Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

BLOK 10 : DEWASA
MODUL 1 : PENYAKIT INFEKSI PROTOZOA






Disusun oleh : Kelompok 6
Rifa Fahdianata (0808015032)
Helsa Eldatarina (0808015049)
Sari Hestiyarini (0808015043)
Novita Nurlita (0808015017)
Stefanni Sanni Angel (0808015044)
Christi Angelia A.L (0808015029)
Febri Prayugo (0808015030)
Surya Azhari (0808015052)
Tutor : dr. Madurasmi, Sp.PA
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2009/2010



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nyalah makalah Penyakit Infeksi Protozoa ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Makalah ini secara menyeluruh membahas mengenai memori manusia beserta mekanismenya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini, antara lain :
1. dr. Madurasmi, Sp.PA selaku tutor kelompok 6 yang telah membimbing kami dalam
melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam martikulasi skenario modul 1.
2. Teman-teman kelompok 6 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga
diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat
menyelesaikan makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 6.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan
2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tentunya makalah ini sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
tercapainya kesempurnaan dari isi makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Samarinda, 5 Februari 2009

Kelompok 6
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
I. Pendahuluan
Latar belakang............................................1
Manfaat......................................1
II. Isi
Step 1
2
Step 2.3
Step 3....................................................................3
Step 4....................................................................5
Step 5.........5
Step 6....................................................................5
Step 7.....................................................................6
III. Penutup
Kesimpulan..18
Daftar pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada makalah ini, kami akan secara khusus membahas tentang penyakit yang disebabkan
oleh infeksi protozoa , khususnya malaria. Dari skenario kita dapat mempelajari jenis-jenis
plasmodium yang menyebabkan malaria serta vektornya, siklus hidup plasmodium, patogenesis
dari penyakit malaria, diagnosis banding serta pemeriksaan penunjang, dan juga pengobatan
serta pencegahannya.

B. Manfaat modul
Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan tentang
jenis-jenis plasmodium yang menyebabkan malaria serta vektornya, siklus hidup plasmodium,
patogenesis dari penyakit malaria, diagnosis banding serta pemeriksaan penunjang, dan juga
pengobatan serta pencegahannya. Dengan demikian, setelah kita mampelajari tentang penyakit
infeksi protozoa, terutama malaria, diharapkan kita mampu sebagai seorang dokter untuk bisa
mendiagnosis keluhan-keluhan pasien sesuai dengan skenario ini tentang penyakit infeksi
protozoa.





BAB II
ISI

Skenario : Guruku Malang
Mustafa ( 25tahun ) seseorang yang baru bertugas di daerah pedalaman Kutai Timur datang
ke dokter dengan kondisi lemah, tidak ada nafsu makan dan sakit kepala. Dia mengalami
demam paroksismal yang diawali rasa dingin dan diikuti dengan panas yang tinggi, kondisi ini
pernah ia alami 4 hari yang lalu dan saat ini terulang kembali. Mustafa telah mengkomsumsi
obat antibiotic dan antipiretik yang dia beli sendiri tetapi kondisinya tidak juga menjadi baik.
Tanda-tanda splenomegaly dan anemia terlihat dari pucat pada wajah dan daerah konjugtiva
pada mata. Pemeriksaan thin film didapat bentuk tropozoit dengan nilai parasitemia 4%.

Step 1
Demam Paraksismal : demam yang terdiri dari tiga periode, yakni periode
dingin/menggigil, periode panas, dan periode berkeringat. Demam
ini memiliki sifat berulang yang memiliki interval tertentu.
Splenomegali : pembesaran limpa.
Thin Film : pemeriksaan darah untuk pemeriksaan species plasmodium.
Tropozoid : perubahan sporozoid dalam siklus aseksual.
Widal Test : pemeriksaan untuk mendeteksi antibody terhadap Salmonella typhii.
Parasitemia : parasit yang ada dalam darah.

Step 2
1. Mengapa Mustafa mengeluh kondisinya lemah, tidak nafsu makan, dan sakit kepala ?
2. Mengapa terjadi demam paraksismal ?
3. Mengapa terjadi parasitemia pada Mustafa ?
4. Mengapa ditemukan tanda-tanda splenomegali dan anemia ?
5. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan ?
6. Bagaimana pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ?

Step 3
1. Kondisi lemah, tidak nafsu makan, dan sakit kepala dapat disebabkan oleh hipoksia,
hipovolemia, yang dapat diakibatkan oleh anemia ataupun reaksi radang.
2. Demam paraksismal terjadi karena bakteri memasuki aliran darah. Demam paraksismal
terdiri dari :
a. Periode dingin/menggigil yang terjadi selama 15-60 menit.
b. Periode panas yang terjadi 2-6 jam.
c. Periode berkeringat yang terjadi 2-4 jam.
Setelah periode tersebut akan ada periode dimana penderita tidak demam.
3. Parasitemia terjadi karena :
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang
jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati
(tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrosit yang berlangsung selama lebih kurang 2
minggu. Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang
dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon)
pecah dan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus
eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
4. Splenomegali terjadi karena lisisnya sel darah merah yang berlebihan yang menyebabkan
penumpukkan dan penyumbatan di limpa. Anemia terjadi karena adanya invasi parasit ke
dalam sel darah merah, diman parasit tersebut mengeluarkan toksin yang melisiskan sel
darah merah, dan dapat juga difagositosis oleh makrofag.
5. Pemeriksaan penunjang :
a. Untuk malaria :
- apusan darah tipis dan tebal
- test antigen
- test serologi
- PCR
b. Untuk diagnosis banding :
- Widal test
- Uji tourniquet
6. Pengobatan yang dilakukan tergantung stadium dan pencegahannya dilakukan dengan
menghindari kontak dengan nyamuk dan memberantas vectornya.




Step 4
























Diagnosis Banding
Pengobatan &
Pencegahan
Malaria
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
Anamnesis
Pemeriksaan
Demam
Paraksismal
Penderita
Step 5
Mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan mengenai :
etiologi
patogenesis
manifestasiklinis
periksaanpenunjang
diagnosa banding
tatalaksana
pencegahan
Dari infeksi plasmodium

Step 6
Pada Step 6 ini, mahasiswa diwajibkan untuk melakukan belajar mandiri sesuai dengan
learning objective yang telah dicapai pada DKK I. Diharapkan setelah proses belajar mandiri
ini mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menyampaikan hasil belajarnya pada DKK
II.








STEP 7

ETIOLOGI

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil, dan mamalia. Ada empat jenis
plasmodium yang menyerang manusia, yaitu:
Plasmodium falciparum. Spesies ini menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna (malaria
tropica), disebut pula malaria subtertiana, malaria estivoatumnal, atau lebih tepat malaria
falciparum, yang sering menjadi malaria yang berat/malaria cerebralis, dengan angka kematian
yang tinggi. Infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat
dibandingkan spesies lain dan merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala umur (baik
muda maupun tua).
Plasmodium vivax, menyebabkan malaria tertiana benigna, disebut juga malaria vivax atau
tertian ague. Spesies ini memiliki kecenderungan menginfeksi sel-sel darah yang muda
(retikulosit).
Plasmodium ovale. Spesies yang paling jarang dijumpai ini menyebabkan malaria tertiana
benigna atau lebih tepat disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap sel-sel darah merah mirim
dengan P. vivax (menginfeksi sel darah muda).
Plasmodium malariae. Spesies ini adalah penyebab malaria kuartana (tidak lazim disebut malaria
malariae), yang ditandai dengan serangan panas yang berulang setiap 72 jam. Diduga
mempunyai kecenderungan menginfeksi sel-sel darah yang tua. Biasanya, tingkat parasitemia
karena spesies ini lebih rendah dibandingkan spesies lain. Plasmodium jenis ini satu-satunya
yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar lainnya.

Selain infeksi salah satu dari spesies yang telah disebutkan diatas ada kemungkinan
seorang penderita diinfeksi oleh lebih dari satu spesies Plasmodium secara bersamaan. Hal
tersebut disebut infeksi campuran atau mixed infection. Infeksi campuran paling banyak
disebabkan oleh dua spesies, terutama P. falciparum dan P. vivax atau P. falciparum atau P.
malariae. Jarang terjadi infeksi campuran oleh P. vivax dan P. malariae. Lebih jarang lagi infeksi
campuran tiga spesies sekaligus. Infeksi campuran biasanya dijumpai di wilayah-wilayah yang
mempunyai tingkat penularan malaria yang tinggi.


Siklus Hidup Parasit Malaria
Siklus hidup parasit malaria dimulai bila seorang digigit nyamuk Anopheles (betina)
yang mengandung sporozoit. Sporozoit-sporozoit yang masuk bersama ludah nyamuk masuk ke
peredaran darah. Dalam waktu yang sangat singkat (30 menit) semua sporozoit menghilang dari
peredaran darah, masuk ke sel-sel parenkim hati. Dalam sel-sel hati (hepatosit) sporozoit
membelah diri secara aseksual, dan berubah menjadi sizon hati (sizon kriptozoik). Seluruh proses
tadi disebut fase ekso-eritrositer primer ( fase pre-eritrositik). Siklus tadi memerlukan waktu
antara 6-12 hari untuk menjadi lengkap, tergantung dari spesies parasit malaria yang
menginfeksi. Sesudah sizon kriptozoik dalam sel hati menjadi matang, bentuk ini bersama sel
hati yang terinfeksi pecah dan mengeluarkan antara 5.000-30.000 merozoit, tergantung dari
spesiesnya, yang segera masuk ke peredaran darah tepi dan menyerang/masuk ke sel-sel darah
merah. Tenggang waktu antara saat pertama sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai saat
parasit malaria bisa ditemukan di dalam darah tepi disebut masa pre-paten.
Dalam sel darah, merozoit-merozoit yang dilepas dari sel hati tadi berubah menjadi
trofozoit muda (bentuk cincin). Trofozoit muda tumbuh menjadi trofozoit dewasa, dan
selanjutnya membelah diri menjadi sizon. Sizon yang sudah matang, dengan merozoit- merozoit
di dalamnya dalam jumlah maksimal tertentu tergantung dari spesiesnya, pecah bersama sel
darah merah yang diinfeksi, dan merozoit- merozoit yang dilepas itu kembali menginfeksi sel-sel
darah merah lain untuk mengulang siklus tadi. Keseluruhan siklus yang terjadi berulang dalam
sel darah merah disebut siklus erirositik aseksual atau sizogoni darah. Peristiwa pecahnya sizon-
sizon bersama sel-sel darah merah yang diinfeksinya disebut proses sporulasi, dan ini berkorelasi
dengan munculnya gejala-gejala malaria, yang ditandai dengan demam dan menggigil secara
periodik. Satu siklus sizogoni darah berlangsung lengkap antara 24-49 jam untuk P. falciparum,
48 jam untuk P. vivax dan P. ovale, menyebabkan pola periodisitas tertiana (tiap hari ketiga), dan
72 jam untuk P. malariae, menyebabkan pola kuartana (tiap hari keempat). Tenggang waktu
sejak saat masuknya sporozoit ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala-gejala penyakit
malaria disebut masa inkubasi (masa tunas) dengan waktu yang berbeda tergantung jenis
plasmodium yang menginfeksi dan status imunitas penderita.
Setelah siklus sizogoni darah berulang beberapa kali, beberapa merozoit tidak lagi
menjadi sizon, tetapi berubah menjadi gametosit dalam sel darah merah, yang terdiri dari
gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina (makrogametosit). Siklus terakhir ini
disebut siklus eritrositik seksual atau gametogoni. Jika gametosit yang matang diisap oleh
nyamuk Anopheles, di dalam lambung nyamuk terjadi proses eksflagelasi pada gametosit jantan,
yaitu dikeluarkannya 8 sel gamet jantan (mikrogamet) yang bergerak aktif mencari sel gamet
betina (makrogamet). Selanjutnya pembuahan terjadi antara satu sel gamet jantan dan satu sel
gamet betina, menghasilkan zigot dengan bentuknya yang memanjang, lalu berubah menjadi
ookinet yang bentuknya vermiformis dan bergerak aktif menembus mukosa lambung. Di dalam
dinding lambung paling luar ookinet mengalami pembelahan inti menghasilkan sel-sel yang
memenuhi kista yang membungkusnya, disebut ookista. Di dalam ookista dihasilkan puluhan
ribu sporozoit, menyebabkan ookista pecah dan menyebarkan sporozoit-sporozoit yang
berbentuk seperti rambut ke seluruh bagian rongga badan nyamuk (hemosel), dan dalam
beberapa jam saja menumpuk di dalam kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit bersifat infektif bagi
manusia jika masuk ke peredaran darah. Seluruh fase perubahan yang dialami P. falciparum
dalam tubuh nyamuk vektornya berlangsung antara 11-14 hari, 9-12 hari untuk P. vivax, 14-15
hari untuk P. ovale, dan 15-21 hari untuk P. malariae.
Pada infeksi P. vivax dan P. ovale, saat pecahnya sizon kriptozoit dalam sel hati, sebagian
dari merozoit-merozoit yang lepas kembali menginfeksi sel parenkim hati yang lain, dan berubah
menjadi sizon lagi. Siklus kedua yang berlangsung di dalam sel hati disebut siklus ekso-
eritrositik sekunder (=para-eritrositik). Siklus EE sekunder berlangsung dalam waktu yang jauh
lebih lama daripada siklus EE primer, bisa selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Siklus
EE sekunder tidak terjadi pada infeksi dengan P. falciparum dan P. malariae. Siklus EE sekunder
bisa menyebabkan kekambuhan, yang disebut relaps, pada pada malaria yang disebabkan oleh P.
vivax dan P. ovale. Relaps disebabkan merozoit-merozoit yang masuk ke dalam peredaran darah,
yang berasal dari siklus EE sekunder. Suatu strain P. vivax mempunyai pola relaps yang ditandai
rentang waktu yang singkat antara serangan malaria pertama dengan serangan relaps yang
pertama (disebut pola relaps zona tropik), sedangkan strain P. vivax lain yang ditandai oleh
rentang waktu yang lebih lama, yaitu beberapa bulan antara serangan malaria pertama dengan
serangan relaps yang pertama (disebut pola relaps zona beriklim dingin. Kekambuhan pada
malaria P. falciparum dan P. malariae disebabkan oleh sisa-sisa Plasmodium yang berasal dari
siklus sizogoni darah, yang memperbanyak diri sampai mencapai jumlah yang cukup untuk
menimbulkan malaria sekunder. Jenis kekambuhan yang terakhir disebut rekrudesensi
(recrudesence).
Sedikit lain dengan teori di atas, sebuah teori lain menyatakan bahwa infeksi oleh P.
vivax dan P. ovale, sejak semula ada sekelompok sporozoit yang menjalani suatu bentuk
uninukleat yang dormant atau laten di dalam sel hati, disebut bentuk hipnozoit, yang
kemudian akan menjalani proses sizogoni melalui fase EE sekunder, dan apabila sizon ini pecah
menimbulkan relaps atau malaria sekunder.

Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di
dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar
lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini
akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala
klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam
darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
Masa inkubasi penyakit malaria.
Plasmodium Masa inkubasi (hari)
P. falciparum 9 14 (12)
P.vivax 12 17 (15)
P.ovale 16 18 (17)
P. malariae 18 40 (28)





PATOGENESIS

Setelah melalui jaringan hati P.falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi.
Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis
serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan difagositosis di limpa akan menginfiltrasi
eritrosit. Selanjutnya parasit akan berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk
aseksual parasit dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya
malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang
disebabkan oleh P. falciparum.
Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dalam metabolismenya membentuk pigmen
yang disebut hemozoin yang dapat dilihat di bawah mikroskop. Eritrosit yang berparasit menjadi
lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk
tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan rosetting.(1)
Patogenesis malaria falciparum sangat dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host).
Yang termasuk faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi parasit.
Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal,
genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritosit (EP) secara garis besar
mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam II.
Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-erithrocyte surface
antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP
stadium matur akan mengalami penonjilan dan membentuk knob dengan Histidine Rich-protein-
1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni,
akan dilepaskannya toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang
pelepasan TNF- dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag. Dan selanjutnya akan terjadi proses d
bawah ini:
Sitoadherensi, ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler.
Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak di permukaan knob EP melekat
dengan molekul-molekul adhesif yang terletak di permukaan endotel vaskuler. Molekul adhesif
di permukaan knob EP secara kolektif disebut PfEMP-1, P. falciparum erhitrocyte membrane
protein-1. Molekul adhesif di permukaan sel endotel adalah CD36, trombospondin, interceluler-
adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM), endotel leucocyte
adhesion molecule-1(ELAM-1), dan glicosaminoglycan chondroitin sulfate A. PfEMP-1
merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di
permukaan knob.
Sekuestrasi. Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit
dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler organ disebut EP matur yang
mengalami sekuestrasi. Hanya P. falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada
Plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekeuestrasi terjadi pada
organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak,
diikuti dengan hepar dan ginjal, paru dan jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga
memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
Rosetting, ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-
parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga dapat melakukan rosetting.
Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah
terjadinya sitoadherensi.

MANIFESTASI KLINIS MALARIA
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi
malaria. Berat atau ringannya infeksi bergantung pada jenis plasmodium, daerah asal infeksi,
umur, ada dugaan konstitusi genetic, keadaan kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaksis dan
kesehatan sebelumnya.
Manifestasi malaria tanpa komplikasi
Dikenal 4 jenis plasmodium :
1. P. vivax penyebab infeksi tersering dan menyebabkan malaria tertian/vivax.
2. P. falciparum memberikan banyak komplikasi dan perrlangsungannya cukup ganas,
mudah resisten obat. Menyebabkan malaria tropika/falciparum.
3. P. malariae jarang, namun dapat menyebabkan sindroma nefrotik dan menyebabkan
malaria kuartana.
4. P. ovale memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa
pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Manifestasi umum pada malaria
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, da splenomegali.
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing jenis spesies plasmodium. Dapat didahului
keluhan prodromal (malaise, sakit kepala, lesu, dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang,
demam ringan, anorexia, diare, dll), biasanya pada jenis P. vivax dan P. ovale. Sedangkan p.
falciparum dan P. malariae tidak jelas dan cenderung menunjukkan gejala yang mendadak.
Gejala klasik trias malaria secara berurutan :
1. Periode dingin (15-60 menit) menggigil, membungkus diri dengan selimut, gigi terkatup.
2. Periode panas muka merah, nadi cepat, dan panas badan tinggi sampai beberapa jam.
3. Periode berkeringat penderita mulai berkeringat dan suhunya mulai turun, penderita
merasa sehat.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Mekanisme terjadinya
anemia adalah :pengerusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis
oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan
pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin Splenomegali juga biasa ditemukan pada (hari
ketiga) infeksi malaria akut. Limpa berperan penting dalam proses pertahanan tubuh terhadap
infeksi malaria.
Perjalanan infeksi malaria:
Serangan primer : keadaan mulaidari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan
paroksisimal yang terdiri dari dingin, mengigil, panas, dan berkeringat. Seranagn paroksisimal
dapat berlangsung panjang atau pendek, bergantung pada perbanyakan parasit dan keadaan imun
penderita.
Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria.
Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksisimal.
Recrudescence : berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah
berakhirnya serangan primer atau dapat juga sebagai berulangnya gejala klinik sesudah periode
laten.
Recurrence : berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan
primer.

Relapse atau Rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari
waktu antara serangan periodic, yaitu setelah periode yang lebih lama dari periode laten (bisa
sampai 5 tahun), biasanya karena infeksi tidak sembuh sempurna atau oleh karena bentuk
hipnosoit dari spesies tertentu (P. vivax dan P. ovale)

Malaria Tertiana/ vivax/ Benigna
Masa inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari pertama
panas irregular, kadang-kadang remitten atau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin
atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermitten dan periodic
setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Gejala paroksisimal biasa terjadi pada waktu
sore hari. Parasitemia maksimal tercapai dalam waktu 7-14 hari. Pada minggu kedua limpa
mulai teraba. Parasitemia mulai turun setelah 14 hari, limpa masih membesar dan panas masih
berlangsung, pada akhir minggu kelia panas mulai turun secara krisis. Pada malaria vivax
manifestasi klinis dapat berat namun kurang membahayakan =, limpa dapat membesar sampai
derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Dema tungkai disebabkan
karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax rendah tapi morbiditasnya tinggi sebab
seringnya terjadi relaps. Pada penderita yang semi-immune perlangsungan M. vivax tidak
spesifik dan ringan saja. Parasitemia rendah, serangan demam pendek, dan penyembuhan lebih
cepat. Resistensi terhadap klorokuin dilaporkan terjadi di Irian Jaya dan di daerah lainnya.
Relaps terjadi karena serangan hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat imunitas menurun..

Malaria Quartana/ malariae
Banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Asia. Penyebaran tidak seluas
vivax dan falciparum. Masa inkubasi 18-40 hari. Manifestasi klinis relative ringan, anemia
jarang terjadi, splenomegali sering terjadi namun dalam derajat yang ringan. Serangan
paroksisimal terjadi tiap 3-4 hari, biasa pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah < 1%.
Komplikasi jarang terjadi, diduga komplikasi ginjal terjadi akibat deposit kompleks imun pada
glomerulus ginjal. Pada pemriksaan dapat dijumpai edema, asites, protinuria yang banyak,
hipoproteinemia, tanpa uremia, dan hipertensi. Keadaan ini prognosisnya jelek, respons terhadap
pengobatan anti malaria tidak menolong, diet dengan kurang dan tinggi protein, dn diuretic
boleh dicoba, dan steroid tidak berguna. Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2,5 mg
mg/kgBB selama 12 bulan tampaknya memberikan hasil yang baik. Siklofosfamid lebih sering
memberikan efek toksik. Recrudescence sering terjadi pada P. malariae, parasit dapat bertahan
lama dalam darah perifer, sedangkan bentuk diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada P.
malariae

Malaria ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-16 hari,
serangan paroksisimal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walaupun
tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P. ovale tidak
akan tampak di darah tepi, tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir
sama dengan malaria vivax, lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih
pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan
splenomegali jarang sampai dapat diraba.

Malaria falciparum/ tropika
Malaria berat merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang irregular,
anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang
tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit
kepala, nyeri belakang / tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit
ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya irregular dan tidak periodic,
sering terjadi hiperpireksi dengan temperature di atas 40
0
C. gejala lain berupa konvulsi,
pneumoni aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat
nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi lebih berat dan diikuti dengan kelainan paru (batuk).
Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan. Hati membesar
dapat disertai munculnya ikterus. Kelainan urin berupa albuminuria, hialin, dan kristal yang
granuler. Anemia lebih menonjol dengan leucopenia dan monositosis.

DIAGNOSA BANDING PADA MALARIA
Demam merupkan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hamper
semua penyaki infeksi seperti infeksi virus pada:
1. System respiratorius
2. Influenza
3. Bruselosis
4. Demam tifoid:
DEMAM bersifat: STEPLADDER TEMPERATURE
TERUS MENERUS
TURUN DENGAN ANTIPIRETIK , NAIK LAGI
DENGAN / TANPA MENGGIGIL
5. Demam dengue :
a. Demam mendadak tinggi 2 7 hari
b. Perdarahan (uji bendung (+), petechie, epistaxis, dll)
c. Hepatomegali
d. Shock (nadi kecil dan cepat, tekanan nadi < 20 mmHg, acral dingin, hipotensi,
gelisah, kulit lembab)

6. Infeksi bakteri lainnya seperti pneumonia:
- ISPA beberapa hari
- Mendadak panas tinggi
- Nyeri kepala/ dada
- Kejang, distensi perut, kaku kuduk (anak kecil/ bayi)
- Batuk sesak, takipneu, nafas cuping hidung, grunting dan sianosis
7. Infeksi saluran kencing
8. Tuberculosis
Pada daerah hiperendemik sering di jumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga
penderita dengan infeksi malaria tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Pada malaria berat
diagnose banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus diagnose
banding adalah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati dan leptospirosis. Hepatitis
pada saat timbul ikterus biasanya tidak di jumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus
dibedakan dengan infeksi otak lainnya seperti:
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Tifoid ensefalopati
4. Tripanososmiasis
Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi),
gangguan serebro-vaskular (strok), eklampsia, epilepsy, dan tumor otak.
Pemeriksaan penunjang Malaria:
Diagnose malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita
apakah drai daerah endemic malaria, riwayat bepergian kedaerah malaria, riwayat pengobatan
kuratif maupun preventif.
1. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting
untuk menegakkan diagnose. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatip tidak
mengenyampingkan diagnose malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatip maka
diagnose malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan pada saat pasien demam atau panan dapat
meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin
1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama dengan penderita hipertensi.
Pemeriksaan darah tepi dilakukan dengan cara:
a. Tetesan preparat darah tebal.
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk
studi dilapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
mengidentifikasi parasit. Pemeriksan parasit dilakukan selama 5
menit(diperkirakan 100 lapangan pandang dengan pembesaran kuat). Preparat
dinyatakan negatip bila setelah diperiksa 200 lapangan pandang dengan
pembesaran kuat 700 sampai 1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit
dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasir per 200
leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit
dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
b. Tetesan darah tipis
Digunakan untuk mengidentifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah
tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit, dapat
dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel
darah merah. Bila jumlah parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi yang
berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,
walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal.
Pengecatan dilakukan dengan cat giemsa, merupakan pengecatan yang mudah dan
cukup baik.
2. Tes antigen: p-f tes
Yaitu mendeteksi antigen dari P.Falciparum. deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak
memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus
3. Tes serologi
Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodyspecifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana
parasit sangat minimal. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan tes > 1:20 dinyatakan
positip.
4. Pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup
cepat dan sensitivitasnya maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah
parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positip. Tes ini baru dipakai sebagai sarana
penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah kami melewati DKK I dan DKK II , serta membuat makalah ini tentang Penyakit
Infeksi Protozoa, bahwa terdapat beberapa jenis plasmodium dan patogenesis terjadinya malaria
hingga menimbulkan manifestasi klinis atau gejala klinis dari penyakit malaria dan dapat kita
ketahui pula bagaimana pengobatan serta pencegahan yang dapat dilakukan menanganagi
penyakit malaria ini.
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi
kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2008, dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.








DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV
Harijanto,2000, Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganannya,
EGC
Sutrisna, 2003, Malaria Secara Ringkas : Dari Pengetahuan Dasar Sampai Terapan, Penerbit
Buku Kedokteran EGC
www.google.com

Anda mungkin juga menyukai