Oleh:
Fara Idamawati, S.Ked
Diana Utama Putri, S.Ked
Pembimbing:
Dr.dr. Rosiana A Marbun, Sp.A
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Kejang Demam
Kompleks + Bronkopneumonia untuk memenuhi tugas laporan kasus yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya Ilmu
Kesehatan Anak Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr.
Rosiana A Marbun, Sp.A, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan
dokter muda,serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................4
BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Oleh:
Fara Idamawati, S.Ked
Diana Utama Putri, S.Ked
Sebagai salah satu komponen/syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik senior bagian Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang Periode 20 Oktober 2014 7
November 2014.
Baturaja,
Oktober 2014
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: M Hasbi Alfarish
Umur
: 11 bulan
Nama Ayah
: Edi Winarno
Nama Ibu
: Sri Kartini
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Pusar
II. ANAMNESIS
Tanggal
: 20 Oktober 2014
Diberikan oleh
: Ibu penderita
Keluhan utama
: Demam
Keluhan tambahan
: Kejang
Sejak 2 hari SMRS anak menderita demam tinggi (+), demam tinggi terus
menerus. Pada saat malam hari anak dikompres dan diberi sanmol 1x sebanyak 1
sendok makan oleh ibunya demam turun dan anak berkeringat banyak. Batuk (-),
sesak nafas (-), pilek (-), sesak nafas (-), mual (-), muntah (-).
6 jam SMRS, anak menderita demam tinggi, anak dibawa berobat ke bidan,
diberi 1 obat sirup dan 1 obat racikan namun ibu tidak tahu jenis obat apa yang
diberikan. Demam sempat turun selama 2 jam, namun demam naik lagi dan anak
5
mengalami kejang seluruh badan, mata mendelik ke atas. Kejang terjadi 2 kali dalam
jarak waktu 2 jam, durasi kejang pertama 5 menit, kejang kedua durasi 10 menit,
setiap setelah kejang anak menangis lalu tertidur. Batuk (-), sesak nafas (-), pilek (-),
mual (-), muntah (-), BAB & BAK normal. Anak kemudian dibawa ke RS. Dr. Ibnu
Sutowo Baturaja.
8 th
Edi, 34th
OS, 11 bln
: Aterm
Partus
Tempat
: Rumah Sakit
Ditolong oleh
: Spesialis kebidanan
Tanggal lahir
: 30 Agustus 2003
BB
: 3000 gram
PB
: lupa
Periksa hamil
: Tidak
Merokok
: Tidak
: Tidak
Riwayat Makanan
ASI
: Diberikan dari lahir sampai saat ini. Frekuensi lebih dari 8 kali dalam
sehari atau setiap anak menangis. Ibu terbangun menyusui malam
hari (+)
Buah-buahan
Kesan
: 5 bulan
Duduk
: 10 bulan
Kesan
Riwayat Imunisasi
BCG
Polio
: 4 kali
DPT
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Hepatitis
: 3 kali
Kesan
Riwayat Sanitasi
Penderita tinggal di rumah papan, lantai dasar semen. Sumber air untuk keperluan
memasak, minum, kakus, berasal dari sumur. Jarak antara sumur dan WC sekitar 3
meter. Keperluan cuci baju dan mandi menggunakan air sungai. Terdapat timbunan
sampah sekitar 2 meter dari tempat tinggal. Sampah dibakar tiap seminggu sekali.
Kesan : sanitasi kurang baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: Sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: 8,8 kg
Tinggi badan
: 71 cm
Nadi
: 116 x/menit
Frekuensi nafas
: 35x/menit
Suhu
: 37,7 oC
Status Gizi
BB/U
: 0-2 SD
TB/U
: 0 -2 SD
BB/TB
: 1-0 SD
Kesan
: Gizi baik
Keadaan Spesifik
Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tarik auricula (-)
Mukosa bibir basah (+), rhagaden (-), cheillitis (-), stomatitis (-),
Faring
Leher
Thoraks
Pulmo
:
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Telinga
midclavicularis
dextra,
batas
paru-lambung
ICS
linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi :
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Abdomen
Inspeksi
Datar
Palpasi
Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) di semua kuadran
Perkusi
Timpani
Auskultasi :
Ekstremitas :
Pemeriksaan Neurologis
Lengan
Tungkai
10
Kanan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflex
Luas
5
Eutoni
Kiri
Fungsi Motorik
Luas
5
Eutoni
Kanan
Kiri
(+) normal
(+) normal
Luas
5
Eutoni
(+) normal
Luas
5
Eutoni
(+) normal
fisiologis
Reflex
patologis
GRM : Kaku kuduk (-)
VII. PENATALAKSANAAN
-
Bed rest
Diet: ASI diteruskan
Medikamentosa:
o IVFD D5 NS gtt X/menit
o Ampicilin 3x300mg
o Sagestan 2x20mg
o Paracetamol tablet 4x120 mg
o Diazepam 4 mg (saat kejang)
VIII. PROGNOSIS
11
S: Kejang (-)
21/10/2014 O:
Keadaan Umum:
T: 37,0OC, RR: 30x/mnt, N: 102x/mnt
Keadaan spesifik
Kepala: Sianosis (-), conjungtiva anemis (-), sclera ikterik
(-)
Thoraks: simetris, retraksi (+) subcostae
Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2
A : Kejang demam kompleks + BP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Saraf Pusat
1) Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak
yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh
kualitas bagian ini.
12
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus
Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
a)
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
13
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil
mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol
fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
c) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
4) Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem Limbik terletak pada bagian tengah otak membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana
yang tidak.
14
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.
Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta
dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong
orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai
tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan
kejujuran.
5) Medulla Spinalis
Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang berbentuk
silinder memanjang dan terletak seluruhnya di dalam canalis verterbalis, dikeliling
oleh tiga lapis selaput pembungkus yang di sebut meninges. Apalagi lapisan-lapisan,
struktur-struktur dan ruangan-rungan yang mengeliling medulla spinalis itu
disebutkan dari luar ke dalam secara berturut-turut, maka terdapatlah :
a) Dinding canalis verterbralis (terdiri atas vertebrae dan ligmenta)
b) Lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang mengandung anyaman pembuluhpembuluh darah vena
c) Dura mater
d) Arachnoidea
e) Ruang subrachnoidal (cavitas subarachnoidealis), yang antara lain berisi liquor
cerebrospinalis
f) Pia mater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang langsung
membungkus permukaan sebelah luar medulla spinalis.
Ventrikel dalam Encephalon
a. Ventrikel Lateral
Terdiri atas ventrikel I dan II, terdapat di hemispherium cerebri. Berisi corpus
collosum hippocampus, plexus choroideus, dan nucleus caudatus. Ventrikel
lateral dengan ventrikel III dihubungkan oleh foramen interventricularis atau
nama lainnya foramen Monro
b. Ventrikel III
15
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
2.2 Klasifikasi Kejang
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan
kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau
multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut
dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya.
I. Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang
kejang sama seperti yang kanan
17
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai
kejang demam tidak khas
II. Klasifikasi KD menurut Livingston
Livingston membagi dalam:
KD sederhana
Ciri-ciri KD sederhana:
EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam. Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta,
menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak
membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
18
19
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:
Demamnya sendiri
Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak
diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang
demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis
(DPT) dan morbili (campak).
Jumlah
Penderita
100
17
Morbili (campak)
38
91
22
44
20
Tidak diketahui
12
1
1
66
2.5 Patofisiologi
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor
fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang. Untuk
mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel
neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1.Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2 Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3.Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
21
22
yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan
atau kekakuan fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan
kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti
sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak
capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak
atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat
fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara
pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang
yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama. Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang
telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf
Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,
dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan
gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu
diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan
23
lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dapat
dilakukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan
dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat
ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.
Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan
cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan
elektrolit diperlukan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari
penyebab timbulnya demam.
DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi
Meningitis
Ensefalitis
PENATALAKSANAAN
Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,
dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan awal yang
mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air
menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan
memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit.
Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka.
Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba
24
menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak
dengan air sedikit.1
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akut
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung.
Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik. Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu
pemberian obat obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat
digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 6
jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek
terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek
toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis
tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan
intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam
habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum
dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan,
cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan
keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian
25
dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan rektiol yang
ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum
sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya
untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus
gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau
10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit
kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian
fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat
basa dan menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan
dengan fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular.
Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama
diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya
dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik,
obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan
bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah
hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermiten
26
27
diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik Dalam penanganan kejang
demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi
anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu
dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan
leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poinpoin di atas adalah sebagai berikut :
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
28
Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami
kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang
berkelanjutan.
Imunisasi dan kejang demam
Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti
kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang
demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut:
o
DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan
menurun setelahnya.
MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah
imunisasi.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang
demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.
PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila
melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973)
mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita
50% dan pria 33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
29
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat
kejang 25%.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa
demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada
penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di
Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti
perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai
kejang
akibat
30
31
potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal
maupun bersama dengan infeksi lain
3.3 PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain :
1.
2.
3.
4.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
1.
2.
3.
Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadangkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
-
Gejala gangguan respiratori, yaitu : batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
-
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
33
Pada anak
distress pernapasan
grunting
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
35
BAB III
ANALISIS KASUS
Telah dilaporkan pada kasus, seorang anak laki-laki usia 11 bulan dengan BB
8,8kg, TB 71cm di rawat di RSUD Ibnu Sutowo dengan keluhan utama kejang.
Dari anamnesis didapatkan Sejak 2 hari SMRS anak menderita demam tinggi
(+), demam tinggi terus menerus. Pada saat malam hari anak dikompres dan diberi
sanmol 1x sebanyak 1 sendok makan oleh ibunya demam turun dan anak
berkeringat banyak. Batuk (-), sesak nafas (-), pilek (-), sesak nafas (-), mual (-),
muntah (-).
6 jam SMRS, anak menderita demam tinggi, anak dibawa berobat ke bidan,
diberi 1 obat sirup dan 1 obat racikan namun ibu tidak tahu jenis obat apa yang
diberikan. Demam sempat turun selama 2 jam, namun demam naik lagi dan anak
mengalami kejang, menurut ibu anaknya mengalami kejang seluruh badan dan mata
mendelik ke atas. Kejang terjadi 2 kali dalam jarak waktu 2 jam, durasi kejang
pertama 5 menit, kejang kedua durasi 10 menit, setelah kejang anak menangis.
Batuk (-), sesak nafas (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB & BAK normal. Anak
kemudian dibawa ke RS. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja.
Pada penderita retraksi subcostae. Kemungkinan penyakit yang diderita
mengarah ke bronkopneumonia.
36
Penderita memiliki riwayat ibu yang pernah menderita demam kejang saat
masih kecil. Kesimpulan: Anak laki-laki usia 11 bulan mengalami kejang umum tonik
klonik. Pada pasien ini diberikan Inj. Diazepam bila kejang, dengan dosis 4mg, IVFD
D5 NS gtt X/menit. Ampicilin 3x300mg. Sagestan 2x20mg. Paracetamol tablet
4x120 mg. IVFD D5 NS gtt X/menit. Ampicilin 3x300mg. Sagestan 2x20mg.
Paracetamol tablet 4x120 mg. Diazepam 4 mg (saat kejang).
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH. Standar Penatalaksanaan Imu
Kesehatan Anak. Palembang 2007.
2. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri; edisi 4. Jakarta: EGC;
2010.
3. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
4. Sidharta P. Afasia dan afonia. In: Neurologi klinis dalam praktek umum.
Jakarta: Dian Rakyat; 1999. p. 479-80.
5. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.
Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan
Ilmu
Kesehatan
Anak
XLVII.Cetakan
pertama,FKUI-
RSCM.Jakara,2005
6. Pellock, JM. 1998. Treatment of Seizure and Epilepsy in children and
adolescents. Neurology.
7. Pinzon, R. 2007. Dampak Epilepsi Pada Aspek Kehidupan Penyandangnya.
SMF Saraf RSUD Dr.M. Haulussy, Ambon, Indonesia. Cermin Dunia
Kedokteran No. 157.
8. World Health Organization. 2001. Epidemiology, Prevalence, Incidence,
Mortality
of
Epilepsy.
Fact
sheet.
URL
http:
//www.who.in/inf-
fs/en/fact165.html.
37