Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN DESEMBER 2022


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

“GAGAL GINJAL PADA ANAK”

OLEH
Muh. Ikram
105501104121

PEMBIMBING
dr. ., Sp. A., M. Kes.

Dibawakan Dalam Rangka Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Anak

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muh. Ikram


NIM : 105501104121
Judul Referat : Gagal Ginjal Pada Anak

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2022


Pembimbing,

dr. ., Sp. A., M. Kes.

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW. Karena beliaulah sebagai suritauladan
dalam kehidupan dunia ini.

Referat dengan judul “Gagal Ginjal Pada Anak” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada
dr.., Sp. A., M.Kes selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini
hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya dan memiliki
keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dapat berjalan
dengan baik. Akhir kata, penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat kepada semua
orang.

Makassar, Desember 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................2

KATA PENGANTAR.......................................................................................................3

DAFTAR ISI.....................................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................6

A Definisi..................................................................................................................6

B Epidemiologi.......................................................................................................6

C Etiologi dan Faktor Risiko..................................................................................7

D Patogenesis..........................................................................................................8

E Klasifikasi.........................................................................................................12

F Tatalaksana.......................................................................................................18

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

4
BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah
metabolism dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh. Ginjal
menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah. Dengan
mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua ginjal ini karena sesuatu hal
gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian. 1
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan
cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan
tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal,
sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin. 1
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah yang tidak jarang ditemukan pada anak.
Kemajuan yang pesat dalam pengelolaan menjadikan prognosis penyakit ini membaik sehingga
pengenalan dini GGK merupakan masalah yang penting. Membaiknya pengobatan pada akhir-akhir
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bertambahnya pengertian tentang patofisiologi GGK,
aplikasi yang tepat dari prinsip pengelolaan medis GGK, dan kemajuan teknologi dalam tehnik
dialisis serta transplantasi ginjal. Pada saat ini, telah dimungkinkan pengelolaan GGK pada anak
yang sangat muda, pengelolaan ditujukan untuk mempertahankan kemampuan fungsional nefron
yang tersisa selama mungkin dan memacu pertumbuhan fisik yang maksimal, sebelum
dilakukannya dialisis atau transplantasi.1

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
1. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom kompleks yang timbul akibat berkurang
atau hilangnya fungsi ginjal secara akut. Dicirikan oleh arunia atau ologuria (kurang
dari 180 ml/M2/kemih 24 jam), gangguan asam basa dan elektrolit (hiperkalemia dan
asidosis metabolik), dan gangguan ekskresi bahan seperti kreatinin, urea, dan fosfat.
Walaupun demikian, berkurangya volume kemih tidak merupakan gambaran esensian
dari gagal ginal akut. Gambaran lainnya dapat juga terjadi kendati pun keluaran kemih
lebih dari 350ml/M2/24 jam, kondisi ini dikenal sebagai gagal ginjal akut nonoliguria. 2
2. Gagal Ginjal Kronik
Sedangkan Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan menurunnya laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium
sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Pada anak-anak GGK dapat
disebabkan oleh berbagai hal, terutama karena kelainan kongenital, glomerulonefritis,
penyakit multisistem, dan lain-lain. Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi
glomerulus kurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena
dibawah kadar fungsi ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan
hiperparatiroidisme sekunder telah tampak nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan
progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut.2

B. EPIDEMIOLOGI
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun
2013 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia kurang aktifitas fisik (26,1%);
penduduk usia > 15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%); penduduk > 10 tahun
kurang mengonsumsi buah dan sayur (93%); serta penduduk >10 tahun memiliki
kebiasaan minum minuman beralkohol (4,6%). Dari data ini orang dewasa dan
anak-anak mempunyai risiko terkena penyakit ginjal.1
Angka kejadian GGK pada anak di Indonesia yang bersifat nasional belum
ada. Pada penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di
Indonesia didapatkan 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal

6
(tahun 1984-1988) menderita GGK. Di RSCM Jakarta antara tahun 1991-1995
ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak penderita penyakit ginjal yang dirawat
inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal yang berobat jalan. GGK pada
anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal menahun atau penyakit
ginjal kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
Surabaya selama 5 tahun (1988-1992) adalah 0,07% dari seluruh penderita rawat
tinggal di bangsal anak dibandingkan di RSCM Jakarta dalam periode 5 tahun
(1984-1988) sebesar 0,17%.1

C. ETIOLOGI
Gagal Ginjal Akut pada anak di bagi menurut letaknya yaitu Prerenal, Renal, dan
Postrenal.

Gambar 1. Etiologi umum gagal ginjal akut pada anak diklasifikasikan menurut letaknya. 3

Sedangkan etiologi Gagal Ginjal Kronik adalah kelainan kongenital dan


glomerulonefritis kronik. Etiologi yang paling sering didapatkan pada anak di bawah 6
tahun adalah kelainan kongenital, kelainan perkembangan saluran kencing seperti uropati
obstruktif, hipoplasia dan displasia ginjal, dan ginjal polikistik. Menurut laporan EDTA,
glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab tersering timbulnya GGK (24%),
diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik (10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%),
penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta yang tidak diketahui etiologinya 7%.
Dari kelompok pielonefritis dan nefritis interstitial yang tersering adalah uropati obstruktif
kongenital dan nefropati refluks (>60%), diikuti oleh displasia ginjal. 2,7

7
Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan
didapat, dan kelainan herediter: (1) Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal,
uropati obstruktif; (2) Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom
alport; (3) Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati
membranosa, kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis).2
Penyebab GGK pada anak sangat erat hubungannya dengan usia saat timbul GGK.
Gagal ginjal kronik yang timbul pada anak di bawah usia 5 tahun sering ada hubungannya
dengan kelainan anatomis ginjal seperti hipoplasia, displasia, obstruksi dan kelainan
malformasi ginjal. Sedangkan GGK yang timbul pada anak diatas 5 tahun dapat disebabkan
oleh penyakit glomerular (glomerulonefritis, sindrom hemolitik ureumik) dan kelainan
herediter (sindrom Alport, kelainan ginjal kistik).7

D. PATOGENESIS
1. Gagal Ginjal Akut
GGA umumnya merupakan keadaan yang revesibel tetapi penyimpanan fungsi
fisiologi ginjal bisa sangat ekstrim dan angka mortalitas kelompok usia pediatrik tetap
tinggi. Pada keadaan ini dapat terjadi pengurangan laju filtrasi glomerolus yang parah,
kenaikan kadar BUN, dan penurunan aliran darah ginjal yang signifikan.4
Perjalanan klinis GGA bervariasi dan bergantung pada penyebabnya. Pada GGA
reversibel, terdapat periode oliguria yang parah atau fase low-output (pengeluaran urin
sedikit) yang diikuti deuresis atau high-output dengan awitan mendadak, dan kemudian
disusul dengan pemulihan secara beransur-ansur kembali atau ke arah volume urin
yang normal.
a. Prerenal
Penyebab prerenal gagal ginjal akut mengakibatkan perunan perfusi melalui
penurunan volume sirkulasi darah total atau “efektif”. Tidak ada bukti kerusakan
ginjal. Penurunan volume intravaskuler menyebabkan penurunan curah jantung,
menyebabkan penurunan aliran adarh dalam kortex ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG). Jika, dalam waktu tertentu, penyebab yang mendasari
hipoperfusi berbalik, fungsi ginjal nantinya dapat kembali normal. Jika hipoperfusi
bertahan melalui tingkat kritis ini, maka kerusakan parenkim ginjal dapat terjadi.
b. Renal

8
Penyebab renal. Gagal ginjal akut meliputi bentuk beberapa tipe
glomerulonefritis progresif cepat yang merupakan penyebab biasanya gagal ginjal
akut pada anak yang lebih tua. Aktivasi sistemik koagulais dalam ginjal, yang
mengahasilkan trobosis pada pembuluh darah kecil, dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut. Sindrom hemolitik uremik merupakan penyab gagal ginjal akut yang
paling lazim ditemua pada anak yang beru dapat berjalan.
c. Postrenal
Timbul akibat obstruksi aliran kemih pada suatu tempat dalam sistem
pengumpul pelvikalises atau dalam ureter. Sebab- sebab obstruksi dapat berupa
batu ginjal, pembentukan kristal selama terapi dengan sulfosamida, dan trauma
yang menimbulkan bekuan-bekuan darah.
Terjadi hiperkalemia pada gagal ginjal akut akibat berkurangnya ekskresi
kaliaum ginjal serta pelepasan kalium seluler akibat trauma, hemolisis, infeksi,
atau hipoksia. Pada asidosis metabolik yang sering menyertai gagal ginjal akut
peningkatan konsentrasi K+ plasma terjadi akibat pergeseran H+ ke intraseluler
sebagai penukar K+. Efek kardiotoksis dari hiperkalemia timbul akiabat
penurunan rasio K+ intra dan ekstraseluler.
Kelebihan beban natrium dan air selama berkurangnya ekskresi kemih dapat
mengarah pada edema interstisial dan paru-paru, efusi pleura, hipertensi, dan
kongesti sirkulasi hiponatremia pada gagal ginjal akut timbul akibat pengenceran
cairan tubuh sebagai konsekuensi masukan air yang relatif berlebihan akibat
natrium.
Asidosis metabolik dengan atau tanpa peningkatan konsentrasi H+ plasma
(asidemia), sering terjadi pada ginjal akut dan mencerminkan gangguan
kemampuan ginjal untuk mengeleminasi asam dan juga meningkatkan produksi
katabolik berupa asam.
Tekanan darah dapat normal, berkurang atau meningkat tergantung pada
penyebab primer gagal ginjal akut primer. Hipertensi akut dapat menimbulkan
ensepalopati atau memperburuk kongosti sirkulasi. Keadaan ini umumnya
ditemukan glomerulonefritis akut postsreptokok tapi dapat pula terjadi pada
kondisi-kondisi lain seperti sindroma hemolitik-uremik, luka bakat, dan nefropati
obstruktif akut.

9
Kadar nitrogen urea darah, kreatinin plasma, dan asam urat meningkat
karena berkurangnya ekskresi. Anemia, trombositopenia, leukositosis, gangguan
toleransi karbohidrat dan hiperlipidemia juga dapat terjadi pada gagal ginjal akut.2

2. Gagal Ginjal Kronik


Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara
terus-menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya
menimbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada
destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal.
Bila nefron hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti
struktural dan fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan
aliran darah glomerulus. Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola
aferen dan konstriksi arteriola eferen akibat-angiotensin II menaikkan daya dorong
filtrasi glomerulus pada nefron yang bertahan hidup. "Hiperfiltrasi" yang bermanfaat
pada glomerulus yang masih hidup ini, yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat
juga merusak glomerulus dan mekanismenya belum dipahami.
Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung
peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler, hasilnya
mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya,
kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan
perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya
menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan
aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan enzim pengubah angiotensin
mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi angiotensin II, dengan
demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat penjelekan gagal
ginjal.
Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan bahwa diet
tinggi-protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi
arteriola aferen dan cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah-protein mengurangi
kecepatan kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu
normal, laju filtrasi glomerulus (LFG) berkorelasi secara langsung dengan masukan

10
protein dan menunjukkan bahwa pembatasan diet protein dapat mengurangi kecepatan
kemunduran fungsi pada insufisiensi ginjal kronis.7

E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan etiologi, GGA dibagi menjadi tiga yaitu :
a) GGA pre renal
Pada keadaan ini terjadi penuruna laju filtrasi glomerulus disebabkan oleh factor-
faktor ekstra renal yang dapat mengakibatkan penuruna perfusi ginjal.
b) GGA renal (intrinsik)
Yaitu gagal ginjal yang terjadi karena kerusakan di glomerulus atau tubulus.
Secara klinis, GGA dibagi menjadi 4 fase meliputi :
a. Fase permulaan (inisial)
Fase ini berupa permulaan terjadinya iskemik atau pengaruh bahan
nefrotoksik. Belum terdapat gejala klinik yang menonjol sampai terjadinya
penurunan produksi urine. Pada fase ini terjadi perubahan komposisi urine
berupa penurunan kadar urea dan kreatinin, yang kemudian diikuti dengan
dengan peningkatan kadar urea dan kretinin didalam plasma. Sementara itu
kadar natrium dalam urine tidak mengalami perubahan, sehingga keseimbangan
air sementara waktu dapat dipertahankan.
b. Fase oliguria
Fase ini ditandai dengan penurunan produksi urine sampai kurang dari 400
cc/24 jam. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang
diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya
diekskresikan oleh tubuh seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, overhidrasi,
kejang. Perubahan pada urine menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan
kadar urea dan kreatinin. Didalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa
peningkatan kadar BUN, kreatinin, elekrtolit (K dan Na).
c. Fase poliuri
Pada fase ini terjadi peningkatan produksi urine sampai lebih dari 2.500
cc/24 jam. Peningkatan jumlah urine ini bisa terjadi secara mendadak atau secara
bertahap. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan tubuli renalis untuk
mereabsorbsi air dan Na yang difiltrasi oleh glomerulus. Metabolit-metabolit
lain juga bersifat menarik air yang kemudian keluar bersama urine.

11
d. Fase penyembuhan (functional recoveri)
Fase ini terjadi setelah beberapa hari dieresis. Produksi urine perlahan-lahan
kembali normal, tolak ukur fungsi ginjal membaik secara bertahap. Fungsi ginjal
bisa kembali normal kurang lebih setelah 6 bulan.
c) GGA post renal
Yaitu gagal ginjal yang terjadi akibat obstruksi aliran kemih baik secara
anatomis maupun fungsional.2

2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Dalam arti luas GGK menunjukkan bahwa pada anak tersebut telah terjadi
penurunan fungsi ginjal, tetapi beratnya gangguan fungsi ini bervariasi dari ringan sampai
berat. Kebanyakan penulis membuat klasifikasi berdasarkan presentase laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu6 :
a. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang
ada sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon
metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak
gangguan klinis.
b. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala
mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan
keseimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89
ml/menit/1,73m2.
c. Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun sampai < 10
ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi
ginjal.

Klasifikasi lain GGK berdasarkan LFG, yaitu:


a. Gangguan fungsi ginjal (Impaired renal functions)
LFG = 80-50 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini biasanya pasien masih
asimptomatik.
b. Insufisiensi ginjal kronik

12
LFG = 50-30 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini sudah bisa ditemukan
gejala: Gangguan metabolic, Hiperparatiroid sekunder, asidosis metabolik ringan,
Hambatan pertumbuhan dan Fungsi ginjal akan progresif menurun.
c. Gagal ginjal kronik
LFG = 30-10 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini penurunan fungsi ginjal
akan terus berlanjut.
d. Gagal ginjal terminal
LFG = < 10 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini perlu dilakukan terapi
pengganti yaitu dialisis peritoneal/hemodialisis atau transplantasi. Tingkat ini juga
disebut gagal ginjal tahap akhir (End stage renal failure).
Fase sebelum GGT disebut pra GGT (Pre terminal renal failure). Pada fase
ini perlu dilakukan pengobatan konservatif secara berhati-hati untuk menjaga
pertumbuhan anak secara optimal dan memperlambat penurunan fungsi ginjal
selama mungkin. Banyak diantaranya bisa mencapai umur dewasa. Sebaiknya
penanggulangan dilakukan oleh atau bersama dengan konsultan nefrologi anak.2

F. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak dengan GGA yaitu2,4 :
(1) Oliguria
(2) Anuria
(3) Nausea
(4) Vomitus
(5) Keadaan mengantuk
(6) Edema
(7) Hipertensi
(8) Anemia
(9) Mukosa kering4
(10) Aritmia jantung karena hiperkalemia
(11) Kongesti Sirkulasi
(12) Takipnea akibat asidosis metabolik
(13) Bangkit Kejang disebabkan hiponatremia/hipokalsemia2

Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala
klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri
13
tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah,
letargi, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan.
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita
hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga pasien telah menderita
gangguan anatomis berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun dengan
pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti azotemia,
asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan
perdarahan, hipertensi, gangguan neurologi.2

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara umum pemeriksaan penunjang berfungsi untuk menentukan status fungsi ginjal
dan mencari penyebab gagal ginjal.
Untuk menentukan fungsi ginjal, pemeriksaan yang digunakan adalah mengukur
kreatinin serum. Akan tetapi pemeriksaan ini kurang sensitif. Beberapa biomarker yang
sedang diteliti sebagai ukuran fungsi ginjal adalah neutrophil gelatinase-associated lipocalin
(NGAL) dan cystatin C NGAL, interleukin-18 (IL-18), dan kidney injury molecule-1
(KIM-1).3

Gambar 2. Biomarker terkait gagal ginjal akut. 3


Urinalisis dapat memberikan nilai tambah diagnostik. Untuk tahap awal kita dapat
mecari etiologi berdasarkan klasifikasi berdasarkan letak (gambar 3).

14
15
Gambar 3. Klasifikasi berdasarkan letak. 3

Berat jenis urin meningkat pada deplesi volume intravascular dan menurun pada
nekrosis tubular akut. Bila pada urinalisis kita menemukan peningkatan jumlah leukosit
atau uji dipstick nitrit positif, maka patut dicurigai adanya infeksi saluran kemih.
Glukosuria merupakan penanda disfungsi tubulus atau dieresis osmotik akibat diabetes
mellitus. Proteinuria merupakan penanda tidak spesifik.
Pemeriksaan darah juga berfungsi untuk mencari etiologi. Pemeriksaan yang sering
digunakan adalah kreatinin, nitrogen urea, elektrolit, natrium, kalium, bikarbonat, fosfor,
kalsium, glukosa, albumin, hemoglobin, dan trombosit. 12
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk mencari kelainan anatomis. USG ginjal dan
saluran kemih digunakan untuk melihat adanya nekrosis tubular akut (terlihat peningkatan
eksogenitas, hilangnya diferensiasi korteks-medula), glomerulonephritis (terlihat
glomerulomegali), dan obstruksi (dilatasi ureter). CT scan dan MRI digunakan untuk
melihat kelainan pembuluh darah ginjal.12
Pemeriksaan histopatologis dengan biopsy ginjal dapat digunakan untuk mendiagnosis
glomerulonefritis dan nefritis intersisial akut.4,5,12

H. KOMPLIKASI
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada
oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan
keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal
terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma,
sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini
berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi
karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga

16
meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase
penyembuhan GGA. Komplikasi sistemik seperti :
- Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
- Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
- Neurologi: iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan kejang.
- Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal
- Hematologi : anemia, diastesis hemoragik
- Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosocomial
Di samping itu hambatan penyembuhan luka dapat terjadi, dimana infeksi merupakan
penyebab utama kematian, disusul akibat komplikasi kardiovaskuler.10,11

I. TATALAKSANA
a) Tatalaksana Gagal Ginjal Akut
Dalam penatalaksanaan GGA pertama harus disingkirkan kemungkinan GGA
prarenal dan pascarenal.
 GGA pascarenal
GGA pascarenal disingkirkan bedasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan
USG ginjal. Dilatasi pelvokalises sudah dapat dilihat pada USG 24-36jam setelah
terjadi obstruksi. Bila hal ini ditemukan lokalisasi obstruksi perlu ditentukan
kadang-kadang memerlukan pemeriksaan pielografi antegrad atau retrograd. Pada
bayi kecil dengan katub uretra posterior dengan memasang kateter di vesika urinaria
diuresis dapat terjadi dan obstruksi kehilangan sementara. Pada obstruksi diatas
vesika urinaria yang bersifat bilateral sebagai tindakan awal perlu dilakukan
pemasangan nefrostomi segera untuk menghilangkan bendungan urin dan
memperbaiki keadaan umum, menunggu tindakan definitif dapat dilakukan.
 GGA prarenal
GGA prarenal dicari dengan anamnesis yang sistematik mengenai
kemungkinan etiologi (gastroenteritis, dehidrasi, renjatan, luka bakar, kelainan
jantung, dll) dan pemeriksaan fisis terhadap adanya renjatan/syok. Pemasangan
tekanan vena sentral (CVP=Central Venous Pressure) dapat membantu menentukan
adanya hipovolemia. CVP normal = 6-10 cmH20, bila CVP <5 menunjukkan
adanya hipovolemia. CVP yang normal atau tinggi disertai sirkulasi perifer yang
jelek, menunjukkan adanya kegagalan jantung (syok kardiogenik).

17
CVP juga dipakai untuk memantau hasil pengobatan untuk melihat apakah
cairan yang diberikan telah mencukupi. Bila ditemukan GGA prarenal terapi
diberikan sesuai etiologinya. Pada gastroentiritis dehidrasi diberikan cairan Ringer
Laktat atau Darrow glukosa sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan
transfusi darah. Syok yang erjadi akibat hipovolemia diberi infus albumin atau
plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas penyebabnya diberikan cairan ringer laktat
20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Biasaya diuresis terjadi setelah 2-4 jam pemberian
cairan rehidrasi.
 Diuresis paksa dan challenge cairan
Bila ternyata pasien sudah memasuki fase renal, bila masih awal yang
disebut GGA atau nekrosis tubular akut insipien, dapat diberikan diuretika dengan
cara diuresis paksa, meskipun tindakan ini masih kontroversial dan oleh beberapa
penulis dianggap tidak berguna lagi. Prasyarat untuk tindakan ini adalah pasien telah
tidak dehidrasi lagi dan obstruksi saluran kemih (GGA pascarenal) sudah
disingkirkan.
 Obat atau zat yang dipakai pada diuresis paksa ada 2 macam :
(1) Mannitol 20% 0,5 gr (=21/2 ml)/kgBB di infus dalam 10-20 menit
(2) Furosemide 1 mg/kgBB yang dinaikkan berganda setiap 6-8 jam sampai 10
mg/kgBB.
Pemakaian manitol lebih berbahaya dan hanya boleh dilakukan satu kali,
karena manitol bersifat osmotik dan tetap tinggal dalam pembuluh darah hingga
dapat menarik cairan dan menimbulkan overload cairan dengan akibat edema paru.
Tindakan diuresis paksa dianggap berhasil apabila dapat meningkatkan diuresis 6-
10ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam.
Pemberian diuretik dapat dilanjutkan meskipun sudah terbukti GGA bersifat
renal dengan tujuan merubah GGA oligurik menjadi non oligurik untuk
memudahkan pengaturan pemberian cairan dan kalori. Selain diuretika dapat juga
diberikan dopamin dosis rendah yaitu 5 mikro/kgBB/menit untuk meningkatkan
peredaran darah ginjal.
 Gagal ginjal renal
Tujuan pengobatan pada GGA renal ialah mempertahankan homeostasis tubuh
sambil menunggu ginjal berfungsi kembali. Pemantauan yang perlu ialah :
1. Tanda-tanda vital : tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung
18
2. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit
3. Darah ureum dan kreatinin
4. Elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat
5. Analisis gas darah
6. Protein total dan albumin
7. Pengukuran diuresis berkala
Terapi GGA renal dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Terapi konservatif  Tujuan terapi konservatif adalah mencegah progrisivitas
overload cairan, kelainan elektrolit dan asam basa, uremia, hipertensi, dan sepsis.
• Terapi cairan dan elektrolit
Dalam hal ini perlu dilakukan balans cairan secara cermat. Balans cairan
yang baik yaitu bila berat badan tiap hari turun 0,1-0,2%. Pemberian cairan
diperhitungkan berdasarkan Insesible Water Loss (IWL) + jumlah urin 1 hari
sebelumnya + cairan yang keluar dengan muntah, feses, selang nasogastrik,dll, dan
dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1oC sebanyak 12%. Perhitungan IWL
dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure, yaitu sebagai berikut :
- Berat badan : 0-10 kg = 100 kal/kgBB/hari
11-20 kg = 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB
>20 kg = 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari diatas 20 kgBB
Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal
- Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut :
Neonatus = 50 ml/kgBB/hari
Bayi < 1 tahun = 40 ml/kgBB/hari
Anak < 5 tahun = 30 ml/kgBB/hari
Anak > 5 tahun = 20 ml/kgBB/hari
Pada pasien dengan overload cairan pemberian junlah cairan perlu dikurangi
sesuai dengan beratnya overhidrasi. Pada pasien anuria, glukosa 10-20% dan pada
pasien oliguria, glukosa (10%)-NaCl = 3 : 1. Bila dipakai vena sentral dapat
diberikan larutan glukosa 30-40%. Jumlah kalori minimal yang harus diberikan
untuk mencegah katabolisme ialah 400 kal/m2/hari. Bila terapi konservatif
berlangsung lebih dari 3 hari. Harus dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan
protein 0,5 g/kgBB/hari, pemberian protein kemudian dinaikkan sesuai dengan
jumlag diuresis.
19
• Asidosis
Bila hasil pemerikasaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis
metabolik, dikoreksi dengan cairan Natrium bikarbonat sesuai dengan hasil AGD,
yaitu ekses basa x BB x 0,3 (mEq). Atau jika hal ini tidak memungkinkan dapat
diberikan koreksi buta 2-4 mEq/kgBB/hari setiap 12 jam.
• Hiperkalemia
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa
pasien. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/l perlu diberi Kayexalat, yaitu suatu kation
exchange resin 1 mg/kgBB per oral atau per rektal 4 x sehari atau Kalitake 3x2,5
gram.10
b) Tatalaksana pada Gagal Ginjal Kronik
Tujuan penatalaksanaan penyakit ginjal kronis adalah untuk menangani penyebab
primer gangguan ginjal, menghilangkan atau meminimalkan kondisi-kondisi komorbid,
mencegah atau memperlambat penurunan fungsi ginjal, menangani gangguan metabolik
yang terkait dengan penyakit ginjal kronik, mencegah dan menangani penyakit
kardiovaskular, dan mengoptimalisasikan pertumbuhan dan perkembangan. Pasien
dengan penyakit ginjal kronis harus menjalani evaluasi untuk menentukan diagnosis
jenis penyakit ginjal, kondisi komorbid, stadium kerusakan ginjal menurut LFG,
komplikasi terkait tingkat LFG, faktor- faktor risiko penurunan fungsi ginjal, dan
faktor-faktor risiko bagi penyakit kardiovaskular.10
Berbagai masalah yang dapat dan perlu ditangani dalam penyakit ginjal kronis
dijelaskan sebagai berikut:
 Hipertensi
Penanganan hipertensi dengan terapi ACE inhibitor (angiotensin-converting
enzyme inhibitor) melindungi nefron yang tersisa dari cedera lebih lanjut.

20
Gambar 4. Dosis obat Hipertensi pada anak. 10

 Penanganan dislipidemia
Pada anak dengan penyakit ginjal kronis dan LDL puasa >100 mg/dl, intervensi
gaya hidup, seperti latihan sedang, reduksi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol,
direkomendasikan untuk 6 bulan pertama. Jika kadar LDL target tidak dicapai
(<100 mg/dl), terapi statin direkomendasikan untuk dimulai (dosis dewasa 10
mg per hari per oral). Kadar bikarbonat serum perlu diawasi pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis stadium 3, 4, dan 5 dan pasien yang menjalani dialisis.
Kadar bikarbonat serum perlu dipertahankan di atas 22 mmol/L. Kebutuhan
cairan, natrium dan kalium dapat dihitung menggunakan metode Holliday-
Segar, namun perlu diingat bahwa metode ini tidak dapat digunakan untuk
neonatus berusia < 14 hari.
 Koreksi anemia
Dapat dilakukan melalui pemberian EPO (human recombinant erythropoietin)
dan suplemen besi. Dosis biasa EPO adalah 300 unit/kg, dibagi dalam tiga dosis.
Jika kadar hemoglobin yang diinginkan telah dicapai, frekuensi pemberian EPO
21
dapat dikurangi menjadi dua kali atau bahkan satu kali per minggu. Dosis
pemeliharaan EPO bervariasi antara 60 dan 600 unit/kg/minggu. Kadar
hemoglobin target yang disarankan oleh K/DOQI adalah 11-12 g/dl (hematokrit
33-36%). Pemeliharaan kadar hemoglobin ini perlu dilakukan dengan pemberian
besi yang cukup untuk mempertahankan TSAT (transferring saturation) lebih
dari 20% (kisaran 20-50%) dan kadar feritin serum di atas 100 ng/ml (kisaran
100-800 ng/ml).
Pertumbuhan perlu dievaluasi secara teratur pada anak-anak dengan penyakit ginjal
kronis. Terapi rhGH diindikasikan pada anak dengan penyakit ginjal kronis dengan
hambatan pertumbuhan (< -2 SD). Dosis yang biasa Pertumbuhan perlu dievaluasi
secara teratur pada anak-anak dengan PGK. Terapi rhGH diindikasikan pada anak
dengan PGK dan hambatan pertumbuhan (< - 2 SD). Dosis yang biasa digunakan
adalah 0.05 mg/kg/hari, secara subkutan selama 6 hari dalam satu minggu. Status gizi
pasien dengan penyakit ginjal kronis perlu diawasi secara teratur dan mereka yang
mengalami penurunan masukan diet atau malnutrisi perlu menjalani modifikasi diet,
konseling, dan edukasi atau terapi nutrisi khusus.
Ketika anak menunjukkan tanda-tanda akut dalam gagal ginjal kronis, terapi
pengganti ginjal diperlukan untuk menyelamatkan nyawanya. Dialisis peritoneal dalam
bentuk CAPD (continous ambulatory peritoneal dialysis) dapat digunakan pada anak
sebelum transplantasi ginjal dapat dilakukan.10
Tanda-tanda klinis yang perlu diperhatikan untuk segera memulai dialisis adalah
sindrom uremia yang nyata seperti muntah-muntah, kejang, penurunan kesadaran
hingga koma; kelebihan cairan yang menimbulkan gagal jantung, edema paru dan
hipertensi; dan asidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat
intravena. Dialisis juga dapat mulai dilakukan bila ditemukan kadar ureum darah ≥ 200-
300 mg/dl atau kreatinin 15 mg/dl, hiperkalemia ≥ 7 mEq/l, atau bikarbonat plasma ≤ 12
mEq/l. Hemodialisis dapat dilakukan secara akut bila terjadi kelebihan cairan, seperti
edema paru atau gagal jantung kongestif, atau terjadi kondisi serius yang mengancam
jiwa pasien, seperti hiperkalemia, asidosis metabolik, hipo atau hipernatremia.10
Hemodialisis memiliki delapan kali kemampuan dialisis peritoneal untuk
mengeluarkan zat-zat terlarut dan empat kali kemampuan dialisis peritoneal untuk
mengeluarkan cairan. Sehingga hemodialisa lebih cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan koreksi cepat.10
22
Penyakit ginjal kronis stadium 5 merupakan indikasi untuk transplantasi. Meskipun
demikian, tidak semua pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 dapat menjadi
kandidat untuk transplantasi ginjal. Prosedur ini dapat terlalu berisiko bagi sebagian
karena komorbiditag yang telah diderita pasien atau karena kontraindikasi tertentu,
seperti infeksi kronis yang akan dieksaserbasi oleh imunosupresi. Kontraindikasi
absolut bagi transplantasi ginjal adalah keganasan aktif, terutama jika telah
bermetastasis. Infeksi HIV dan potensi rekurensi penyakit ginjal juga perlu
dipertimbangkan dalam rencana transplantasi.10
Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah bervariasi menurut stadium
dan penatalaksanaan yang dilakukan. Dengan deteksi dan penatalaksanaan dini,
morbiditas dan mortalitas diharapkan dapat diturunkan.10

23
BAB III

KESIMPULAN

Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan klinis dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara

mendadak yang berakibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh hilang.

menyatakan tiga kategori utama penyebab gagal ginjal akut antara lain Prarenal (hipoperfusi

ginjal), Intrarenal, dan Pasca renal.

Gejala-gejala yang ditemukan pada gagal ginjal akut: berkurangnya produksi air kemih

(oliguria=volume air kemih berkurang atau anuria=sama sekali tidak terbentuk air kemih), nokturia

(berkemih di malam hari), pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, pembengkakan

yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan), berkurangnya rasa, terutama di tangan atau

kaki, perubahan mental atau suasana hati, kejang, tremor tangan, mual,dan muntah.

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG)

yang bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih

berfungsi. Pada anak-anak GGK dapat disebabkan oleh berbagai hal, terutama karena kelainan

kongenital, glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2006. Gangguan Kardiovaskuler pada Penderita Gagal Ginjal. Departemen

Kesehatan RI. Diakses: 24 Oktober 2011.

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ginjal250406.htm

2. Adam, D. A., R. R. Nelson, dan P. A. Todd, (1992), “Perceived Usefulness, Ease of Use

and Usage of Information Technology: A Replication”, MIS Quarterly , 16/2: 227-250

3. Katibi OS, Adedoyin OT, Anoba S, Sowunmi FO, Olorunsula BO, Ibrahim OR, Oyelele

AE. Current trends in the management of acute kidney injury in children. Niger J Paed.

2013;40(3): 314-320.

4. Behrman, R.E. 2015. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15th. Jakarta:EGC

5. Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih bahasa: Andry Hartono,

dkk). Jakarta. EGC.

6. Doenges, M.E, Moorhouse, M.F, Geissler, A.C, 1999. Rencana Asuhan keperawatan:

Pedoman perencanaan dan Pendokumentasian perawatan Pasien. Alih Bahasa: Monika

Ester, Edisi 4, EGC. Jakarta

7. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal Kronis. Dalam: Alatas H, Tambunan

T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak, Edisi 2. Balai Penerbit FKUI,

Jakarta. 2009. 509-530

8. Eddy A. Pathophysiology of Progressive Renal Disease. In: Avner ED, Harmon WE,

Niaudet P, Yoshikawa N. Pediatric Nephrology 6th edition. Springer. 2009. 1631-1660

9. Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In:

Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition.

Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45

10. Prasad Devarajan and Stuart L Goldstein (2007). Acute Renal Failure. In: Kanwal K Kher

MD, editors. Clinical pediatric nephrology. 2nd edition. McGraw-Hill Health., pp. 371
25
11. Ervina, L., Bahrun, D., & Lestari, H. I. (2015). Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik pada

Anak. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 47(2), 144-149.

12. Pudjiadi A, Yuniar I. Bab 14: Gagal Ginjal Akut; dalam: Pudjiadi AH, Latief A,

Budhiwardhana N. 2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

26

Anda mungkin juga menyukai