Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

IKTERUS OBSTRUKTIF E.C BATU CBD


RUANG PERAWATAN DIGESTIF
RS WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

SUNARTI
R014182020

Preseptor Klinik Preseptor Institusi

[ ] Moh. Syafar Sangkala, S.Kep., Ns., MANP

PROGRAM STUDI PROFSI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Ikterus berasal dari bahasa yunani “ikteros” atau perancis
“jaunisse” yang berarti sebuah sindrom yang ditandai dengan
hiperbilirubinemia dan penumpukan pigmen empedu di dalam tubuh
Biasanya ikterus dapat di deteksi pada bagian tubuh seperti sklera, kulit, membrane
mukosa atau urine yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl.
Kadar normal bilirubin dalam serum berkisar antara 0,3 – 1,0 mg/dl dan dipertahankan
dalam batasan ini oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dan penyerapannya oleh
hepar,konjugasi dan ekskresi empedu. Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5mg/dl
maka sudah terlihat warna kuning pada sclera dan mukosa sedangkan bilasudah
mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning. Ikterus terjadi karena
peningkatan kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin) dan atau kadar bilirubin indirek
(unconjugated bilirubin) (Herdman, 2015). Ikterus sendiri merupakan tanda dari
penyakit yang mendasarinya dimana terjadi perubahan warna jaringan menjadi kuning
akibat adanya penimbunan empedu dalam tubuh.
Ikterus obstruktif adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin
yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat
hambatan tersebut terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga
terjadilah ikterus (Anonim, 2008). Ikterus obstruktif merupakan kegagalan aliran
bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di
hepatosit dan ampula vateri (Sherly, 2008). Dengan demikian, ikterus obstruktif
merupakan jaundice/kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghambat
bilirubin mengalir ke jejunum.
B. ETOLOGI
1. Ikterus obstruksif intrshepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler
dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis.
Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan
menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya
mengganggu semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan ekskresi,
tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik yang lebih
jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson
serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer
bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin
dalam sel, obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik),
kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, iziniasid, dan klorpromazin.
2. Ikterus obstruksif estrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas
manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan
karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca
peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis.
Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus
hepatikus kanan atau kiri (Herdman, 2015).

Dalam perkembangannya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan


terbentuknya batu dalam CBD, beberapa diantaranya adalah:

1. Ras dan faktor genetik


2. Jenis kelamin wanita dan kehamilan
3. Usia
4. Obesitas, kehilangan berat badan serta aktifitas fisik
5. Tingkat serum lipid
6. Obat serta infeksi bakteri

C. MANIFESTASI KLINIK

1. Ikterus obstruksif intrshepatik


Terdapat tiga fase yaitu :
a) Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare,
konstipasi, penurunan berat badan malaise, sakit kepala, demam, sakit sendi,
ruam pada kulit.
b) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol)
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin),
hepatomegalidengan nyeri tekan pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat
akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai
menonjolnya gejala.
c) Fase pasca ikterik
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut, 4 bulan diperlukan
untuk pemulihan komplit.
2. Ikterus obstruktif estrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami
2 jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala
yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Biasanya
bersifat akut ataupun kronis seperti
a). Gangguan epigastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau gorengan
b). Rasa nyeri dan kolik billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik
bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
makanan dalam porsi besar.
c). Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
yang mencolok pada kulit
d). Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu
dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”
e). Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A
dapat menggangu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer & Bare, 2013)

D. KOMPLIKASI
Penyakit ikterus obstruksi dapat bermanifestasi sebagai kolesistitis akut, kolik

empedu, ikterus, dan pankreatitis akut (Leveno, et al., 2009). Komplikasi biasa
terjadi pada batu CBD, beberapa diantaranya adalah
kolangitis. Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus
dan hal ini bersifat serius. Jika antibiotic diberikan dengan
cepat maka pada 75% kasus infeksi tidak akan terjadi. Jika
infeksi ini tidak tertangani maka infeksi dapat menyebar dan
dapat mengancam jiwa. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
pancreatitis. Batu CBD merupakan salah satu penyebab
pancreatitis. Kondisi ini dapat mengancam jiwa. Duktus
pankreatikus yang menyalurkan enzim-enzim pencernaan menyatu
dengan duktus koledokus sebelum masuk ke dalam usus,
walaupun sangat jarang terjadi, batu empedu dapat berpindah dari
bagian bawah CBD menuju duktus pankreatikus.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ikterus obstruktif intrahepatik
a) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan
batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non virus
b) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2
minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun
c) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan
d) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
e) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel
plasma
f) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
g) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
h) Albumin serum : Menurun
i) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati)
j) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A
k) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
l) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati)
m) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
n) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis
o) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim
p) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi
2. Ikterus Obstruksi estrahepatik
a) Foto polos abdomen. Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu
dikandung empedu atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini
dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga
abdomen
b) Ultrasonografi (USG) : Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa
penyakit yang menyebabkan kholestasis. Pemeriksaan USG sangat mudah
melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah
dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi.
Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah
bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat
yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.
c) Endoscopic retrograde cholangipancreatografy (ERCP): ERCP merupakan
tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan
sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai
keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan krang
lebih 90%.
d) Magnetic resonance cholangiopancreatografhy (MRC)
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan
memakai pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk
memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan
duktus panreatikus
e) Prrcutanes transhepatik cholangiography (PTC)
PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif
ekstra dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada
kebanyakan kasus etiologi dari pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran
empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan informasi mengenai
saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga
dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya
f) Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk
melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan
sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna menegaskan tingkat atau
penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam
hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah
intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus
biliaris.
g) Percutaneus transhepatic billiary drainage (PTBD)
Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui
obstruksi dan bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan
cairan empedu masuk ke dalam “side hole” dari kateter (Nurarif & Kusuma,
2015).
F. PENATALAKSANAAN
1. Penalaksanaan nonbedah
a). Penatalaksanaan pendukung dan diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya
dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini
ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau
ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi, atau teh. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk
terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluh gejala gastrointestinal ringan.
b). Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk)
telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran
kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat
dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek
samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah
empedu
c). Pelarutan batu empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil
Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan
melalui jalur berikut ini : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan
langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain yang
dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas
d) Pengangkatan nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum
terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus
koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk pada saat
insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu
yang terjepit dalam duktus koledokus
e) Lipotripsi intrakopereal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
duktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan
diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi

2. Penatalaksanaan bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu


dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.
Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau
bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya.
a). Minikolesistektomi
minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan
kandung empedu lewat insisi selebar 4 cm
b). Kolesistektomi laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi
endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida
(pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop dan menolong
Dokter bedah melihat struktur abdomen
c). Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu
d). Bedah kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut
membuat system bilier tidak jelas. (Smeltzer & Bare, 2013)
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Dalam mengkaji,
harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data
primer), data yang didapat dari orang lain (sumber data sekunder), catatan kesehatan
klien, informasi atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat
atau anggota tim kesehatan lain merupakan pengkajian data dasar. (A.Azis Alimul
Hidayat,2002).
Pengkajian pasien Post Operatif ikterus obstruktif (Doenges, 2000) meliputi
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine
gelap dan pekat, feses warna pekat/lembung.
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, nafsu makan menurun, regurgitasi berulang,
nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia
Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan, tanda Murphy positif.
6. Pernapasan
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan tertekan
ditandai oleh nafas pendek dan dangkal.
7. Keamanan
Tanda : kulit kekuningan, pruritus, kulit kering, sklera kekuningan, demam,
menggigil, kecenderungan pendarahan (kekurangan vit. K)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
2. Resiko infeksi
3. Kerusakan integritas kulit
4. Kecemasan
5. Gangguan nutrisis kurang dari kebutuhan
Daftar pustaka

Anonim. (2008). Ikterus Obstruktif. Diambil pada 22 Juli 2008 dari


http://klinikmedis.com/ikterus-obstruktif.pdf
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2010). Rencana asuhan keperawatan:
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Leveno, K. J., Cunningham, F. G., Gant, N. F., Alexander, J. M., Bloom, S. L., Casey, B. M., . . .
Yost, N. P. (2009). Obstetri williams: panduan ringkas. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier.
Sherly, dkk. (2008). Peran Biopsi Hepar Dalam Menegakkan Diagnosis Ikterus Obstruktif
Ekstrahepatik. Diambil pada 25 Oktober 2008 dari http://fkunud.com/penyakitdalam.pdf
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth Edisi 12. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai