Anda di halaman 1dari 82

RADANG AKUT USUS BUNTU

BATASAN
Adalah proses peradangan akut pada usus buntu.

PATOFISIOLOGI
Belum jelas, ada 2 teori yang diajukan
a. Adanya kotoran (tinja-fekelit), biji-bijian lain yang terperangkap di dalam lumen
dan kemudian menimbulkan peradangan. (Obstruktif Apendikuler).
b. Hematogen dari proses infeksi di luar usus buntu (tampak serosa lebih merah
daripada mukosa).

GEJALA KLINIS
1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium. Setelah beberapa jam, nyeri
berpindah dan menetap di fosa ilika kanan.
2. Gejala ini disusul dengan anorexia, mual dan muntah-muntah.
3. Suhu badan sub-febril 37.5 - 38.5 sampai terjadi penyulit, dimana suhu badan
akan meningkat sampai 40 C.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. Klinis didapatkan gejala-gejala rangsangan peritonium dengan pusat di daerah Mc
Burney.
Nyeri pada tekanan intra abdominal yang naik (batuk, jalan)
Nyeri tekan dengan defans muskuler
Rebound fenomenon : menekan perut bagian kiri dan dilepas mendadak,
dirasa nyeri pada perut setelah kanan bawah.
Rovsing sign : menekan daerah kolon desendens/transversum udara akan
menekan sekum hingga timbul sakit.
Ten Horn Sign : menarik testis kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
Psoas sign : mengangkat tungkai kanan dalam ekstensi, timbul nyeri perut
kanan bawah.
Obturator sign : Fleksi dan endorotasi sendi panggul kanan, timbul nyeri
perut kanan bawah
Gejala-gejala diatas tidak semua akan positif.
2. Colok Rektum : nyeri pada jam 10.00-11.00
3. Lekositosis, tidak terlalu tinggi (kurang dari 10.000/m3)
4. Sedimen urine perlu untuk menyingkirkan kelainan dari ureter
5. Foto polos abdomen menunjukkan adanya udara di daerah sekum dan ileum distal
(tidak mutlak dibuat kecuali untuk menyingkirkan kelainan ureter (misalnya :
batu
ureter)

DIAGNOSIS BANDING
A. Golongan Gastro-Enteritis
Pada G.E. biasanya dimulai dengan mual dan muntah, baru disusul dengan
rasa sakit. Sebaliknya pada apendisitis akut dimulai dengan sakit dan disusul
dengan mual/muntah.
1. Limfadenitis mesenterik : jarang dan biasanya dijumpai pada anak-anak dan
dewasa muda.
2. Entero-kolitis : biasanya kronis. Ada faktor psiko-somatik
3. Ileitis terminalis : jarang dijumpai di Asia. Rontgenologis menunjukkan
gambaran sarang lebah.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 1
B. Kelainan organ-organ pelvis wanita.
1. Pecahnya folikel ovarium yang terjadi pada pertengahan siklus menstruasi.
2. Keradangan : salpingitis. Lokalisasi nyeri lebih rendah dan pada RT/VT
didapatkan nyeri pada genitalia interna.
3. Torsi kista ovarium.
4. Kehamilan diluar kandungan, amenorrheu, cairan bebas dalam rongga
peritoneum dan anemia.
C. Kelainan saluran air kemih.
1. Batu ginjal/ureter; nyeri berupa kolik, terutama didaerah pinggang. Sedimen
Urine menunjukkan kelainan dan pada BOF Bering tampak batu yang
radiopak.
2. Pielonefritis : gejala sepsis dan adanya piuria
D. Kelainan-kelainan didalam abdomen
1. Ulkus peptikum.
2. Kolesistitis
3. Pankreatitis
4. Divertikulitis
5. Perforasi Karsinoma Kolon.
E. Penyakit-penyakit diluar abdomen
1. Pneumonia.
2. Pleuritis.
3. Infark Miokard

PENYULIT
Dengan Medikamentoa sebagian dapat sembuh, tetapi sering disusul dengan
krisis-krisis berikutnya yang biasanya lebih berat. Yang sering adalah timbul penyulit
berikut :
1. Pembentukan infiltrat, dapat berlanjut dengan pembentukan abses.
2. Timbul perforasi hingga terjadi peritonitis umum. Timbul gejala-gejala sepsis
dengan febris tinggi dan lekositosis sampai 20.000/mm3. Morbiditas dan
mortalitas menjadi lebih tinggi.
3. Foie appendiculaire : terjadi emboli kuman-kuman lewat sistem porta ke hepar
sehingga timbul mikro-mikro abses di hepar.

Penderita jatuh dalam keadaan toksis dengan ikterus. Prognosa sangat jelek.

PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan adalah Appendisektomi, dengan persiapan-persiapan pra
bedah sebagai berikut
1. Infus larutan garam fisiologis atau ringer Laktat.
2. Ampisillin 1 gram intra vena yang didahului dengan Tes Kepekaan kulit
(untuk mengetahui alergi atau tidak). Bila alergi dapat diberikan preparat
Aminoglikosida. Bila pada operasi ternyata didapatkan apendiks yang sudah
mengalami perforasi, maka langsung dibuat pembiakan kuman dan tes
kepekaan kuman terhadap antibiotika.

Pasca Bedah
1. Infus diteruskan dengan komposisi 2 garam fisiologis dan 3 Dekstrose 5%
dalam 24 jam, sampai makan peroral dapat dimulai.
2. Bila bising usus mulai terdengar dapat dimulai sedikit-sedikit (3 sendok
makan/jam)
3. Bila flatus sudah terjadi dan perut tidak kembung maka makan cair dapat
dimulai.
4. Fisioterapi dapat dimulai segera pasca bedah

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 2
5. Pada apendisitis yang tidak mengalami penyulit, Ampisilin dengan dosis 2x1
gr. dapat diteruskan. Bila sudah perforasi maka perlu diberikan terapi
tambahan : Metronidazole 3x1 gr. Anal Suppositoria sampai 5 hari.
Antibiotika dirubah sesuai dengan tes kepekaan kuman bila sudah ada hasil.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 3
BATU EMPEDU

BATASAN
Terjadinya batu di dalam kantong empedu dan atau dalam saluran empedu.

PATOFISIOLOGI
Delapan puluh (80) % batu empedu terdiri dari kolesterol. Kolesterol tidak
larut dalam air. Kelarutan kolesterol di dalam cairan empedu dipengaruhi asam
empedu dan hostholipid. Bilamana karena suatu hal terjadi gangguan keseimbangan
ini, terjadi presipitasi dari kolesterol (empedu litogenik) dan terbentuk batu empedu.
Pembentukan batu ini dipengaruhi beberapa faktor
hormon, terutama esterogen dan progesteron.
nutrisi dan obat-obatan.
kehamilan.
adipositas.

GEJALA KLINIS
Sekitar 10% penderita batu empedu bersifat asimtomatik. Gejala-gejala yang
dapat timbul
Nyeri : bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondirum kanan dan
menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini sering timbul karena rangsangan makanan
berlemak. Nyeri dapat terns, bila terjadi penyumbatan atau keradangan.
Demam : timbul bila terjadi keradangan. Sering disertai menggigil.
Ikterus : ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu
utama (duktus hepatikus / koledekus).
Pemeriksaan fisik : bila terjadi penyumbatan duktus sistikus atau kolesistikus
dijumpai nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama waktu penderita menarik
napas dalam (MURPHY'S SIGN).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

1. Laboratorium
Pada ikterus obstruksi terjadi
adanya peningkatan kadar dalam darah dari bahan-bahan.
a. bilirubin.
b. kolesterol.
c. alkali fosfatase.
d. gama glucuronyl transferase.
Bilirubinuria.
Tinja acholik.
2. Ultrasonografi
3. Kolesistografi oral.
4. Pemeriksaan khusus pada ikterus obstruksi
Kolangiografi Perkutan Transhepatik (PTC).
Endoskopik Retrograd Cholangio Pankreatografi (ERCP).
Computerized Tomografi Scanning (CT Scan).

DIAGNOSIS BANDING
Gastritis

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 4
Tukak peptik
Pancreatitis
Pada ikterus obstruksi
Kolangio korsinoma
Karsinoma pankreas (sindroma Courvoisier).

KOMPLIKASI
Kolestitis akut - Empiema.
Ikterus obstruksi karena batu saluran empedu
Kolangitis

PENATALAKSANAAN
Kuratif pada
Batu kantong empedu Koleksistektomi
Disertai batu saluran empedu : Kolesistektomi + koledokolitotomi
Disertai keradangan (kolesistitis / kolangitis).
Antibiotika
Ampisilin 3 x 1 gm/hari intra vena.
Aminoglikosida 3 x 60 mg / hari intra vena, atau
Sefalosporin 3 x 1 gm / hari intra vena.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 5
HEMOROID INTERNA

BATASAN
Hemoroid Interna adalah pelebaran, pemanjangan dan berkelak-keloknya
vena pada pleksus hemoroidalis superior.

PATOFISIOLOGI
Ada 2 penyebab terjadinya hemoroid interna
a. Obstruksi sistem portal misalnya pada serosis hepatis, trombosis vena porta,
tumor abdomen dan kehamilan.
b. Hemoroid idiopatik yaitu tanpa ada hubungannya dengan obstruksi pembuluh
darah balik
Faktor keturunan : adanya kelemahan struktur dinding pembuluh darah.
Faktor anatomi dan fisiologi : vena porta tidak mempunyai klep sehingga
memudahkan terjadinya timbunan darah dalam pleksus hemoroidalis.
Diare/iritasi tinja.
Perubahan makanan yang sudah biasa.
Penurunan tonus sfingter.

GEJALA KLINIS

Gejala utama berupa :


a. Perdarahan melalui anus yang berupa darah segar tanpa rasa
nyeri.
b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemoroid sesuai
gradasinya.

Gejala lain yang mengikuti :


a. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau
trombus,
b. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena selalu basah.
c. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang
terjadi.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


a. Anemia : berak diselimuti darah segar atau menetes darah segar sehabis berak.
b. Fisik : kemungkinan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan luar, kadang-
kadang didapatkan anemia.
c. Colok rektum : tidak didapatkan rasa nyeri, tidak teraba tumor. Colok rektum
harus dilakukan untuk mendapat kelainan lain.
d. Proktoskopi : ditentukan lokasi dan gradasi hemoroid interna yang selanjutnya
digunakan untuk menentukan cara pengobatannya.

Gradasi hemoroid interna


Gradasi I : Terdapat dilatasi dari pleksus hemoroidalis tanpa adanya prolaps.
Gradasi II : Adanya prolaps yang keluar sewaktu penderita berak dan dapat kembali
kedalam saluran anus tanpa manipulasi.
Gradasi III : Prolaps hanya dapat direposisi dengan bantuan manual.
Gradasi IV : Walaupun dengan bantuan manual, prolaps tidak dapat dikembalikan
kedalam saluran anus.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 6
DIAGNOSIS BANDING
Pada penderita dewasa harus di Diagnosis Banding :
karsinoma rektum
karsinoma anus
fisura ani
amubiasis

Pada penderita anak harus di Diagnosis Banding :


polip rektum
invaginasi
fisura ani

KOMPLIKASI
perdarahan
trombosis
prolaps

PENATALAKSANAAN
Tergantung pada gradasi hemoroid internanya.
Gradasi I dan II dilakukan pengobatan konservatif dengan medika mentosa
atau penyuntikan bahan sklerotan. Bahan sklerotan yang digunakan adalah
larutan fenol oli 5% dengan dosis 3-5 cc tonjolan dengan dosis maksimal 12 -
15 cc. Pada penyuntikan ulang dosis dikurangi. Evaluasi hasil dikerjakan 3 - 4
minggu. Bahan sklerotan lain : kinin uretan 0,5 cc (5%) tiap tonjolan.
Gradasi III dan IV dilakukan tindakan operasi.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 7
HERNIA INGUINALIS DAN FEMORALIS

BATASAN
Penonjolan abnormal dari jaringan atau organ intra abdominal (sebagian atau
seluruhnya) melalui lubang atau defek dinding abdomen. Hernia inguinalis lateralis
(=Indirekta) keluar melalui Anulus interns kanalis inguinalis - Anulus eksternus dan
keluar ke dalam kantung sakar.

PATOFISIOLOGI
Hernia inguinalis indirekta sebagian besar mempunyai dasar kongenita karena
penonjolan dari prosesus vaginalis peritonel. Hernia inguinalis direkta dan hernia
femoralis merupakan hernia didapat (acquisita). Hernia femoralis lebih banyak
dijumpai pada wanita karena perubahan fisik dan biokemis yang terjadi waktu hamil.
Setiap kondisi yang menyebabkan kenaikan tekanan intra abdominal memegang
peranan untuk timbulnya dan membesarnya hernia.

GEJALA KLINIS
Benjolan daerah inguinal yang timbul bila penderita berdiri atau mengejan
dan dapat masuk kembali bila penderita berbaring. Sebagian besar tidak memberikan
keluhan. Bila isi hernia tidak dapat masuk kembali = Hernia Ireponibel. Bila terjadi
penjepitan isi hernia oleh anulus = Hernia Inkarserata. Bila terjadi gangguan
vaskularisasi dari isi hernia karena penjepitan = Hernia Strangulata.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

H. Ing. Indirekta H. Ing. Direta H. Femoralis

Usia semua umur orang tua dewasa dan tua


Kelarnin terutama laki-laki laki-laki dan wanita. terutama wanita
Lokasi diatas lig. Ing. diatas lig. Ing. dibawah lig. Ing.
Dengan menekan ' tidak keluar Keluar benjolan keluar benjolan
anulus int. dan benjolan.
penderita mengejan
Tes invaginasi jari Teraba di dalam Teraba di luar
lewat skrotium ke funikulus sperm. funikulus sperm.
dalam kanalis Dinding dorsal Dinding dorsal
ingunalis. kanalis Ing. kuat. kanalis Ing. kendor.

DIAGNOSIS BANDING
Hidrokel testis/funikulus
Limfadenopati
Varikokel
Abses inguinal

KOMPLIKASI
Hernia inkarserata
Hernia strangulata
Ileus Obstruksi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 8
PENATALAKSANAAN
Untuk kuratif dilakukan : Herniotomi dan Herniorafi
Pada hernia inkarseratalstrangulata dilakukan pembedahan darurat. Simtomatis
untuk :
Nyeri : Mefenamic acid 3 x 500 mg/hari selama 3 hari.
Rehydrasi : (pada Hernia inkarserata dengan dehidrasi perlu rehidrasi).
Ringer lactate 2000 - 4000 cc dalam 1 - 2 jam.
Profilaksis untuk keradangan pada hernia inkarseratalstrangulata. Ampisilin 3 x 1
gm/hari selama 5 hari.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 9
ATRESIA - ESOFAGUS

BATASAN
Atresia esofagus merupakan kelainan bawaan, dimana sebagian segmen
esofagus tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna dengan atau tanpa fistel
dengan trakhea.

PATOFISIOLOGI
Atresia esofagus dapat terjadi karena gangguan pertumbuhan esofagus dalam
kehidupan embrio 3-6 minggu dengan sebab yang tidak pasti. Bila terjadi kegagalan
penutupan secara komplit dari celah laringotrakheal akan menimbulkan atresia
esofagus dengan fistel ke trakhea.

GEJALA KLINIS
1. Anamnese, ada riwayat hidramnion pada ibunya.
2. Terlihat keluar air liur (air ludah) yang berlebihan dan berbuih dari mulut.
3. Terdapat "TRIAS" yaitu tersedak, batuk sampai sianosia, terutama bila terlanjur
diberi minum.
4. Pneumoni, bila terjadi aspirasi.
5. Dianjurkan memasang pipa lambung (CH nomer 10 atau nomer 6-8F) pada semua
bayi sebelum diberi minum, dengan tujuan bila ada atresia esofagus dapat lebih
dini diketahui, yaitu bila pipa lambung tidak bisa masuk atau bila hanya bisa
masuk kurang dari 10 cm dari batas gusi terdepan. Untuk keadaan ini pemberian
minum dapat dicegah, sehingga mengurangi timbulnya komplikasi.

Radiologi
1. Terlihat pipa lambung terhenti atau berbelok.
2. Dapat terlihat udara dalam usus, bila ada fistel dengan trakhea.
3. Bila tidak ada udara dalam usus berarti tak ada fistel dengan trakhea.
4. Esofagografi dengan memakai kontras adalah berbahaya, disini kami tidak
menganj urkannya.

DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan pernafasan karena sebab lain.
2. Stenosis Esofagus
3. Obstruksi usu lebih distal : disini muntahnya mengandung asam lambung, atau
empedu dan timbulnya lebih lambat serta pipa lambung mudah masuk sampai
lambung.

PENYULIT
1. Aspirasi, sehingga terjadi pneumoni.
2. Kekurangan cairan, elektrolik dan gangguan asam-basa tubuh.

PENATALAKSANAAN
A. Pertolongan pertama
1. Pasang pipa lambung dan lakukan penghisapan terus menerus.
2. Letakkan penderita dalam inkubator dengan posisi kepala dan dada lebih
tinggi.
3. Pasang infus.

B. Persiapan Pembedahan
1. Koreksi gangguan cairan, elektrolit dan asam basa tubuh.
2. Buat foto polos dada dan perut.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 10
3. Berikan antibiotika.
4. Siapkan darah.
5. Evaluasi penderita berdasarkan "KRITERIA WAERSTON"
Grup A : bila berat badan lebih atau sama dengan 2,5 kg, dengan keadaan
umum yang baik.
Grup B1 : bila berat badan 1,8 kg-2,5 kg dengan keadaan umum baik
Grup B2 : bila berat badan lebih atau sama dengan 2.5 kg dengan pneumoni
sedang atau ada kelainan bawaan lain.
Grup C1 : bila berat badan kurang dari 1,8 kg
Grup C2 : semua berat badan dengan pneumoni atau kelainan bawaan lain
yang berat..

C. Pembedahan
1. Penderita grup A, B 1, B2 dan C 1 : dilakukan anastomosis primer.
2. Penderita grup C2 : cukup dilakukan gastrostomi. Kemudian diperbaiki
keadan umumnya. Bila keadaan umumnya sudah membaik, barn dikerjakan
pembedahan definitif.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 11
KELAINAN ANOREKTAL BAWAAN

BATASAN
Kelainan anorektal bawaan merupakan kelainan yang sangat bervariasi.
Penanganan yang tepat memerlukan pengertian tentang kelainan anatomi yang
dihadapi. Untuk memudahkan dapat dibuat pemisahan antara kelainan rendah (infra
levator) dan kelainan tinggi (supra levator), yang berdasarkan patologi terhadap otot
levator ani dan dasar panggul.

PATOFISIOLOGI
1. Kelainan rendah (infra levator)
Migrasi normal rektum kearah kaudal sudah melewati otot dasar panggul
(puborektal sling), dimana tebal lapis jaringan antara ujung buntu rektum dan
kulit anus tidak lebih 1,5 cm.
2. Kelainan tinggi (supra levator)
Migrasi rektum tidak mencapai otot dasar panggul, disini lapis jaringan antara
ujung buntu rektum dan kulit anus (anal dimple) berjarak cukup tebal.
3. Kelainan intermedier
Disini ujung buntu rektum tepat setinggi otot dasar panggul.

GEJALA KLINIS
Kelainan ini mengakibatkan terhalangnya pengeluaran mekanium, bila
dibiarkan akan timbul gejala obstruksi usus. Obstruksi lebih lanjut dapat mengundang
enterokolitis, perforasi sampai sepsis.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


A. Kelainan rendah (invra levator)
1. Stenosis ani
Penyempitan kanalis ani bawaan, sehingga mekonium terlambat keluar.
Pada sondase didapatkan anus menyempit.
2. Anus kovertus (membran ani persisten = anus membranosa)
Inspeksi : anus tertutup oleh membran yang menonjol, berwarna gelap,
karena mekonium yang tertumpuk diatasnya.
3. Atresia ani
Tak tampak lubang anus dengan lapis jaringan yang cukup tebal.
Fistel perineal/perianal dapat ada atau tidak, bila ada fistel perineal yang
mengeluarkan mekonium hampir pasti kelainan yang rendah.
Fistel pada wanita harus dibedakan antara fistel anovestibuler (anus
vestibularis) suatu kelainan rendah dengan fistel rektovestibuler yang
merupakan kelainan tinggi, yaitu dengan sondase.

Foto Rontgen
Dibuat foto polos menurut cara WANGESTEEN-RICE, didapatkan udara diujung
buntu rektum telah melewati garis antara pubis dan konsik.

B. Kelainan tinggi (supra levator)


Tidak tampak lubang anus, dengan lapis jaringan yang tebal.
Bentuk pantat yang datar (flat bottom), karena dasar panggul yang sempurna.
Pada bayi pria keluar mekonium dari penis atau kencing campur mekonium,
berarti ada fistel dengan uretra atau buli-buli.
Pada bayi wanita terlihat fistel rekto vaginal atau rekto vestibuler. Sondase :

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 12
mutlak dan perlu dilakukan bila terdapat fistel pada wanita, untuk
membedakan antara fistel anovestibuler (rendah) dan fistel rektovestibuler
atau rektovaginal (tinggi).

Foto Rontgen
Foto cara WAGENS'1hEN-RICE didapatkan udara dalam ujung buntu rektum
belum mencapai garis pubo-koksik, dengan jarak yang jauh dari anal dimple. Bila
ada fistel dengan buli-buli dapat dilihat adanya udara dalam buli-buli.

Catatan
Kelainan tinggi sering disertai kelainan bawaan lain yaitu : "VATERR" V-ertebral,
Anal, Tracheo-Esophageal fistel, R-adial and R-enal anomalies.
Pemeriksaan lain (USG ; EMG; dan lain-lain), bila diperlukan jangan sampai
menunda pertolongan pertama yaitu kolostomi. Kolostomi mutlak perlu
dikerjakan sebelum timbul penyulit.

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan anorektal bawaan umumnya segera diketahui cukup dengan inspeksi,
palpasi dan sondase.
Stenosis ani ; perlu dibedakan dengan morbus Hirschsprung, mekonium ileus dan
mekonium plug sindrom yang menyebabkan mekonium terlambat keluarnya.
Atresia rekti, walau jarang perlu diingat.

KOMPLIKASI
Bila segera diketahui dapat terjadi : Obstruksi, aspirasi, entero kolitis,
perforasi dan sepsis.

PENATALAKSANAAN
1. STENOSIS ANI : sondase dan dilatasi (businasi).
2. ANUS MEMBRANOSA : insisi membran, diikuti dilatasi.
3. ATRESIA ANI RENDAH : anoplasti perineal.
4. ANUS VESTIBULARIS : businasi, dilanjutkan dengan insisi cara "cut back", bila
perlu dilakukan replantasi anoplasti perineal.
5. Bila ragu-ragu : lakukan kolostomi sebagai pertolongan pertama.
6. ATRESIA ANI LETAK TINGGI
Pertolongan pertama berupa kolostomi hares sudah dikerjakan dalam 48 jam
pertama setelah kelahiran. Tindakan definitif dikerjakan kemudian setelah
diagnose ditegakkan sebaik mungkin terhadap kelainan anatomi yang dihadapi
serta kemungkinan kelainan bawaan penyerta. Tindakan definitif biasanya baru
dikerjakan usia 12 bulan dirumah sakit dengan fasilitas bedah yang memadai.
Dikenal prosedur "abdomino perineal" dan "Postero sagital anorektoplasti".

Catatan :
Dalam menangani kelainan anorektal bawaan penting kita perhatikan yaitu
tujuan akhir untuk mendapatkan anus yang "KONTINEN". Inkotinensia hanya akan
merupakan siksan belaka bagi penderita.

Oleh sebab itu perlu dicamkan :


1. Janganlah mencoba melakukan tindakan anoplasti perineal bila belum yakin
kelainan tersebut rendah.
2. Anggaplah terdapat fistel Irekto vesikal/recto vaginal/rekto uretral), selama hal
sebaliknya belum dapat dibuktikan.
3. Kolostomi adalah tindakan penyelamatan pertama yang dibenarkan, bila ada

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 13
keraguraguan.

HEMATURIA

BATASAN
Hematuria adalah adanya darah dalam urin, baik makroskopis ataupun
mikroskopis. Secara mikroskopis, dikatakan terdapat hematuria bila pada
pemeriksaan sedimen urin dengan menggunakan pembesaran kuat (40x) didapatkan
lebih dari 2 eritrosit per lapangan
pandang.

PATOFISIOLOGI
Hematuria dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit dan merupakan
petunjuk kuat adanya suatu kelainan sepanjang saluran air kemih. Asal
perdarahan/lokalisasi kelainan seringkali memberi gejala klinis yang berlainan.
Hematuria dapat tanpa/disertai rasa nyeri dan keduanya memberi makna yang
berbeda.

Nyeri yang menyertai hematuria dapat berupa


1. Kemeng sudut kostovertebra.
2. Kolik.
3. Disuria

Dikaitkan dengan miksinya maka hematuria dapat dibedakan


1. Hematuria Inisial : urin berwarna merah hanya pada awal miksi.
2. Hematuria terminal : urin berwarna merah hanya pada akhir miksi.
3. Hematuria total : seluruh urin berwana merah

GEJALA KLINIS
Penderita dengan hematuria mikroskopik biasanya dijumpai secara kebetulan
yaitu sewaktu diadakan pemeriksaan urinalisis karena sesuatu indikasi atau pada
waktu pemeriksaan rutin untuk "General Check Up ". Penderita dengan gross
hematuria biasanya khusus datang ke dokter oleh karena urinnya berwarna merah;
tetapi dapat pula datang dengan keluhan tidak bisa miksi oleh karena "bladder Outlet"
tersumbat bekuan darah.

Kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan hematuria


1. Neoplasma.
2. Urolithiasis.
3. Infeksi.
4. Kelainan sistemik.
5. Kelainan Kongenital.
6. Benda asing.
7. Trauma.
8. Tidak diketahui penyebabnya

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Pada setiap penderita dengan hematuria baik makroskopik maupun
mikroskopik harus dilakukan pemeriksaan yang lengkap dan teliti.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut adalah :


A. Anamnese
1. Keluhan utama.
2. Sejak kapan mengalanii hematuria, terus menerus atau Intermiten, apakah

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 14
sekarang urin masih merah.
3. Jenis hematurianya : inisial, terminal atau lokal.
4. Disertai nyeri atau tidak, sifat nyerinya bagaimana.
5. Apakah disertai benjolan/mrongkol diperutnya. Bila ya, sejak kapan diketahui,
apakah tambah membesar.
6. Apakah pernah keluar batu spontan pada waktu miksi.
7. Apakah menderita batuk kronis.
8. Apakah beberapa hari/minggu sebelumnya menderita pharingitis?
9. Obat-obatan apa saja yang diminum.

B. Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama penderita disuruh miksi dan ditampung ditempat yang bersih.
Dilihat warna urinnya kemudian urin tersebut dilakukan pemeriksaan urinalisis.
Selanjutnya pemeriksaan fisik dilakukan dengan tatacara sebagaimana lazimnya.
Khusus untuk saluran air kemih harus diperiksa secara teliti dan sistematis
dimulai dari ginjal sampai ke meatus uretra dan juga skrotum dan isinya serta
colok dubur.

C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis lengkap.
2. Kultur-urin dan tes kepekaan antibiotika.
3. Sitologi-urin : Indikasi pemeriksaan ini menjadi lebih kuat bila hematuria
tanpa disertai nyeri ataupun keluhan miksi yang lain. Urin untuk pemeriksaan
sitologi adalah urin yang ditampung setelah penderita melakukan aktivitas
fisik, bukan urin pertama pagi hari.
4. Pemeriksaan darah lengkap.
5. Pemeriksaan faal ginjal.
6. Pemeriksaan faal hemostasis, bila ada kecenderungan perdarahan
ditempat lain.
7. Kalau bisa pemeriksaan titer anti streptolisin 0, khususnya pada anak-
anak.

D. Pemeriksaan "Rontgen".
1. Foto Toraks.
2. Pielografi intravena

E. Pemeriksaan Sistoskopi
Segera dikerjakan bila urin masih merah. Bila sudah tidak merah lagi, sistoskopi
dikerjakan setelah ada hasil-hasil pemeriksaan yang disebutkan diatas dan hasilnya
tidak menggugurkan indikasi untuk sistoskopi. Kalau perlu/kalau ada indikasi
sekaligus dikerjakan pielografi-retrograd dan atau pengambilan "sample" urin
untuk pemeriksaan sitologi.

DIAGNOSIS BANDING
Urin yang merah selain disebabkan adanya sel darah merah dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan kimia, yang dapat berasal dari obat-obatan atau bahan
makanan. Yang berasal dari obat-obatan misalnya : laxant yang mengandung
Phenolphthalein, pyridium. Yang berasal dari makanan : bahan pewarna Rhodamine
B. Keadaan ini disebut "Pseudo Hematuria".

KOMPLIKASI
1. Retensi urin karena bekuan darah.
2. Infeksi.
3. Anemia yang berat, bila hematuria profus dan atau berlangsung lama

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 15
PENATALAKSANAAN
Hematuria hares dianggap sebagai suatu gejala yang serius dari kelainan
disepanjang traktus urinarius, sebelum pemeriksaan yang lengkap dan teliti
membuktikan sebaliknya. Penderita dengan gross hematuria merupakan indikasi
untuk dimasukkan Rumah Sakit. Hematuria biasanya akan berhenti sendiri.
Sambil menegakkan diagnosa penyebab hematuria, maka dapat diberikan pengobatan
simptomatis, yaitu
Spasmolitika - bila disertai gejala kolik
Transfusi - bila anemia cukup berat dan hematuria masih berlangsung.
Koagulansia - bila hematuria masih berlangsung.
Dianjurkan minum yang banyak.
Selanjutnya bila diagnosis kausa telah dapat ditegakkan pengelolaan
mengikuti protokol pengelolaan penyakit tersebut. Bila dengan pemeriksaan yang
lengkap kausa dari hematuria belum dapat ditegakkan, maka dilakukan
pemeriksaan/evaluasi berkala sebagai penderita ambulatoir (poliklinik).

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 16
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
(HYPERTROPHY)

BATASAN
BPH yaitu pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain
Jaringan kelenjar.
Jaringan fibro-muskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

PATOFISIOLOGI
BPH diderita laki-laki usia 55-70 tahun (80%). Penyebab BPH belum
diketahui secara pasti, diduga pengaruh perubahan-perubahan hormonal, dimana ratio
estrogen dibanding testosteron meningkat.

GEJALA KLINIS "Prostatism"


Gejala Obstruktif : Kelemahan pancaran urin, hesitasi, proses kencing
berlangsung lebih
lama, rasa tak puas pada akhir kencing.
Gejala "Irritative" : "Frequency", "Urgency", "Nocturia", "dysuria".
Lama-lama residu urin makin banyak dan terjadi retensi urin, kencing spontan
tidak mungkin lagi/urin menetes (ischuria paradoxa).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi buli-buli : ada/tidaknya penonjolan perut didaerah supra-publik.
(Buli-buli penuh/kosong).
b. Palpasi Buli-buli: tekanan didaerah suprapubik menimbulkan rangsangan
ingin kencing bila buli-buli berisi/penuh. Teraba massa yang kontraktil dan
"Ballottement".
c. Perkusi : Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2. Rektal Toucher.
3. Laboratorium : darah lengkap, urin lengkap, kultur urin, S.creatinine, B.U.N.
4. Radiologi : LV.P., dengan foto buli-buli pre dan post miksi AP dan oblique.
5. Kateterisasi : mengukur "rest-urine".
6. "Urethro-cystoscopy".

DIAGNOSIS BANDING
Prostatitis
Keluhan : disuria, "urgency".
Pemeriksaan fisik : colok dubur --- prostat tak membesar,
lunak. setelah kencing --- "rest urine" (-)
Keganasan Prostat
Keluhan : disuria, urgency, hematuria, retensi urin. Pemeriksaan Fisik : colok
dubur : prostat membesar benjolan padat dan keras

KOMPLIKASI
Infeksi saluran air kemih (ISK)
Obstruksi infravesikal Pada Buli-buli : trabekulasi, divertikuli, terbentuk Batu
Hidronephrosis.

PENATALAKSANAAN

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 17
1. Tanpa keluhan progresif : konservatif.
2. Operatif : - reseksi prostat transuretral
- Prostatektomi terbuka.
- buli- buli pada ginjal

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 18
BATU SALURAN KEMIH

BATASAN
BSK adalah penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran air kemih
(mulai dari calix sampai dengan uretra anterior).

PATOFISIOLOGIIETIOLOGI
Pembentukan BSK melibatkan banyak faktor. Hanya pada hiperparatiroidi,
batu asam urat, serta struvit, gambaran klinik dapat diketahui. Sedangkan sebab-sebab
yang lain hanya sebagian aspek saja diketahui. Penyebab-penyebab ini dapat pre-
renal, renal atau post renal.

Faktor-faktor pre-renal
Endogen (nutrisi, immobilisasi, hipertiroidi, hiperurisemia).
Eksogen
Faktor-faktor renal
Asidosis tubular.
Hiperkalsiuria idiopatik,
sistinuria. Faktor-faktor post-
renal
Uropati obstruktif.
Infeksi

GEJALA

KLINIS

Keluhan
nyeri pinggang (kemeng) pada sudut kostovertebral.
nyeri kolik, dari pinggang menjalar kedepan dan kearah kemaluan; disertai
nausea dan muntah-muntah.
hematuria : baik makroskopik maupun mikroskopik.
disuria : oleh karena infeksi.
demam disertai menggigil.
retensi urin pada batu uretra atau leher buli-buli.
dapat tanpa keluhan ("Silent Stone")

PEMERIKSAAN DAN
DIAGNOSIS Fisik
mungkin teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
nyeri tekan/ketok pada pinggang/daerah kostovertebral.
batu uretra anterior bisa diraba
Laboratoris
Urinalisis.
proteinuria.
hematuria,
lekosituria
Ca ++, P04 dan Asam Urat dalam urin.
Pembiakan urine dapat positif. (105 koloni/ml urin) ; bila positif, dilakukan tes
kepekaan antibiotika.
Darah lengkap, kreatinin serum, BUN, asam urat, kalsium. phospor. Klirens

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 19
kreatinin (apabila BSK pads kedua ginjal.
Analisis batu.
Radiologik
Y foto polos abdomen : 80% BSK radio-opak; kalau perlu tomografi (polos).
IVP : dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang
radiolusen. (kalau perlu + tomografi).
RPG : pada kasus-kasus dimana IVP tidak jelas
Tambahan
USG : pada gagal ginjal (kronik maupun akut, untuk melihat hydronefrosis,
BSK non opak).
Radiosotop : untuk mengetahui fungsi ginjal satu persatu maupun adanya
obstruksi pada gagal ginjal.
Pielografi antegrad : dengan cara perkuta terutama bila RPG gagal.
CT Scan : untuk BSK non opak.
Sistoskopi : untuk batu buli-buli dan RPG.

DIAGNOSIS BANDING
Pielonefritis akuta : nyeri sudut kosto-vertebral.
Tumor ginjal : menyerupai hidronefrosis.
Tumor pyelum atau calix : dapat menyebabkan obstruksi.
Tuberkulosis ginjal : nyeri, hematuria, pyuria steril.

KOMPLIKASI
Hidroureter, hidronefrosis, pionefrosis, pyocystitis.
Infeksi, urosepsis.
Gagal ginjal (akut maupun kronik)

PENATALAKSANAAN
Simtomatis
Kolik
Spasmolitik : dapat diberikan intravena, dapat diulang setelah 4-6jam
Pembedahan
Indikasi pembedahan :
1. Obstruksi.
2. Infeksi

Macam pembedahan
1. Nefroktomi (Emergency)
Indikasi :
A. Obstruksianuria.
B. Pionefrosis
Cara - Open
- Perkutan

2. Pengambilan batu ginjal/ureter


A. Nephrolitholapaksi perkutan (PNL).
B. Melalui uretero-renoskopi.
C. Pyelo (+nefro, calyco)
lithotomi.
D. Nefrektomi partial.
E. Nefrektomi : bila ginjal sudah tak berfungsi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 20
3. Pengambilan batu buli-buli
A. Lithotripsi (mekanik ataupun/dengan "ultrasonic transducer')
B. Vesikolitotomi.
4. Batu Uretra
Anterior : lubrikasi, kecuali pada anak uretrolithotomi (open) terutama pada
anak/bayi.
Posterior : dorong ke buli-buli kemudian lithrotripsi (dewasa)

Penggunaan
Antibiotika 1.
Profilaksis
Diberikan pada semua tindakan.
Obat : Ampisilin 1 gr. I.V. 1-3 jam pre op. (lihat pedoman). Bila hipersensitif,
diganti Cefalosporin generasi 1 atau Aminoglikosida (lihat faal ginjal).
2. Terapeutik
Diberikan pada kasus-kasus dengan bakteri-uria, urosepsis, pionefrosis.
Antibiotika diberikan secepatnya dan pada saat pembedahan kadar antibiotika
dalam serum harus cukup.
Antibiotika dipilih yang sesuai dengan tes kepekaan.
Bila hasil pembiakan/tes kepekaan belum ada : (lihat pedoman "Antibiotika").
Pada kasus yang berat (critical) --- diberikan kombinasi

Pencegahan
1. Usahakan diuresis yang adekwat : minum 2-3 lt/hari, sehingga dicapai diurese
1,51t/hari.
2. Diit, tergantung dari jenis batunya.
3. Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 21
STRIKTURA DARI URETRA

BATASAN
Penyempitan atau penyumbatan dari lumen sebagai akibat dari pembentukan jaringan
fibrotik (jaringan parut) pada uretra dan/atau pada daerah pen uretra. Penyebab
infeksi.
trauma internal maupun eksternal pada uretra
kelainan bawaan.

PATOFISIOLOGI
Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas uretra baik oleh proses
infeksi maupun akibat trauma akan menimbulkan terjadinya reaksi keradangan dan
reaksi fibroblastik yang berkelanjutan dan proses fibrosis makin menghambat dan
terjadilah penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra dan aliran urin
mengalami hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urin keradangan
periuretra yang berkembang menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula (e)
uretrokutan (lokalisasi pada penis, perineum dan/atau skrotum).

GEJALA KLINIS
Keluhan : berupa kesukaran kencing, harus mengejam, pancaran mengecil, pancaran
bercabang, menetes sampai retensi urin. Pembengkakan dan getah/nanah didaerah
perineum, skrotum, kadang-kadang bercak-bercak darah dicelana dalam. Bila terjadi
infeksi sistemik, febris ; warna urin bisa keruh.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Anamnesa yang lengkap (uretritis, trauma dengan kerusakan pada panggul,
"straddle injury", instumentasi pada uretra, pemakaian kateter, kelainan sejak
lahir).
Inspeksi : meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistula (e) didaerah
penis,
skrotum, perineum, suprabupik.
Palpasi : teraba jaringan perut sepanjang perjalanan uretra anterior pada bagian
ventral dari penis : muara fistula (e) bila dipijat mengeluarkan getah/nanah.
Toucher rektal (colok dubur).
Kalibrasi dengan kateter lunak (latex), akan ditemukan hambatan.
Kepastian diagnosis
uretrografi
uretroskopi
bila sudah dilakukan sistostomi : bipolar uretro-sistografi
Dapat ditunjang dengan Uroflowmetri.
Pada kasus-kasus individual tertentu : IVP, USG. (pada striktura yang sudah
berlangsung lama, dapat terjadi perubahan sekunder pada kelenjar prostat : batu/
perkapuran/abses prostat, epididimitis/fibrosis di epididimis).

DIAGNOSIS BANDING
Batu uretra dengan/tanpa infiltra urin.
Kelainan-kelainan dari kelenjar prostat

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 22
PENATALAKSANAAN
Tergantung
lokalisasi
panjang/pendeknya striktura
keadaan darurat : retensi urin : sisitomi (trokar, terbuka); infiltrat urin : insist
multipel dan drain.

1. Dilatasi Uretra (periodik). Dilakukan dengan halus dan hati-hati (perlu pengalaman
dan dituntut ketekunan serta kesabaran : kalau perlu mulai dengan "bougie
filiform" dan seterusnya. Kontra indikasi : pada anak kecil. Bila gagal (bougie
terlalu sering/jarak 2-3 bulan, nyeri, perdarahan, extravasasi, infeksi),
dipertimbangkan uretrotomia interna atau plastik uretra.
Catatan : striktura cenderung timbul kembali.
2. Uretrotomia Interna :
Visual : Sachse
"blind " : Otis.
Selalu dicoba uretrotomia interna terlebih dahulu kecuali terdapat fistula (e)
uretrokutan atau abses periuretra. Kateter (plastik, silikon atau latex) dipasang
selama 5-7 hari. Bila terjadi re-striktura, dapat dicoba lagi.
Follow-up
dilatasi uretra hidraulik
"self catheterization" (dalam penelitian)
Dicek
pancaran urin (visual)
kalau mungkin uroflowmetri
Penyulit dari 1 dan 2
pendarahan
"false-passage"' terjadi hematoma, infiltrat urin.
infeksi
re-striktura
3. Bila dilatasi atau uretrotomia interna gagal atau terdapat abses/fistula (e), dilakukan
tindakan surgikal.
Plastik uretra satu tahap dengan/tanpa "graft" kulit (syarat : tak ada infeksi).
jika terdapat penyulit abses/fistula (e), operasi dalam 2 tahap.
4. Eksisi semua jaringan patologis dan marsupialisasi uretra ke kulit/graft
inlay.
5. Rekonstruksi uretra.
Bila striktura akibat trauma yang mengenai uretra posterior, dilakukan operasi
melalui perineum (dengan alat-alat dari Turner Warwick) atau traspubik
dengan melakukan pubektomi.
Pada kasus-kasus yang tak mungkin dilakukan rekonstruksi uretra :
uretro perineostomi permanen
sistostomi permanen
pengalihan aliran urin ("diversion")

Pemakaian antibiotik (lihat standar di Lab I. Bedah) .


Bila terdapat infeksi saluran air kemih ; urin diusahakan menjadi steril dengan
antibiotik yang sesuai hasil tes kepekaan.
Bila kultur urin steril : profilaksis dengan ampicillin atau cefalosporin
generasi I atau aminoglikosida (gentamisin, tobramisin), bila alergi terhadap

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 23
ampisillin/ cefalosporin

Catatan untuk dokter umum


Diagnosa ditegakkan dengan : anamnesa, pemeriksaan fisik ; coba kateterisasi
(kateter karet/latex).
Retensi urin : Sistostomi, kemudian dirujuk.
Infiltrat urin : Sistostomi, insisi multipel, kemudian dirujuk bila proses infeksi
sudah tenang.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 24
RUPTURA URETRA TRAUMATIKA

BATASAN
Ruptura Uretra adalah kerusakan kontinuitas dari uretra yang disebabkan oleh
ruda paksa yang datang dari luar (patah tulang panggul, "Straddle Injury") atau dari
dalam (kateterisasi, tindakan-tindakan melalui uretra).

PATOFISIOLOGI
Uretra pars membranasea melalui diafragma urogenital dan bagian ini yang
sering mengalami kerusakan. Diafragma Urogenital terikat pada rami interior os
pubis dan bila terjadi patah tulang panggul maka diafragma ini bergerak dan terjadi
robekan pada uretra pars membranasea tersebut. Uretra bagian proksimal akan
terdorong ke atas oleh adanya hematoma di daerah periprostatika dan perivesikal.
Ruptura di daerah uretra anterior terjadi pada "Straddle Injury" atau instrumentasi
iatrogenik (kateterisasi, sistoskopi)

GEJALA KLINIS
Riwayat trauma yang khas : anterior: "Staddle Injury :, posterior : patah tulang
panggul (os pubis/simfisis pubis).
Pada umumnya didapatkan adanya perdarahan per uretra, baik pada ruptura
anterior maupun posterior.
Pada ruptura ureta posterior biasanya penderita tidak dapat melakukan miksi,
sedangkan pada ruptura uretra anterior didapatkan adanya hematoma atau
pembengkakan didaerah kantong buah sakar, kadang-kadang disertai pula dengan
pembengkakan + ruptura uretra posterior besar kemungkinan adanya kerusakan
organ ganda (multiple).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Pemeriksaan colok dubur pada penderita dengan patah tulang panggul dan
persangkaan ruptura uretra posterior, akan didapatkan adanya massa lunak yang
menonjol kedalam rektum yang menunjukkan adanya kumpulan darah dirongga
panggul. Disamping itu prostat akan didapatkan tidak berada ditempatnya semua.
Prostat ini pindah keatas (melayang). Pemeriksaan selanjutnya adalah pembuatan
uretrogram retrogad dimana pada ruptura uretra anterior maupun posterior akan
didapatkan adanya extra vasasi dari cairan kontra.

DIAGNOSIS BANDING
Ruptura Buli-buli
Bila pada pembuatan Uretrogram tidak didapatkan adanya extra vasasi dan
seluruh cairan kontras masuk kedalam buli-buli maka dilanjutkan dengan
pembuatan sistogram (anteroposterior oblique dan sesudah kontras dikeluarkan).
Ruda paksa dari ginjal dapat disingkirkan dengan membuat I.V.P

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 25
PATAH TULANG TERBUKA

BATASAN
Patah tulang yang "fragmen-fragmennya" pernah atau sedang berhubungan
dengan dunia luar.

Catatan
1. Batas pemisah dengan dunia luar adalah kulit.
2. Bila ada luka : diberi nama-nama patah tulang terbuka.
Bila hanya lecet : diberi nama patah tulang terbuka "potensial" (patah tulang
terbuka yang mengancam ).

PATOFISIOLOGI
Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi oleh karena :
a. Penyebab ruda paksa merusak kulit jaringan lunak dan patah tulang.
b. "Fragmen" tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit dari dalam.

Derajat patah tulang terbuka


Derajat I : luka amat kecil ( pin point )
Derajat H : luka 1- 2 cm bersih
Derajat III : luka 2 cm luka amat kotor, dengan kerusakan jaringan luas.

Enam (6) jam pertama dari terjadinya patah tulang terbuka adalah waktu
kontaminasi. waktu yang seharusnya tidak terlampaui dalam penanganan patah tulang
terbuka ( "golden period" ). Waktu ini dapat diperpanjang dengan pemberian
antibiotika.

GEJALA KLINIS
Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah patah tulang.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Sesuai pemeriksaan penderita dengan patah tulang.

Catatan
Untuk setiap penderita pada tulang terbuka, harus
1. Ingat ABC penderita ruda paksa.
2. Ingat kemungkinan adanya patah tulang ganda.

PENATALAKSANAAN
Pasang bidai
Keadaan umum diperbaiki
Antibiotika profilaksis sebaiknya dipakai "broad Spectrum" luas untuk
gram (+) dan gram (-) sesuai formularium.
"Debridement" secara sempurna dengan anestesi umum dan dilakukan di
kamar operasi aseptik.
Membuang benda-benda asing.
Membuang jaringan jaringan mati ( otot dan tulang kecil yang lepas ).
Pertahankan struktur vital (vaskuler & safar ).

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 26
Capai daerah vaskularisasi.
Irigasi luka dengan cairan fisiologik sebersih mungkin.

Penutupan kulit
Dalam "golden period"
Derajat I & II dapat ditutup primer tanpa tegangan.
Derajat 111, sebaiknya perawatan luka terbuka.

Immobilisasi fragmen
Derajat I /II : dapat langsung dengan fiksasi dalam bila fasilitas ada.
Derajat III : "gips" sirkuler /fiksasi luar.

Catatan
1. Bila fasilitas tak memungkinkan
Derajat I - II - III - immobilisasi dengan gips sirkuler.
2. Serum anti tetanus adalah faktor sekunder. Faktor primer adalah kesempurnaan
debridement dan pencegahan infeksi anaerob.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 27
PATAH TULANG TERTUTUP

BATASAN
Patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas daripada struktur tulang,
'Epiphyseal plate' serta `cartilage' (tulang rawan sendi ).
Disebut patah tulang tertutup bila struktur jaringan kulit diatas /di sekitar patah
tulang masih utuh /intak.

PATOFISIOLOGI
Patah atau hilangnya kontinuitas struktur tulang dipengaruhi oleh 2 faktor :
A. Faktor Ekstrinsik
- Adalah gaya dari luar yang beraksi pada tulang.
- Tergantung dari besarnya, waktu /lamanya dan arah gaya tersebut dapat
menyebabkan patah tulang.
- Beberapa macam gaya
Gaya "tension"
Gaya kompresi
Gaya "shear"

B. Faktor Intristik
Beberapa sifat-sifat yang penting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur
- Kapasitas absorbsi dari
energi.
- Daya elastisitas
- Daya terhadap
kelelahan
- Densitas /kepadatan

Fraktur dapat digolongkan berdasarkan


1. Lokalisasi anatomi ( proksimal, distal )
2. Garis dari fraktur (transvere, oblique,
spiral ) 3. Linear ( simpel) atau komunitiva.

GEJALA KLINIS
Tanda-tanda tidak pasti
Rasa nyeri : nyeri umumnya menghebat bila dilakukan gerakan.
Hilangnya fungsi : diakibatkan oleh rasa nyeri atau tidak mempu untuk
melakukan pergerakan.
Deformitas : disebabkan oleh pembengkakkan atau akibat perdarahan.

Tanda-tanda pasti
Gerakan abnormal ( "false movement" ) dan krepitas
* Gerakan abnormal misalnya terjadi pada patah tulang panjang bagian tengah.
Pada keadaan normal gerakan tersebut tidak terjadi.
* Krepitasi adalah gesekan dari kedua ujung fragmen tulang yang
patah.
Deformitas : disebabkan oleh pembengkaan atau akibat perdarahan.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 28
PENATALAKSANAAN
A. Mengurangi /menghilangkan rasa nyeri
Nyeri berasal dari jaringan sekitar tulang yang frakturdan atau spasme
otot. Umumnya rasa nyeri hilang dengan imobilisasi. Obat analgetika.

B. Reposisi dan mempertahankan posisi /imobilisasi


- Reposisi : - sesempurna mungkin
dapat dilakukan secara tertutup atau secara terbuka /dengan
operasi.
- Imobilisasi : - dari luar : dengan menggunakan alat traksi kontinu atau gips.
- dari dalam : fiksasi dalam dengan menggunakan "plate" atau
"nail" melalui cara operasi.
Infeksi :
( look ) Palpasi
( feel ) Gerakan
(move) Radiologi
pembengkakan
deformitas tegang lokal
raba pulsasi distal dari fraktur krepitasi
gerakan abnormal /false movement 2 arah ( anterior posterior dan lateral )
2 waktu yang berbeda ( saat setelah trauma trauma).
2 sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur hares terlihat pada film.
2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan,
terutama pada anak-anak.
Dan 10 hari setelah

C. Rehabilitasi isometrik.

KOMPLIKASI
- Mengembalikan fungsi secara optimal.
- Memberikan latihan gerakan otot secara isotonic atau
- Bisa diakibatkan oleh traumanya sendiri ( "initial injury" ) atau akibat tindakan kita
(pengobatan) /iatrogenik.

Komplikasi karena trauma /initial injury

Akut
A. Lokal :
1. kulit : - nekrosis
- "Volkmann's ischemia" - trombosit vena
2. Sendi : - infeksi terutama akibat fraktur terbuka.
3. Tulang : - osteomyelitits
- nekrosis avaskuler.

B. Komplikasi jauh:
- emboli lemak
- emboli paru
- tetanus
Kronik
A. Lokal :
- sendi : - kaku sendi
- degenerasi sendi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 29
- tulang : - gangguan proses penyembuhan malunion, "delayed union", non
union.
- gangguan pertumbuhan.
- Otot : - "post traumatik myositis ossificans"
B. Komplikasi jauh: -"Renal Calculi".
Komplikasi Akibat Pengobatan latrogenik
1. Kulit : karena tekanan - "bed sores" /dekubitus
- "cast sores".
2. Vaskuler : - traksi yang berlebihan
- volkmann's ischemia
- gangren
3. Safat : - traksi yang berlebihan
4. Sendi : - infeksi ( "septic arthritis" )
5. Tulang : - osteomylitis
Pencegahan /pengobatan Komplikasi latrogenik
- Bed sores : dengan melakukan perubahan posisi pada waktu-waktu tertentu
memberikan latihan-latihan selama dirawat di atas tempat tidur.
- Cast sores : tekanan pada waktu memasang gips tidak boleh terlalu erat, cukup
gips diluncurkan di atas permukaan kulit.
- pemasangan "padding" (bantalan) yang dapat berupa kapas untuk 10 hari pertama
dan kaos /stockinette untuk selanjutnya.
- Traksi : - berat bandul hares diberikan sesuai dengan berat badan masing-
masing penderita.

Volkmann's ischemic
1. Gips sirkuler yang menjepit atau "bandage" segera dilepaskan sama sekali
/penjepitan dibebaskan.
2. Posisi ekstremitas terutama sekitar sendi yang mengalami distorsi hares diperbaiki
atau sendi yang dalam keadaan fleksi hares di ekstensikan. Bila akibat traksi maka
beban traksi harus dikurangi.
3. Bila hal-hal tersebut masih belum ada perbaikan, maka dilakukan pemeriksaan
arteriografi atau dalam kurun waktu 30 menit tidak ada perbaikan dilakukan
eksplorasi secara pembedahan.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 30
CONGENTAL TALIPES EQUINO VARUS ( C.T.E.V. )

BATASAN
C.T.E.V. adalah cacat bawaan yang merupakan kombinasi kelainan yang
terdiri dari :
- Kaki depan ( forefoot) aduksi dan supinasi melalui sendi midtarsal.
- Tumit varus melalui sendi subtalar dan equinus melalui sendi kaki ( ankle ).
- Deviasi ke medial seluruh kaki dipandang dari sendi lutut.

ETIOLOGI
Penyebab pasti tidak /belum diketahui.
Ada beberapa teori
1. Faktor genetik : kadang-kadang didapatkan familiar ( Wyne Davis ).
2. Faktor mekanis ( Denis Brown ).
3. Terhentinya pertumbuhan jenis (Bohm ).
4. "Dysplasia" dari otot-otot, sehingga terjadi ketidakseimbangan ( "imbalance" ) otot
Garcean ).
5. Kelainan primer os talus
Gaput dan collum tali mengecil deviasi ke medial dan kearah planta dari corpus
tali adam, sctile, irani dan sherman ).

PATOFISIOLOGI
Jaringan lunak
- Otot gastrocnemius mengecil.
- Tendon Achilles memendek dengan arah mediocaudal dan menyebabkan varus;
begitu pula : tendon-tendon hallucis longus dengan digitorum communis.
- Tendon Tibialis Anterior dan Posteriormemendek, sehingga kaki bagian depan
(forefoot) menjadi aduksi dan inversi.
- Ligamen-ligamen antara calus, calcaneus, navicular menebal dan memendek. Fascia
Plantaris menebal dan memendek.

Tulang
Mc Kay : deformitas utama pada C.T.E.V. adalah terputarnya ke medial midtarsal dan
subtalar pada talus.
Kalau tidak diobati dini, talus akan menjurus ke bawah ( equinus ), calcaneus menjadi
varus, os naviculareterletak sebelah medial dengan talus. Cuneiforme dan cuboid
berbentuk wajik (Wedge). Metatarsal melengkung ke medial. Tibial torsi ke dalam
mengikuti deformitas bagian distal.

GEJALA KLINIS
- Bayi baru lahir harus ditentukan diagnosisnya apakah bentuk kaki fisiologis ( karena
posisi dalam uterus ), test dorsofleksi pada pergelangan kaki. Bila ibu jari bisa
menyentuh krista tibia, ini adalah fisiologis, bukan C.T.E.V.
- Anak jalan terlambat.
- Kalau sudah jalan, bentuk kaki varus equinus, penebalan ( collocity) pada bagian
lateral atau depan lateral daripada kaki ( calloaty ).
Inspeksi:
- Betis mengecil, kaki sering rotasi
kemedial. - Equinus pada pergelangan
kaki. - Letak tumit tinggi, kadang
mengecil.
- Varus pada subtalar.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 31
- Adduksi dan varus pada midtarsal dan forefoot.

Palpasi dan pergerakan


- Bagaimana derajat ketegangan ?
- Bayi yang barn lahir ( 24 jam) harus dilakukan test dorsofleksi.

X-ray
- Foto AP dan lateral
- Untuk mengetahui posisi talus sebagai penuntun pengobatan, hubungan talus
dengan tulang-tulang sekitarnya : calcaneus, navicular

DIAGNOSIS BANDING
Cacat bawaan
1. Spina bifida : defek pada lumbosacral, kadang-kadang disertai dengan gangguan
sensibilitas dan defekasi, miksi.
2. Arthrogryposis multiplex congenital. Kelainan meliputi beberapa
sendi.
3. Congenital stenosis band ( constriction band lymphatic stenosis ).
4. Congenital absence distal tibia.

Didapat :
1. Post poliomyelitis
2. Cerebral palsy
3. Kontraktur achilles karena trauma, combustio dan lain-lain.

KOMPLIKASI
- Persistant
- Callosities
( keratosis ).
- Kosmetis

PENATALAKSANAAN
- Pengobatan sedini mungkin
- Dalam waktu 24 jam sudah hares diterapi, memberikan hasil yang terbaik.
- Apabila ditunda akan mempersulit pengobatan, tidak jarang memerlukan tindakan
operasi.
Macam cara pengobatan
1. Konservatif
- Koreksi manipulasi, sistematis, dengan gips ; bertahap, tanpa kekerasan, tanpa
bius.
- Aduksi dan varus dikoreksi dulu, baru kemudian equnusnya
( kite ). - pemasangan gips sampai di atas lutut, lutut dalam fleksi
90 .
- Lama pemasangan gips yang bertahap, sampai kedudukan stabil.
2. Operasi
- C.T.E.V. recurrence.
- Secara konserfatif selama 3 bulan tidak /sedikit sekali menunjukkan hasil.
- C.T.E.V. terlambat (late C.T.E.V.)

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 32
SPONDILITIS TUBERKULOSA

BATASAN
Spondilitis Tuberkulosa adalah infeksi kronis berupa infeksi granulomatosis
disebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang mengenai
tulang vertebra.

PATOFISIOLOGI
"Tuberculosis osteomyelitis" atau bone tuberculosis selalu sekunder dari the
tempat lain di tubuh. Sering pada anak-anak penyebaran secara hematogen. Yang
sering terkena adalah tulang punggung = vertebral bodies dan disebut spondylitis the
= Pott's disease. Lebih 50% dari the tulang /sendi. Lokalisasi yang tersering adalah
torakal bagian bawah, torako lumbal dan lumbal bagian atas. Diduga sering
penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui plexus Batson. Infeksi
the vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian
depan ( anterior vertebral body ). Penyebaran dari jaringan yang mengalami
pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga terbentuk
"tuberculos squestra". Sedang tuberculos granulation tissue akan penetrasi ke korteks
dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas dan ke bawah lewat
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang "discuss intervertebralis" oleh
karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi
penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi tbc. Kerusakan progresif bagian
anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.

GEJALA KLINIS
Gejala umum
- Keadaan umum yang menurun.
- anorexi, malaise, sumer-sumer, keringat dingin dan gejala-gejala lain seperti
penyakit pada umumnya.

Gejala lokal
- Nyeri punggung, gibus, abses dingin.

DIAGNOSIS
- Gejala klinis
- Lab ; LED tinggi, tuberculin test positif. Perlu dicatat tidak semua penderita the
spondylitis hares menderita the pare.
- Radiologi : - destruksi vertebra terutama bagian anterior sangat jarang menyerang
"arc posterior".
- penyempitan diskus
- gambaran paravertebral abses ( fusi form ).

PENATALAKSANAAN
1. Tuberkulostatika
- streptomisin 50 mg /kg bb. selama 3 bulan
- INH 30 mg /kg bb. selama 2 tahun
- PAS 200 mg /kg bb. selama 1 tahun
2. Imobilisasi
3. Operasi ; dikerjakan "debridement" dan "bone grafting" ( spondylodesis anterior ).
indikasi operasi ; gangguan neurologis, adanya abses dingin dan nyeri.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 33
KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius bila ada paraplegia ( pott' paraplegia ) yang bisa
terjadi pada keadaan dini biasanya pada fase aktif tbc. Paraplegi oleh karena
penekanan abses, nekrosis pengejuan, squester tulang dan squester diskus terhadap
medula spinalis. Pada keadaan ini biasanya prognose baik. Pada stadium lanjut
biasanya pada fase penyembuhan, paraplegi oleh karena fibrosis jaringan, prognose
jelek. Komplikasi yang lain ; empiema tuberkulos, abses psoas.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 34
OSTEOMYELITIS AKUT HEMATOGEN DAN
ARTRITIS SEPTIK AKUT

BATASAN
Osteomyelitis akut hematogen ialah infeksi akut pada tulang ( metaphysis)
dengan kuman penyebab 90% adalah stafilokokus, pada bayi sering oleh kuman
streptokokus di mana "portal of entry" sering melalui furunkel atau infeksi pada
saluran nafas bagian atas.

PATOFISIOLOGI
Ostemyelitis hematogen adalah penyakit primair pada tulang yang sedang
dalam pertumbuhan oleh karena itu sering menyerang anak-anak. Laki-laki lebih
sering dibanding wanita ( 3 : 1 ) dan sering menyerang tulang-tulang panjang, mis :
femur, tibia, humerus, radius, ulna. Tempat yang sering terkena adalah daerah
metaphisis tulang panjang.

Metaphisis sering terkena oleh karena


- daerah dengan sel-sel muda.
- kaya pembuluh darah.
- bila terkena trauma sering hematoma.
- aliran darah lambat.
Ke -4 faktor inilah yang menyebabkan daerah metafisis merupakan tempat pertama
yang paling sering terkena keradangan akut dan tulang.

GEJALA KLINIS
Ada 3 stadium, yaitu :
1. Stadium supurasi
2. Stadium nekrosis tulang
3. Stadium pembentukan tulang baru
Karena septisemia dan dengan adanya antibiotika angka kematian menurun tetapi
osteomyelitis kronis semakin bertambah.

DIAGNOSIS
Diagnosis ini sering didahului dengan anamnesa dimana 50% biasanya adalah
trauma ataupun kelainan-kelainan yang mendahuluinya, misalnya ; infeksi saluran
nafas.

Gejala umum
Panas badan, malaise, nausea, anoreksia dan anak tampak sakit.

Gejala lokal
- Nyeri konstan dan hebat pada salah satu tulang panjang.
- Bengkak dan kemerahan.
- Nyeri tekan dan ada "pseudo paralyse".

Diagnosis dini osteomyelitis akut hematogen berdasar pada diagnosis klinis


saja oleh karena kelainan radiologis berupa : "rarefaction" & "periostal reaction" barn
tampak pada hari ke 7 10.
Kelainan laboratoris yang mendukung berupa
- Leucocytosis
L E D meningkat
- Kultur darah 50% positip

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 35
PENATALAKSANAAN
Osteomyelitis akut hematogen adalah keadaan yang serius dan diagnose harus
cepat dan sedini mungkin oleh karena pengobatan sedini mungkin akan sangat
mempengaruhi prognosa /penyembuhan penyakitnya. Begitu diagnose ditegakkan
( hanya berdasar
diagnose klinis ), pengobatan secara sistemik harus segera diberikan.

1. "Tirah Baring", analgesik.


2. "Supportive therapy", pemberian cairan intra vena, transfusi bila diperlukan.
3. Imobilisasi : untuk mengurangi rasa nyeri atau mencegah kontratur.
4. Pemberian antibiotika secara parenteral ( 2 minggu pertama) barn dilanjutkan
peroral.
Antibiotika pilihan pertama adalah golongan penicilin. Bila hasil kultur ada,
antibiotika diganti dengan yang sesuai dengan "sensitivity test ". Tetapi pada
umumnya golongan penicilin masih positif pada 70% kasus.
5. Setelah 24 jam dengan terapi yang adekuat seperti di atas, tetapi tidak ada
penurunan gejala sistemik /lokal, segera dikerjakan "drilling" atau membuka perios
untuk dekompresi.
6. Antibiotika diberikan minimal 4 minggu, dihentikan bila LED normal pada
pemeriksaan 2 x selang 1 minggu.

KOMPLIKASI
1. Dini
- Mati oleh karena septisemia
- Abses di tempat lain oleh karena penyebaran infeksi, misalnya :
abses otak, pare-paru, hepar, dan lain-lain.
2. Lanjut
- Osteomyelitis
kronis - Kontraktur
sendi
- Gangguan pertumbuhan

Osteomyelitis Kronis
Pengobatan yang tidak adekuat pada keadaan akut akan menyebabkan penyulit
/keradangan menahun tulang ( osteomyelitis kronis) atau juga oleh karena diagnosa
yang lambat.

Gejala klinis
Gejala umum tidak menonjol seperti pada periode akut, kecuali pada keadaan "flare
up" (eksaserbasi akut ).

Gejala lokal
Nyeri, bengkak, draining sinus, kontraktur sendi dan lain-lain.

Gejala radiologi
- squester ( tulang
mati )
- "cloaca"
- involurcrum"

Laboratoris
- LED meningkat
- anemia

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 36
Pengobatan
Pengobatan pada osteomyelitis kronis sangat sulit oleh karena sangat jarang kita bisa
melakukan terapi infeksi secara tuntas.
Antibiotika diberikan secara sestemik dan lokal. Semua abses, sguester diambil
dengan cara "guttering".
Kadang-kadang operasi rekonstruksi diperlukan misalnya :
- "bone graft"
- tandur alih Wit ( skin graft )
Amputasi juga dikerjakan bila keadaan sangat membahayakan jiwa.

Artritis Septik Akut


Bila kuman pyogenik menyerang sendi synovial akan terjadi artritis septik yang bisa
menimbulkan kerusakan sendi.
Sendi yang paling sering terkena adalah
- sendi panggul
- sendi siku
Ini disebabkan oleh karena bagian metaphisenya berada di dalam sendi, sehingga bila
terdapat infeksi dan menyebar keluar, kuman secara direk akan masuk sendi dan
menimbulkan artritis septik.

Etiologi
Penyebaran langsung ke sendi oleh kuman-kuman
stafilokokus. Kuman-kuman lain yang jarang
- streptokokus
- H. influensa
- gonokokus
Gejala klinis dan diagnosa
Gejala umum Gejala lokal Laboratoris
Pengobatan Komplikasi
1. Dini
2. Lanjut
- panas
- anoreksia
- nausea
- pembengkakan sendi
- merah
- nyeri pada sendi baik spontan maupun pada pergerakan.
- LED meningkat.
- leukositosis
- pelebaran "joint space"
- subluksasi /luksasi
- distruksi sendi pada keadaan lanjut.
- Drainase ( arthrotomi )
- Antibiotika sistemik /lokal
- sepsis
- distruksi dari tulang rawan sendi
- dislokasi
- nekrosis epifisis
- "degeneratif joint"
- dislokasi permanen
- "fibrous ankylosing"
- "bone ankylosing"

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 37
LIMFADENOPATI LEHER

BATASAN
Limfadenopati leher adalah pembesaran patologis dari kelenjar getah bening
leher.

PATOFISIOLOGI
Ukuran normal kelenjar getah bening ialah 2 - 3 mm. Pembesaran kelenjar
getah bening leher dapat disebabkan oleh :
infeksi akut
infeksi kronis non spesifik
infeksi kronis spesifik
limfoma
metastase dari keganasan didaerah kepala & leher.
KELOMPOK MENERIMA ALIRAN LIMFE DARI
1. Pre aurikuler kulit kepala, pelipis
2. Submental bagian depan dasar mulut, bibir
3. Submandibuler kulit kepala, bagian depan lidah, dasar
mulut
4. Subdigastrikus
sisi lateral lidah, dasar lidah, tonsil,
palatum
5. Mid-juguler
6. Bawah laring, faring
7. Dorsal tiroid, esofagus servikal
8. Dorsal Bawah nasofaring
tiroid, nasofaring

GEJALA KLINIS
1. Limfadenitis akut
Pembesaran kelenjar getah bening bisa satu atau multipel pada satu kelompok
yang disertai tanda-tanda radang seperti kemerahan pada Wit diatasnya, pada
perabaan hangat dan nyeri tekan, sering didapatkan fokus infeksi di daerah
kepalalleher dan adanya panas badan.
2. Limfadenitis kronis non spesifik
Pembesaran kelenjar getah bening bisa satu atau multipel pada satu atau
beberapa kelompok dengan batas jelas, kenyal dan mobil. Fokus infeksi primer
sudah tidak didapatkan lagi, seringkali sebelumnya pernah sakit gigi.
3. Limfadenitis kronis spesifik (TBC)
Pembesaran kelenjar getah bening sering multipel dan pada beberapa
kelompok, kelenjar tersebut saling melekat satu sama lain (pocketed) karena
adanya perilimfadenitis sehingga batasnya tidak jelas dan sering ada perlekatan
dengan jaringan sekitar. Kelenjar dapat mengalami nekrose pengejutan dengan
demikian konsistensinya dapat padat atau kistik. Kelenjar yang nekrose tersebut
dapat pecah menembus kulit sehingga terjadi ulkus dengan tepi menggaung dan
warnanya livide (merah ungu). Kadang-kadang didapatkan jaringan parut
disekitarnya akibat penyembuhan dari ulkus. Limfadenitis TBC selalu disertai
oleh TBC paru-paru.

4. Limfoma

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 38
Pembesaran kelenjar getah bening pada umumnya multipel, mengenai
beberapa kelompok, kelenjar yang membesar tersebut mempunyai ukuran
bervariasi 1-6 s.m, tidak saling melekat, konsistensi kenyal dan mobil.
Pembesaran kelenjar getah bening ini dapat bilateral atau disertai pembesaran
kelenjar getah bening diregio lain pada tubuh, pembesaran hepar atau limpa. Pada
keadaan lanjut sering disertai gejala umum seperti napsu makan menurun, panas
badan, lemah badan.
5. Metastase dari Keganasan.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat satu atau multipel pada satu
kelompok, bisa mencapai ukuran besar dengan konsistensi padat keras dan batas
jelas atau tidak, dapat mobil atau fixed. Didapatkan proses keganasan pada daerah
kepala atau leher sesuai dengan asal aliran limfe pada kelenjar getah bening yang
membesar tersebut. Untuk metastase pada kelenjar getah bening supraklavikuler
maka proses keganasan primernya harus dicari dari tubuh (payudara, paru-paru,
ginjal, ovarium, prostat).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Inspeksi
Dilakukan dari depan dan samping penderita. Apakah pembesaran kelenjar
getah bening tersebut tunggal/multipel, berapa perkiraan ukurannya, mengenai
satu atau beberapa kelompok, dan bagaimana warna kulit diatasnya, adakah ulkus
atau jaringan parut disekitarnya. Suatu keharusan untuk mencari adanya lesi
primer baik berupa fokus infeksi atau proses keganasan daerah kepala & leher
termasuk intraoral.
Palpasi
Dilakukan dari belakang penderita, diraba pembesarannya tunggal atau
multipel mengenai satu kelompok atau lebih. Berapa ukurannya, bagaimana
batasnya, konsistensi, melekat satu sama lain atau tidak, mobilitasnya, adakah
nyeri tekan atau tidak.

Dalam hal dugaan suatu limfoma maka harus diperiksa pula kemungkinan
pembesaran kelenjar getah bening pada regio lain (aksila, inguinal), juga diraba
adakah pembesaran hepar atau limfa.
Dalam hal dugaan metastase pada kelenjar getah bening suprakavikuler maka
hares diperiksa juga payudara, paru-paru, ginjal (dengan bimanuil), ovarium (palpasi
rongga pelvis) dan prostat (dengan colok dubur).

Pemeriksaan Tambahan
1. Darah lengkap.
LED meningkat pada limfadenitis, dan pada proses akut maka leukosit juga
meningkat,
Hb dapat menurun pada limfoma.
2. Mantoux test.
Dikerjakan pada dugaan limfadenitis TBC yang memberikan hasil positip.
3. X-foto toraks.
Dikerjakan untuk melihat adanya
proses spesifik (pada limfadenitis TBC).
Tumor primer (pada metastase kelenjar getah bening supraklavikuler).
pembesaran kelenjar getah bening mediastinum (pada limfoma).
4. Laringoskopi indirekta/direkta.
Untuk mencari proses primer baik infeksi atau keganasan daerah faring dan
laring.
5. Biopsi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 39
Pada pembesaran kelenjar getah bening yang telah berlangsung lebih dari 4-8
minggu,
perlu dilakukan biopsi. Dikerjakan biopsi terbuka dengan mengambil satu
kelenjar utuh.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan sesuai dengan proses penyebab pembesaran kelenjar getah
bening (penyakit dasar).
Limfadenitis akut/kronis non spesifik
Ampisilin D - 4x (250-500 mg) per hari.
A - 4x (10-25 mg/kg BB) per hari.
Limfadenitis kronis spesifik (tbc)
Tuberkulostatika (lihat Pedoman Diagnosis dan Terapi Tuberkulosa Paru)
Limfoma.
Pengobatan limfoma maligna sesuai dengan protokol (lihat Pedoman Diagnosis
dan Terapi Limfoma Maligna).
Metastase.
Bila metastase pada kelenjar getah bening tersebut masih "operable" dan tumor
primer telah dapat dilakukan eradikasi (baik dengan pembedahan atau radioterapi)
atau tumor primer tidak dapat ditentukan asalnya, maka dilakukan Radical Neck
Dissection (RND) 4-6 minggu kemudian; sedangkan bila tetap "inoperable" maka
radioterapi dilanjutkan sampai 7.000 rad.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 40
STRUMA NODOSA NON TOKSIKA

BATASAN
Struma nodosa non toksika adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

PATOFISIOLOGI
Struma nodosa non toksika dapat berupa satu benjolan saja (Struma uninodosa
non toksika) atau beberapa benjolan (Struma multinodosa non toksika) Terjadinya
benjolan tiroid tersebut bisa karena perubahan gagalnya kompensasi tiroid
(kekurangan intake jodium, gangguan metabolisme jodium) atau karena proses
penyakit pada tiroid itu sendiri (tiroiditis kronis, neoplasma jinak/ganas).

GEJALA KLINIS
Keluhan penderita pada umumnya hanya adanya benjolan pada leher bagian
depan. Struma yang besar dapat memberikan gejala penekanan pada trakea (sesak
napas), atau pada esofagus (disfagia). Gejala penekanan ini dapat juga oleh tiroiditis
kronis karena konsistensinya yang keras.
Keganasan tiroid yang infiltrasi N. rekurens akan terjadi suara parau. Kadang-
kadang penderita datang karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang
ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan
tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena
benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Anamnese sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam kelainan
dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita berasal
dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma
endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami rasa sakit leher bagian
depan disertai peningkatan suhu badan (tiroisitis kronis). Apakah ada famili yang
meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe
meduler).

Kecurigaan kemungkinan karsinoma tiroid harus dipikirkan bila


penderita pernah mendapat radioterapi daerah kepala-leher pada waktu anak-
anak.
Usia dibawah 12 tahun atau usia tua.
Pertumbuhan struma yang cepat
Penderita laki-laki kemungkinan mendapat karsinoma tiroid lebih besar daripada
wanita.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dari depan penderita nampak suatu benjolan pada leher bagian depan
yang bergerak keatas pada waktu penderita menelan ludah. Perhatikan kulit diatasnya
apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita
dan jari jari yang lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi ini yang hares ditentukan ialah


lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya).
ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter).
konsistensi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 41
mobilitas
infiltrasi terhadap kulit/ jaringan sekitar.
apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang
masuk ke retrosternal).

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,


umumnya pada rantai juguler.

Pemeriksaan Tambahan
X-foto leher AP/lat, untuk mengetahui adanya kalsifikasi pada struma
(kemungkinan
keganasan tiroid), penyempitan atau pendorongan trakea.
X-foto toraks AP/lat untuk mengetahui adanya bagian struma yang retrosternal,
"coin lesion" dalam paru-paru pada keganasan tiroid.
Pada posisi AP dapat dilihat juga bila ada pelebaran mediastinum (metastase pada
limfonodi mediastinum).
Laboratorium : kadar kalsium dan kalsitonin dalam serum.

Hasil pemeriksaan yang hares dicurigai kemungkinan keganasan tiroid ialah


pertumbuhan yang cepat.
suara parau, disfagia, sesak napas,
konsistensi yang keras
mobilitas terbatas (fixed)
pembesaran kelenjar getah bening leher
tanda dari BERRY (pendorongan a. karotis komunis kearah lateral belakang).

Kemungkinan keganasan pada struma uninodosa non toksika sekitar 10-20%,


sedangkan pada struma multinodosa non toksika hanya 5%.

PENATALAKSANAAN

Operasi
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang
terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan bila kedua
lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi.
Pemeriksaan potong beku dilakukan intra-operatif pada penderita yang klinis
dicurigai suatu keganasan tiroid dan pada keadaan dimana kemungkinan mendapat
suatu keganasan tiroid lebih besar. Bila hasil potong beku menunjukkan suatu
keganasan maka tindakan operasi dilanjutkan dengan
bila satu sisi yang terkena : near total tiroidektomi (ICOPIM 5-063)
bila kedua sisi terkena : total tiroidektomi (ICOPIM 5-063) keduanya
disertai
pembersihan kelenjar getah bening pada sulkus trakeoesofagus.
Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher fungsionil atau deseksi kelenjar leher radikal tergantung ada tidaknya
ekstensi diluar kelenjar getah bening.
Metastase jauh yang masih resektabel misal pada kalvaria dilakukan eksisi,
pada femur dilakukan reseksi dan fiksasi.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 42
Tiranon
Terapi supresif dengan Tiranon 3 x 50-75 mg sehari diberikan untuk
mencegah timbulnya kekambuhan pada post-operatif karsinoma tiroid deferensiasi
baik (TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh
yang ada, dan sebagai terapi ajuvan pada karsinoma tiroid deferensiasi baik yang
inoperabel.

Radioterapi
Eksternal radioterapi sebesar 5000-6000 rad dalam waktu 6 minggu diberikan
pada :
karsinoma tiroid yang inoperabel atau kontra indikasi untuk operasi
operasi yang telah dilakukan tidak dapat radikal
paliatif pada metastase tulang yang tidak dapat dilakukan
eksisi radikal. Radioterapi memberi hasil yang baik pada
karsinoma tiroid deferensiasi jelek.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 43
KARSINOMA RONGGA MULUT

BATASAN
Karsinoma rongga mulut ialah keganasan dari epitel mukosa suatu rongga dari
tepi vermilion bibir atas bawah ke belakang sampai arkus faringeus anterior.

PATOFISIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya karsinoma rongga mulut ialah penggunaan
tembakau dan alkohol yang banyak dan lama, hygine mulut yang jelek, iritasi karena
gigi yang runcing atau prostese yang tidak cocok dan faktor endogen seperti
malnutrisi atau avitaminosis.
Iritasi kronis tersebut pada awalnya menyebabkan terjadinya perubahan premaligna
pada mukosa mulut berupa bercak keputihan (leukoplakia) atau bercak kemerahan
(eritroplakia). Lokasi yang paling sering ialah lidah dan dasar mulut.
Karsinoma rongga mulut lebih sering didapatkan pada usia diatas 50 tahun
dan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sembilan puluh prosen ( 90% ) karsinoma
rongga mulut menunjukkan gambaran patologi karsinoma planosolulare. Pada
stadium awal berupa erosi mukosa (tumor endofitik ulseratif) atau suatu papilomatous
(tumor eksofitik). Tumor yang ulseratif tumbuh cepat, menyebar ke struktur sekitar,
seperti mandibula, maksila, otot dasar mulut.

Metastase
Limfogen ke kelenjar submandibula dan rantai juguler homo/heterolateral
Hematogen ke paru-paru, hati, tulang.

GEJALA KLINIS
Lesi premaligna dan karsinoma stadium dini tidak memberikan keluhan.
Karsinoma biasanya berupa ulkus kronis yang tidak sembuh-sembuh dan jarang
memberi keluhan nyeri. Nyeri setempat menunjukkan ulserasi yang lebih lanjut dan
infiltrasi ke jaringan sekitar, perineural atau tulang.
Infiltrasi ke otot dibawahnya menyebabkan kurangnya mobilitas tumor,
gangguan mengunyah dan menelan akibatnya berat badan menurun. terkenanya
masseter menyebabkan trismus.
Nyeri yang menjalar ke telinga dapat terjadi pada tumor dasar mulut. Kadang
penderita datang karena pembesaran lnn.leher yang ternyata metastase dari karsinoma
rongga mulut.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Inspeksi : seluruh daerah rongga mulut dengan sinar cahaya yang terang bila
penderita menggunakan prostese maka sebelumnya hares dilepas.
Palpasi Ciri khas dari ulkus maligna ialah tepi meninggi dengan indurasi
sekelilingnya dengan dasar yang infiltratif Tentukan lokalisasi, arah
pertumbuhan, ukuran (dalam sm) dari tumor primer.
Inspeksi dan palpasi ini meliputi juga leher, apakah ada pembesaran kelenjar getah
bening.

Pemeriksaan X-foto kepala AP/lat/Waters dilakukan bila klinis ada dugaan


infiltrasi tumor ke tulang mandibula atau maksila. HAP foto dibuat pada karsinoma
yang infiltratif daerah palatum durum.

Biopsi hanya dilakukan pada

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 44
1. Lesi yang belum jelas suatu karsinoma misalnya : leukoplaki yang diduga
mengalami degenerasi keganasan.
2. Karsinoma rongga mulut yang "inoperable" untuk keperluan radioterapi/sitostatika.

TNM Staging
Tumor (T) - TIS - Karsinoma insitu.
- TI - diameter terbesar 2 sm.
- T2 - diameter terbesar 2-
4sm. - T3 - diameter
terbesar 4 sm
- T4 - diameter terbesar 4
sm
dengan invasi ke dasar lidah, kulit, sinus maksilaris,
m.pterygoid
dan tulang
Limfonodi (N) - Nx - In. tidak dapat ditentukan
- NO - klinis tidak ada pembesaran In
- NI - klinis ada pembesaran ln.homolateral 3 sm
- N2 - klinis ada pembesaran In. homolateral 3-6 sm.
multipel homolateral tidak > 6 sm
N2a : single homolateral 0 3-6 sm
N2b : multipel homolateral o tidak > 6 sm
-N3 massive homolateral, bilateral atau kontralateral.
N3a : massive homolateral o > 6 sm
N3 b : bilateral
N3 c : kontralateral
Metastase (M)
MO - tidak ada metastase jauh
Ml - ada metastase jauh

Stadium Penyakit.
Stadium I : T 1 NOMO
Stadium II : T2NOMO
Stadium III : T3NOMO
Tlatau T2 atau T3N1M0
Stadium IV : T4 No M0
setiap T, N2 atau N3M0
setiap T, atau N, M 1
Pada tumor yang besar dimana terdapat rasa nyeri atau trismus sehingga
menyulitkan pemeriksaan klinis maka untuk pemeriksaan "staging" harus dilakukan
dengan narkose relaksasi otot.

DIAGNOSIS BANDING
Reaksi hiperplasi karena prostese
Ulkus jinak

PENATALAKSANAAN
a. Lesi premaligna kecil : eksisi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 45
Luas : biopsi pada beberapa tempat yang mencurigakan.
Bila hasil PA tidak ada keganasan maka lakukan observasi teratur dan hilangkan
faktor predisposisi.
b. T 1 atau T2 : eksisi luas dengan batas reseksi yang adekwat (1 - 1 1 /2 sm
dari
batas jaringan sehat)
Karsinoma lidah - bisa sampai hemiglosektomi
Karsinoma dasar mulut - reseksi dasar mulut dan reseksi
marginal mandibula
c. T3 atau T4 : Operasi commando (combined mandibular neck dessection
operation) yaitu eksisi luas tumor primer, reseksi mandibula dan
diseksi radikal kelenjar leher (RND) dalarn satu kesatuan

Adanya pembesaran kelenjar getah bening regional perlu dilakukan diseksi


radikal kelenjar leher (RND).
Pembesaran kelenjar getah bening yang fixed diberi radioterapi pen
operatif (5000 rad untuk kedua sisi leher dan 6000 rad pada kelenjar tersebut)
agar kelenjar tersebut menjadi "mobile".
Pemeriksaan potong beku untuk mengecek apakah pinggir irisan telah
bebas dari tumor. Spesimen operasi dilakukan pemeriksaan PA dengan
permintaan radikalitas. Radioterapi post operatif lokoregional sebesar 6000 rad
diberikan bila
Lokal : - T3 atau T4
- pinggir irisan tidak radikal
Regional (leher)
- pembesaran kelenjar yang massif
- metastase pada lebih dari 1 kelenjar
- infiltrasi ekstranodal
- hanya dikerjakan modifikasi RND.

Pilihan lain :
Radioterapi kombinasi dengan radiasi eksternal 5000 rad. Pada tumor primer
dan leher dan implantasi interstitial 3.000 rad. pada tumor primer.
Karsinoma rongga mulut yang "inoperabel" dilakukan biopsi clan
selanjutnya diberikan pengobatan dengan radioterapi lokoregional
5000 rad + interstitial 3000 rad pada tumor primernya.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 46
TUMOR PAROTIS

BATASAN
Tumor parotis adalah neoplasma yang berasal kelenjar liur parotis yang
letaknya pada pre/infra/retro aurikuler, sifatnya bisa jinak atau ganas

PATOFISIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, sedangkan faktor yang diduga ialah
sinar matahari yang mengalami ionisasi. Hal ini berdasar kenyataan bahwa tumor
kelenjar liur lebih banyak terjadi pada penduduk Jepang yang pernah mengalami
ledakan bom atom tahun 1945. Jenis yang paling banyak ialah tumor epitelial jinak
(adenoma) dan ganas (karsinoma). Secara keseluruhan tumor parotis menempati 80%
dari semua tumor kelenjar liur dan 25% dari tumor parotis adalah ganas.

Pembagian histologi tumor kelenjar liur menurut WHO untuk tumor epitelial ialah
A. Adenoma : 1. Pleomorf adenoma ("mixed tumor").
2. Monomorf adenoma : - adenolymfoma
- oksifil adenoma
- tipe lain
B. Tumor mukoepidermoid
C. Tumor sel asinus
D. Karsinoma : 1. Adenoid kistik karsinoma ("cylindroma")
2. Adenokarsinoma
3. Apidermoid karsinoma
4. Karsinoma tidak berdeferensiasi ("undiff. Ca")
5. Karsinoma dalam pleomorf adenoma

Metastase tumor ganas parotis secara


1. limfogen : ke Lnn. Submandibula, subdigastrik, juguler dan trigonum leher
belakang sebelah atas.
2. hematogen : ke paru-paru, hati dan tulang.
3. perkontinuitatum : ke jaringan lunak sekitar, tulang dan kulit.

GEJALA KLINIS
Kemungkinan untuk mendapatkan tumor parotis pada laki-laki dan wanita
adalah sama. Cabang-cabang perifer N.VII berada dalam satu bidang sagital yang
berjalan antara lobus superfisialis dan profundus dari parotis ada hubungannya
dengan gejala klinik dan penanganan bedah.
Tumor jinak parotis (75%) kebanyakan ialah pleomorf adenoma. Keluhan
penderita hanyalah benjolan yang mudah digerakkan dan sudah berlangsung beberapa
tahun tanpa keluhan nyeri.
Tumor jinak yang letaknya pada lobus profundus dapat mendorong orofaring
dan tonsil ke arah medial. Benjolan jinak tersebut klinis berbatas jelas seperti
berkapsul, bebas dari jaringan sekitar dan konsistensi kenjal.
Tumor ganas parotis (25%) timbul lebih cepat (dalam beberapa bulan) sering
memberi keluhan nyeri dan konsistensi lebih padat.
Adanya paralise cabang N.VH dan trismus adalah gejala pasti suatu
keganasan dari parotis. Infiltrasi kejaringan sekitar menyebabkan terjadinya fiksasi,
ulserasi, trismus (infiltrasi m.masseter) dan gangguan motorik dari otot mimik
(infiltrasi N.VII).

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 47
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Inspeksi . benjolan pada pre/infra/retro aurikuler
perhatikan kulit diatasnya dan mukosa dalam
mulut
fungsi N. VII dan N.XII
irispeksi dari belakang penderita dilihat apakah
asimetris (ada pengangkatan daun telinga keatas).

Palpasi
Tentukan dengan pasti lokalisasi dari tumor, ukuran (s.m), bentuk, konsistensi
dan mobilitas dari jaringan sekitar. Bilamana mungkin hares dilakukan palpasi
bimanuil. Kelenjar regional hares diperiksa juga.

X-foto kepala AP/lat untuk melihat bayangan "radioopague" untuk diagnose


banding (sialolith, klasifikasi kelenjar getah bening).
X-foto toraks diperlukan untuk mengetahui metastase hematogen
X-foto dengan kontras (sialografi) untuk melihat perubahan struktur gld. parotis.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara tumor, infeksi kronis atau sialolith.

Klasifikasi TNM . T 1 : tumor 0-2 sm, soliter, mobil, N. VII utuh


T2: tumor 2-4 sm, soliter, mobil, N. VII utuh
T3 : tumor 4-6 sm, atau multipel nodul atau ulserasi,
fiksasi, parese/paralise N.VII.
'1'4 : tumor 6 sm melekat dengan mandibula, tulang tak
teraba kelenjar
NO : tak teraba kelenjar
N1 : teraba kelenjar, mobil, soliter, 2 sm
N2: teraba kelenjar, mobil, multipel
N3 : teraba kelenjar multipel, kanan kiri dan melekat
MO : tidak ada metastase jauh
M1 : ada metastase jauh

Pemeriksaan Tambahan
DIAGNOSIS BANDING
parotitis kronis
limfoma maligna
metastase pada limfbnodi preaurikularis.

Untuk tumor jinak harus dibedakan dengan


aterom
limfadenitis spesifik/non spesifik
lipoma
hemangioma

PENATALAKSANAAN
Tumor yang letaknya pada lobus superfisialis dilakukan superfisial
parotidektomi. Untuk tumor pada lobus profundus dilakukan lobektomi dengan
sebelumnya melakukan superfisial parotidektomi.
Preparat tersebut diperiksa potong beku. Tindakan definitif tergantung hasil
pemeriksaan potong beku tumor primer dan Inn. subdigistrik. Bila tumor tersebut
jinak maka tindakan operasi diatas sudah cukup. Tetapi bila tumor tersebut ganas

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 48
maka tindakan operasi dilanjutkan dengan total parotidektomi dengan
menyelamatkan N. VII. Bila lnn.subdigastrik juga ada metastase maka dilakukan juga
deseksi radikal kelenjar limfe leher.
Radioterapi pasca-bedah dilakukan pada tumor ganas parotis yang
radikalitasnya diragukan dan pada high grade malignancy, kecuali karsinoma muko
epidermoid dan tumor sel asinus (low grade malignancy). Tumor ganas parotis yang
inoperabel dilakukan biopsi selanjutnya radioterapi.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 49
TUMOR GANAS JARINGAN LUNAK

BATASAN
Tumor ganas jaringan lunak ialah tumor ganas yang berasal dari derivat
jaringan mesenchym yang mengelilingi kerangka tulang tubuh. Dalam pengertian
jaringan lunak itu termasuk otot, tendon, fascia, ligament, lemak, synovia, pembuluh
darah, pembuluh limfe, saraf perifer, saraf autonom, ganglia. Tidak termasuk ialah
tumor yang berasal dari : tulang dan tulang rawan, gigi, kelenjar limfe dan darah, dan
jaringan lunak yang terdapat dalam suatu organ.

PATOLOGI
Tumor jaringan lunak patologis dapat dibagi berdasarkan asal jaringan dan
sifat tumor, sebagai berikut

Asal Jaringan Neoplasmxpnak Kode Neopl.Sifat tak tentu Kode I Neo plasma ganas Kode M
M
1. Jaringan ikat Fibroma NOS 8810/0 Agres.Fibromalosis 8821/1 Fibrosarkoma NOS 8810/3
Fibromixoma 8811/0 Abdomin.fibromatosis 8822/1 Fibromixosarkoma 8811/3
Periosteal fibroma 8812/0 Desmoplastic.fibroma 8823/1 Periostal fibrosark 8812/3
Fascial fibroma 8813/0 - Fascial fibrosark 8813/3
Fihrohistiostitoma 8830/0 Atypical Fibr.histisitom. mal. 8830/3
fibr.histiositoma 8830/1
Fibroxanthoma 8831/0 Atypical 8831/1 Fibroxanthoma. Mal 8831/3
Dermatofibroma 8832/0 fbroxanthoma Dermatofbrosarkoma
Dcrmatofibroma 8832/1 8832/3
protuberans
Jaringan Myxoma NOS 8840/0 - Myxosarkoma 8840/3
berlendir
Jaringan Lipoma NOS 8850/0 - Liposarkoma NOS 8850/3
lemak
Fibrolipoma 8851/0 - - well different 8851/3
Angiolipoma NOS 8861/0 Angiolipoma,infltr. 8861/1 -myxoid/embryonal 8852/3
Hibemoma 8880/0 - - round cell 8853/3
Lipoblastomatosis 8881/0 - -pleomorphic 8854/4
- mixed type 8855/3
Otot polos Leiomioma NOS 8890/0 Intravasc.leiomioma 8890/1
Epitheloid leiomioma 8891/1
Cellular leiomioma 8892/1
Otot bergaris Nioma 8895/0 Myosarkoma 8895/0
Rhabdomioma NOS 8900/0 Rhabdomiosarkoma 8900/3
-fetal 8903/0 -pleomorphic 8901/3
- adult 8904/0 - mixed type 8902/3
embryonal 8900/3
aveolar 8920/3
Mesenchym Mesenchymoma, 8990/0 Mesenchymoma NOS 8990/1 Mesenchymoma, mal.
benig Embryonal sarkoma 8990/3
8991/0
Synovium Synovioma benigna 9040/0 Synovial sarkoma 9040/3
- spindle cell type 9041/3
- epitheloid cell 9042/3
_ biphasic type 9043/3
Clear cell sarkoma 9044/3
8. Mensothelium Mesothelioma, benig 9050/0 - Mesothelioma, mal. 9050/3
-fibrous 9051/0 - -fibrous 9051/3
- ephiteloid 9052/0 - ephiteloid 9052/3
- bifasik 9053/0 - - bifasik 9053/3
9. Pembuluh Haemangioma NOS 9120/0 - Haemangiosarkoma 9120/3
darah
cavernous 9121/0 - (Angiosarkoma)
- venous 9122/0 - -
- racemose 9123/0 - -
capillary 9131/0 - -
intramuscular 9132/0 - -
Hemangioendothelio Hemangioendothelio Hemangioendotheliom
ma benign 9130/0 ma NOS 9130/1 a maligns 9130/3
Hemangiopericytoma Hemangiopericytoma Hemangioperiitoma
benigna 9150/0 NOS 9150/1 malign 9150/3
Angiofibroma NOS 9160/0 Hemangioblastoma 9161 / Kaposis sarkoma 9140/3
1
10. Pembuluh Limfangioma NOS 9171/0 - Lymphangiosarkoma 9170/3
limfe
- capillary 9171/0 - -

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 50
- cavcmous 9172/0 - -
- cystic 9173/0 - -
Limfangiomioma 9174/0 Limfangiomiomatosis 9174/1 -
IIemolimfangioma 9175/0 - -
11. Sarafperifer NeurofibromaNOS 9140/0 Neurofibromatosis Neurofibrosarkoma 9140/3
NOS 9540/1
-melanotic 9541/0 - -
-plexiform 9550/0 - -
Neurilemmoma NOS 9560/1 Neurinomatosis 9560/1 Neurilemmoma, mat. 9560/3
Neuroma 9570/0 - -
12. Ganglion Ganglioneuroma 9490/0 - Ganglio 9490/3
Symp. neuroblastoma
13. Embryonal Chordoma 9370/0 - Neuroblastoma 9500/3
vestigial - Chordoma, malign 9370/3
14. Hisiogenesis Giant cell tumor 9251/0 - Giant cell tumor, nut. 9251/3
tak
jelas Oeteoma, soft part 9180/0 - Osteosark, soft part 9180/3
Granular cell tumor 9580/0 - Granular cell tumor, 9580/3
maligna

KLINIS
1. Klasifikasi.
BERDASARKAN SIFAT DAN LOKASI TUMOR.
NEOPLASMA
SIFAT TUMOR LCD LCD LOKASI TYPE ICD KODE M
TUMOR
1. Ganas 171 ...0 Kepala & leher 1. Lipomatosis 272.8 74103
2. Jinak 215 ... 2 Lengan-bahu 2. Xanthoma 272.2 55300
a. Lipoma 214 ... 3 Tungkai-pinggang 3. Ganglion 727.4 33600
b. Lain-lain 215 ...4 Thorax 4. Fibromatosis
c. Hemangioma & 228 ... 5 Abdomen -cicatricalis 728.7 76170
lymphangioma ... 6 Pelvis -pseudosarcomatous 728.7 76130
3. Sifat tak tentu 238.1 ...7 Punggung -colli 728.7 76100
4. Sifat tak jelas 239.2 ... 8 Lain-lain -plantar 728.7 76100
9 Tak jelas 5. Nasal glioma 748.1 26160
6. Hemangiomatosis 757.3 76314
7. Hamartoma 759.6 75560
8. Miositis osifikans 728.1 73410

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 51
Stadium ( UICC , 1987 )
Stadium IA G1 T1 NO. MO.
IB G1 T2 NO. MO.
Stadium IIA : G2 T1 NO. MO.
IIB : G2 T2 NO. MO.
Stadium IIIA : G3-4 T1 NO. MO.
IIIB : G3-4 T2 NO. MO.
Stadium IVA : tiap G Tiap T N I. MO.
IVB : tiap G Tiap T Tiap N M i.

Derajat diferensiasi sel Arti dari T.N.M


GI diferensiasi baik T 1 0 <_ 5 cm
G2 diferensiasi sedang T2 0 > 5 cm
G3 diferensiasi jelek NO Tak terdapat meta region
G4 anaplastik Nl Terdapat meta region
MO Tak terdapat meta jauh
M1 Terdapat meta jauh

Gejala Klinis
1. Tumor ganas jaringan lunak dapat
berupa
a. plaque atau macula
b. tumor
c. tumor dengan ulcerasi
Umumnya berupa tumor yang tidak nyeri, tumbuh progresif. Kemudian melekat
dengan jaringan sekitarnya dan memborok. Metastase umumnya hematogen ke paru-
paru, hati, dan sebagainya. Metastase limfogen ke kelenjar limfe regional jarang.

2. Lokasi tumor
- tungkai : 40% (75% di sekitar lutut)
- tubuh : 50%
* dinding tubuh : 20%
* retroperitoneum ICD. 158.0 : 10%
* mediastinum ICD.164.9
- lengan
- kepala dan leher

3. Tipe morphologi
- fibrosarkoma : 25%
- rhabdomyosarkoma
- Liposarkoma
- mal. Fibrohistiocytoma : 10%
- nuerofibrosarkoma : 5%
- leiomyosarkoma : 5%
- lain-lain : 10%
- undifferentiated : 10%

4. Tumor jaringan lunak ganas umumnya terletak dalam dengan ukuran yang lebih besar
dari 5 cm dan tumor jinak terletak superficial atau di subkutan dengan besar yang
tidak lebih dari 5 cm.

PEMERIKSAAN
a. Klinis
1. Keluhan utama dan lain-lain keluhan serta sejak kapan.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 52
2. Riwayat penyakit dan pengobatan yang telah diberikan.
3. Faktor resiko mendapat sarkoma.
4. St. generalis kesan umum, gizi, kesakitan, sesak, berat & tinggi badan,
dan sebagainya.
5. St. penampilan : baik, cukup, sedang, jelek, atau jelek sekali.
6. St. penyakit : - Utama : a. Tumor primer (M)
b. Nodus regional (N)
c. Metastase jauh

(M)
d. Luas invase tumor
e. Stadium penyakit
f. Operabilitas
- Komplikasi
- Sekunder

b. Radiologi
1. X-foto pada lokasi tumor primer, kalau perlu CT-scan, USG, angiografi
2. Cari metastase : - X-foto toraks
- USG hati
c. Laborat
1. darah
2. urine
3. fungsi hati
4. fungsi ginjal
5. hemostatis
6. gula darah
7. lain-lain
d. Patologi
1. tipe morphologi tumor
2. derajat diferensiasi sel
3. Was invasi tumor
4. besar tumor
5. radikalitas operasi

DIAGNOSIS
a. Minis : sarkoma + lokasi tumor
contoh : sarkoma paha kanan.
b. Patologis : Tipe morfologi tumor + diferensiasi sel
contoh : Fibrosarkoma diferensiasi baik

Dasar diagnosa Minis suatu sarkoma ialah tumor yang


a. tumbuh progresif
b. Mengadakan perlekatan atau
memborok
c. mengadakan metastase

TERAPI
Pertimbangan, tumor ganas jaringan lunak tumbuh secara radiair dalam 3
dimensi. Pertumbuhan ini dapat dihalangi oleh fascia, septa, serta periosteum,
sehingga penyebaran melalui spatium yang paling rendah resistensinya yaitu
perivasculer atau perineural. Tumor dapat menyebar sampai 6 - 7 cm atau lebih di
luar batas makroskopis tumor itu, tetapi di dalam kompartmennya.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 53
1. Operasi
a. Eksisi luas : Ini meliputi pengangkatan tumor primer dengan jaringan normal
yang cukup luas di sekitarnya, termasuk seluruh otot yang terkena dari insersi
sampai origonya. Kalau perlu juga eksisi satu grup otot dengan pembuluh
darah dan syaraf atau satu kompartment otot. Kulit bekas biopsi di atas tumor
harus ikut di eksisi en bloc dengan tumor.
b. Amputasi, ini perlu untuk tumor yang letaknya dalam, menginfiltrasi
pembuluh darah besar, syaraf utama, beberapa spatium otot atau
kompartment, tulang dan sebagainya. Tergantung dari lokasi tumor dapat
dikerjakan : amputasi kaki/tangan, amputasi betis/lengan bawah, amputasi
paha/lengan atas, disarticulasi paha/lengan,
hemipelvektomi /amputasi interscapulo-thorakal.

2. Radioterapi
Pada umumnya tumor ganas jaringan lunak radioresisten. Beberapa jenis
radioresponsive, seperti : Kaposi sarkoma, malignant hemangioperisitoma,
liposarkoma, synovial sarkoma, chordoma dan sebagainya. Radioterapi diberikan
bila 1. operasi tidak radikal,
2. inoperabel, dan
3. prabedah pada tumor besar yang operabilitasnya diragukan.

3. Khemoterapi
Dapat dipakai : adriamycin, DTIC, methotrexate, vincristine, endoxan,
actmomycin D, dan sebagainya. Dianjurkan memakai : CyVADIC
a. CyVADIC
Cyclophosphamide : 500 mg /m2, iv. hari ke-1 }
2
Vincristine : 1.4 mg /m , iv. hari ke-1 dan 5 }diulangi tiap
Adriamycin : 50 mg /m2, iv, hari ke-1 }3 - 4 minggu
DTIC : 250 mg /m2, iv. hari ke-1 sd 5 }
b. CyVADACT : seperti di atas, DTIC diganti dengan
Actinomycine
D : 0,5 mg /m2, iv. hari ke-3 sd 5
c. ACM : - Adriamycin : 60 mg /m2, iv. }
- Cyclophosphamide : 600 mg /m2, iv. }diulangi tiap 3 minggu
- Methotrexate : 25 mg /m2, iv. }

FOLLOW UP
Dalam 3 tahun pertama setelah selesai terapi follow up dikerjakan setiap 3
bulan sekali. Diperiksa timbulnya residif, metastase dan status penampilan penderita.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 54
TUMOR GANAS KULIT

BATASAN
Tumor Wit ialah tumor yang bersal dari kulit dan adnexa, kecuali kulit dari genitalia.

PATOLOGI
Klasifikasi patologis tumor kulit didasarkan atas histogenesis dan sifat tumor, sbb
Asal Tumor T. Jinak Kode T.Sifat tak Kode Kara insitu Kode T. Gangs Kode
M tentu M M M
A. Ephitelioma 8011/0 - Care. Insitu; Epithelioma mal. 8011/3
EPITHELIAL
Sequamous cell
NOS 8010/2
Papilloma; 8050/0 - Papil.Ca insitu 8050/2 Papillary care. 8050/3
-verrucous 8051/0 - Bowen 8081/2 Squamous cell 8070/3
epithelioma
-squamous 8052/0 - - - ca. 8071/3
Papillomatosis 8060/0 - - - -keratinizing 8072/3
_ -non kratinizing 8073/3
-spindle cell 8052/3
Basal cell Basal cell tu. 8090/0 Basal cell to 8090/1 - -papillary 8090/3
Basal cell care.
Epithelioma -multicentric 8091/3
intraepithelial 8096/0 - - -morphea type 8092/3
-fibroepithelial 8093/3
Basosquamous 8094/3
ca 8095/3
Melatypical ca.
Skin adnexa Adenoma 8390/0 - - - - Adcnocareinoma 8090/3
Hair follicle Trichoepithelin 8100/0 - -
oma 8101/0 - - -
Trichololliculo
ma 8110/0 - - -
Piloinatrixoma
Sweat gland S.gl.adenoma 8400/0 S.gl.tumor 8400/1 - S.gl.adenocarc. 8400/3
Apocrine Apocrine
adenoma 8401/0 - - adenocarc. 8401/3
Eccr.acrospiro 8402/0 - - -
ma
Eccr.spriadeno 8403/0 - - -
ma
Syringoma 8407/0 - - -
Sebaceus gl. Sebaccus 8410/0 - - Sebac.adenocarc. 8410/3
adenoma 8420/0 - - Cenim.adenocarc 8420/3
Ceruminoua
Ectodermal aden. 9084/0 - - -
Demoid cyst.
Melanoticcell Nevus 8720/0 Giantpig.n. 8761/1 Melanosis 8741/2 Melanoma 8720/3
pigmentosus maligna
Non Melanotic -In melanosis 8741/3
pigm.nevus 8730/0 - freckle 8742/2 -In melanfreckle 8742/3
Nevus 8740/0 - - -In Giant.pig.nev 8761/3
-junctional
-intradermal 8750/0 - - -In blue nevus 8780/3
-compound 8760/0 - - Melanoma
-juvenile 8770/0 - - -nodular 8721/3
-blue 8780/0 - - -ballon cell 8722/3
-cellular 8790/0 - - -superficial
_ spreading 8743/3
_ - -epitheloid cell 8771/3
_ - -spindle cell 8772/3
- -mixed cell 8775/3
B. SOFT Dermatofibro 8832/0 - - Dermatofibrosarc 8832/3
TISSUE
ma 9131/0 - - Kaposi sarcoma 9140/3
Hemangioma
C. LYMPHOID - Mastocy- 9740/1 - Mycosis 9700/3
& toma fungoldes
HEMOPOID
D. UNCLASSI- Kulit 8000/0 Kulit 8000/1 Kulit 8000/2 Kulit 8000/3
FLED

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 55
Klasifikasi
Klinis tumor dibagi berdasarkan sifat dan lokasi tumor, yaitu
A. Sifat Tumor
I. Neoplasma
1. Ganas
a. Melanoma maligna
b. Karsinoma Wit
- kars. sel skuamosa
- basalioma
c. karsinoma adnexa Wit
2. Jinak
a. nevus pigmentosus
b. kiste dermoid
c. dermatofibroma
d. adenoma adnexa kulit
e. lain-lain tumor jinak
3. Karsinoma in situ
4. Neopl. sifat tak tentu
5. Neopl. sifat tak jelas

II. Lesi Pra Kanker


1. Nevus junctional
2. Nevus compound
3. Leukoplakia
4. Keratosis senilis
5. Leukoplakia
6. Keratosis senilis
7. Xeroderma pigmentosum
8. Cicatrix luka bakar
9. Radiation dermatosis
III. Tumor Non Neoplasma
1. Molluscum contagiusum
2. Verruca vulgaris
3. Condyloma accuminatum
4. Condyloma latum
5. Clavus
6. Keratoacanthoma
7. Keratosis seborrhoicum
8. Kiste epidermoid
9. Kiste sebaceum
10. Granuloma, foreign bodies
11. Granuloma, pyogenic

B. Lokasi Tumor
1. Kulit bibir
2. Kulit palpebra
3. Telinga & meatus acust.ext.
4. Muka
5. Tengkorak & leher
6. Tubuh, kecuali scrotum
7. Lengan dan bahu
8. Tungkai & bokong
9. Lain-lain
10. Tak Jelas

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 56
GEJALA KLINIS
1. Karsinoma sel basal (Basalioma ).
- Pertumbuhan : mulai sebagai suatu macula atau nodus. Dapat timbul de novo
atau pada lesi pra gams yang telah lama ada. Membesar pelan-pelan dalam
waktu tahunan. Meluas ke arah permukaan menimbulkan lesi berbentuk
plaque atau superficial spreading. Meluas ke arah luar atau dalam
menimbulkan lesi bentuk noduler /ulceratif.
- Bentuk
1. Plaque dengan penyebaran superfisial.
2. Nodule /noduler ulceratif.
3. Ulceratif = ulcus rodent,
4. Morphea
5. Kistis
6. Berpigmen
7. Eccrine adenoid basal cell ca
Lokasi : Umumnya di kulit muka atau kulit yang terkena sinar matahari.
Meta Hampir tidak pemah mengadakan metastase. Tumor hanya
mengadakan invasi & destruksi lokal.

2. Karsinoma sel skwamosa ( karsinoma epidermoid )


- Pertumbuhan Mulai sebagai suatu macula atau nodus de novo atau pada lesi pra
ganas yang telah lama ada. Pertumbuhan sangat variabel.
Ada yang cepat ada yang lambat tergantung dari derajat
diferensiasi sel. Meluas ke arah luar menimbulkan tumor
eksofitik /papiler, meluas ke arah dalam menimbulkan
nekrose / ulcus atau tumor endophytik.
Bentuk : 1. Tumor ; eksofitik atau papiller
2. Ulcus
3. Noduler-ulceratif
Lokasi Dapat di mana saja di kulit tubuh, tetapi umumnya di kulit kaki
Meta atau muka.
Mengadakan meta regional maupun jauh.

3. Melanoma maligna
- Pertumbuhan : Mulai dari suatu nevus ( 70%) atau de novo ( 30% ) umumnya
membesar dengan cepat, tetapi dapat pula mengalami regresi spontan
walaupun jarang. Tanda-tanda suatu nevus menjadi maligna :
1. nevus membesar
2. warna bertambah hitam dan gelap
3. terasa gatel
4. mudah berdarah
5. timbul erosi /ulcerasi
6. timbul satelitosis
7. meta in-transit
8. meta regional atau jauh.
- Bentuk : Umumnya tumor mengandung pigmen melanin yang berwarna hitam
tetapi ada pula yang tidak berpigmen ( melanotic melanoma ). Ada
bermacam macam bentuk
1. Plaque atau superficial spreading
2. Noduler
3. Lentigo maligna
4. Non pigmented atau a melanotic
melanoma

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 57
5. Meta tanpa diketahui letak tumor
primer.
- Meta : Sangat cepat mengadakan metastase, baik regional maupun jauh sering
bersamaan.

PEMERIKSAAN
1. Klinis
1. Apa keluhan utama dan lain-lain keluhan serta sejak
kapan. 2. Riwayat penyakit serta kecepatan tumbuh
tumor.
3. Pengobatan yang telah diberikan
4. Faktor resiko /etiologi
- pekerjaan utama
- radiasi pada waktu yang lalu
- kelainan pra ganas
- kanker dalam keluarga
- kontrak dengan karsinogen
- dan sebagainya
5. Keadaan fisik
a. Status generalis : kesadaran, kesakitan, sesak nafas BB /TB dan
sebagainya.
b. Status penampilan : baik /cukup /lemah /jelek /jelek sekali.
c. Status penyakit
1. Utama : - Tumor lokal (T) :
Bentuk lesi, lokasi, besar dalam cm, warna, luas invasi,
satelitosis serta jaraknya dari tumor primer, operabilitas.
Nodus regional (N )
Ada /tidaknya pembesaran kel. limfe, banyaknya sel.
limfe yang terlibat, fiksasi kel. limfe, operabilitas
- Metastase jauh (M )
Lokasi, luas, banyaknya serta fungsi organ yang terkena.
2. Komplikasi Penyakit
3. Penyakit sekunder
Radiologi
1. X-foto lokasi tumor, pd T3 - 4.
2. Cari meta : thorax, hati dan sebagainya.
Laborat
1. darah 5. hemostasis
2. urin 6. gula darah
3. fungsi 7. lain-lain
hati
4. fungsi
Patologi ginjal
1. Biopsi tumor dengan anestesi umum atau block. Tidak boleh anestesi
infiltrasi.
2. Spesimen operasi untuk menentukan : type morphologi, derajat
diferensiasi sel, level dan dalam invasi tumor, besar tumor, radikalitas
operasi.

TERAPI
1. Tumor primer : a. Operabel : 1. Eksisi luas dengan jarak dari tepi tumor
untuk
- karsinoma sel basal : 'h - 1 cm
- karsinoma epidermoid :1-3

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 58
cm
- melanoma maligna :3-5
cm
Defek kulit ditutup dengan flap kulit
atau "free skin graft"
2. Amputasi atau Disartikulasi
3. Elektrocoagulasi
4. "Cryosurgery"
5. "Radioterapi"
b. Inoperabel : 1. Radioterapi
2. Elektrocoagulasi dan "radioterapi"
2. Meta Regional
a. Operabel Regional limfadenektomi
b. Inoperabel Radioterapi
3. Meta jauh
a. kars. epidermoid : Bleomycin - DTIC
15 - 30 mg iv. 2x per minggu
200 - 300 mg /m2 dd. iv. untuk 5 hari.
Ulangi tiap 3 - 4 minggu.
- MeCCNU : 200 mg /m2 po. dosis tunggal.
Ulangi tiap 6 minggu.
- Melphalan : 100 mg perfusi regional untuk meta in

FOLLOW UP Dalam waktu transit.


0 - 3 tahun : tiap 3 bulan sekali
3 - 5 tahun : tiap 6 bulan sekali
> 5 tahun : tiap 1 tahun sekali

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 59
TUMOR GANAS MAMMAE

BATASAN
Tumor ganas mamma ialah tumor ganas yang berasal dari parenchyma,
stroma, areola dan papilla mamma. Tumor ganas yang berasal dari kulit mamma tidak
termasuk tumor ganas mamma, tetapi dalam tumor ganas kulit.

PATOLOGI
Sebagian besar tumor ganas mamma itu berupa karsinoma mamma ( 97% ), sisanya
sarkoma mamma ( 3% ). Karsinoma mamma sebagian besar berasal dari ductus
laktiriferus (90%), lainya dari lobulus ( 6% ), papilla dan areola ( 2% ) dan sebagian
kecil tak jelas asalnya (2%). Tumor ganas mamma dibagi menjadi 3 golongan
( WHO, Geneve, 1978 ), yaitu :
I. Karsinoma mamma
1. Non infiltrating carcinoma
a. Intraductal cars.
b. Intralobular cars.
2. Infiltrating carcinoma
a. Infiltr. duct carc.
b. Infiltr. lob. Carc.
3. Variant histologi khusus
a. Cars. Medullare M.
b. Carc. Inflamat M.
c. Carc. Paget
d. Carc. gelatins M.
e. Carc. Papilifer M.
f Carc. cribriform M.
g. Carc. scirrhosum
h. Carc. epidermoid

II. Sarkoma mamma


1. Kristosarkoma phylloides
2. Lain-lain sarkoma

III. Karsinosarkoma

KLINIS
1. Klasifikasi
Klasifikasi klinis tumor ganas mamma didasarkan atas jenis kelamin dan lokasi
utumor pada mamma.
1. Jenis kelamin
a. Wanita
b. Pria
2. Lokasi tumor dalam mamma
a. Papilla & areola
b. Kwadran sentral
c. Kwadran medial atas
d. Kwadran medial bawah
e. Kwadran lateral atas
f. Kwadran lateral bawah
g. Regio axilla
h. Lain-lain

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 60
2. Manifestasi klinis
Karsinoma mamma klinis dapat berupa
1. Tumor pada mamma. Ini yang terbanyak. Kita duga suatu tumor pada
mamma ganas bila
Klinis tak jelas tumor itu suatu tumor jinak.
Timbul pada wanita setelah usia 35 tahun ke atas, walaupun
tumor itu kelihatan sebagai jinak.
Berupa kiste yang berisi cairan berdarah.
2. Perdarahan atau keluar sekreta abnormal dari puting susu.
3. Erosi atau eksema pada puting susu yang tidak menyembuh dengan
pengobatan biasa dalam waktu 1 bulan.
4. Mammografi atau USG menunjukkan ada bayangan tumor yang
mencurigakan keganasan.

3. Stadium karsinoma mamma ( UICC 1987 )

St. 0 : Tis. NO. MO. St. IIIA : TO. N2. MO.


T1. N2. MO.
St. I : T1. NO. MO. T2. N2. MO.
T3. N1-2. MO.
St. IIA : TO. N1. MO.
T1. N1. MO. IIIB T4. TiapN. MO.
T2. NO. MO. TiapT. N3. MO.
IIB. T2. N1. MO. St. IV Tip T. TiapN. M1.
T3. NO. MO.

Tis : In situ
T1 :52 cm

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 61
Klinis tidak dibedakan apakah tumor ganas Lazimnya disebut karsinoma atau kanker
saja. mamma itu suatu karsinoma atau sarkoma.

Tla ::!g 0.5 cm


Tlb :>0.5-l cm
Tlc :>1-2cm
T2 :>2-5 cm
T3 :>5cm
T4 : Dinding torak/kulit.
T4a : Dinding torak
T4b : Kulit
T4c : 4a dan 4b
T4d : karsinoma inflamator
KLINIS PATOLOGIS
N1 Axilla mobil pN 1
pNla Hanya meta mikro <_ 0.2 cm
pNlb Meta makro
i. 1-3node0.2<4<2cm
ii. >_ 4node0.2<~<2cm
iii. menembus kapsel/< 2 cm
iv. >_ 2 cm.
Axilla melekat pN2
Mammaria interna pN3
MO Tidak terdapat metastase jauh.
Ml Terdapat metastase jauh.

4. Dasar diagnose klinis karsinoma mamma :


Tumor pada mamma yang
1. Tumbuh progresif
2. Mengadakan infiltrasi ke
a. kulit di atas tumor mengalami :
Erythema kulit, melekat dengan kulit, peau d' orange, satelite nodule,
ulcerasi.
b. m. pectoralis : melekat dengan musc. pectoralis.
c. dinding torak : melekat dengan dinding
torak. 3. Mengadakan metastase ke
a. kel. limfe regional : 1 nn. axilla 0 > 1 cm, melekat, oedema lengan
b. organ jauh : pare, tulang, hati, mamma kontraletral, kel.limfe, kulit dan
sebagainya.
Karsinoma mamma yang belum mengadakan infiltrasi dan atau metastase,
diagnose klinis karsinoma mamma belum dapat dibuat.
Dalam hal ini diagnosa barn sampai pada "tumor mamma NOS " dan diagnose
karsinoma mamma ditegakkan dengan pemeriksaan patologi.
5. Keluhan : Pada karsinoma mamma stadium dini keluhan tidak banyak. Umumnya
berupa tumor yang tidak nyeri, atau keluar cairan serous /darah dari puting susu.
Pada stadium lanjut keluhan dapat banyak sekali, seperti : tumor yang makin lama
makin besar, nyeri pada mamma, borok yang berbau, perdarahan dari borok, sakit-
sakit tulang /patah tulang, lumpuh, kuning, sesak nafas, batuk-batuk, sakit kepala
dan sebagainya.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 62
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Minis
1.Apa keluhan utama dan lain-lain keluhan dan sejak kapan.
2.Bagaimana riwayat penyakit serta kecepatan tumbuh tumor.
3.Pengobatan yang telah diberikan : obat apa, oleh siapa, dimana dan bagaimana
hasilnya.
4.Faktor resiko mendapat kanker mamma
a. Umur waktu menarche /menopause, serta status menstruasinya.
b. Banyak anak, umur waktu melahirkan anak pertama, lamanya menyusui.
c. Penyakit mamma yang pernah diderita.
d. Kanker dalam keluarga.
5.Keadaan fisik
a. Status generalis : kesadaran, kesakitan, sesak nafas, tensi,
nadi, BB /TB dsb. b. Status penyakit
5.1. Utama
- Tumor mamma ( T ) lokasi, banyaknya , bentuk, besar
( cm ),
konsistensi, infiltrasi, kulit /m. pectoralis Minding
toraks, operabilitas. - Nodus axilla (N) : banyaknya
kelenjar limfe yang membesar, diduga
/tidak mengandung metastase, oedema lengan.
- Meta jauh (M) : lokasi, luas, banyaknya, bagaimana
fungsi organ.
5.2. Radiologi
1.Mammografi
2. X-foto toraks
3. Kp. - galaktografi
- ultrasonografi
foto /bone
- tulang scan
- CT-scan
5.3. Laborat
1. darah
2. urin
3. gula darah
4. fungsi hati
5. fungsi ginjal
r 6. hemostatis
7. alk. fosfatase
8. cholesterol
9. estrogen reseptor

10. Kp. - aktivitas


estrogen - hormon lain
5.4. Sitologi
l . sekreta puting susu
2. isi kiste
3. aspirasi tumor dengan jarum halus
4. Kp. sumsum tulang
5.5. Patologi
1. Biopsi dengan "vries coupe" bila diagnose klinis belum
jelas. 2. Spesimen operasi :
a. pT : banyak tumor, besar tumor, jenis histologi, invasi tumor ke
pembuluh darah /limfe.
b. pN : banyak kel limfe yang mengandung meta /yang ditemukan,

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 63
tinggi level meta, reaksi histiosit, metastase
ekstranodal.

DIAGNOSIS
1. Tata laksana Diagnostik
a. Minis jelas tumor ganas
- operabel : pemeriksaan patologi dari spesimen
operasi - inoperabel : biopsi tumor
b. Tumor mamma NOS : biopsi "vries coupe"
VC - ( tumor jinak) : cukup eksisi tumor saja.
VC - (tumor ganas) : teruskan mastektomi.
Kemudian konfirmasi hasil VC dengan PC (Parafine
coupe ).
c. Kiste mamma : aspirasi cairan dan periksa sitologi. Bila kiste berisi cairan berdarah
atau hasil pemeriksaan sitologi kelas 4 atau 5, eksisi kiste dan periksa Vries
Coupe.
d. Perdarahan putting susu : eksplorasi ductus dengan tuntunan zat warna methylene
biru yang disuntikkan ke dalam ductus yang mengeluarkan darah /cairan dan
dengan VC.
e. Tak teraba tumor, tetapi mammografi atau USG menduga keganasan eksisi jaringan
yang diduga ganas dengan tuntunan kawat yang ditusukkan ke dalam jaringan
momma, dengan VC.
2. Diagnosa
a. Minis : - Utama : dalam 4 angka menurut ICD yaitu karsinoma
( ICD
3 angka) dan lokasi tumor ( ICD 1
angka ). - Komplikasi : bila ada
- Sekunder : bila ada
contoh : Karsinoma mamma lateral atas kiri ICD. 174.4
b. Patologi : Dalam 5 angka menurut kode ICD M yaitu : type tumor ( M 4 angka )
dan sifat tumor (1 angka ). contoh : infiltrating ductal cell carinoma.
M. 8500 /3

TATALAKSANA TERAPI
St. I. 1. Mastektomi radikal atau mastektomi modifikasi radikal.
2. Radioterapi pasca bedah, bila
a. tumor terletak di kwadran medial atau sentral.
b. operasi hanya berupa eksisi tumor/mastektomi partial
c. lapangan operasi terkontaminasi oleh sel kanker. d. patologis kel. limfe
axilla mengandung meta (N+ )

St. II. 1. Mastektomi radikal atau mastektomi modifikasi radikal.


2. Radioterapi pasca bedah dengan dosis 4000 - 6000 rad.
3. Kemoterapi adjuvant dengan CMF atau CAF untuk 6 siklus tiap 4 minggu
sekali.
St. III a. Operabel:
3 . mastektomi simpel dengan toilet axilla atau mastektomi radikal
modifikasi
4. radioterapi pasca bedah dengan dosis 4000 - 6000 rad.
5. kemoterapi adjuvant dengan CMF atau CAF untuk 6 siklus tiap 4 minggu
sekali.

b. Inoperabel
1. radioterapi primer dengan dosis 4000 - 6000
rad. 2. bila

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 64
- menjadi operabel : mastektomi simpel dengan toilet axilla dan
kemoterapi adjuvant.
- tetap inoperabel : terapi seperti st. IV.
St. IV. : 1. Terapi sistemik. Ini merupakan terapi
utama.
a. Reseptor estrogen positif atau tidak
tahu.
1. Pra & Perimenopause
1.1. Ovariektomi
bilateral 1.2.
Adrenalektomi
- Bedah : adr. bilateral
- Medis : aminoglutethemidine + prednison
1.3. Hipophysektomi
1.4. Tamoxifen
2. Pasca menopause
2.1. Tamoxifen
2.2. Hentikan tamoxifen ( efek
withdrwal ) 2.3. Beri lagi hormon
lainnya.
a. androgen pada meta tulang
b. estrogen pada meta jar. lunak
c. kortikosteroid pada meta viscera
Evaluasi hasil terapi 6 - 8 minggu setelah terapi itu dimulai.
Bila : - berhasil : teruskan terapi itu sampai timbul progresi
lalu ganti dengan terapi hormonal
garis berikutnya.
- gagal berikan khemoterapi.

b. Reseptor estrogen negatif


Beri khemoterapi
- Standart : salah satu dari kombinasi : CMF, CMFVP, CAF atau
VAC.
- Optional : salah satu dari L-PAM, MMC, Thiotepa.

2. Terapi lokoregional, kalau perlu


a. Operasi : - mastektomi simpel
debulking
- radioterapi
3. Terapi komplikasi
a. Fraktura patologi
- reposisi
- fiksasi
- immobilisasi
- radioterapi pada tulang yang
patah
b. Oedema lengan
- diuretika
- pneumatic sleeve
- operasi : - kondolion
- transposisi omentum
c. Gerakan lengan
terbatas
- fisioterapi
d. Effusi pleura
- aspirasi Bullow drainage

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 65
- bleomycin'60 mg dalam 100 cc saline atau FU 500 mg
intrapleural. e. Hyperkalsemia
- rehydrasi
- kortikosteroid
- mithramycine 0,05 - 0,050 mg /kg BB iv.

Kemoterapi untuk karsinoma mamma


1. CMF : - Cyclophosphamide : 100 mg /m2 dd po. hari ke-1 sd. 14
- Methotrexate : 40 mg /m2 iv. hari ke 1 dan 8
- Flourouracil : 600 mg /m2 iv. hari ke 1 dan 8 siklus
diulang tiap 4 minggu.
2. CAF - Cyclophosphamide 500 mg /m2 iv. hari ke l dan 8
- Adriamycin : 50 mg /m2 iv. hari ke 1 dan 8

3. CMFVP

Fluorouracil
Cyclophosphamide Methotrexate Flourouracil Vincristine
Prednison

sikius diulangi tiap 4 minggu.


500 mg /m2 iv. hari ke 1 dan 8 siklus diulang tiap 4 minggu. 400 mg /m2 iv. hari
ke 1 30 mg /m2 iv. hari ke I dan 8 400 mg /m2 iv. hari ke 1 dan 8 1 mg /m2 iv. hari
ke 1 dan 8 10 mg /m2 3 dd po. hari ke 1 sd. 14
Terapi hormon untuk karsinoma mamma
1. Estrogen :
- Lynoral 3x1-5tabl.@0.1mgpo.
- Diethylstilbestrol 3x1-3tabl. @5 mgpo.
- Oestradiolbenzoate 2 - 3 x 10 - 15 mg per minggu im.
2. Androgen : - Methyl testosteron 25 - 100 mg dd po.
- testolactone 1 x 250 mg per minggu im.
testosteron propionat 3 x 100 mg per minggu im.
sustanon 1 x 250 mg per minggu im.
3. Progesterone: medroxyprogesterone acetate: 300 - 600 mg dd po.
hydroxyprogesterone caproate: 1 - 2 x 500 mg. per minggu im.
4. Kortikosteroid prednison . : 15 - 20 mg dd po. tabl. @ 5 mg.
- cortison acetate 100 - 200 mg dd po. tabl. @ 5 mg
dan 10 mg.
5. Antiestrogen : - tamoxifen
6. Antihormon : - aminoglutethemidine 3 - 4 x dd 1 tabl. @ 250 mg. po.
Kriteria inoperabilitas
1. Tumor melekat pada dinding toraks.
2. Ada "satellite nodule" yang luas sampai di luar daerah
mamma.
3. oedema lengan.
4. mastitis karsinomatosa.

FOLLOW UP
Sedikitnya dalam waktu
1. 0 - 3 tahun : setiap 3 bulan sekali
2. 3 - 5 tahun : setiap 6 bulan sekali
3. > 5 tahun : setiap 1 tahun sekali sampai seumur hidup.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 66
TUMOR JINAK MAMMAE

BATASAN
Tumor jinak mamma ialah neoplasma jinak yang berasal dari parenchyma,
stroma, areola, dan papilla mamma, tetapi tidak dari kulit mamma. Di klinik, tumor non
neoplastik mamma untuk praktisnya dimasukkan pula dalam tumor jinak mamma.

PATOLOGI
Tumor jinak mamma, patologis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Neoplasma jinak mamma
1. Adenoma mamma
2. Adenoma papilla mamma
3. Ductal papilloma
4. Fibroadenoma mamma
- FAM pericanalicular
- FAM intracanalicular
5. Kistosarkoma phylloides benigna
6. Tumor jinak jaringan lunak manusia
b. Dysplasia mamma
1. Kiste mamma
- simpel
- papiller
2. Fibrocystic deases 3.
3. Adenosis
4. Proliferasi atypik duct
5. Duct ectasia
6. Fibrosclerosis
7. Ginekomasti
8. Lain-lain tumor non neoplastik mamma
GEJALA KLINIS
1. Keluhan dapat
a. tidak ada
b. tumor pada mamma
c. neri pada mamma
d. keluar darah /cairan dari puting susu
e. lain-lain
2. Pemeriksaan
a. Fisik
1. Keluhan utama apa dan lain-lain keluhan serta sejak kapan.
2. Riwayat penyakit dan pengobatan yang telah diberikan
3. Faktor resiko mendapat kanker mamma
4. St. generalis : kesan umum, gizi, kesakitan, sesak, tinggi dan berat
badan dan sebagainya.
5. St. penampilan : balk, cukup, lemah, jelek, jelek
sekali.
6. St. penyakit
a. Utama . - Tumor pada mamma ( T) - Luas infiltrasi tumor
- Nodus axilla (N) - Stadium penyakit
- Metastase jauh (M) - Operabilitas
b. Komplikasi
c. Sekunder

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 67
b. Radiologi : Kp : - Foto toraks - Ultrasonografi
- Mammografi
c. Laborat
1. Darah
2. Urin
3. Kp.
- Fungsi hati - Fungsi ginjal - Hemostatik
- Gula darah
- dan lain sebagainya

d. Sitologi
1. Sekreta puting susu
2. Cairan kiste

e. Patologi
1. Biopsi tumor dengan "Vries coupe" (CV) atau parafin coupe (P).
2. Spesimen operasi

3. Kriteria diagnostik klinik


3.1. Fibroadenoma mamma
1. Tumor timbul atau terdapat pada wanita muda, umur 15 - 30
tahun.
2. Tumor membesar sangat pelan, dalam waktu tahunan.
3. Tumor : - bentuk bulat atau lonjong.
- batas tegas
- tidak besar, diameter 1 - 5
cm.
- permukaan rata
- konsistensi padat kenyal
- sangat mobil dalam corpus mamma.
4. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe axilla maupun tanda meta jauh.

3.2. Kistosarkoma phylloides


1. Tumor : - bentuk bulat atau lonjong.
- batas tegas
- ukuran besar, diameter > 5 cm
- permukaan berbenjol-benjol
- konsistensi tak sama untuk seluruh tumor, ada bagiana
yang padat ada yang kistik.
- tidak melekat dengan kulit maupun dengan m.
pectoralis dan sangat mobil dari m. pectoralis.

2. Kulit di atas tumor dapat tegang dan mengkilap dengan ada pelebaran vena
subkutan.
3. Tidak ada pembesaran kelenjar lymphe axilla maupun tanda meta jauh.

Gambaran klinik kistosarkomaphylloides dapat mirip dengan fibroadenoma


mamma, hanya ukurannya yang lebih besar. Karena itu juga
kistosarkomaphyllodes disebut " giant fibroadenoma mamma".

3.3. Dysplasia mamma


Klinis dysplasia mamma dapat dibedakan menjadi 2 bentuk
utama

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 68
a. Tanpa tumor
Mamma teraba padat, noduler, lokal atau difus, uni atau bilateral dan sedikit
nyeri.
b. Dengan tumor
1. Tumor kistik yang berisi cairan "serous" atau keruh.
Kiste dapat singel atau multipel dengan besar yang bervariasi, uni atau
bilateral.
2. Tumor padat dengan batas-batas yang tak tegas, singel atau multipel, uni
atau bilateral.
Bila tumor singel dan uniteral sangat sukar dibedakan dengan karsinoma
mamma

Sifat tumor pada dysplasia mamma ialah


1. Tumor dapat membesar dan mengecil secara periodik sesuai dengan siklus
menstruasi, kadang-kadang secara spontan dan bahkan dapat menghilang
sendiri.
2. Nyeri pada mamma yang datang dan menghilang secara periodik sesuai dengan
siklus menstruasi. Umumnya nyeri pre mensisdan menghilang post mensis.
Kadang-kadang nyeri itu tidak ada kaitannya dengan siklus menstruasi.
3. Kelainan pada mamma umumnya bilateral, walaupun tidak sama hebatnya
pada mamma kanan dan kiri.

3.4. Hypertropia mamma


1. Mamma padat, noduler, besar dengan ukuran melebihi batas normal.
2. Kelainan dapat unilateral tetapi umumnya bilateral.
3. Kelainan dapat pula ditemukan pada
a. anak-anak yang disebut : hypertrophia mamma prepubertal.
b. laki-laki yang disebut : ginekomasti

Catatan
1. Pada seorang terdapat tumor multipel baik dari satu jenis maupun beberapa
jenis sehingga gambaran menjadi campuran. Dalam hal yang demikian
diagnose didasarkan pada gambaran klinis yang paling menonjol. Misalnya
campuran antara Fibroadenoma dengan Dysplasia mamma atau dengan
kistosarkoma phylloides yang terdapat pada satu atau kedua mamma.
2. Gambaran klinik tak memenuhi satupun dari kriteria diagnostik untuk masing-
masing jenis tumor. Dalam hal yang demikian diagnose klinik menjadi
"tumor mamma" saja
yaitu tumor mamma yang jenis atau sifatnya belum dapat ditentukan.
Pemeriksaan patologi nanti yang akan memastikan apa diagnosenya.
Misalnya gambaran klinis karsinoma mamma dini dapat menyerupai
fibroadenoma, Dysplasia mamma, papilloma intra ductal dan sebagainya.

PENATALAKSANAAN
1. Tumor jinak mamma
Eksisi tumor sedapat mungkin melalui garis sayatan sircumareoler
tepat pada batas areola dengan Wit untuk mendapatkan bekas sayatan yang baik.
Bila hal ini tak mungkin melalui garis sayatan inframmaria atau langsung
melengkung di atas tumor. Spesimen operasi diperiksa patologis untuk konfirmasi
diagnose.
2. Kiste Mamma
Aspirasi kiste. Cairan yang keluar diperiksa sitologis. Bila terus keluar setelah 2 -
3 x aspirasi dengan jarak waktu 2 - 4 minggu, eksisi kiste.
3. Fibroadenosis mamma dan Fibrisclerosis mamma.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 69
a. Abstenensi makanan /minuman yang mengandung xanthine, seperti teh, kola,
kopi, coklat dan sebagainya.
b. Vitamin B-complex, C dan E dosis tinggi.
c. Hormonal:
Progesterone atau progestin dari hari ke 15 /15 sampai ke 25 post mensis
untuk 3 - 6 siklus. Dosis medoxyprogesterone acetate 10 mg dd.
Norethindrone acetate 10 mg dd. Norethindrone acetate 5 mg dd.
- Danazol 200 - 400 mg dd untuk 3 - 6 bulan.
d. Kalau perlu analgetika
e. Bila tidak ada respon terhadap terapi konservatif di atas dapat dikerjakan
mastektomi partial atau mastektomi subkutan dengan atau tanpa implan.
4. Ginekomasti
a. Konservatif : testosteron
b. Operatif : Eksisi ginekomasti /subkutan mastektomi

FOLLOW UP
Follow up tiap 3 - 6 bulan untuk 1 - 2 tahun.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 70
TRAUMA TORAKS, PNEUMOTORAKS, HEMATOTORAKS

TRAUMA THORAKS

BATASAN
Semua keadaan rudapaksa pada toraks dan dinding toraks, baik
trauma/rudapaksa tajam maupun tumpul.

PATOFISIOLOGI
a) perdarahan jaringan interstitium, perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps kapiler-
kapiler kecil dan atelektasis, hingga tahanan perifer pembuluh paru naik, aliran
darah turun : 4 Pertukaran Gas Berkurang.
b) sekrit terkumpul karena batuk kurang.
c) terjadi konpresi dan dekompresi karena "coup en contre coup".

GEJALA KLINIS
1. sesak nafas, pernafasan asimetri.
2. nyeri, nafas berkurang, ekskursi turun.
3. ada jejas atau trauma (luka).
4. emfisema kutis ?

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. X-Foto thoraks 2 arah (PA/AP &
Lat).
2. Diagnosis fisik paru

DIAGNOSIS BANDING
sesak non-trauma : asma

PENYULIT
Atelektasis pare
Pneumotoraks, hematotoraks (lihat pedoman diagnosis dan terapi pneumotoraks).
"tension-pneumothorax" (ventil-)
"flail-chest"

PENATALAKSANAAN
1. Fiksasi costa yang patah (plester pada saat ekspirasi)
Tutup luka primer pada trauma tajam (jahit dengan anestesi setempat)
2. Analgetika
3. Lakukan X-foto kontrol, lihat situasi dan diagnosis selanjutnya.
Akibat dari trauma Toraks, dapat pula menimbulkan Pneumotoraks, Hematotoraks

BATASAN
Pneumotoraks : terdapatnya udara dalam rongga-pleura : paru-paru kolaps.
Hematotoraks : terdapatnya darah dalam rongga-pleura, sehingga pare terdesak
dan
juga ada anemia (perdarahan!)
Gabungan : Hemato-Pneumotoraks.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 71
PATOFISIOLOGI
karena tekanan negatif intra-pleura, maka udara luar terhisap masuk ke rongga-
pleura ("sucking-wound").
karena sifat elastis pare, maka paru akan kolaps ("mengkerut").
karena sifat elastis dinding thoraks, maka "kurungan" ini melesat kearah luar.
karena ada trauma tajam, ada perdarahan, darah akan masuk kerongga pleura,
dengan
atau tanpa pneumotoraks.

GEJALA KLINIS
1. nyeri dada hebat (sisi).
2. dispneu/sesak nafas.
3. batuk, rasa takut.
4. dapat terjadi emfisema kutis.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


a) tampak hemitoraks yang bersangkutan diam.
b) perkusi : hipersonor (pneu), redup (hemato).
c) auskultasi suara nafas menurun.
d) X-foto toraks

DIAGNOSIS BANDING
Status asmatikus

KOMPLIKASI
tension pneumotorax (awas, gawat).
pneumotoraks bilateral (sesak hebat).
(lambat:) empiema

PENATALAKSANAAN
1. Bila pneumotoraks kurang dari 30%, atau hematotoraks ringan (300 cc). Terapi
Simtomatik, Observasi.
2. Bila pneumotoraks lebih dari 30%, atau hematotoraks sedang (300-800 cc)
Drainase Cavum Pleura dengan W. S.D.
Dianjurkan untuk melakukan drainase dengan "continuous suction unit".
3. Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali hares dipertimbangkan
thorakotomi.
4. Pada hematotoraks yang massiv (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc) segera Torakotomi.

Catatan tambahan/resume
Indikasi melakukan drainase rongga thoraks
1. Pneumotoraks lebih dari 30 % (25%).
2. Persiapan respirator.
3. Persiapan pembiusan dengan intubasi endotrakeal.
4. Pneumotoraks residif.
5. Kombinasi dengan hematotoraks (hemato-pneumotoraks).
6. Hematotoraks lebih dari 300 cc.
7. Pneumotoraks bilateral.
8. Hematotoraks bilateral (meskipun masing-masing 300
cc).
9. Flail-chest.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 72
VARICES TUNGKAI

BATASAN
Memanjangnya, berkelak-kelok dan pembesaran dari vena di'tungkai.
Jenis/pembagian
1) Varices Truncal.
2) Varices Reticularis
3) Varices Capillaris

PATOFISIOLOGI
Terdapatnya inkompetensi dari katub-vena, hingga terdapat "reversal flow"
atau aliran balik dalam pembuluh vena, lalu mengembang dan berkelok,
menimbulkan pula rasa nyeri/kemeng.
Inkompetensi katub dapat terjadi pada :
a) vv. perforantes dan varices truncal.
b) vv. communicans dan varices reticularis et capillaris.
Hormonal berpengaruh pada timbulnya primer (alfa reseptor otot polos dinding vena)
dan kekuatan memompa m. gastrocnemius mempengaruhi arah aliran darah balik.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Terdapat 4 stadium Minis
1. Stadium -1 : keluhan tidak spesifik, kemeng, linu, retlessleg, gringgingen,
semutan, dan sebagainya.
II. Stadium - II : Phleboekstasia.
III. Stadium - III : Varices sesunguhnya, keluhan jejas.
IV. Stadium - IV : "Chronic venous insufficicy", ada ulcus-varicomus. Kelainan
trofik.

KOMPLIKASI
Perdarahan varices yang pecah.
Tromboflebitis akut/kronik.
Sellulitis, gangren.

PENATALAKSAAN
1) Pembedahan : stripping varices, ligasi vv.communicans ligasi vv. perforantes
ekstraksi
vena (Babcock), pads : - Varices truncal St.II - III
- Varices Reticularis St. III
2) Pembedahan dengan Thiersch dan eksisi ulcus pada Stadium - IV.
3) Skleroterapi dilakukan
pada - Varices
Capillaris - Varices
Reticularis St - II.
4) Terapi konservatif berupa
pemasangan bebat elastik tungkai, pemakaian kaos kaki tungkai elastik,
pemakaian sepatu bertumit tinggi.
Obat-obatan vasoaktip.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 73
Catatan : Tes klinis yang dipakai untuk evaluasi
1. Tes Trendelenburg
A. Penderita tidur, tungkai dikosongkan dengan menaikkan ke atas, kalau perlu
dengan massage.
Setelah kosong, penderita berdiri, pemeriksa menahan daerah inguinal,
atau dengan tourniquet.
penderita disuruh berdiri.
pada insuffisiensi ringan : terisi lebih dari 45 detik.
bila setelah berdiri, cepat < 10 detik) terisi kembali dari bawah /distal
berarti ada kebocoran pada communicans - "Tes Trendelenburg satu
positif'
(Insuffiesiensi communicans).
B Ikatan bisa diturunkan pada titik-titik di bawah, sehingga dapat diketahui
v.communicans mana yang insuffisiensi.
C Diulang prosedur seperti pada A, tetapi setelah penderita berdiri, langsung
lepas tahanan tersebut : bila terlihat pengisian vena dari proximal ke
distal - ada reversal flow. - "Trendelenburg dua positif (insuffisiensi
superficialis). Normal : waktu dilepas : terisi dari bawah dan lambat
(lebih dari 15 detik).

2. Tes Perthes
Penderita berdiri bagian inguinal diikat sedang.
Penderita kemudian diminta berdiri lari di tempat atau jongkok berdiri
berulang.
Bila
A. Varices makin mengempis, maka sistim profunda masih baik, aliran darah
varices dipompa masuk ke sistim profunda;
B. Varices makin tegang dan penderita lebih nyeri hebat, maka berarti sistim
profunda juga tertutup (DVT). Tes Perthes Positif

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 74
HEMANGIOMA

BATASAN
Hemangioma adalah suatu kelainan pembuluh darah bawaan yang tidak ikut
aktif dalam peredaran darah umum. Hemangioma bukanlah tumor neoplastik
sekalipun mempunyai kecenderungan untuk membesar dan merupakan mesodermal
excess dari jaringan vaso formative.

PATOFISIOLOGI
Hemangioma merupakan sisa-sisa jaringan vaso formatif dari jaringan
mesodermal dan mempunyai kemampuan untuk berkembang.

Macam-macam hemangioma
Hemangioma dibedakan L
I. Hemangioma capiler
II. Hemangioma cavernosum
III. Hemangioma campuran (capiler dan cavernosum)

Dari jenis hemangioma cavernosum'dan campuran terdapat arteriovenous fistula


(bawaan)

Ad. I. Dari hemangioma capiler,


dikenal : 1. Salmon patch
2. Port wine stain
3. Spider angioma
4. Straw berry mark

Tanda-tanda hemangioma capiler, berupa bercak merah tidak menonjol dari


permukaan kulit. Salmon patch berwarna merah lebih muda, sedang Port wine stains
lebih gelap kebirubiruan, kadang-kadang membentuk benjolan diatas permukaan
kulit.

Ad. II. Hemangioma Cavernosum.


Tampak sebagai suatu benjolan, kemerahan, terasa hangat dan "compressible"
(tumor mengecil bila ditekan dan dalam beberapa waktu membesar kembali).

GEJALA
KLINIS
Tergantung
macamnya :
H.capiler, Port wine stain tidak ada penonjolan kulit.
strawberry mark, menonjol seperti buah murbai.
H.cavernosum, terasa hangat dan "compressible"

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


mudah nampak secara klinis, sebagai tumor yang menonjol atau tidak menonjol
dengan warna kemerah-merahan
tumor bersifat compressible
kalau perlu dengan pemeriksaan angiografi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 75
DIAGNOSIS BANDING
A-v shunt

KOMPLIKASI
perdarahan
pada tempat tertentu, dapat mengganggu ffigsi, seperti : ambliopia, sesak nafas,
gangguan kencing.
Trombocytopenia, D.I.C

PENATALAKSANAAN
Dari segi pengobatan, karena adanya persamaan-perdamaan dalam tindakan, maka
dapat digolongkan atas 3 group yaitu

Golongan I :
a. Strawberry mark
b. Hemangioma
cavernosum
c. Hemangioma
campuran

Golongan II
a. Salmon patch
b. Port wine stain

Golongan III
a. Spider angioma dengan central arteriole

Pengobatan untuk Golongan I


1. Radiasi : radiasi dapat membuat involusi, tapi komplikasi-komplikasi radiasi jauh
lebih berbahaya daripada hemangiomanya sendiri bila tidak diobati. 2. Pembedahan
a. Excisi hemangioma.
Bukan cara yang ideal karena tennis, pendarahan banyak, tidak dapat
mengambil secara tuntas tanpa merusak organ setempat. Untuk hemangioma
kecil, kurang 1 cm, didaerah nasolabilis, excisi akan memeberi hasil baik.
b. Ligasi arteri proximal : kurang memuaskan
c. Ligasi a-v shunt
d. Electro coagulasi : untuk spider angioma

e. Scleroting agent ; dipakai 5% Sod.morrhuate. Dipergunakan hanya di daerah


scalp, lidah, mucosa dimana cicatrix yang timbul tidak akan menyusahkan
kelak.
f. Kortikosteroid : dosis pemberian per oral 20-30 mg/hari selam 2-3 minggu, dan
pelan-pelan diturunkan sampai 3 bulan. Kortikosteroid, menambah sensitifnya
pembuluh darah terhadap vaso constrictive agent.

2. Menunggu
Tindakan ini dilakukan atas dasar pertimbangan, bahwa hemangioma ini akan
mengalami involusi spontan. hemangioma ini sudah ada sejak lahir atau timbul
sebentar seduah lahir. Kemudian membesar dengan cepat sampai umur 6-9 bulan.
Selama 1 tahun berikutnya is tumbuh pelan sampai maximum besarnya pada umur
lebih kurang umur 1 tahun. Kemudian mulai terjadi involusi spontan.
Perjalanan involusi ini berjalan bertahun-tahun, sampai umur 7 tahun.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 76
I b. Pengobatan untuk Golongan II:

Salmon patch dan Port wine stains, tidak mengadakan regresi spontan.
Tindakan operasi kemudian menutup dengan skin graft ataupun dengan flap
memberikan hasil lebih jelek dari sebelum operasi. Penanganan yang memberi
hasil memuaskan dengan sinar Laser Argon.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 77
LYMPHEDEMA

BATASAN
Oedema yang terjadi karena terganggunya aliran lymphe. Lymphedema
primer jumlah pembuluh lymphe terbentuk lebih sedikit dari normal. Lymphedema
sekunder gangguan aliran lymphe karena infeksi (filaria, streptococcus), pembedahan,
metastase tumor dan karena akibat radiasi.

PATOFISIOLOGI
Karena terganggunya aliran lymphe maka jumlah cairan extra selluler menjadi
sangat banyak dan kadar protein yang sangat tinggi mengakibatkan akan mudah
terjadi infeksi dan terjadinya fibrosis. Lymphedema yang lanjut akan menjadi
elephantiasis.

GEJALA KLINIS
oedema pitting
kadar protein yang tinggi dalam cairan extra selluler
kalau sudah terjadi elephantiasis, kulit menebal, veruceus, dan kulit tidak pitting
lagi.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Minis mudah
Dicari penyebabnya
Lymphography

DIAGNOSIS BANDING
Oedema lain : hypoproteinemia, penyakit ginjal, penyakit jantung.
Macrodactili
Neurofibroma

KOMPLIKASI
Infeksi mengakibatkan cellulitis
Pada elephantiasis, karena sangat berat mengakibatkan cacat/invalid.

PENATALAKSANAAN
I. Non Operatif, harus dikontrol oedema dan mencegah
infeksi. Ada beberapa cara
1. Elevasi ( 15cm) dari tempat tidur.
2. Pemasangan berat tekan, seluruh
tungkai
3. Bed rest
4. Obat-obatan diuretika
5. Mencegah infeksi

II. Operatif : Cara ini dikerjakan bila penanganan konservatif tidak


berhasil. A. Rekonstruksi " lymphdamage."
1. "Lymphangioplasty"
2. "Pedicle flap"
3. "Omental flap"
4. "Lymphatico venous shunt"
5. Eksisi

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 78
> "Total subcutaneous excision " + " skin graft" (metode Charles)
" Subcutaneous excision". 4 tutup primer (metode Kondoleon)
6. Anastomose systim lymphatic dari superfisial ke sistim lebih dalam mis.
(metode
thomson).

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 79
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

BATASAN
Suatu penyakit yang disebabakan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia
yang mengenai kulit, mucosa dan jaringan jaringan yang lebih dalam.

PATOFISIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh panas, arus listrik ataupun bahan
kimia. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat diatas ialah :
1. Cairan tubuh.
Tubuh akan kehilangan cairan antara 1/2 - 1 % blood volume untuk 1 % luka
bakar. Insensible water loss akan meningkat.
2. Erithrosit karena panas -4 pecah.
3. Ginjal dapat mengalami kegagalan.
4. Gld thyroid lebih aktif
5. Bisa terjadi tukak di lambung (curling ulcer).

GEJALA KLINIS
Secara klinis
Tentukan dalamnya luka bakar, ada 3 derajat
1. Tingkat I : hanya mengenai epidermis
2. Tingkat II : dibagi lagi
a. Superfisial : mengenai epidermis dan lapisan atas dari corium.
Elemen-elemen epithelial yaitu dinding dari kelenjar keringat,
lemak dan folikel rambut masih banyak. Karenanya
penyembuhan akan mudah dalam 1-2 minggu, tanpa
terbentuknya cicatrix.
b. Dalam : SIsa-sisa epithelial tingkat sedikit penyembuhan lebih
lama 3-4 minggu dan disertai pembentukan jaringan
hypertropis.
3. Tingkat III : mengenai seluruh tebalnya kulit, kebakaran yang lebih dalam dari
kulitpun seperti subcutan, otot dan tulang disebut juga tingkat III.

Tentukan dalamnya luka bakar dengan secara a. klinis


b. tusukan jarum
c. evans blue
d. infra red thermografi
Tentukan luasnya luka bakar :
Wallace 4 "Rule of Nines" untuk orang dewasa. Untuk anak-anak
" Modifikasi Rule of Nines ".

Dari semua ini bisa kita tentukan :


Luka bakar parah
a. tingkat II : 30%
b. tingkat III : 10
c, luka bakar pada tangan, kaki, muka
d. dengan adanya komplikasi pernapasan, fractura dan jaringan
lunak yang luas.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 80
Luka bakar sedang
a. tingkat II : 15-30
b. tingkat III : 15-10% (kecuali mengenai muka, tangan dan
genitalia).
Luka bakar ringan
a. tingkat II :
<15%
b. tingkat III :
5%

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Secara klinis
Laboratorium : Hb, Haemotokrit, Elektrolyt

KOMPLIKASI
1. Shock, karena kehilangan
cairan
2. Sepsis / toxis
3. Gagal ginjal
mendadak
4. Pneumonia

PENATALAKSANAAN
Airway harus betul-betul diperhatikan.
Cairan
orang dewasa > 20 % pada tingkat II & III hares diberikan anak-anak > 15 %
cairan
Cairan yang dipilih : Ringer Lactate berdasarkan rumus " Baxter"
pada dewasa 4 cc/kgBB/% / 24 jam
pada anak-anak 2 cc/kg BB/% + kebutuhan cairan faali dengan perbandingan
kristaloid : koloid = 17 : 3 (menurut Moncrief). 1/2 nya diberikan 8 jam
pertama 1/2 nya diberikan 16 jam berikutnya. Dalam hal ini semua yang
paling penting ialah produksi urin setiap jam.
Antibiotika diberikan sesuai kultur sebagai dasar diberikan golongan
penicillin, bisa
diberikan juga golongan aminoglycoside bila ada tanda-tanda sepsis.
Analgetica untuk mengurangi nyerinya (novalgin injeksi)
Makanan tinggi kalori
Profilaksis tetanus diberikan toxoid, bila sebelumnya telah mendapat dasar
imunisasi,
bila tidak berikan human immune globulin 500 unit.
Lukanya : untuk yang MRS dirawat secara terbuka dengan silver sulfadiazine
cream.
untuk poliklinik secara tertutup.
Untuk luka bakar yang mengenai kaki/tangan melingkar jangan lupa
melakukan Fasciotomi.
Skin graft dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2
minggu atau bila diameter 3 cm.
rehabilitasi
Untuk luka bakar listrik dan bahan kimia, perawatan prinsip sama pada luka
bakar pada umumnya.

Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 81
Standar Pelayanan Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Dedy Jaya Brebes 82

Anda mungkin juga menyukai