SUNARTI
R014182020
C. MANIFESTASI KLINIK
D. KOMPLIKASI
Penyakit ikterus obstruksi dapat bermanifestasi sebagai kolesistitis akut, kolik
empedu, ikterus, dan pankreatitis akut (Leveno, et al., 2009). Komplikasi biasa
terjadi pada batu CBD, beberapa diantaranya adalah
kolangitis. Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus
dan hal ini bersifat serius. Jika antibiotic diberikan dengan
cepat maka pada 75% kasus infeksi tidak akan terjadi. Jika
infeksi ini tidak tertangani maka infeksi dapat menyebar dan
dapat mengancam jiwa. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
pancreatitis. Batu CBD merupakan salah satu penyebab
pancreatitis. Kondisi ini dapat mengancam jiwa. Duktus
pankreatikus yang menyalurkan enzim-enzim pencernaan menyatu
dengan duktus koledokus sebelum masuk ke dalam usus,
walaupun sangat jarang terjadi, batu empedu dapat berpindah dari
bagian bawah CBD menuju duktus pankreatikus.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ikterus obstruktif intrahepatik
a) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan
batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non virus
b) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2
minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun
c) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan
d) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
e) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel
plasma
f) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
g) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
h) Albumin serum : Menurun
i) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati)
j) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A
k) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
l) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati)
m) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
n) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis
o) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim
p) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi
2. Ikterus Obstruksi estrahepatik
a) Foto polos abdomen. Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu
dikandung empedu atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini
dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga
abdomen
b) Ultrasonografi (USG) : Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa
penyakit yang menyebabkan kholestasis. Pemeriksaan USG sangat mudah
melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah
dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi.
Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah
bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat
yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.
c) Endoscopic retrograde cholangipancreatografy (ERCP): ERCP merupakan
tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan
sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai
keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan krang
lebih 90%.
d) Magnetic resonance cholangiopancreatografhy (MRC)
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan
memakai pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk
memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan
duktus panreatikus
e) Prrcutanes transhepatik cholangiography (PTC)
PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif
ekstra dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada
kebanyakan kasus etiologi dari pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran
empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan informasi mengenai
saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga
dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya
f) Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk
melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan
sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna menegaskan tingkat atau
penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam
hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah
intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus
biliaris.
g) Percutaneus transhepatic billiary drainage (PTBD)
Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui
obstruksi dan bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan
cairan empedu masuk ke dalam “side hole” dari kateter (Nurarif & Kusuma,
2015).
F. PENATALAKSANAAN
1. Penalaksanaan nonbedah
a). Penatalaksanaan pendukung dan diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya
dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini
ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau
ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi, atau teh. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk
terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluh gejala gastrointestinal ringan.
b). Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk)
telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran
kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat
dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek
samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah
empedu
c). Pelarutan batu empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil
Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan
melalui jalur berikut ini : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan
langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain yang
dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas
d) Pengangkatan nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum
terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus
koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk pada saat
insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu
yang terjepit dalam duktus koledokus
e) Lipotripsi intrakopereal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
duktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan
diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi
2. Penatalaksanaan bedah