DISUSUN OLEH :
1. MUHAMMAD FIKRI PRASETYO 16334043
2. ATHSILA NUGROHO 16334069
3. TUTI HERAWATI NAIBAHO 16334037
4. GODWIN P SIAHAAN 16334085
5. ANDI MIFTAHUL JANNAH 16334057
DOSEN :
Apt. Putu Rika Veryanti, S. Farm., M. Farm-Klin.
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah
SAW beserta keluarganya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pemeriksaan Fungsi Ginjal ini tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing kami Apt Putu Rika Veryanti, S. Farm., M. Farm-Klin. yang telah
memberikan tugas untuk makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Diagnosti Klinik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang gangguan sistem eksreksi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita
semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................................5
1.4 Manfaat...........................................................................................................................................6
BAB II......................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................................7
2.1 Glukosa dalam Darah.....................................................................................................................7
2.2 Gangguan fungsi ginjal pada DM...................................................................................................7
2.3 Laju Filtrasi Ginjal (LFG).............................................................................................................10
2.4 Hubungan kadar glukosa darah dengan eGFR..............................................................................11
2.5 Anatomi Ginjal.............................................................................................................................12
BAB III...................................................................................................................................................14
PEMBAHASAN....................................................................................................................................14
3.1 Diagnosis Penyakit ginjal kronis..................................................................................................14
3.2 Hasil Tes Fungsi Ginjal................................................................................................................15
3.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis...............................................................................................16
3.4 Terapi Pengobatan........................................................................................................................17
BAB IV..................................................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
zat yang larut melalui glomerulus serta dibersihkan dari plasma dan diekskresikan ke
dalam urin, karena itu nilai klirens mewakili fungsi glomerulus. 6 Dalam perananya yang
besar, trnyata organ ini merupakan salah satu organ yang berisiko besar mengalami lesi
karena penyakit metabolik, yang salah satunya adalah diabetes melitus
Diabetes Melitus (DM) disebut juga The Great Imitator karena dapat mengenai
semua organ tubuh menimbulkan berbagai keluhan. 2 DM merupakan penyakit menahun
yang akan diderita seumur hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter,
perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat
penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang
perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM dan penatalaksanaanya akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki dari penyakit
DM. 3 Keterlambatan memeriksakan glukosa darah menjadi salah satu penyebab tingginya
angka penderita DM. Selama ini diagnosa DM memang didasarkan pada penghitungan
kadar glukosa dalam darah, metode yang digunakan untuk 1 menentukan pengendalian
glukosa darah pada semua tipe DM adalah pengukuran glikat hemoglobin (HbA1c).
Hemoglobin pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar
dari sumsum tulang. Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami
glikosilasi. Artinya glukosa terikat pada hemoglobin melalui proses non-enzimatik dan
bersifat reversible. Pada pasien DM glikosilasi hemoglobin meningkat secara proporsional
dengan kadar rerata glukosa darah selama 2-3 bulan sebelumnya. Bila kadar glukosa darah
berada pada kisaran normal antara 70-140 mg% selama 2-3 bulan terakhir, maka hasil tes
HbA1c akan menunjukan nilai normal 3,5-5,5%. Pemeriksaan HbA1c sebagai
pemeriksaan tunggal sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang
5
1. Mengetahui hubungan kadar glukosa darah dengan estimasi laju filtrasi glomerulus
pada pasien diabetes mellitus
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin penulis capai adalah untuk memberikan informasi kepada
para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi muda tentang Diabetes Melitus,
sehingga dengan demikian kita semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu
yang bisa saja menyebabkan penyakit Diabetes Melitus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
mellitus menyebabkan stress oksidatif yaitu terjadi peningkatan pembentukan radikal bebas
dan penurunan antioksidan (α-tokoferol, karoten, vitamin C). Radikal bebas merupakan
molekul reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, asam nukleat serta lipid, mengubah
strukturnya dan menimbulkan kerusakan sel serta menyebabkan komplikasi berbagai organ
salah satunya ginjal. 23 20 Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal atau yang
dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah
protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal.
Protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang
diekskresikan adalah albumin. Nefropati diabetik ditandai dengan albuminura menetap >
300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.
Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan
8
atau albumin didalam urin masih sangat rendah, sehingga sulit untuk dideteksi dengan
metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 21 mg/24 jam ataupun
>20μg/menit disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Hal ini sudah dianggap sebagai
nefropati insipien. Derajat albuminuria atau proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan
rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin atau
kreatinin ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein dalam urine selanjutnya
akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat dalam tabel di bawah ini
Tahap 1
Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai
pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.
Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0 – 5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I
ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi
maupun struktur ginjal akan normal kembali.
Tahap 2
Terjadi setelah 5 -10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubaan struktur ginjal
berlanjut, dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya 22 akan meningkat setelah
latihan jasmani, keadaan stres atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat
berlangsung lama. Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas
biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini selalu disebut sebagai
tahap sepi (silent stage).
Tahap 3
Ini adalah tahap awal nefropati (insipient diabetic nephropathy), saat
mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak.
Secara histopatologis, juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih
tetap tinggi dan tekanan darah masih tetap ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat
bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali
glukosa dan tekanan darah yang kuat.
Tahap 4
Ini merupakan tahapan saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis
dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering
meningkat, LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15 – 20 tahun
9
DM tegak. Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati,
neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vascular umum. Progresivitas ke arah
gagal 23 ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah
dan tekanan darah. 5. Tahap 5 Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian
rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan
tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.
10
Quality Initiative (NKF KDOQI) merekomendasikan pengukuran LFG pada orang dewasa
menggunakan formula Cockroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease. 27
Dibanding dengan formula MDRD ( Modification of Diet in Renal Disease) pemeriksaan
dengan menggunnakan formula Cockroft-Gault lebih sering digunakan karena sesuai
dengan rekomendasi dari NKF KDOQI lebih sederhana dan hasilnya cepat didapat adalah
formula Cockroft-Gault yaitu
Untuk Pria:
Untuk wanita:
11
dan eferen serta fibrosis tubulo interstitial. Tampaknya berbagai faktor berperan dalam
terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun Glukosa darah
Normal Diabetes Melitus Terkontrol < 7 % Tidak Terkontrol >7 % Komplikasi Otak
Mata Saraf Ginjal Jantung Nefropati Diabetik Laju Filtrasi Glomerulus HbA1c Stroke
Retinopati Diabetik Neuropati Diabetik Infark miokard 26 (glukotoksisitas) pada
penderita yang mempunyai predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama
ditambah faktor lainnya dapat menimbulkan nefropati.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan lemak
perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota. Dalam potongan
frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis
(bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang
berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang
12
merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis
membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan
bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri
renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica
superior.
Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh
limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur
yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya
menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus.Ginjal mendapatkan persarafan
melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls
sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal
sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri di
daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal.
13
BAB III
PEMBAHASAN
Pengobatan penyakit ginjal kronik dapat segera dilakukan apabila dikenali secara dini,
dengan demikian komplikasi akibat penyakit ini dapat dicegah. Pengenalan dan pengobatan
hipertensi dan Diabetes Melitus secara awal serta berkesinambungan dapat mencegah penyakit
ginjal kronik
Pemeriksaan fungsi ginjal penting dilakukan untuk mengidentifikasi adanya penyakit
ginjal sedini mungkin agar penatalaksanaan yang efektif dapat diberikan
Untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal sejak dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah dan urin.
Pemeriksaan darah dengan melihat kadar kreatinin, ureum, Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG)
Pemeriksaan urin dengan melihat kadar albumin atau protein
14
3.2 Hasil Tes Fungsi Ginjal
Hasil tes fungsi ginjal berbeda-beda, tergantung pada sampel yang digunakan,
diantaranya :
1. Tes fungsi ginjal dari sampel darah
Kreatinin
Kadar kreatinin yang normal adalah 1,2 mg/dL untuk wanita dan 1,4 mg/dL untuk pria
Laju filtrasi ginjal (GFR)
Hasil GFR menunjukkan seberapa baik laju filtrasi yang dilakukan oleh ginjal.
Nilai GFR didapatkan dari hasil perhitungan manual.Variabel yang dimasukkan dalam
penghitungan GFR meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan nilai kreatinin. Nilai normal
GFR adalah 60 mg/dL ke atas. Bila di bawah angka ini, pasien kemungkinan
mengalami gangguan fungsi ginjal.
Kadar urea nitrogen dalam darah (blood urea nitrogen/BUN)
Pemeriksaan ini berfungsi menilai zat sisa dalam darah (urea nitrogen). Kadar
normalnya adalah 7-20 mg/dL.Kadar yang lebih tinggi dari angka tersebut bisa
menandakan adanya gangguan fungsi ginjal, diet tinggi protein, atau konsumsi
antibiotik tertentu.
2. Tes fungsi ginjal dari sampel urine
Urinalisis
Tujuan urinanalisis adalah menilai ada tidaknya partikel protein, darah, nanah,
bakteri, dan glukosa dalam urine. Keberadaan partikel-partikel ini bisa mengindikasikan
infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, penyakit ginjal, batu ginjal, dan diabetes.
Mikroalbuminuria dalam urine (microalbuminuria) dan rasio albumin- kreatinin
Kedua pemeriksaan ini bertujuan menentukan kadar albumin dalam urine.
Kadar albumin yang normal adalah di bawah 30 mg/dL.Albumin merupakan protein
penting dalam darah. Bila ginjal membuang terlalu banyak albumin dalam urine,
kondisi ini dapat menandakan fungsi ginjal yang tidak terlalu baik.Mikroalbuminuria
termasuk tes yang bisa mendeteksi keberadaan protein dalam urine dengan lebih rinci.
Sekecil apapun keberadaannya, tes ini bisa mendeteksinya.Karena itu, dokter bisa
15
menganjurkan mikroalbuminuria pada orang yang berisiko tinggi mengalami gangguan
ginjal meski tes urine lainnya memberikan hasil negatif.
3. Hasil uji bersihan kreatinin
Tes fungsi ginjal lain yang tidak kalah penting adalah uji bersihan kreatinin
(creatinine clearance test). Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah dan urine 24
jam.Dokter akan membandingkan kadar kreatinin dalam urine dengan kadarnya dalam darah.
Perbandingan ini akan menunjukkan seberapa banyak atau sedikitnya ginjal menyaring
kreatinin.
Bila hasil tes fungsi ginjal abnormal, maka dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
penunjang lain, seperti CT scan, USG, dan biopsi ginjal. Serangkaian pemeriksaan tersebut
dilakukan untuk memastikan diagnosis dan penyebab di balik gangguan fungsi ginjal yang di
alami.
Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuia), penyakit ginjal kronis dibagi menjadi :
16
* berhubungan dengan remaja dan dewasa
** termasuk nephrotic syndrom, dimana biasanya ekskresi albumin > 2200mg/ 24 jam
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Nefropati diabetik timbul akibat dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput membran
basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis pada
mesangium sehingga lambat laun kapilerkapiler glomerulus terdesak, dan aliran darah
terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Perlu dilakukan
skrining setiap 6bulan melalui metode pemeriksaan urin untuk melihat apakah masih terdapat
microalbuminuria.
Tingginya ekskesi albumin atau protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk
tingkatan kerusakan ginjal. Jika sudah terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi
kegagalan faal ginjal atau disebut gagal ginjal. Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronik
dapat berlanjut menjadi gagal ginjal terminal atau end stage renal disease dimana ginjal sudah
tidak mampu lagi untuk mempertahankan substansi tubuh, sehingga membutuhkan penanganan
lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal.
Salah satu faktor resiko gagal ginjal kronik adalah diabetes melitus yang berkomplikasi
menjadi nefropati diabetik. Nefropati diabetik atau penyakit ginjal diabetik, adalah suatu
komplikasi penyakit diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
18
3. Janis Rivandi , Yonata Ade. 2015. Hubungan Diabetes Melitus Dengan
Kejadian Gagal Ginjal Kronik. Lampung. Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
4. Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Bandung. CDK-237/ vol. 43
no. 2
19