Anda di halaman 1dari 24

MATA KULIAH : KEPERAWATAN PALIATIF

DOSEN PENGAMPU : NS. NAZARUDDIN, S.KEP, M.KEP

MAKALAH

“ PENYAKIT TERMINAL ILNES“

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Keperawatan Paliatif

Oleh :

KELOMPOK V

Nirsan (P201801043) Ayu Devayanti (P202102008)

Muh. Ilham Idris (P201901024) Riska awalia. R (P201801030)

Indah Frizki. W (P201901008) Sri Anjani (P201901019)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

2022
KATA PENGANTAR

Assalaamua’laikum warahmatullahi wa barakatuh

Puji syukur kita kehadirat allah SWT. Yang telah memberikan kita nikmat
kesehatan dan umur panjang, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat
waktu. Shalawat serta salam tak lupa pula kita curahkan kepada nabi muhammad
SAW. Yang telah membimbing kita sampai saat ini dengan indahnya agama
islam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam


penyusunan makalah ini dengan judul “Penyakit Terminal Ilnes” dalam hal ini,
bapak Nazaruddin S.Kep, Ns, M. Kep sebagai dosen pengampu matakuliah
keperawatan paliatif dan teman-teman kelompok yang telah berkontribusi dalam
penyusunan makalah ini. kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca Demi
kesempurnaan makalah ini.

Terima kasih

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Penulis

Kendari, 09 Mei 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PENYAKIT TERMINAL ILNES
A. Gagal Ginjal Kronis (GGK)..........................................................................3
B. HIV / AIDS...................................................................................................8
C. Gagal Jantung Kongestif.............................................................................12
D. Kanker.........................................................................................................17
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN...........................................................................................20
B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di antara para penderita sakit, terdapat penderita sakit yang menurut
perhitungan tenaga medis tidak akan dapat sembuh lagi. Mereka inilah yang
disebut sebagai pasien terminal. Keadaan sedemikian secara tak langsung
membawa seseorang kepada situasi di mana ia merasa kehilangan harapan
untuk hidup. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya,
kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard &
Sundeen, 2017). Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat
diobati, bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif ( mengurangi
gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup. (Tim medis RS Kanker
Darmais, 2017).

Sedangkan keadaan vegetatif merupakan keadaan di mana seseorang


berada dalam keadaan koma (tidak sadar) secara berkepanjangan, namun
belum dapat dikategorikan sebagai telah mati karena aktivitas elktrik otaknya
masih ada, meskipun minimal.

Secara medis, orang yang mengalami keadaan seperti ini belum dapat
dinyatakan telah mati karena tubuhnya adakalanya masih menunjukkan reaksi
terhadap beberapa rangsangan tertentu. Jika keadaan ini berlangsung selama
lebih dari sebulan, maka pasien itu akan memasuki tahap yang di sebut
vegetatif yang persisten (persistent vegetative state). Kehidupannya dapat
dipertahankan dengan bantuan makanan yang disalurkan melalui pembuluh
darah. Apabila keadaan koma ini berlangsung lebih dari tiga bulan, maka
semakain tipis harapan untuk pulih dari sakit yang dialami. Bahkan menurut
Persatuan Dokter Sedunia, ketidak- sadaran yang mencapai lebih dari enam
bulan akan mengkibatkan kerusakan yang lebih parah di otak penderita.

Dua situasi ini memiliki konsekuensi yang sama, yakni kecilnya


kemungkinan untuk sembuh dari sakit yang diderita. Harapan bagi pulihnya

1
kesehatan si pasien sangat tipis. Hal ini membuka kemungkinan untuk
diambilnya keputusan: atau meneruskan upaya pengobatan atau
memberhentikan tindakan pengobatan yang sedang dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk dalam penyakit terminal ?
2. apa pengertian, Etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi komplikasi dan
penatalaksanaan dari penyakit terminal

C. Tujuan
1. Mengetahui penyakit yang termasuk dalam penyakit terminal.
2. Mengetahui Pengertian, Etiologi, Manifestasi Klinis, Patofisiologi
Komplikasi Dan Penatalaksanaan Dari Penyakit Terminal.

2
BAB II
PENYAKIT TERMINAL ILNES

A. Gagal Ginjal Kronis (GGK)


1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2011 dalam
N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, 1992
dalamN. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
2. Etiologi
a. Diabetes mellitus
b. Glumerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Lesi herediter
i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
3. Manifestasi Klinis
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema (N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).

3
4
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels(N.
A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
c. Gangguan gatrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia(N.
A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
d. Gangguan muskuloskeletal
Regiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet sindrom (rasa kesemutan dan terbakar), terutama
ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot
ekstermitas) (N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan
rapuh(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstrusasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D (N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia (N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni (N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).

5
4. Patofisiologi
a. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR,
maka klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan
nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat(N. A. Nuari dan D.
Widayati, 2017).
b. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal)(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi uremik
pasien, terutama dari saluran GI(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lainnya akan turun.
Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat
serum dan sebalikanya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar
kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi
gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium ditulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang(N. A. Nuari dan D.
Widayati, 2017).

6
f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon (N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
5. Komplikasi
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang
(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).
6. Penatalaksanaan
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab. darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan invasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
maka dilakukan :
a) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b) Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
c. Operasi
1) Pengambilan batu

7
2) Transplantasi ginjal
(N. A. Nuari dan D. Widayati, 2017).

B. HIV / AIDS
1. Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV)merupakan satu dari dua human T-
celllymphotropic retrovirus yang utama. Human T-cell leukemia virus
(HTCLV) adalah retrovirusutama lainnya. Virus tersebut akan
menginfeksidan menghancurkan limfosit T-helper (CD4).Acquired
Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan
gejalaatau penyakit yang disebabkan olehmenurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksioleh virus HIV yang termasuk familiretroviridae. Tahapan
akhir dari infeksi HIV adalah AIDS (G. Dewita dkk., 2016).
2. Etiologi
Human Imunodefisiency Virus adalah virus penyebab melemahnya
sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini berada dalam cairan tubuh
manusia seperti darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu
(Firman, 2017).
Dalam sistem tubuh manusia, terdapat sel yang melawan virus
yang masuk ke dalam tubuh manusia, sel tersebut memiliki CD4. CD4
berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi yang ada. Jika CD4
berkurang, mikroorganisme yang patogen disekitar kita akan dengan
mudah masuk dalam tubuh manusia dan meinmbulkan penyakit. Virus
HIV inilah yang menyerang CD4 sehingga berkurang dan menyebabkan
sistem imun tubuh manusia menurun (Firman, 2017).
3. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala seseorang positif terkena HIV antara lain:
a. Demam
Salah satu tanda – tanda pertama adalah demam ringan, sampai sekitar
39⁰C (Firman, 2017).

8
b. Kelelahan
Respon inflamasi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh juga
dapat menyebabkan lelah dan lesu. kelelahan dapat menjadi tanda awal
dan tanda lanjutan dari HIV (Firman, 2017).
c. Pegal, nyeri otot dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
Sering menyerupai gejala flu, mononucleosis, infeksi virus atau yang
lain, bahkan sifilis atau hepatitis. Hal tersebut memang tidak
mengherankan. Banyak gejala penyakit yang mirip bahkan sama,
termasuk nyeri pada persendian dan nyeri otot, serta pembengkakan
kelenjar getah bening (Firman, 2017).
d. Mual, muntah dan diare
Sekitar 30 sampai 60 persen dengan HIV memiliki gejala jangka
pendek seperti mual, muntah, atau diare pada tahap awal HIV. Gejala
tersebut juga dapat muncul sebagai akibat dari terapi antiretroviral,
biasanya sebagai akibat dari infeksi oportunistik (Firman, 2017).
e. Penurunan berat badan
Jika penderita HIV sudah kehilangan berat badan, berarti sistem
kekebalan tubuh biasanya sedang menurun (Firman, 2017).
f. Batuk kering
Batuk kering dapat merupakan tanda pertama seseorang terkena infeksi
HIV. Batuk tersebut dapat berlangsung selama 1 tahun dan terus
semakin parah (Firman, 2017).
g. Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu infeksi oportunistik, sedangkan yang
lainnya termasuk toksoplasmosis, infeksi parasit yang mempengaruhi
otak, cytomegalovirus dan infeksi jamur dirongga mulut (Firman,
2017).
h. Keringat malam
Sekitar setengah dari orang yang terinfeksi HIV akan berkeringat di
malam hari selama tahap awal infeksi HIV. Keringat malam terjadi

9
bahkan saat tidak sedang melakukan aktivitas fisik apapun (Firman,
2017).
i. Infeksi jamur
Infeksi jamur yang umum pada tahap lanjut adalah thrush, infeksi
mulut yang disebabkan oleh candida, yang merupakan suatu jenis
jamur. Candida merupakan jamur yang sangat umum dan salah satu
yang menyebabkan infeksi jamur pada wanita. Candida cenderung
muncul dirongga mulut dan tenggorokan, sehingga akan sulit untuk
menelan (Firman, 2017).
j. Herpes mulut dan herpes kelamin
Herpes mulut atau herpes kelamin dapat menjadi tanda dari stadium
infeksi HIV. Herpes tersebut juga dapat menjadi faktor risiko untuk
tertular HIV. Karena herpes kelamin dapat menyebabkan borok yang
memudahkan virus HIV masuk ke dalam tubuh selama hubungan
seksual. Orang – orang yang terinfeksi HIV juga cenderung memiliki
risiki tinggi terkena herpes karena HIV melemahkan sistem kekebalan
tubuh (Firman, 2017).
k. Ketidakteraturan menstruasi
Infeksi HIV tahap lanjut tampaknya dapat meningkatkan risiko
mengalami ketidakteraturan menstruasi, seperti periode yang lebih
sedikit dan lebih jarang. Perubahan tersebut mungkin lebih berkaitan
dengan penurunan berat badan dan kesehatan yang buruk pada wanita
dengan tahap akhir infeksi HIV(Firman, 2017).
4. Patofisiologi
Virus HIV adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan
menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA
dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan
utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya.
Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4 dan limfosit

10
untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan
CD4 dan limfosit (Firman, 2017).
Awalnya virus HIV menempel pada permukaan sel inang, RNA
HIV memasuki sel inang dan terbentuklah DNA pro virus. DNA pro virus
memasuki inti sel dan akan berikatan dengan DNA sel. Maka, transkripsi
mRNA dan translasi menghasilkan protein struktural virus. RNA virus
baru dan protein HIV pindah ke permukaan sel yang baru dan masih
imatur, terbentuklah virus HIV baru (virus matang oleh enzim protease
HIV) (Firman, 2017).
5. Komplikasi
a. Herpes Mulut dan Herpes Kelamin, ini adalah infeksi virus umum,
tetapi pada penderita HIV, penjangkitannya dapat jauh lebih sering dan
lebih berat.
b. Sitomegalovirus, infeksi virus yang terkadang menyebabkan penyakit
mata yang dapat menimbulkan kebutaan.
c. Tuberkulosis, infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat
menyebabkan meningitis (radang pada sistem saraf pusat).
d. Candidiasis, infeksi jamur pada mulut, tenggorokan atau vagina.
e. Sirosis atau pengerasan hati akibat virus hepatitis B atau hepatitis C.
(Firman, 2017).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV/AIDS pada dasarnya meliputi :
a. Pengobatan suportif
Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal sehingga
tidak terjadi hal – hal yang berlebihan dalam pemberian nutrisi atau
terjadi kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan perburukan
keadaan penderita dengan cepat.
b. Pengobatan infeksi oportunistik
1) Tuberkulosis
Dosis INH 300 mg setiap hari dengan vit B6 50 mg paling tidak
untuk masa satu tahun.

11
2) Toksoplasmosis
Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama
daging yang kurang matang. Obat: TMP-SMX 1 dosis/hari.
3) CMV
Virus ini dapat menyebabkan retinitis dan dapat menimbulkan
kebutaan. Ensefalitis, pneumonitis pada paru, infeksi saluran cerna
yang dapat menyebabkan luka pada usus. Obat: Gansiklovir kaspul
1 gr 3 kali sehari.
4) Jamur
Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
jamur Kandida. Obat: Nistatin 500.000 u per hari, Flukonazol 100
mg per hari.
c. Pengobatan antiretroviral
(Firman, 2017).

C. Gagal Jantung Kongestif


1. Pengertian
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel – ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau
kontrakitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo dkk, 2009 dalamA. H.
Nurarif dan H. Kusuma, 2016).
2. Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif sebagai berikut:
a. Penyakit jantung koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan
untukmenderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung
koronerdengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien
denganpenyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita

12
penyakitgagal jantung kongestif (Agustina, A., Y. Afiyanti, dan B.
Ilmi, 2017).
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakankomplikasi
terjadinya gagal jantung. Hipertensi menyebabkan gagaljantung
kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolikdari
ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisiterjadinya
infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinyaakan
berujung pada gagal jantung kongestif (Agustina, A., Y. Afiyanti, dan
B. Ilmi, 2017).
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang
tidakdisebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, atau
kelainankongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis.
Diantaranyaialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu
penyebabtersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated
Cardiomiopathyberupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa
dilatasi ventrikelkanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel
miokardium denganpeningkatan ukuran dan penambahan jaringan
fibrosis (Agustina, A., Y. Afiyanti, dan B. Ilmi, 2017).
d. Kelainan katup jantung
Dari beberapa kelainan katup jantung, yang paling
seringmenyebabkan gagal jantung kongestif ialah regurgitasi
mitral.Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi
peningkatanvolume di jantung. peningkatan volume jantung memaksa
jantunguntuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat di
distribusi keseluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama
menyebabkan gagaljantung kongestif (Agustina, A., Y. Afiyanti, dan
B. Ilmi, 2017).

13
e. Aritmia
Atrial fibrasi secara independen menjadi pencetus gagal jantungtanpa
perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atauhipertensi.
31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awalberupa atrial
fibrilasi dan ditemukan 50% pasien gagal jantungmemiliki gejala
atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaanechocardiografi. Aritmia
tidak hanya sebagai penyebab gagal jantungtetapi juga memperparah
prognosis dengan meningkatkan mordibitasdan mortalitas (Agustina,
A., Y. Afiyanti, dan B. Ilmi, 2017).
f. Alkohol dan obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang
menyebabkanatrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi
alkohol dalamjangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy.
Didapatkan 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh
konsumsialkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang
memilikiefek toksik terhadap miokardium (Agustina, A., Y. Afiyanti,
dan B. Ilmi, 2017).
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independenuntuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-
lakisedangkan pada wanita belum ada fakta yang konsisten.
Sementaradiabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas
dan kejadianrawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui
mekanismeperubahan struktur dan fungsi dari miokardium. selain itu,
obesitasmenyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan
resikopenyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari
gagaljantung kongestif(Agustina, A., Y. Afiyanti, dan B. Ilmi, 2017).
3. Manifestasi Klinis
a. Kriteria mayor
1) Paroksismal nocturnal dispnea
2) Distensi vena leher

14
3) Ronki paru
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Gallop S3
7) Peninggian vena jugularis
8) Refluks hepatojugular
b. Kriteria minor
1) Edema ekstermitas
2) Batuk malam hari
3) Dispnea d’effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7) Takikardia (>120/menit)
c. Mayor dan minor
Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan, diagnosa gagal
jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
(Sudoyo dkk, 2009 dalamA. H. Nurarif dan H. Kusuma, 2016).
4. Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun
pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat
berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut.
Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula
peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana
derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel (Irwan,
2018).
Oleh karena selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan
langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left
Atrium Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru – paru juga
akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru – paru melebihi

15
tekanan ontotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke
interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah
edema paru – paru (Irwan, 2018).
5. Komplikasi
Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan
(curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal
jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu
mempertahankan curah jantung sistemik normal. Sedangkan gagal curah
tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung
yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat (Irwan, 2018).
Gambaran klinik gagal curah rendah kanan: hepatomegali,
peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai.
Gagal curah rendah kiri: edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis,
kongesti vena paru, dispneawaktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal,
hipertrofi dan gagal ventrikel kanan (Irwan, 2018).
Gagal curah tinggi kanan: kematian mendadak, penurunan aliran
arteri pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri: kematian
mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi
jaringan, vasokonstriksi ginjal, retensi cairan, edema (Irwan, 2018).
Kemungkinan terjadi efusi pleura, penyebab terbanyak adalah
decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah Perikarditis
konstriktiva, dan sindroma vena cava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
dinding dada sehingga terjadi peningkatanfiltrasi pada pleura parietalis.
Disamping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan
kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening
juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura
dan paru-paru meningkat (Irwan, 2018).
Tekan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat
juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang yang agak sulit

16
menerangkan adalah kenapaefusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi
kanan (Irwan, 2018).
6. Penatalaksanaan
1. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yaitu antara lain perubahan gaya hidup,
monitoring dan kontrol faktor risiko.
2. Terapi farmakologi
Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretik,
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), beta bloker,
Angiotensin Receptor Blocker (ARB), glikosida jantung, vasodilator,
agonis, serta bipiridin.
(Hudak dan Gallo, 1994 dalam A. H. Nurarif dan H. Kusuma, 2016).

D. Kanker
1. Pengertian
Kanker merupakan pertumbuhan sel abnormal yang disebabkan karena
adanya berbagai faktor yang merubah ekspresi gen dan menimbulkan
disregulasi antara proliferasi sel dan kematian sel. Proliferasi sel yang
tidak terkontrol berkembang menjadi populasi sel yang menginvasi
jaringan dan bermetastase ke organ lain (Hong & Zu, 2013 dalamF. N.
Kurniasari dkk, 2017).
2. Etiologi
Penyebab pasti kanker belum diketahui, beberapa kanker dihubungkan
dengan infeksi virus seperti kanker nasofasing terkait infeksi Epstein Bar
Virus (EBV), kanker serviks atau leher rahim dikaitkan dengan infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dan kanker hati (Hepatoselular
Karsinoma) disebabkan oleh infeksi virus hepatits(F. N. Kurniasari dkk,
2017).

17
3. Manifestasi Klinis
a. Sel – sel kanker menyebar dari satu organ atau bagian tubuh ke organ
atau bagian tubuh yang lain melalui invasi dan bermetastase. Sehingga
manifestasinya sesuai dengan organ atau tubuh yang terkena.
b. Kanker menyebabkan anemia, kelemahan, penurunan berat badan
(disfagia, anoreksia, sumbatan), dan nyeri (sering kali distadium
akhir).
c. Gejala disebabkan oleh penghancuran jaringan dan penggantian oleh
jaringan kanker nonfungsional atau jaringan yang sangat produktif
(misalnya gangguan sumsum tulang dan anemia atau kelebihan
produksi steroid adrenal), tekanan pada struktur sekitar, peningkatan
kebutuhan metabolik, dan gangguan produksi sel – sel darah.
(Brunner & Suddarth, 2016).
4. Patofisiologi
Sel abnormal membentuk sebuah kelompok dan mulai
berproliferasi secara abnormal, membiarkan sinyal pengatur pertumbuhan
dilingkungan sekitarnya sel. Sel mendapatkan karakteristik invasif
sehingga terjadi perubahan jaringan sekitar. Sel menginfiltrasi jaringan
dan memperoleh akses kelimfe dan pembuluh darah, yang membawa sel
kearea tubuh yang lain. Kejadian ini dinamakan metastasis (kanker
menyebar kebagian tubuh yang lain) (Brunner & Suddarth, 2016).
Sel – sel kanker disebut neoplasma ganas / maligna dan
diklasifikasikan serta diberi nama berdasarkan tempat jaringan yang
tumbuhnya sel kanker tersebut. Kegagalan sistem imun untuk
menghancurkan sel abnormal secara cepat dan tepat tersebut
menyebabkan sel – sel tumbuh menjadi besar untuk dapat ditangani
dengan menggunakan imun yang normal. Kategori agens atau faktor yang
berperan dalam karsinomagenesis (transformasi maligna) mencakup virus
dan bakteri, agens fisik, agens kimia, faktor genetik atau familial, faktor
diet, dan agens hormonal (Brunner & Suddarth, 2016).

18
5. Komplikasi
Komplikasi akibat pengobatan kanker :
1. Pembedahan, seperti infeksi, hematoma, edema, dan fibrosis.
2. Radioterapi, seperti radionekrosis, dermatitis, fibrosis, mukositis, dan
neuropati.
3. Kemoterapi, seperti neuritis, myositis, mukositis, phlebitis,
ekstravasasi, dan nekrosis jaringan.
(Ardhiansyah, A. O., 2017)
6. Penatalaksanaan
a. Radioterapi
Pada sel target, efek utama radiasi ionisasi pada jaringan adalah
mematikan sel secara langsung dengan merusak DNA, mengakibatkan
depopulasi sel dan defisiensi fungsional. Selain itu, sinar radiasi dapat
merusak sel secara tidak langsung dengan cara menghasilkan radikal
bebas yang diturunkan dari ionisasi maupun eksitasi komponen air
pada sel (Baskar, 2012 dalamF. N. Kurniasari dkk, 2017).
b. Kemoterapi
Kemoterapi bekerja dengan mempengaruhi proses pada proses
pembelahan sel. Obat kemoterapi mengakibatkan kematian sel melalui
apoptosis, baik secara langsung mengganggu DNA, atau dengan
menargetkan protein kunci yang diperlukan untuk pembelahan sel
(Caley dan Jones, 2012 dalamF. N. Kurniasari dkk, 2017).
c. Pembedahan
Pengangkatan tumor secara pembedahan sering melibatkan
pengangkatan sejumlah jaringan sekitar yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran keganasan (Thomas, 1988
dalamF. N. Kurniasari dkk, 2017).

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Di antara para penderita sakit, terdapat penderita sakit yang menurut
perhitungan tenaga medis tidak akan dapat sembuh lagi. Mereka inilah yang
disebut sebagai pasien terminal. Penyakit terminal merupakan Penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat
dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 2017). Penyakit
pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif,
pengobatan hanya bersifat paliatif ( mengurangi gejala dan keluhan,
memperbaiki kualitas hidup. (Tim medis RS Kanker Darmais, 2017).

Diantara penyakit terminal meliputi gagal gimjal kronik (GGK), human


immuno defisiensi virus (HIV/AIDS), Gagal Jantung Kongestiv, dan kanker

B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab
perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social
yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak
dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan
duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

Http://P2ptm.Kemkes.Go.Id/Infographic-P2ptm/Penyakit-Kanker-Dan-Kelainan-
Darah/Apa-Itu-Kanker Diakses Pada Tanggal 9 Mei 2022

Http://P2ptm.Kemkes.Go.Id/Kegiatan-P2ptm/Pusat-/Diagnosis-Klasifikasi-
Pencegahan-Terapi-Penyakit-Ginjal-Kronis Diakses Pada Tanggal 9 Mei
2022

Http://Www.Stikescitradelima.Ac.Id/Node/88 Diakses Pada Tanggal 9 Mei 2022

Https://Rs-Soewandhi.Surabaya.Go.Id/Gejala-Pengobatan-Dan-Pencegahan-Hiv-
Aids/Diakses Pada Tanggal 9 Mei 2022

Https://Www.Google.Com/Amp/S/Hellosehat.Com/Jantung/Gagal-Jantung/
Gagal-Jantung Kongestif-Chf-Adalah/%3famp=1 Diakses Pada Tanggal 9
Mei 2022

Https://Www.Honestdocs.Id/Chf-Gagal-Jantung-Kongestif Diakses Pada Tanggal


9 Mei 2022

Khoiriyati, Azizah. 2018. Perawatan Spiritual Dalam Keperawatan : Sebuah


Pendekatan Ssitematik. Mutiara Medika.Vol. 8 (1): 48-51 

Nuraeni,2015. Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Kanker.
Jurnal Keperawatan Padjajaran. Vol. 3 (2): 56-57

Anda mungkin juga menyukai