PEMBAHASAN
1. TONSILEKTOMI
A. Definisi
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina
seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris
bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya
seperti uvula dan pilar.Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil
palatina baik unilateral maupun bilateral. Tonsiloadenoidektomi adalah
pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang
dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal. Tonsilektomi merupakan
prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti
tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan
keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya. Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi
digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan
pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.
Gambar 1. Tonsilitis
Diunduh dari:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/84/Throat_with_Tonsils_0011
J.jpeg pada tanggal 08 Oktober 2017 pukul 16.16
B. Indikasi Tonsilektomi
Tonsilektomi atau lebih populer dikenal dengan istilah operasi
amandel, telah dikenal oleh masyarakat awam sejak dahulu, dan sejak
diperkenalkan tonsilektomi dengan cara Guillotine (1828), kecenderungan
melakukan pembedahan ini untuk menyembuhkan berbagai penyakit
saluran napas atas semakin meningkat. Tonsilektomi biasanya dilakukan
pada dewasa muda yang menderita episode ulangan tonsilitis, selulitis
peritonsilaris, atau abses peritonsilaris. Tonsilitis kronis dapat
menyebabkan hilangnya waktu bekerja yang berlebihan. Anak-anak jarang
menderita tonsilitis kronis atau abses peritonsilaris. Paling sering, mereka
mengalami episode berulang tonsilitis akut dan hipertrofi penyerta.
Beberapa episode mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri. Diskusi
kemudian mengenai kapan saat atau setelah berapa kali episode tindakan
pembedahan dibutuhkan. Pedoman-pedoman yang biasanya dapat diterima
sekarang ini ditunjukkan pada bagian ini.4.Indikasi tonsilektomi dibagi
atas dua, Indikasi Absolut dan Indikasi Relatif :
1. Indikasi absolut :
g. Karier difteri
C. Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai
kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat
dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan
risiko”. Kontraindikasi tonsilektomi ialah, sebagai berikut:
b. Teknik Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode
diseksi.Hanya sedikit ahli THT yang secara rutin melakukan
tonsilektomi dengan teknik Sluder.Di negara negara Barat,
terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan
endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka
mulut Davis, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi
dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien
anak.
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan
peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsilektomi,
prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien menjalani
anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi
meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi
membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil
dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu
dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya
dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.
Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien
dengan benar dengan mouth gagpada tempatnya. Lampu kepala
digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan serta dicek
fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan
bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal terfiksasi aman
diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik ditempatkan
dengan cara membuka mulut menggunakan jempol dan 2 jari
pertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipa endotrakeal tetap
di garis tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan didorong ke
inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak mengenai palatum
superior sampai tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat
bilah telah berada diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di
tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag
dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung
untuk menghindarkan kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung
bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan pemeriksaan secara
hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi
adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi
oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil terlihat. Kepala di
ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai
operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum
durum dan molle.
Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang
mempunyai alur garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal (ring
blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran. Anak dan
dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki
dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan
kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal trakea lebih tepat
dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak
dilakukan adenoidektomi.Berbagai teknik diseksi baru telah
ditemukan dan dikembangkan disamping teknik diseksi standar,
yaitu:
a. Electrosurgery(Bedah listrik)
Awalnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama anestesi
umum, karena mudah memicu terjadinya ledakan.Namun,
dengan makin berkembangnya zat anestetik yang
nonflammable dan perbaikan peralatan operasi, maka
penggunaan teknik bedah listrik makin meluas.Pada bedah
listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik (energi
radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada
jaringan.Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum
elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz. Penggunaan
gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan
konduksi saraf atau jantung.Pada teknik ini elektroda tidak
menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya
aliran baru yang dibuat dari teknik ini.Teknik ini
menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam
jalur listrik (electrical pathway).
Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah
monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan prosedur
dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada
kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau
untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik
yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase
dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan sebagai tambahan
pada prosedur operasi lain. 7
b. Radiofrekuensi
Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke
jaringan.Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi
untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui
pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan
berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi
radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti
larutan salin.Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat
menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di
jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (400C-
700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.
Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat
Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8
MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460
kHz), the ArthroCare coblation system dan Argon plasma
coagulators. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang
seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya.
Penggunaan teknik radiofrekuensi dapat menurunkan
morbiditas tonsilektomi. Namun masih diperlukan studi yang
lebih besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi
keuntungan dan analisa biaya dari teknik ini.
c. Skalpel harmonic
Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk
memotong dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan
jaringan minimal.Teknik ini menggunakan suhu yang lebih
rendah dibandingkan elektrokauter dan laser.Dengan
elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila
temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah
sel tersebut (biasanya 1500C-4000C), sedangkan dengan skalpel
harmonik temperatur disebabkan oleh friksi jauh lebih rendah
(biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas
generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung,
pisau bedah dan pedal kaki.
Alatnya memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau
tajam yang bergetar dengan frekuensi 55,5 kHz sejauh lebih
dari 80 µm (paling penting), dan hasil dari pergerakan maju
mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan
jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan
tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan fragmentasi
berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi muncul ketika
energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah ikatan
hidrogen tersier menjadi protein denaturasi dan melalui
pembentukan panas dari friksi jaringan internal akibat vibrasi
frekuensi tinggi.
Skalpel harmonik memiliki beberapa keuntungan dibanding
teknik bedah lain, yaitu:
2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Penilaian Praoperasi
Keputusan untuk melakukan operasi tonsilektomi pada seorang
pasien terletak di tangan dokter ahli di bidang ini, yaitu dokter spesialis
telinga, hidung dan tenggorok atau dokter yang bertanggungjawab bila
dalam keadaan tertentu tidak ada dokter spesialis THT. Mengingat
tonsilektomi umumnya dilakukan di bawah anestesi umum, maka kondisi
kesehatan pasien terlebih dahulu harus dievaluasi untuk menyatakan
kelayakannya menjalani operasi tersebut. Karena sebagian besar pasien
yang menjalani tonsilektomi adalah anak-anak dan sisanya orang dewasa,
diperlukan keterlibatan dan kerjasama dokter umum, dokter spesialis anak
dan dokter spesialis penyakit dalam untuk memberikan penilaian
preoperasi terhadap pasien. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa
konsultasi kepada dokter spesialis anak maupun penyakit dalam hanya
dilakukan untuk kondisi tertentu oleh dokter spesialis THT atau
anestesi.Misalnya anak dengan malnutrisi, kelainan metabolik atau
penyakit tertentu yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas
selama dan pascaoperasi.Konsultasi ini dapat dilakukan baik oleh dokter
spesialis THT maupun spesialis anestesi.
Penilaian preoperasi pada pasien rawat jalan dapat mengurangi lama
perawatan di rumah sakit dan meminimalkan pembatalan atau penundaan
operasi (American Family Physician).Penilaian preoperasi secara umum
terdiri dari penilaian klinis yang diperoleh dari anamsesis, rekam medik
dan pemeriksaan fisik.Penilaian laboratoris dan radiologik kadang
dibutuhkan.Sampai saat ini masih terdapat perbedaan baik di kalangan
klinisi maupun institusi pelayanan kesehatan dalam memilih pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan secara rutin atau atas indikasi tertentu. Hal ini
memiliki dampak pada keselamatan pasien selain meningkatnya biaya
kesehatan yang harus dikeluarkan pasien, pemerintah atau pihak ketiga.
C. Persiapan lingkungan
a. Memperhatikan kesterilan lingkungan atau kamar bedah bebas dari
kuman, debu dan gas
b. Memperhatikan kelembapan lingkungan kamar
c. Mempersiapkan alat diatas meja mayor, sesuai tindakan pembedahan
yang akan dilkukan
d. Memperhatikan letak meja alat dengan meja operasi
e. Memperhatikan tingkat kesterilan operator dan semua tenaga medis
yang di dalam kamar bedah
f. Memperhatikan persiapan pasien , dan kebersihan pasien
g. Memperhatikan dengan benar tingkat kesterilan dalam mempersiapkan
pasien pada saat driiping
D. Persiapan perawat
Hal yang perlu di dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi
pasien.Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup
aspek pemantauan fisiologis perubahan tanda vital, sistem kardiovaskular,
keseimbangan cairan, dan pernafasan. Selain itu lakukan pengkajian
terhadap tim, dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan.
Rencana tindakan:
a. Penggunaan baju seragam bedah.
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan harapan
dapat mencegah kontaminasi dari luar.Hal itu dilakukan dengan
berprinsip bahwa semua baju dari luar harus diganti dengan baju bedah
yang steril, atau baju harus dimasukkan ke dalam celana atau harus
menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri, serta
gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan celemek steril.
b. Mencuci tangan sebelum pembedahan.
c. Menerima pasien di daerah bedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan
pemeriksaan ulang di ruang penerimaan untuk mengecek kembali
nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status registrasi pasien,
berbagai hasil laboratorium dan X-ray, persiapan darah setelah
dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis, dan
lain-lain.
d. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup,
trendelenburg, litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi
yang akan dilakukan.
e. Pembersihan dan persiapan kulit.
Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan
dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta mengurangi adanya
mikroba. Bahan yang digunakan dalam membersihkan kulit ini harus
memiliki spektrum khasiat, kecepatan khasiat, potensi yang baik dan
tidak menurun apabila terdapat kadar alkhohol, sabun deterjen, atau
bahan organik lainnya.
f. Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar
tetap sterilnya di daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya
mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.
g. Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara
lain anestesia umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan
anestesia lokal.
h. Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan
pembedahan sesuai dengan ketentuan pembedahan
E. Persiapan Alat
Kesadaran
2 = sadar penuh
1= respons bila nama dipanggil
0= tidak ada respons
Pernapasan
2= bernapas dalam tanpa hambatan
1= dispneu, hiperventilasi, obstruksi pernafasan
0= apneu
Sirkulasi
2= tekanan darah dalam kisaran 20% nilai preoperasi
Saturasi oksigen
H.
Perawatan post operasi
1.
Diet
Dalam hal ini terjadi kontroversi mengenai diet. Belum ada
bukti ilmiah yang secara jelas menyatakan bahwa memberikan pasien
diet biasa akan menyebabkan perdarahan postoperatif. Bagaimanapun
juga, pemberian cairan secara rutin saat pasien bangun dan secara
bertahap pindah ke makanan lunak merupakan standar di banyak
senter.Cairan intravena diteruskan sampai pasien berada dalam
keadaan sadar penuh untuk memulai intake oral. Kebanyakan pasien
bisa memulai diet cair selama 6 sampai 8 jam setelah operasi dan bisa
dipulangkan. Untuk pasien yang tidak dapat memenuhi intake oral
secara adekuat, muntah berlebihan atau perdarahan tidak boleh
dipulangkan sampai pasien dalam keadaan stabil.Pengambilan
keputusan untuk tetap mengobservasi pasien sering hanya berdasarkan
pertimbangan perasaan ahli bedah daripada adanya bukti yang jelas
dapat menunjang keputusan tersebut.
2.
Medikamentosa
Antibiotika postoperasi diberikan oleh kebanyakan dokter
bedah. Sebuah studi randomized oleh Grandis dkk. Menyatakan
terdapat hubungan antara berkurangnya nyeri dan bau mulut pada
pasien yang diberikan antibiotika postoperasi.Antibiotika yang dipilih
haruslah antibiotika yang aktif terhadap flora rongga mulut, biasanya
penisilin yang diberikan per oral.Pasien yang menjalani tonsilektomi
untuk infeksi akut atau abses peritonsil atau memiliki riwayat
faringitis berulang akibat streptokokus harus diterapi dengan
antibiotika.Penggunaan antibiotika profilaksis perioperatif harus
dilakukan secara rutin pada pasien dengan kelainan
jantung.Pemberian obat antinyeri berdasarkan keperluan,
bagaimanapun juga, analgesia yang berlebihan bisa menyebabkan
berkurangnya intake oral karena letargi. Selain itu juga bisa
menyebabkan bertambahnya pembengkakan di faring. Sebelum
operasi, pasien harus dimotivasi untuk minum secepatnya setelah
operasi selesai untuk mengurangi keluhan pembengkakan faring dan
pada akhinya rasa nyeri.