A. Pendahuluan
Tonsilektomi didefinisikan sebagai metode pengangkatan seluruh tonsil,
berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat
menggantungkan sepatu, serta dari bahasa yunani ektomi yang berarti eksisi.
Tonsilektomi sudah sejak lama dikenal yaitu sekitar 2000 tahun yang lalu.
Cornelius celcus seorang penulis dan peneliti Romawi yang pertama
memperkenalkan cara melepaskan tonsil dengan menggunakan jari dan
disarankan memakai alat yang tajam, jika dengan jari tidak berhasil.
Tahun 1867 dikatakan bahwa sejak tahun 1000 sebelum masehi orang
Indian asiatik sudah terampil dalam melakukan tonsilektomi. Frekuensi tindakan
ini mulai menurun sejak ditemukannya antibiotik untuk pengobatan penyakit
infeksi. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun
hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap
memerlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya. Di Amerika, tonsilektomi digolongkan operasi mayor karena
kekhawatiran komplikasi, sedangkan di Indonesia tonsilektomi digolongkan
operasi sedang karena durasi operasi pendek dan tidak sulit.
Di Indonesia data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM
selama 5 tahun terakhir (1993-2003) menunjukan kecenderungan penurunan
jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua
(275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 ( 152 kasus).
Beragam teknik terus berkembang mulai dari abad ke-21, diantara teknik
tersebut adalah diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar,
skapel harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan tonsilektomi
dengan coblation. Keseluruhan teknik ini mempunyai keuntungan serta kerugian
tersendiri dan masih terjadi perdebatan dalam pemilihan teknik yang terbaik.
B. Anatomi
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali
digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi
Jerman. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler,
dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba
eustachius (tonsil Gerlach’s).
Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik
Guillotine dan diseksi
1. Guillotine
Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secara cepat dan
praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas
tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil
karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.
3. Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai
kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi
berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan.
Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar
pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah
terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.
Tujuan
1. Mengatur alat secara sistematis di meja instrumen
2. Memperlancar handling instrument
3. Mempertahankan kesterilan alat-alat instrumen
Persiapan Alat
A. Alat-alat steril
1. Pack Operasi
2. Com Besar
3. Com Cuci kulit
4. Hand Lamp
5. Kassa Steril
6. Bengkok
7. Hand Piece Coter
Persiapan Operasi
Persetujuan operasi
Alat dan obat
Prosedur Operasi
1. Pasien posisikan supine kemudian dilakukan anastesi GA.
2. Setelah itu perawat instrument, operator dan asisten melakukan
scrubbing, gowning dan gloving.
3. Kemudian perawat instrumen menyiapkan alat instrumen yang
dibutuhkan.
4. Beri kom yang berisi betadin dan klem holding forceps+kassa untuk
desinfeksi medan operasi.
5. Setelah itu lakukan drapping dan beri tahu operator bahwa instrumen
siap digunakan.
6. Dilakukan time out kemudian operator pimpin doa.
7. Beri operator tong spatel dan section untuk membersihkan area mulut.
8. Beri operator mouth gag davis boyle beserta suspensi untuk menjepit
mouth gag untuk memperluas lapangan operasi.
9. Setelah itu identifikasi tonsil, kemudian beri operator klem tonsil untuk
menjepit tonsil.
10. Beri cycle knife untuk insisi mukosa pilar anterior, beri asisten section
dan klem+kassa untuk menekan perdarahan.
11. Beri desector kepada operator untuk diseksi tonsil pada area yang telah
di insisi.
12. Setelah tonsil terdiseksi, kemudian beri klem untuk mengklem
perdarahan disekitar area yang telah diseksi.
13. Kemudian beri rouder binder pada operator yang sudah diberi benang
chromic No. 1 dengan dipotong jarumnya untuk meligasi perdarahan.
14. Beri gunting benang kepada asisten untuk menggunting benang.
15. Setelah semua jaringan diligasi, observasi perdarahan sampai teratasi.
16. Setelah itu beri kassa tonsil yang sudah diberi betadin untuk menekan
sisa perdarahan.
17. Kemudian lakukan pada tonsil yang sebelah dengan prosedur sesuai
diatas.
18. Lepaskan mouth gag.
19. Operasi selesai, inventaris alat dan kasa.
20. Alat - alat instrumen dirapikan dan dibawa ke bagian CSSD.
EVALUASI
a. Proses operasi.
b. Kelengkapan instrument.
c. Kelengkapan alat-alat penunjang operasi.
d. Kelengkapan status pasien.
e. Pemulihan kesadaran pasien.
f. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
g. Evaluasi pendarahan.
LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN OPERASI MASTOIDEKTOMI PADA Ny. S
DI KAMAR OPERASI 5 IBS RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
SISKA MUSTIKA AYUNINGSIH
(PELATIHAN BEDAH)
PELATIHAN BEDAH ANGKATAN XXIV INSTALANSI BEDAH SENTRAL
( IBS ) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2019