Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DIAGNOSTIK KLINIK

PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

DISUSUN OLEH :
1. MUHAMMAD FIKRI PRASETYO 16334043
2. ATHSILA NUGROHO 16334069
3. TUTI HERAWATI NAIBAHO 16334037
4. GODWIN P SIAHAAN 16334085
5. ANDI MIFTAHUL JANNAH 16334057

DOSEN :
Apt. Putu Rika Veryanti, S. Farm., M. Farm-Klin.

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah
SAW beserta keluarganya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pemeriksaan Fungsi Ginjal ini tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing kami Apt Putu Rika Veryanti, S. Farm., M. Farm-Klin. yang telah
memberikan tugas untuk makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Diagnosti Klinik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang gangguan sistem eksreksi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita
semua.

Jakarta, Desember 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................................5
1.4 Manfaat...........................................................................................................................................6
BAB II......................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................................7
2.1 Glukosa dalam Darah.....................................................................................................................7
2.2 Gangguan fungsi ginjal pada DM...................................................................................................7
2.3 Laju Filtrasi Ginjal (LFG).............................................................................................................10
2.4 Hubungan kadar glukosa darah dengan eGFR..............................................................................11
2.5 Anatomi Ginjal.............................................................................................................................12
BAB III...................................................................................................................................................14
PEMBAHASAN....................................................................................................................................14
3.1 Diagnosis Penyakit ginjal kronis..................................................................................................14
3.2 Hasil Tes Fungsi Ginjal................................................................................................................15
3.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis...............................................................................................16
3.4 Terapi Pengobatan........................................................................................................................17
BAB IV..................................................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal pada umumnya adalah alat untuk menyaring sejumlah besar volume darah
dan melewatkan filtrat hasil saringan melalui tubulus yang panjang, dilapisi oleh sel-sel
yang dengan selektif mengangkut senyawa ke dalam dan keluar filtrat. Sebagian besar
pengangkutan selektif tersebut menyangkut penyerapan air dan solute (bahan-bahan
terlarut) dari filtrat, untuk digunakan kembali di dalam tubuh. Sebagian lagi berupa sekresi
aktif dari sel-sel kedalam filtrat. Hasil akhir dari semua proses ini adalah urin yang bila
semuanya berjalan dengan baik, memuat kelebihan air dan elektrolit yang telah diminum,
bersama-sama dengan produksi harian ureum, asam urat, kreatinin, dan produk sisa lainya
yang tak dibuang di tempat lain
Fungsi ginjal secara keseluruhan didasarkan oleh fungsi nefron dan gangguan
fungsinya disebabkan oleh menurunnya kerja nefron. Beberapa pemeriksaan laboratorium
telah dikembangkan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan identifikasi gangguannya sejak
awal. Hal ini dapat membantu klinisi untuk melakukan pencegahan dan penatalaksanaan
lebih awal agar mencegah progresivitas gangguan ginjal menjadi gagal ginjal.
Ginjal terletak retroperitoneal dalam rongga abdomen dan berjumlah sepasang dan
merupakan organ vital bagi manusia. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
kesehatan menyebabkan gangguan ginjal sering terlambat terdeteksi. Penyakit ginjal sering
disertai penyakit lain yang mendasarinya seperti diabetes melitus, hipertensi, dan
dislipidemia. Gejala dan keluhan pada gangguan ginjal stadium dini cenderung ringan,
sehingga sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan klinis.
Penurunan fungsi ginjal terjadi akibat berkurangnya unit struktural ginjal (nefron)
yang masih berfungsi dengan baik. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya beban pada
nefron yang masih berfungsi baik dan secara bertahap akan menyebabkan kerusakan
nefron yang masih tersisa tersebut serta mempercepat progresivitas kerusakan ginjal.
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau Glomerulo Filtration Rate (GFR) digunakan
secara luas sebagai indeks fungsi ginjal yang dapat diukur secara tidak langsung dengan
perhitungan klirens ginjal. Klirens ginjal adalah volume plasma yang mengandung semua

4
zat yang larut melalui glomerulus serta dibersihkan dari plasma dan diekskresikan ke
dalam urin, karena itu nilai klirens mewakili fungsi glomerulus. 6 Dalam perananya yang
besar, trnyata organ ini merupakan salah satu organ yang berisiko besar mengalami lesi
karena penyakit metabolik, yang salah satunya adalah diabetes melitus
Diabetes Melitus (DM) disebut juga The Great Imitator karena dapat mengenai
semua organ tubuh menimbulkan berbagai keluhan. 2 DM merupakan penyakit menahun
yang akan diderita seumur hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter,
perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat
penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang
perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM dan penatalaksanaanya akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki dari penyakit
DM. 3 Keterlambatan memeriksakan glukosa darah menjadi salah satu penyebab tingginya
angka penderita DM. Selama ini diagnosa DM memang didasarkan pada penghitungan
kadar glukosa dalam darah, metode yang digunakan untuk 1 menentukan pengendalian
glukosa darah pada semua tipe DM adalah pengukuran glikat hemoglobin (HbA1c).
Hemoglobin pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar
dari sumsum tulang. Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami
glikosilasi. Artinya glukosa terikat pada hemoglobin melalui proses non-enzimatik dan
bersifat reversible. Pada pasien DM glikosilasi hemoglobin meningkat secara proporsional
dengan kadar rerata glukosa darah selama 2-3 bulan sebelumnya. Bila kadar glukosa darah
berada pada kisaran normal antara 70-140 mg% selama 2-3 bulan terakhir, maka hasil tes
HbA1c akan menunjukan nilai normal 3,5-5,5%. Pemeriksaan HbA1c sebagai
pemeriksaan tunggal sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan estimasi laju filtrasi
glomerulus (EGFR ) pada pasien diabetes melitus ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penulis dalam Makalah ini adalah:

5
1. Mengetahui hubungan kadar glukosa darah dengan estimasi laju filtrasi glomerulus
pada pasien diabetes mellitus

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin penulis capai adalah untuk memberikan informasi kepada
para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi muda tentang Diabetes Melitus,
sehingga dengan demikian kita semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu
yang bisa saja menyebabkan penyakit Diabetes Melitus.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glukosa dalam Darah


Tubuh manusia mengandung glukosa darah, atau yang biasa disebut gula darah.
Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan yang
dikonsumsi. Glukosa dibawa keseluruh tubuh melalui pembuluh darah untuk
menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh. Kebanyakan glukosa berasal dari
karbohidrat, sesuai namanya secara sederhana karbohidrat didefinisikan sebagai polimer
gula. Berdasarkan jumlah unit gula dalam rantai, karbohidrat digolongkan menjadi 4
golongan utama yaitu :
1. Monosakarida (terdiri atas 1 unit gula)
2. Disakarida (terdiri atas 2 unit gula)
3. Oligosakarida (terdiri atas 3-10 unit gula)
4. Polisakarida (terdiri atas lebih dari 10 unit gula)
Glukosa merupakan salah satu tipe monosakarida dengan rumus molekul C6H12O6,
karbohidrat akan dikonversikan menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna
untuk pembentukan energi dalam tubuh. Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus
kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan di distribusikan ke seluruh sel tubuh.

2.2 Gangguan fungsi ginjal pada DM


Ginjal tidak dapat menahan kondisi hiperglikemia, karena ambang batas untuk
glukosa darah adalah 180 mg% di dalam tubuh sehingga bila terjadi hiperglikemia maka
ginjal tidak dapat menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar apabila konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, akibatnya glukosa tersebut diekskresikan melalui urin
(glukosuria). Ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini disebut dengan diuresis osmotik. Akibat hal ini, penderita akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan sering merasa aus (polidipsi).
Nefropati diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab
utama gagal ginjal di eropa dan USA. Keadaan hiperglikemi pada penderita diabetes

7
mellitus menyebabkan stress oksidatif yaitu terjadi peningkatan pembentukan radikal bebas
dan penurunan antioksidan (α-tokoferol, karoten, vitamin C). Radikal bebas merupakan
molekul reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, asam nukleat serta lipid, mengubah
strukturnya dan menimbulkan kerusakan sel serta menyebabkan komplikasi berbagai organ
salah satunya ginjal. 23 20 Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal atau yang
dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah
protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal.
Protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang
diekskresikan adalah albumin. Nefropati diabetik ditandai dengan albuminura menetap >
300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.
Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan

dengan pasti. Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan hemodinamik


berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai
dasar terjadinya nefropati adalah terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal
glomerulus. Gambaran histologi jaringan pada ND memperlihatkan adanya penebalan
membran basal glomerulus, ekspansi mesangial glomerulus yang akhirnya menyebabkan
glomerulosklerosis, hyalinosis arteri eferen dan eferen serta fibrosis tubulo
interstitial.Tampaknya berbagai faktor berperan dalam terjadinya kelainan tersebut.
Peningkatan glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai
predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah faktor lainnya dapat
menimbulkan nefropati.24 Diagnosis PGD ( penyakit ginjal diabetik ) dimulai dari
dikenalinya albuminuria pada penderita DM baik tipe I maupun tipe II. Bila jumlah protein

8
atau albumin didalam urin masih sangat rendah, sehingga sulit untuk dideteksi dengan
metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 21 mg/24 jam ataupun
>20μg/menit disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Hal ini sudah dianggap sebagai
nefropati insipien. Derajat albuminuria atau proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan
rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin atau
kreatinin ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein dalam urine selanjutnya
akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat dalam tabel di bawah ini
 Tahap 1
Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai
pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.
Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0 – 5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I
ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi
maupun struktur ginjal akan normal kembali.
 Tahap 2
Terjadi setelah 5 -10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubaan struktur ginjal
berlanjut, dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya 22 akan meningkat setelah
latihan jasmani, keadaan stres atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat
berlangsung lama. Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas
biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini selalu disebut sebagai
tahap sepi (silent stage).
 Tahap 3
Ini adalah tahap awal nefropati (insipient diabetic nephropathy), saat
mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak.
Secara histopatologis, juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih
tetap tinggi dan tekanan darah masih tetap ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat
bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali
glukosa dan tekanan darah yang kuat.
 Tahap 4
Ini merupakan tahapan saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis
dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering
meningkat, LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15 – 20 tahun

9
DM tegak. Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati,
neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vascular umum. Progresivitas ke arah
gagal 23 ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah
dan tekanan darah. 5. Tahap 5 Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian
rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan
tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.

2.3 Laju Filtrasi Ginjal (LFG)


Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan indikator fungsi renal yang penting untuk
diagnosis gangguan fungsi ginjal. Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang
masuk ke glomerulus di filtrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L
filtrat glomerulus setiap hari untuk LFG rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter per
hari dengan LFg 115 ml/menit untuk wanita. 26 Laju filtrasi glomerulus dapat diukur
dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi
maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur
persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.
Penanda yang digunakan untuk mengukur klirens ginjal dapat berasal dari senyawa
endogen seperti kreatinin, urea, dan cystatinC, dapat juga yang berasal dari senyawa
eksogen seperti inulin, iohexol dan beberapa senyawa radiokatif. Di antara beberapa
senyawa tersebut yang paling sering digunakan 24 adalah pengukuran klirens kreatinin.
Pengukuran klirens kreatinin dapat dilakukan dengan menggunakan urin tampung 24 jam
atau dapat juga sampling darah berdasarkan perhitungan menggunakan formula. Beberapa
faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah diantaranya adalah :
 Perubahan masa otot
 Diet daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan
 Aktivitas fisik yang berlebih
 Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal
 Usia dan jenis kelamin ( laki-laki dan juga bertambahnya umur akan lebih tinggi
kadar kreatininya )
 Obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan cotrimoxazole dapat
mengganggu sekresi insulin. National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome

10
Quality Initiative (NKF KDOQI) merekomendasikan pengukuran LFG pada orang dewasa
menggunakan formula Cockroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease. 27
Dibanding dengan formula MDRD ( Modification of Diet in Renal Disease) pemeriksaan
dengan menggunnakan formula Cockroft-Gault lebih sering digunakan karena sesuai
dengan rekomendasi dari NKF KDOQI lebih sederhana dan hasilnya cepat didapat adalah
formula Cockroft-Gault yaitu
Untuk Pria:

Untuk wanita:

2.4 Hubungan kadar glukosa darah dengan eGFR


Terdapat hubungan tidak langsung antara kadar glukosa darah dengan estimasi GFR.
keadaan hiperglikemi pada penderita diabetes mellitus menyebabkan stress oksidatif
yaitu terjadi peningkatan pembentukan radikal bebas dan penurunan antioksidan (α-
tokoferol, karoten, vitamin C). Radikal bebas merupakan molekul reaktif dan dapat
bereaksi dengan protein, asam nukleat serta lipid, mengubah strukturnya dan
menimbulkan kerusakan sel serta menyebabkan komplikasi berbagai organ salah
satunya ginjal. 23 Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat
diterangkan dengan pasti. Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan
hemodinamik berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada
jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah terjadinya proses hiperfiltrasi-
hiperperfusi membran basal glomerulus. Gambaran histologi jaringan pada ND
memperlihatkan adanya penebalan membran basal glomerulus, ekspansi mesangial
glomerulus yang akhirnya menyebabkan glomerulosklerosis, hyalinosis arteri eferen

11
dan eferen serta fibrosis tubulo interstitial. Tampaknya berbagai faktor berperan dalam
terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun Glukosa darah
Normal Diabetes Melitus Terkontrol < 7 % Tidak Terkontrol >7 % Komplikasi Otak
Mata Saraf Ginjal Jantung Nefropati Diabetik Laju Filtrasi Glomerulus HbA1c Stroke
Retinopati Diabetik Neuropati Diabetik Infark miokard 26 (glukotoksisitas) pada
penderita yang mempunyai predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama
ditambah faktor lainnya dapat menimbulkan nefropati.

2.5 Anatomi Ginjal


Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di belakang
peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga
L3.13 Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3
cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran
kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram.

Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan lemak
perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota. Dalam potongan
frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis
(bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang
berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang

12
merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis
membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan
bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri
renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica
superior.
Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh
limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur
yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya
menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus.Ginjal mendapatkan persarafan
melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls
sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal
sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri di
daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal.

13
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Diagnosis Penyakit ginjal kronis

Pengobatan penyakit ginjal kronik dapat segera dilakukan apabila dikenali secara dini,
dengan demikian komplikasi akibat penyakit ini dapat dicegah. Pengenalan dan pengobatan
hipertensi dan Diabetes Melitus secara awal serta berkesinambungan dapat mencegah penyakit
ginjal kronik
Pemeriksaan fungsi ginjal penting dilakukan untuk mengidentifikasi adanya penyakit
ginjal sedini mungkin agar penatalaksanaan yang efektif dapat diberikan
Untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal sejak dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah dan urin.
 Pemeriksaan darah dengan melihat kadar kreatinin, ureum, Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG)
 Pemeriksaan urin dengan melihat kadar albumin atau protein

14
3.2 Hasil Tes Fungsi Ginjal
Hasil tes fungsi ginjal berbeda-beda, tergantung pada sampel yang digunakan,
diantaranya :
1. Tes fungsi ginjal dari sampel darah

 Kreatinin
Kadar kreatinin yang normal adalah 1,2 mg/dL untuk wanita dan 1,4 mg/dL untuk pria
 Laju filtrasi ginjal (GFR)
Hasil GFR menunjukkan seberapa baik laju filtrasi yang dilakukan oleh ginjal.
Nilai GFR didapatkan dari hasil perhitungan manual.Variabel yang dimasukkan dalam
penghitungan GFR meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan nilai kreatinin. Nilai normal
GFR adalah 60 mg/dL ke atas. Bila di bawah angka ini, pasien kemungkinan
mengalami gangguan fungsi ginjal.
 Kadar urea nitrogen dalam darah (blood urea nitrogen/BUN)
Pemeriksaan ini berfungsi menilai zat sisa dalam darah (urea nitrogen). Kadar
normalnya adalah 7-20 mg/dL.Kadar yang lebih tinggi dari angka tersebut bisa
menandakan adanya gangguan fungsi ginjal, diet tinggi protein, atau konsumsi
antibiotik tertentu.
2. Tes fungsi ginjal dari sampel urine

 Urinalisis
Tujuan urinanalisis adalah menilai ada tidaknya partikel protein, darah, nanah,
bakteri, dan glukosa dalam urine. Keberadaan partikel-partikel ini bisa mengindikasikan
infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, penyakit ginjal, batu ginjal, dan diabetes.
 Mikroalbuminuria dalam urine (microalbuminuria) dan rasio albumin- kreatinin
Kedua pemeriksaan ini bertujuan menentukan kadar albumin dalam urine.
Kadar albumin yang normal adalah di bawah 30 mg/dL.Albumin merupakan protein
penting dalam darah. Bila ginjal membuang terlalu banyak albumin dalam urine,
kondisi ini dapat menandakan fungsi ginjal yang tidak terlalu baik.Mikroalbuminuria
termasuk tes yang bisa mendeteksi keberadaan protein dalam urine dengan lebih rinci.
Sekecil apapun keberadaannya, tes ini bisa mendeteksinya.Karena itu, dokter bisa

15
menganjurkan mikroalbuminuria pada orang yang berisiko tinggi mengalami gangguan
ginjal meski tes urine lainnya memberikan hasil negatif.
3. Hasil uji bersihan kreatinin

Tes fungsi ginjal lain yang tidak kalah penting adalah uji bersihan kreatinin
(creatinine clearance  test). Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah dan urine 24
jam.Dokter akan membandingkan kadar kreatinin dalam urine dengan kadarnya dalam darah.
Perbandingan ini akan menunjukkan seberapa banyak atau sedikitnya ginjal menyaring
kreatinin.
Bila hasil tes fungsi ginjal abnormal, maka dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
penunjang lain, seperti CT scan, USG, dan biopsi ginjal. Serangkaian pemeriksaan tersebut
dilakukan untuk memastikan diagnosis dan penyebab di balik gangguan fungsi ginjal yang di
alami.

3.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis


Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG). Melihat  nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara langsung atau melalui 
perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin,  jenis kelamin dan umur seseorang.
Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi hasil estimasinya dapat dinilai
melalui bersihan ginjal dari suatu penanda filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering
digunakan dalam praktik klinis adalah kreatinin serum.

Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKDIGO) proposed


classification, dapat dibagi menjadi :

Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuia), penyakit ginjal kronis dibagi menjadi :

16
* berhubungan dengan remaja dan dewasa

** termasuk nephrotic syndrom, dimana biasanya ekskresi albumin > 2200mg/ 24 jam

3.4 Terapi Pengobatan


Bila ditemukan tanda dan gejala penyakit ginjal, maka yang harus dilakukan adalah :
 Kontrol gula darah pada penderita diabetes,
 Kontrol tekanan darah pada penderita hipertensi,
 Pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi ginjal
Penyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat menjaga agar fungsi ginjal
dapat bekerja dengan optimal, yaitu melalui pencegahan primer sebagai berikut :
 Terapi dengan obat-obatan
 Transplantasi (cangkok) ginjal
 Dialysis (cuci darah)
 Modifikasi gaya hidup

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Nefropati diabetik timbul akibat dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput membran
basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis pada
mesangium sehingga lambat laun kapilerkapiler glomerulus terdesak, dan aliran darah
terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Perlu dilakukan
skrining setiap 6bulan melalui metode pemeriksaan urin untuk melihat apakah masih terdapat
microalbuminuria.
Tingginya ekskesi albumin atau protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk
tingkatan kerusakan ginjal. Jika sudah terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi
kegagalan faal ginjal atau disebut gagal ginjal. Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronik
dapat berlanjut menjadi gagal ginjal terminal atau end stage renal disease dimana ginjal sudah
tidak mampu lagi untuk mempertahankan substansi tubuh, sehingga membutuhkan penanganan
lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal.
Salah satu faktor resiko gagal ginjal kronik adalah diabetes melitus yang berkomplikasi
menjadi nefropati diabetik. Nefropati diabetik atau penyakit ginjal diabetik, adalah suatu
komplikasi penyakit diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Esthika Dewiasty, Idrus Alwi , Dharmeizar , Kuntjoro Harimurt. 2016. Peran


Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (eGFR) sebagai Prediktor Mortalitas pada
Pasien Sindrom Koroner Akut selama Perawatan di ICCU. Jakarta. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 4.
2. Febtarini Rahmawati. 2017. Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik.
Surabaya. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 6 (1) : 14-22.

18
3. Janis Rivandi , Yonata Ade. 2015. Hubungan Diabetes Melitus Dengan
Kejadian Gagal Ginjal Kronik. Lampung. Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
4. Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Bandung. CDK-237/ vol. 43
no. 2

19

Anda mungkin juga menyukai