ABSTRAK
Endoskopi adalah teknik pelayanan canggih untuk memeriksa saluran cerna secara visual dengan
cara melihat langsung pada layar monitor berbagai kelainan pada saluran cerna. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi persiapan endoskopi terhadap kepatuhan
melaksanakan persiapan endoskopi di RSU Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan
desain equasi eksperimental dengan rancangan penelitian post test nonequivalent control group
designs. Populasi berjumlah 20 orang dipilih dengan menggunakan teknik accidental sampling,
yaitu 10 orang pertama sebagai kelompok intervensi dan 10 orang kedua sebagai kelompok
kontrol. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapatkan ada pengaruh edukasi persiapan
endoskopi terhadap kepatuhan pasien melaksanakan persiapan endoskopi di RSU Kabupaten
Tangerang (P value < 0,05). Diharapkan rumah sakit dapat menetapkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang jelas terkait prosedur persiapan endoskopi saluran cerna dengan
pemberian pendidikan kesehatan sesuai dengan kasus pada pasien yang akan dilakukan tindakan
endoskopi disertai sosialisasi dan supervisi yang efektif sehingga dapat dipahami dan dijalankan
oleh seluruh pemberi asuhan keperawatan.
Kata Kunci: Edukasi, Endoskopi, Kepatuhan
ABSTRACT
Endoscopy is a sophisticated service technique to visually examine the gastrointestinal tract by
looking directly at the monitor screen for various abnormalities in the gastrointestinal tract. The
purpose of this study was to determine the effect of endoscopic preparation education on
adherence to endoscopic preparation at Tangerang District Hospital. This study uses experimental
equations design with nonequivalent control group designs post-test research design. The
population of 20 people was chosen using accidental sampling technique, namely the first 10
people as the intervention group and the second 10 people as the control group. The results of
bivariate analysis with chi square test showed that there was an effect of endoscopic preparation
education on the compliance of patients carrying out endoscopic preparations at Tangerang
District Hospital (P value <0.05). It is expected that the hospital can establish a Standard Operational
Procedure (SPO) that is clearly related to the gastrointestinal endoscopy preparation procedure
with the provision of health education in accordance with the case for patients who will be carried
out endoscopic action with effective socialization and supervision so that it can be understood and
carried out by all nursing care providers.
Keywords: Education, Endoscopy, Compliance
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
PENDAHULUAN
Endoskopi merupakan salah satu teknik pelayanan canggih tersebut dimana
endoskopi gastrointestinal adalah suatu alat yang digunakan untuk memeriksa saluran
cerna secara visual dengan cara melihat langsung pada layar monitor berbagai kelainan
pada saluran cerna yang diperiksa. Endoskopi gastrointestinal ini merupakan salah satu
sarana penunjang diagnostik yang berkembang pesat di bidang gastroenterologi saat ini.
Setelah ditemukannya endoskop lentur (flexible endoscope) perkembangan di bidang
gastroenterologi semakin maju dengan pesat dan alat tersebut sekarang dapat juga dipakai
sebagai sarana terapeutik (Kaminang, 2016).
Di Amerika Serikat pada tahun 2014 jumlah tindakan endoskopi saluran cerna
yang dilakukan adalah sebanyak 8207 dan di Institute for Clinical Evaluative Sciences,
Toronto, Kanada telah dilakukan sebanyak 172.108 orang dari semua usia (Arif, 2012
dalam Yunida, 2017). Di Indonesia, endoskopi pertama kali digunakan oleh dr. Sima
Dibrata dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 1971, sejak saat itu makin banyak
dilaporkan pemakaian endoskopi di Indonesia oleh Perhimpunan Gastrointestinal
(PEGI). Sekarang di setiap Rumah Sakit Tipe B di Indonesia mempunyai alat endoskopi,
di samping sebagai alat diagnostik endoskopi juga dapat digunakan untuk terapeutik,
misalnya pengangkatan polip saluran cerna (polipektomi), atau pengangkatan benda asing
seperti jarum atau uang logam di saluran cerna (HIPEGI, 2016).
Prosedur endoskopi saluran cerna yang dilakukan untuk tujuan diagnostik terdiri
dari dua jenis, yaitu endoskopi saluran cerna bagian atas, disebut juga
esofagogastroduodenoskopi (EGD) dan endoskopi saluran cerna bagian bawah, disebut
kolonoskopi (Sudoyo, dkk, 2006). EGD dilakukan terhadap pasien yang mengalami
perdarahan pada saluran cerna atas, yang baik sifatnya akut maupun kronis, seperti
menderita anemia pernisiosa, mengalami cidera pada esofagus, mengalami penyempitan
(striktur) serta tumor pada saluran cerna bagian atas, mengalami keluhan nyeri substernal,
rasa tidak nyaman pada daerah epigastrium, kesulitan menelan (disfagia), dan menderita
penyakit usus (Black & Hawks, 2012). Sedangkan prosedur kolonoskopi dilakukan
terhadap pasien yang mengalami keluhan nyeri abdomen bagian bawah yang tidak
ditemukan kelainan saat pemeriksaan barium enema, mengalami perdarahan yang
menetap, memiliki riwayat diare atau konstipasi, dan sebagai prosedur skrining terhadap
pasien yang memiliki resiko tinggi menderita kanker usus besar/ kolon (Black & Hawks,
2012).
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
endoskopi, dan 2) Kelompok kontrol yang tidak diberikan edukasi, hanya diberikan
motivasi saja. Setelah itu peneliti mengukur kepatuhan melaksanakan persiapan
endoskopi pada kedua kelompok tersebut.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang yang
beralamat di Jalan Jenderal A.Yani, No.9, Tangerang. Waktu pelaksanaan kegiatan
dimulai sejak persiapan sampai dengan penulisan laporan secara keseluruhan yang
dilakukan selama kurang lebih lima bulan, yaitu sejak bulan Desember 2017 sampai
dengan bulan April 2018.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan dilakukan
tindakan endoskopi di RSU Kabupaten Tangerang berjumlah 22 orang. Besar sampel
dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin dalam (Notoatmodjo,
2012), didapatkan sampel berjumlah 20 orang.
Alat Pengumpulan Data
Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kepatuhan pasien
melaksanakan persiapan endoskopi. Kuesioner sebanyak 10 soal dengan model checklist
(√). Bila item persiapan dilakukan oleh responden diberi nilai 1 dan tidak dilakukan diberi
nilai 0. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari formulir pengkajian persiapan
endoskopi yang sudah tersedia di RSU Kabupaten Tangerang.
Leaflet yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan
menggunakan gambar dan bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dipahami oleh
responden sehingga membantu peneliti dalam memberikan informasi kepada responden
tentang pengertian endoskopi dan persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum
dilakukan tindakan endoskopi.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Karakteristik Responden
Kelompok Intervensi
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Umur Pada Pasien Kelompok Intervensi
di RSU Kabupaten Tangerang
Mean SD Min-Max
Mean SD Min-Max
51,40 16,174 21 – 79
Perempuan 2 20,0
Menengah 2 20,0
Dasar 8 80,0
Kolonoskopi 4 40,0
1. Diberikan 10 50,0
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
Total 20 100,0
1. Patuh 8 80,0
Total 10 100,0
1. Patuh 2 20,0
Total 10 100,0
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
Kepatuhan Melaksanakan
Persiapan Endoskopi
Edukasi Patuh Tidak Patuh
Persiapan P value OR
Endoskopi N % N %
Berdasarkan tabel 5.8 di atas diketahui bahwa dari 10 orang yang diberikan edukasi
persiapan endoskopi didapatkan sebanyak 8 orang (80,0%) patuh melaksanakan persiapan
endoskopi dan 2 orang (20,0%) tidak patuh. Sedangkan dari 10 orang yang tidak
diberikan edukasi persiapan endoskopi didapatkan sebanyak 2 orang (20,0%) patuh
melaksanakan persiapan endoskopi dan 8 orang (80,0%) tidak patuh. Hasil uji statistik
didapatkan nilai P value (0,025) atau P value < 0,05, yang berarti ada pengaruh edukasi
persiapan endoskopi dengan kepatuhan melaksanakan persiapan endoskopi di RSU
Kabupaten Tangerang. Nilai OR (Odds Ratio) menunjukkan bahwa pasien yang diberikan
edukasi persiapan endoskopi mempunyai kemungkinan 16,00 kali untuk bisa patuh
melaksanakan persiapan endoskopi dibandingkan tidak diberikan edukasi.
PEMBAHASAN
Gambaran Karakteristik Responden
Umur
Distribusi responden menurut umur pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata
berumur 43,70 tahun dengan standar deviasi 15,399. Umur terendah adalah 20 tahun dan
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
kolonoskopi. Dapat disimpulkan bahwa yang paling banyak dilakukan di RSU Kabupaten
Tangerang adalah tindakan EGD. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Maria (2013) bahwa mayoritas dilakukan endoskopi adalah EGD
(esofagogastroduodenoskopi).
Gambaran Edukasi Persiapan Endoskopi
Edukasi persiapan endoskopi dalam penelitian ini dilakukan hanya pada kelompok
intervensi, sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan motivasi saja. Ini dilakukan
peneliti sebagai pembanding untuk melihat apakah ada pengaruh edukasi persiapan
endoskopi terhadap kepatuhan pasien melaksanakan persiapan endoskopi di RSU
Kabupaten Tangerang. Sehingga pada tabel hasil penelitian menunjukkan 10 orang
(50,0%) diberikan edukasi persiapan endoskopi dan 10 orang lainnya (50,0%) tidak
diberikan edukasi.
Secara umum tujuan edukasi adalah mengubah perilaku individu dan masyarakat di
bidang kesehatan, serta tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
keberhasilan edukasi dalam pelayanan kesehatan, antara lain: tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat, dan ketersediaan waktu dari
masyarakat (Potter & Perry, 2011).
Edukasi dalam pelayanan kesehatan mengacu juga pada edukasi pada klien. Klien
semakin menyadari kesehatan dan ingin dilibatkan dalam pemeliharaan kesehatan.
Perawat atau tim kesehatan harus memberikan edukasi kesehatan pada tempat yang
nyaman dan dikenal oleh klien (Potter & Perry, 2011). Sedangkan tempat
penyelenggaraan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di Institusi Pelayanan Kesehatan,
seperti Puskesmas, Rumah Sakit, klinik, sekolah ataupun pada masayarakat berupa
keluarga binaan (Rocahdi, 2011).
Dalam penelitian ini edukasi persiapan endoskopi dilakukan oleh peneliti sehari
sebelum dilakukan tindakan endoskopi. Edukasi dilakukan dengan bantuan leaflet untuk
memberikan informasi kepada responden tentang pengertian endoskopi dan persiapan-
persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan tindakan endoskopi. Leaflet yang
digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan bahasa
yang sederhana, singkat serta mudah dipahami oleh responden. Rata-rata durasi waktu
edukasi berlangsung sekitar 15 menit. Pada akhir pertemuan, peneliti melakukan evaluasi
terhadap kemampuan responden tentang persiapan endoskopi. Keesokan harinya peneliti
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
Kabupaten Tangerang. Nilai OR (Odds Ratio) menunjukkan bahwa pasien yang diberikan
edukasi persiapan endoskopi mempunyai kemungkinan 16,00 kali untuk bisa patuh
melaksanakan persiapan endoskopi dibandingkan tidak diberikan edukasi.
Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya pembelajaran, dan
pembelajaran merupakan upaya menambah pengetahuan baru, sikap, serta keterampilan
melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu (Potter & Perry, 2009). Edukasi
kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut
bukan sekedar transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari
dalam individu, kelompok atau masyarakat (Mubarak dan Chayatin, 2009).
Tujuan dari Pendidikan Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23
tahun 1992 maupun WHO yakni meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan disemua
program kesehatan baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi
masyarakat pelayanan kesehatan maupun program kesehatan lainnya. Pendidikan
kesehatan sangat berpengaruh untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang dengan
cara meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan itu sendiri.
Menurut peneliti, ketidakpatuhan pasien melaksanakan persiapan endoskopi dalam
penelitian ini disebabkan ketidakpahaman responden mematuhi instruksi dan rendahnya
dukungan keluarga. Hal ini didukung oleh beberapa pernyataan responden melalui
wawancara terbuka bahwa seringkali keluarga tidak mengingatkan responden untuk
berpuasa atau minum obat-obatan seperti obat jantung dan diabetes mellitus secara
teratur, dan lain-lain.
KESIMPULAN
1. Distribusi frekuensi menurut karakteristik responden pada kelompok intervensi, yaitu
rata-rata berumur 43,70 tahun, perempuan (80%), berpendidikan dasar dan menengah
memiliki distribusi berimbang (50%), tidak bekerja (80%), dan jenis endoskopi EGD
(100%). Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata berumur 51,40 tahun, laki-laki
(80%), berpendidikan dasar (80%), bekerja (60%), EGD (60%).
2. Distribusi frekuensi menurut edukasi persiapan endoskopi pada pasien yang akan
melaksanakan endoskopi memiliki distribusi berimbang (50,0%).
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
SARAN
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat menetapkan Standar Prosedur Operasional
(SPO) yang jelas terkait prosedur persiapan endoskopi saluran cerna dengan
pemberian pendidikan kesehatan sesuai dengan kasus pada pasien yang akan
dilakukan tindakan endoskopi disertai sosialisasi dan supervisi yang efektif sehingga
dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh pemberi asuhan keperawatan. Rumah
sakit dan ruang rawat perlu menyediakan media yang sesuai dan interaktif agar
pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien dapat optimal.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan perawat dapat melaksanakan edukasi sesuai SOP pada setiap pasien
dan keluarga yang akan dilakukan tindakan endoskopi dengan menggunakan media
yang tepat.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variabel yang
mempengaruhi kepatuhan pasien melaksanakan persiapan endoskopi, seperti:
karakterstik usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, tipe kepribadian, lingkungan,
dan situasi atau dengan menggunakan metode penelitian yang lain misalnya dengan
metode penelitian kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Kesehatan, Vol. 8 No. 1 (2019). ISSN 2086-9266 e-ISSN 2654-587x
DOI 10.37048/kesehatan.v8i1.155
Citra Yuriana Putri1, Arnelis, Asterina (2016). Gambaran Klinis dan Endoskopi Saluran
Cerna Bagian Atas Pasien Dispepsia di Bagian RSUP Dr. M. Djamil Padang
dalam http://jurnal fk unand. Ac.id (diakses tanggal 29 April 2018)
HIPEGI. (2016) Pedoman Nasional Kompetensi dan Jenjang Karir Perawat Endoskopi
Gastrointestinal Indonesia. Jakarta
Maria Riri, Anita Taoulasik (2013). Gambaran Tingkat Kecemasan pasien yang Akan
Menjalani Prosedur Endoskopi Saluran Cerna di RS UP Angakatan Darat Gatot
Soebroto. Jurnal
Murni. 2010. Panduan Penulisan Bahan Ajar. Jakarta. Diakses dari http://www.murni-
uni.blogspot.com pada 02 Desember 2017 02.30 p.m.
Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., Sumadibrata K, M., & Setiati S. (2016). Buku ajar
ilmu penyakit dalam (edisi 4). Jakarta: Pusat Penerbitan Depatemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.