fungsi ginjal seperti diet rendah
protein, pemberian Angiotensin Converting Enzime Inhibitor atau ACE-I dan
Angiotensin Reseptor Blocker atau ARB dan pengendalian faktor
komorbiditas lain seperti pengedalian kadar lemak, mengurangi obesitas.
Penghambat perubahan enzim angiotensin (Angiotensin Converting
Enzyme/ ACE inhibitor) atau antagonis reseptor Angiotensin II kemudian
dilakukan evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan. 1,2
Penghambat kalsium, diuretic, beberapa obat antihipertensi, terutama
penghambat enzim converting angotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin
reseptor bloker melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses
perburukan fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai
antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi efek
samping terhadap obat-obat tersebut dapat diberikan calcium channel bloker,
seperti verapamil dan diltiazem.
20
<60 (Sindrom 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g ≤9g
Nefrotik) proteinuria atau
0,3 g/kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton
21
besi harus diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme
kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah untuk mengoreksi anemia renal
sampai target Hb = 10g/dL. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah
adalah 7-9g/dL. Pemberian transfusi darah pada pasien CKD harus hati-hati
dan hanya diberikan pada keadaan khusus yaitu:1
Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO
Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik
22
Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
dilakukan pada CKD stage V, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.
Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.
Pembuatan akses vaskular sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens
kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskular jika
klirens kreatinin telah dibawah 20 ml/menit.
2.1.9 Prognosis
23
Prognosis berdasarkan LFG dan kategori albuminurianya sebagai berikut.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
25
kencing terutama dimalam hari. Pasien rutin kontrol ke dokter dan rutin minum obat
gula ataupun hipertensi.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus dari kakak
kandung pasien. Kakak kandung pasien juga memiliki riwayat penyakit seperti ginjal
dan rutin cuci darah.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang supir disebuah kantor. Sebelum sakit, pasien
mengatakan aktivitasnya dalam keseharian ialah menyetir area dalam kota. Namun
semenjak sakit, pasien mengatakan mengalami penurunan aktivitas dan enggan
untuk bekerja lagi. Sehari-hari pasien mengatakan makan 3-4 kali per hari, namun
semenjak sakit nafsu makan menurun dan pasien juga mengaku lebih nyaman untuk
beristirahat dibandingkan beraktivitas. Riwayat merokok ada saat pasien masih muda
namun sudah berhenti, minum – minuman beralkohol, dan konsumsi obat-obatan
terlarang disangkal pasien.
26
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos Mentis/E4V5M6
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit reguler
Laju Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.2 oC
Berat Badan : 57 kg
Tinggi Badan : 158 cm
BMI : 22,8 kg/m2
Status Gizi : Baik
Pemeriksaan Umum
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), ikterik (-/-),
reflex pupil (+/+) isokor 3mm/3mm
Leher : JVP 5+2 cmH2O, KGB (-)
Telinga : Daun telinga N/N, sekret (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-/-), faring hiperemis (-)
Lidah : Oral plaque (-), atropi papil (-)
27
Bibir : Sianosis (-), kering (-)
Thoraks : Simetris statis dan dinamis
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Apeks ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, normochest, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus N N , pergerakan simetris
N N
N N
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
28
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
3.4.1 Darah Lengkap
3/12/2022 8/12/2022
29
Kimia Darah, Analisa Gas Darah, dan Elektrolit
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
(03/12) (08/12)
SGOT 20,3 - U/L 11-27
SGPT 19,10 - U/L 11-34
Albumin 3,20 - g/dl 3,40-4,80
Glukosa sewaktu - mg/dL 70- 140
Ureum 120 63 mg/dL 8- 23
Kreatinin 11,44 3,43 mg/dL 0,7-1,2
Kalium 4,51 4,49 mmol/L 3,5- 5,1
Natrium 140 139 mmol/L 136- 145
30
3.4.2 Foto Thorax AP Lateral
31
3.6. Penatalaksanaan
- Pro hemodialisa
- amlodipin 1x10 mg
- Novorapid 10 iu
3.7. Planning
3.8. Monitoring
3.9. Prognosis
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 51 tahun datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak 5
hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan lemas dirasakan diseluruh tubuh. Lemas
dirasakan sangat berat sehingga pasien memutuskan lebih banyak diam di rumah dan
tidak bekerja. Keluhan lemas awalnya terasa ringan dan hanya memberat saat
melakukan aktivitas. Keluhan tersebut awalnya membaik dengan istirahat, namun
saat ini keluhan tersebut menetap.
Dari anamnesis, keluhan beberapa kali dirasakan oleh pasien. Pasien
menyatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Pada
anamnesis tersebut juga didapatkan pasien telah memiliki riwayat Diabetes mellitus
sejak 10 tahun yang lalu yang menjadi salah satu faktor risiko untuk terjadinya gagal
ginjal. Pada pemeriksaan mata, didapatkan konjungtiva pasien tampak pucat sehingga
membuktikan tanda tanda anemis positif dimana ini merupakan salah satu gejala
uremia pada kerusakan fungsi ginjal. Pada pasien saat pemeriksaan didapatkan pitting
edema positif pada kedua tungkai. Pada penderita CKD dapat ditemukan gambaran
laboratorium berupa:
1. Gambaran laboratorium CKD didapatkan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin serum yang menunjukkan adanya penurunan fungsi
ginjal.
33
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasus ini, dijumpai adanya anemia
normokromik normositer hemoglobin 8 g/dl. Pada pemeriksaan kimia klinik
ditemukan adanya peningkatan kreatinin (11,4 mg/dl) dan ureum 120 mg/dl.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis dengan CKD Stage V on HD karena secara klinis
dijumpai 2 tanda klasik CKD yaitu anemia dan hipertensi, ditambah penurunan
fungsi ginjal yang ditandai dengan ureum dan kreatinin yang meningkat.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD ini disesuaikan dengan
stadium penyakit pasien yaitu hemodialisis. Selain itu diperlukan penatalaksanaan
yang komprehensif meliputi:
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
34
BAB V
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
1035-1040.
2. Eknoyan G, Lameire N, Kasiske BL, dkk. Official Journal of The international
Society Of Nephrology. KDIGO 2012 clinical practice guideline for evaluation
and management of CKD. 2013;3(1).
3. Indonesian Renal Registry (IRR). 7th Report Of Indonesian Renal Registry. 2014.
Terdapat di: http://www.indonesianrenalregistry.org/
4. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik, suatu epidemiologi global baru: protect your
kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI); 2010.
5. Johnson CA, Levey AS, Coresh J. Clinical Practices Guidelines for Chronic
Kidney Disease in Adults. Carolina: American Family Physician; 2004. Hal 870-
876.
6. Kerr M, Bray B, Medcalf J. Chronic Kidney Disease in Adults: Assestment and
Management. England: National Institute for Health and Care Excellence; 2014.
hal 1-63.
7. National Kidney Foundation. Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 5. New
York. 2012. Terdapat di: www.kidney.org
8. Guideline American Diabetes Association. Standards of Medical Care in
Diabetes-2016:Abridged for Primary Care Providers. Clinical Diabetes.2016
9. Wheeler DC. Clinical evaluation and management of chronic kidney disease.
Dalam: Feehaly J, Floege J, Johnson RJ, penyunting. Comprehensice clinical
nephrology. St. Loius: Elsevier Saunders; 2010
10. Kresnawan, T, Ferina. Penatalaksanaan Diet Pada Nefropati Diabetik. Surabaya:
Gizi Indonesia; 2004.
11. PERNEFRI, 2011. Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik.
Jakarta; PB PERNEFRI.
36