Anda di halaman 1dari 57

REFERAT ANESTESI

ANESTESI REGIONAL DAN SISTEM ANESTESI INHALASI

Penyusun:
Rico Pratama Wiyono 2016.04.2.0149
Ridge Handojo Pratignjo 2016.04.2.0150

Pembimbing:
dr. Bambang Widjianto, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan


menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur
anestesi. Kata anestesia pertama kali diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes
yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi
berasal dari bahasa Yunani yaitu An- yang berarti tidak, tanpa dan Aestetos yang
berarti persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum anestesi berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Sedangkan
anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
yang meliputi pemberian anestesi ataupun anelgesi, pengawasan keselamatan
pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan
intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri
menahun. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke
dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda
nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. seseorangyang mengkonsumsi
analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan
seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi
menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya
menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap
sadar.Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total , yaitu
hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal -, yaitu hilangnya rasa pada daerah
tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional
yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif
pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya

Pembagian utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan


anestesi lokal. Anestesi regional dapat menyebabkan hilangnya rasa pada bagian
yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf

1
yang berhubungan dengannya. Anestesi regional terbagi atas spinal anestesi,
epidural anestesi dan blok perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas
digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota tubuh bagian bawah pada operasi
abdomen bagian bawah.
Pada anestesi umum terjadi kehilangan kesadaran total dan dapat diberikan
secara inhalasi, intravena, intramuskuler, subkutan, per–oral, per–rektal. Obat
anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang bersifat heterogen, yang
mendepresi sistem saraf pusat (SSP) secara reversibel dengan spektrum yang
hampir sama dan dapat dikontrol.
Salah satu teknik anestesi umum yaitu anestesi inhalasi. Anestesi inhalasi
modern yang pertama adalah karbon dioksida dan asam nitrat. Karbon dioksida
tidak digunakan secara teratur sebagai anestesi inhalasi, sedangkan asam nitrat
lebih sering digunakan dan masih digunakan sampai sekarang.
Saat ini anestesi inhalasi sangat populer oleh karena adanya kemudahan
dalam tatalaksananya dan juga kemampuan untuk memonitor efek yang
ditimbulkan secara langsung oleh pemberian obat-obatan anestesi tersebut.
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. kemudian menyusul, eter, kloroform, etil-
klorida, etilen, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-
eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran,
desfluran dan sevofluran.
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.
Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anestesi regional
dan sistem anestesi inhalasi.

BAB 2
ANESTESI REGIONAL

2.1 Definisi
Anestesi regional adalah salah satu teknik anesthesia untuk daerah
tertentu khususnya lengan, abdomen bawah, atau tungkai, dimana terjadi

2
hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk sementara pada impuls saraf
sensorik. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, namun
kondisi pasien dalam keadaan sadar.

2.2 Klasifikasi
Anesthesi regional dibagi menjadi antara lain:
1. Blok sentral (blok neuroaksial) yaitu meliputi blok spinal, blok epidural,
dan blok kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf) misalnya blok pleksus brachialis, aksiler,
analgesia regional intravena, dan lain - lainnya

2.2.1 Blok spinal


Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) adalah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.
Teknik ini sederhana, efektif, dan cukup mudah. Disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

A. Indikasi :
 Bedah ekstremitas inferior
 Bedah panggul
 Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi
dengan anastesi umum ringan
 Bedah urologi
 Bedah obstetri-ginekologi
 Tindakan sekitar rectum-perineum
 Bedah abdomen bawah
B. Kontra indikasi absolut :
 Pasien menolak
 Infeksi pada tempat suntikan
 Hipovolemia berat, syok
 Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
 Tekanan intracranial meningkat
 Fasilitas resusitasi minim
 Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesia
C. Kontra indikasi relatif :
 Infeksi sistemik (sepsis, bakteremia)
 Infeksi sekitar tempat suntikan
 Kelainan neurologis
 Kelainan psikis
 Bedah lama
 Penyakit jantung

3
 Hipovolemia ringan
 Nyeri punggung kronis
D. Penyebaran anestesi spinal bergantung pada :
1. Karakter pasien :
a) Usia
b) Tinggi badan
c) Berat badan
d) Jenis kelamin
e) Tekanan Intra Abdominal
f) Konfigurasi anatomi columna spinal
g) Posisi pasien
2. Teknik injeksi :
a) Lokasi injeksi
b) Arah jarum injeksi
c) Arah bevel (kec. Jarum whitecare)
d) Jumlah injeksi
3. Karakter cairan spinal :
a) Volume
b) Tekanan
c) Densitas
4. Karakter cairan anestetik :
a) Densitas
b) Jumlah
c) Konsentrasi
d) Volume

E. Lama kerja anestetik lokal tergantung:


1. Jenis anestetia lokal
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal

F. Keuntungan dan kerugian spinal anestesi


Keuntungan penggunaan anestesi regional adalah murah, sederhana, dan
penggunaan alat minim, non eksplosif karena tidak menggunakan obat-obatan
yang mudah terbakar, pasien sadar saat pembedahan, reaksi stres pada daerah
pembedahan kurang bahkan tidak ada, perdarahan relatif sedikit, setelah
pembedahan pasien lebih segar atau tenang dibandingkan anestesi umum.
Kerugian dari penggunaan teknik ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk
induksi dan waktu pemulihan lebih lama, adanya resiko kurang efektif block
saraf sehingga pasien mungkin membutuhkan suntikan ulang atau anestesi

4
umum, selalu ada kemungkinan komplikasi neurologi dan sirkulasi sehingga
menimbulkan ketidakstabilan hemodinamik, dan pasien mendengar berbagai
bunyi kegiatan operasi dalam ruangan operasi.

G. Teknik anesthesi spinal :


1. Persiapan:
a) Informed consent (Izin dari pasien)
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal.
b) Persiapan anesthesi umum (pemeriksaan fisik dan laboratorium)
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
dan lain-lainnya. Pada pemeriksaan laboratorium Hemoglobin,
hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial
thromboplastine time)
c) Monitor (Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan
EKG)
d) Kit emergensi
e) Obat anestetik lokal lidokain 5% atau bupivakain 0,5%
f) Berikan infus tetesan cepat (hidrasi akut) sebanyak 500-1000 ml
dengan kristalloid atau koloid
g) Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, Quincke-
Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point,
Whitecare)
h) Ephedrin 5 mg/ml

Gambar 2. 1 Macam-macam jarum spinal

2. Setelah dimonitor, tidurkan penderita dalam posisi dekubitus lateral.


Buat pasien membungkuk maksimal agar proccesus spinosus mudah
teraba. Atau bisa juga dalam posisi duduk

5
Gambar 2.1 Posisi pasien dalam dekubitus lateral

3. Inspeksi: Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua crista


iliaca dengan tulang punggung ialah L4 atau L5. Tentukan tempat tusukan
misalnya L2 – L3, L3 – L4 atau L4 – L5. Tusukan pada L1 – L2 atau di
atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis

6
Gambar 2. 2 Letak processus spinosus L4

4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alkohol.


5. Dengan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan
menyuntikkan jarum lumbal no.22 (atau lebih halus misalnya no.23, 25,
26) pada bidang median dengan arah 10°-30° terhadap bidang horisontal
ke arah kranial pada ruangan antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih.
Jarum lumbal akan menembus kulit – subcutis - ligamentum
supraspinosum - ligamentum interspinosum - ligamentum flavum – ruang
epidural - duramater - ruang subarachnoid.
6. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel
mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal.

7
Gambar 2.2 Anatomi vertebra lumbal

7. Setelah resistensi menghilang, stilet dicabut, cairan serebrospinal akan


menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgestik lokal
pelan-pelan (0,5 ml/detik), diselingi aspirasi sedikit kedalam ruang
subarachnoid tersebut untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

8
Gambar 2.3 Blok spinal subarachnoid

H. Komplikasi tindakan :
 Hipotensi berat
 Bradikardi
 Hipoventilasi
 Trauma pembuluh darah
 Trauma saraf
 Mual muntah
 Gangguan pendengaran seperti tinitus
 Blok spinal tinggi atau total
I. Komplikasi Pasca tindakan :
 Nyeri tempat suntikan
 Nyeri punggung
 Nyeri kepala karena kebocoran liquor
 Retensio urine
 Meningitis

2.2.2 Anesthesi epidural lumbal


Anesthesi epidural adalah blokade saraf dengan menyuntikkan obat
analgetik lokal diruang epidural (peridural,ekstradural). Ruang ini berada di di
antara ligamentum flavum dan duramater. Bagian atas berbatasan dengan foramen
magnum didasar tengkorak dan dibawah dengan selaput sakrokogsigeal.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal
pada daerah lumbal.
Obat anestetik regional di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf
spinal yang terletak dibagian lateral. Awal kerja anesthesia epidural lebih lambat

9
dibanding anesthesia spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga
lebih lemah.
Isi ruang epidural :
1. Sakus duralis
2. Cabang saraf spinal (spinal nerve roots)
3. Pleksus venosus epiduralis
4. Arteria spinal
5. Pembuluh Limfe
6. Jaringan lemak

A. Indikasi anesthesia epidural :


 Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
 Tatalaksana nyeri saat persalinan
 Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak
perdarahan
 Tambahan pada anesthesia umum ringan karena penyakit tertentu pasien.
B. Penyebaran obat anesthesi epidural bergantung pada :
 Volume obat yang disuntikkan
 Usia pasien (tua minimal, 19th maksimal)
 Kecepatan suntikan
 Besarnya dosis
 Ketinggian tempat suntikan
 Posisi pasien
 Panjang kolumna vertebralis. Suntikan 10-15 ml obat akan menyebar ke
kedua sisi sebanyak 5 segmen.

C. Persiapan Anesthesi Epidural:


a. Informed Consent
b. Pemeriksaan Fisik (Vital Sign : Tensi, Nadi, Suhu, Respiratory Rate;
Kelainan Spesifik : Kelainan Tulang Punggung, Contoh : skoliosis ; dan
lain-lain)
c. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine Lengkap, Liver
Function Test, Renal Function Test, Faal Hemostasis : Prothrombine Time,
Partial Tromboplastin Time, dan lain-lain)
D. Peralatan Anesthesi Epidural:
a. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter, dan EKG.
b. Peralatan Resusitasi /Anesthesi Umum
c. Jarum Epidural : Crawford (jarum ujung tajam, digunakan untuk dosis
tunggal) atau Tuohy (jarum ujung khusus, untuk pemandu memasukkan
kateter ke ruang epidural)

10
Gambar 2.5 Jarum Epidural Crawford

Gambar 2.6 Jarum Epidural Tuohy

d. Obat anesthetik lokal lidokain 5% atau bupivakain 0,5%

E. Teknik Anesthesi epidural :


a. Setelah pemasangan monitor, posisikan pasien pada posisi dekubitus
lateral. Beri bantal kepala untuk kenyamanan pasien serta agar tulang
belakang stabil. Kemudian pasien diperintahkan untuk membungkuk
maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Selain dekubitus lateral
dapat dilakukan pula pada posisi duduk.
b. Tusukkan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4,
karena jarak antara ligamentum flavum dan duramater pada ketinggian ini
adalah yang terlebar.

11
Gambar 2.7 Epidural Space

c. Untuk mengenali ruang epidural, dapat digunakan banyak teknik. Tetapi


yang paling populer adalah teknik hilanganya resistensi (loss of resistance)
dan teknik tetes tergantung (hanging drop).

i. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance).


Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik
rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak
± 3ml. Setelah itu diberikan anesthesi lokal pada tempat
suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2cm.
Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan-lahan
secara terputus-putus (intermitten) sambil mendorong
jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras
(ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya
resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada pada ruang
epidural, dilakukan uji dosis (test dose).

12
Gambar 2.8 Teknik Loss of Resistance

ii. Teknik tetes tergantung (hanging drop).


Persiapannya sama seperti teknik hilangnya resistensi,
tetapi pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural
yang diisi oleh NaCl sampai terlihat adanya NaCl yang
menggantung. Dengan mendorong jarum epidural
perlahan-lahan secara lembut sampai terasa menembus
jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya
NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada
pada ruang epidural dilakukan uji dosis (test dose).

13
Gambar 2.9 Teknik Hanging Drop

iii. Uji dosis (test dose)


Uji dosis anesthesi lokal untuk epidural dosis tunggal
dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang
epidural. Dan untuk dosis berulang (continue) melalui
kateter, masukkan anesthesi lokal 3ml yang sudah
bercampur dengan adrenalin 1 : 200.000, dengan hasil :
 Tidak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan
besar letak jarum atau kateter sudah benar.
 Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang
subarachnoid karena terlalu dalam.
 Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%,
kemungkinan obat masuk kedalam vena epidural.

d. Cara Penyuntikkan.
Setelah dilakukan uji dosis dan diyakini posisi jarum berada diruang
epidural, masukkan kateter epidural sampai kateter berada di ruang
epidural ±5cm, kemudian cabut jarum epidural dan fiksasi kateter pada
bahu pasien.

14
Gambar 2.10 Anesthesi Epidural

Masukkan anesthesi lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml
sampai tercapai dosis total. Suntikan yang terlalu cepat bisa menyebabkan tekanan
dalam ruang epidural mendadak tinggi sehingga menimbulkan peningkatan
tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan gangguan sirkulasi pembuluh darah
epidural.
e. Untuk mengetahui keberhasilan epidural dilakukan uji keberhasilan
epidural :
i. Blok Simpatis diketahui dari perubahan suhu
ii. Blok Sensorik diketahui dari uji tusuk jarum
iii. Blok Motorik diketahui dari Skala Bromage

Tabel 2.1 Skala Bromage untuk Blok Motorik


Melipat Lutut Melipat Jari
Blok Tak Ada ++ ++
Blok Parsial + ++
Blok Hampir Lengkap - +
Blok Lengkap - -

Tabel 2.2 Perbedaan blok subarachnoid dan epidural

PERBEDAAN SUBARACHNOID EPIDURAL


1. Lokasi Obat Sub arachnoid Ruang epidural
2. Onset Cepat (dalam 5 menit) 10-15 menit
3. Durasi 60-90 menit 180 menit

15
4. Volume Obat 4cc 15 atau 20cc
5. Teknik Lebih mudah Lebih sulit
6. Blok motoris Kuat Sedang
7. Efek Besar Kecil-sedang
hemodinamik
(hipotensi)

F. Komplikasi
- Blok tidak merata
- Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
- Depresi Cardiovascular (hipotensi)
- Mual – muntah

2.2.3 Anesthesi epidural kaudal


Anesthesi kaudal sebenarnya sama dengan anesthesi epidural karena
kanalis kaudalis kepanjangan dari ruang epidural. Obat disuntikkan di ruang
kaudal melalui suntikan pada hiatus sakralis. Ruang kaudal berisi saraf sakral,
pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.
A. Indikasi anesthesi kaudal :
Tindakan bedah di daerah sekitar anorektal dan genitalia eksterna. Misalnya
hemorhoid dan fistula perianal.

B. Kontraindikasi :
 Pasien menolak
 Pasien tidak kooperatif
 Gangguan faal hemostasis
 Infeksi daerah anorektal
 Dehidrasi
 Shock
 Anemia
 SIRS
 Kelainan tulang sacrum
C. Teknik Anesthesi kaudal :
1. Persiapan:
a) Rutin
b) Alat pantau yang diperlukan
c) Kit emergensi
d) Obat anestetik lokal lidokain 5% atau bupivakain 0,5%
e) Jarum suntuik 10 ml

16
2. Posisi penderita telungkup dengan simphisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari pantat) atau dekubitus lateral, terutama pada wanita
hamil.
3. Dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena
(venocath, abbocath) ukuran 20-22 pada penderita dewasa.
4. Pada dewasa biasanya ditusukkan pada L5-S1 dengan dosis 1 – 2 ml/
segmen.
5. Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan menemukan kornu sakralis
kanan dan kiri (sangat mudah teraba pada penderita kurus) dan Spina
Iliaca Superior Posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.

Gambar 2. 3 Hiatus sacralis

6. Setelah dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada daerah hiatus


sakralis, ditusukkan jarum yang mula – mula 900 terhadap kulit. Setelah
diyakini masuk canalis sacralis arah jarum diubah 450 – 600 dan jarum
didorong sedalam 1 – 2 cm. Kemudian suntikkan NaCl sebanyak 5 ml
secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk
menguji apakah cairan sudah masuk dengan benar.

17
Gambar 2. 4 Lokasi penusukan pada blok epidural caudal

18
Gambar 2. 5 Arah jarum pada blok epidural kaudal

G. Komplikasi
- Blok tidak merata - Hipoventilasi
- Depresi Cardiovascular - Mual - muntah

2.2.4 Anesthesi regional intravena


Anesthesi regional intravena (Bier blok) adalah blok yang dilakukan
dengan cara menyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam vena yang telah
dieksanguinasi secara tertutup baik pada ekstremitas superior maupun inferior.

A. Indikasi :
Untuk bedah singkat sekitar 45 menit di daerah siku, lengan bawah, lutut dan
tungkai bawah.
B. Kontraindikasi :
- Pasien menolak
- Pasien tidak kooperatif
- Gangguan faal hemostasis
C. Persiapan Anasthesi Regional Intravena :
a. Informed Consent
b. Pemeriksaan Fisik (Vital Sign : Tensi, Nadi, Suhu, Respiratory Rate)
c. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine Lengkap, Liver
Function Test, Renal Function Test, Faal Hemostasis : Prothrombine Time,
Partial Tromboplastin Time, dan lain-lain)
D. Peralatan Anasthesi Regional Intravena :
a. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter, dan EKG.
b. Peralatan Resusitasi / Anesthesi Umum
c. Obat anesthetik lokal lidokain 5% atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg
d. Kateter vena (venocath)

19
e. Perban Elastik (Eshmark Bandage)
f. Tourniquet atau manset ganda
E. Teknik Anasthesi Regional Intravena :
a. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada
sisi tangan atau lengan yang akan dibedah, untuk memasukkan
obat anesthesi lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-
obat yang mungkin diperlukan seandainya timbul kegawatan atau
diperlukan cairan infus.
b. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan
dibedah dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara
manual atau dengan bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari
distal ke proksimal. Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah
dan tentunya dosis obat.

Gambar 2. 6 Eksanguinasi untuk mengurangi perdarahan

c. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan


mengukur tekanan darah biasa dengan torniquet atau manset ganda
dan bagian proksimal dikembangkan dahulu sampai 100mmHg
diatas tekanan sistolik supaya darah arteri tidak masuk ke lengan
dan tentunya juga darah vena tidak akan masuk ke sistemik. Perban
elastik dilepas.

20
Gambar 2. 7 Anesthesi regional intravena

Gambar 2. 8 Anesthesi regional intravena

21
d. Suntikkan Lidocain atau Prilocain 0,5% 0,6ml/kg (Bupivakain
tidak dianjurkan karena toksisitasnya lebih besar) melalui kateter
dipunggung tangan. Untuk tungkai lewat vena punggung kaki
dengan dosis 1-1,2ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15
menit dan pembedahan dapat dimulai.
e. Setelah 20-30 menit atau kalau penderita sudah merasa tidak enak
atau nyeri pada torniquet, kembangkan manset distal dan
kempiskan manset proksimal.
f. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara
bertahap. Buka tutup selang selama beberapa menit untuk
menghindari keracunan obat. Pada pembedahan yang sangat
singkat, untuk mencegah keracunan sistemik torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat
keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar.

F. Penyulit:
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Paresis nervus axilaris
5. Nyeri tourniquet

2.2.5 Blok pleksus brachialis


Pleksus brakialis dibentuk oleh rami anterior C5-C8 dan T1. Rami
tersebut akan bergabung membentuk tiga trunkus di rongga antara
muskulus skalene anterior dan media kemudian melewati kosta pertama
dan berjalan di bawah klavikula untuk memasuki daerah aksila. Trunkus
akan membentuk divisi anterior dan posterior lalu akan membentuk tiga
fasikulus terminal yang mempersarafi sensorik dan motorik seluruh
ekstremitas superior kecuali bagian bahu yang dipersarafi oleh pleksus
servikalis dan lengan atas medial dipersarafi oleh nervus interkostobrakial
dan kutaneus brakial medial.

22
Gambar 2. 9 Anatomi Pleksus brachialis

Gambar 2. 10 Relasi Plexus Brachialis dengan musculus scalenus

23
Gambar 2. 11 Relasi Plexus brachialis dengan pembuluh darah

Blok pleksus brachialis adalah tindakan analgesia regional dengan


cara menyuntikkan obat anestetik lokal di daerah perjalanan pleksus
brachialis yang menyuplai ekstremitas superior. Dalam perjalanannya,
pleksus brachialis melewati daerah strategis tempat dilakukannya blok,
yaitu daerah interskaleni, supraklavikula, aksila.

A. Blok pleksus brachialis interskaleni


Blok pleksus brachialis interskaleni adalah tindakan analgesia regional dengan
cara menyuntikkan obat anestetik lokal pada celah antara otot skalenus anterior
dan medius, ke arah posterior. Atau ke celah interskalene yang berdekatan
dengan prosesus transversus C6 (area vena jugularis eksterna). Lokasi ini
terletak di lateral dari kartilago krikoid yang berpotongan dengan celah
interskalene setinggi C6.
a. Indikasi:
Operasi di daerah bahu dan lengan atas

b. Kontraindikasi:
1. Pasien menolak, dan tidak kooperatif
2. Gangguan faal hemostasis

c. Persiapan Blok pleksus brachialis interskaleni :


1. Informed Consent
2. Pemeriksaan Fisik (Vital Sign : Tensi, Nadi, Suhu,
Respiratory Rate)

24
3. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine
Lengkap, Liver Function Test, Renal Function Test, Faal
Hemostasis : Prothrombine Time, Partial Tromboplastin Time,
dan lain-lain)

d. Peralatan Blok pleksus brachialis interskaleni :


1. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter,
dan EKG.
2. Peralatan Resusitasi / Anesthesi Umum
3. Obat anesthetik lokal procaine 2%, lidocaine 1-2%,
bupivacaine 0,5%

e. Teknik Blok pleksus brachialis interskaleni :


1. Persiapan alat pantau yang diperlukan
2. Pasien tidur terlentang dengan bantal di punggung
3. Apabila blok dilakukan di kanan, kepala miring ke kiri dan
sebaliknya
4. Desinfeksi area
5. Suntikkan obat analgetik lokal sebanyak 25-40 ml pada
celah interskaleni
6. Sebelum obat dimasukkan, dilakukan aspirasi terlebih
dahulu
7. Tunggu 5-10 menit untuk menunggu mulai kerja obat

25
Gambar 2. 12 Anesthesi Pleksus Brachialis Interscaleni

f. Komplikasi :
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Paralisis nervus phrenicus
5. Hematoma
6. Obat masuk rongga epidural/subarachnoid
7. Neuropathy

B. Blok pleksus brachialis supraklavikula


Blok pleksus brachialis supraklavikula adalah tindakan analgesia
regional dengan cara menyuntikkan obat anestetik lokal pada titik
berjarak 1 cm di atas titik 1/3 tulang clavicula, ke arah tulang iga
pertama. Atau jarum dimasukkan di sisi lateral muskulus
sternokleidomastoideus yang berbatasan dengan klavikula dari anterior
ke posterior hingga menemukan trunkus pleksus brakialis yang berada

26
di antara muskulus skalene anterior dan media dan berada di atas arteri
subklavia.

a. Indikasi:
Operasi di daerah ekstremitas atas kecuali bahu

b. Kontraindikasi:
1. Pasien menolak, dan tidak kooperatif
2. Gangguan faal hemostasis

c. Persiapan Blok pleksus brachialis supraklavikula :


1. Informed Consent
2. Pemeriksaan Fisik (Vital Sign : Tensi, Nadi, Suhu,
Respiratory Rate)
3. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine
Lengkap, Liver Function Test, Renal Function Test, Faal
Hemostasis : Prothrombine Time, Partial Tromboplastin Time,
dan lain-lain)

d. Peralatan Blok pleksus brachialis supraklavikula :


1. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter,
dan EKG.
2. Peralatan Resusitasi / Anesthesi Umum
3. Obat anesthetik lokal procaine 2%, lidocaine 1-2%,
bupivacaine 0,5%

e. Teknik Blok pleksus brachialis supraklavikula :


1. Persiapan alat pantau yang diperlukan
2. Pasien tidur terlentang dengan bantal di punggung
3. Apabila blok dilakukan di kanan, kepala miring ke kiri dan
sebaliknya
4. Desinfeksi area
5. Suntikkan obat anelgetik lokal sebanyak 25-40 ml pada
titik yang berjarak satu sentimeter di atas titik sepertiga tengah
clavicula ke arah tulang iga pertama.
6. Sebelum obat dimasukkan, dilakukan aspirasi terlebih
dahulu
7. Tunggu 5-10 menit untuk menunggu mulai kerja obat

27
Gambar 2. 13 Blok pleksus brachialis supraclavicular

f. Komplikasi:
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Hematoma
5. Pneumothorax
6. Neuropathy

C. Blok pleksus brachialis infraclavicular


Blok ini dilakukan dengan posisi lengan bebas; lengan abduksi
dapat mempermudah menentukan lokasi anatomi dan menggunakan
marker prosesus coracoid. Lokasi blok 2 cm medial dari prosesus coracoid
lalu 2 cm kaudal, jarum 18-22G dimasukkan tegak lurus kulit hingga
tercapai respon motorik. Pleksus brakialis berada di atas arteri aksilaris.
Setelah teridentifikasi, lalu aspirasi, jika tidak ada darah maka masukkan
30-40 ml anestesi lokal. Adanya aktivitas nervus muskulokutaneus
(kontraksi bisep atau brakialis) menandakan blok tidak sempurna, karena
nervus muskulokutaneus dapat bercabang lebih awal dari pleksus brakialis.

28
Gambar 2. 14 Blok pleksus brachialis infraclavicular

D. Blok pleksus brachialis axiler


Blok pleksus brachialis axiler adalah tindakan analgesia regional dengan
cara menyuntikkan obat anestetik lokal pada aksila, ke arah puncak aksila.
a. Indikasi:
Operasi di daerah siku dan lengan bawah

b. Kontraindikasi:
1. Pasien menolak, dan tidak kooperatif
2. Gangguan faal hemostasis

c. Persiapan Blok pleksus brachialis axiler :


1. Informed Consent
2. Pemeriksaan Fisik (Vital Sign : Tensi, Nadi, Suhu,
Respiratory Rate)
3. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine
Lengkap, Liver Function Test, Renal Function Test, Faal
Hemostasis : Prothrombine Time, Partial Tromboplastin Time,
dan lain-lain)

d. Peralatan Blok pleksus brachialis axiler :

29
1. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter,
dan EKG.
2. Peralatan Resusitasi / Anesthesi Umum
3. Obat anesthetik lokal procaine 2%, lidocaine 1-2%,
bupivacaine 0,5%

e. Teknik Blok pleksus brachialis axiler :


1. Pasien tidur terlentang, lengan abduksi 90°, rotasi eksternal
2. Disinfeksi area suntikan
3. Identifikasi arteri aksilaris dan muskulus coracobrachialis,
lalu tusukkan jarum paralel di celah dua marker tersebut, di atas
arteri aksilaris ke arah proksimal dengan sudut 30-40° dari kulit,
kedalaman jarum kira-kira 2,5-3,75 cm. Risiko blok ini jika jarum
terlalu dalam akan mengenai arteri aksilaris, tarik jarum perlahan
hingga darah tidak teraspirasi lagi. Hal ini menunjukkan bahwa
posisi jarum berada superfisial dari arteri aksilaris dan masih
berada di dalam selubung saraf, lalu masukkan larutan anestesi
lokal.
4. Suntikkan obat anelgetik lokal sebanyak 20-30 ml
5. Tunggu 5-10 menit untuk menunggu mulai kerja obat

30
Gambar 2. 15 Anesthesi Pleksus Brachialis Axiler

f. Komplikasi :
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Hematoma
5. Neuropathy

2.3 Persyaratan Anesthesi Regional ideal


Adapun persyaratan anestesi regional dikatakan ideal antara lain:
a. Poten dan bersifat sementara (reversible)
b. Tidak menimbulkan reaksi lokal, sistemik dan alergi
c. Kerja cepat dengan durasi yang memuaskan
d. Stabil dan dapat disterilkan
e. Harganya murah

2.4 Keuntungan anesthesi regional


Anestesi regional memiliki beberapa keuntungan yaitu sebagai berikut:
a. Pasien tetap sadar, tidak ada bahaya aspirasi
b. Jalan nafas terjaga
c. Sederhana/alat minimal
d. Relaksasi otot baik
e. Perawatan paska bedah tidak sulit
f. Komunikasi dengan pasien terjaga
g. Pengelolaan nyeri pada pasien lebih baik
h. Lebih menguntungkan pada pasien rawat jalan

2.5 Kerugian anesthesi regional


Beberapa kelemahan yang dimiliki oleh anestesi regional antara lain:
a. Cemas

31
b. Operasi belum selesai obat sudah habis
c. Tidak selalu berhasil 100 %
d. Tidak bisa untuk lokasi tertentu
e. Intoksikasi (+)

BAB 3
SISTEM ANESTHESI INHALASI

A. Definisi
Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,
selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan
sifat gas masing-masing. Anestesi inhalasi masuk dengan inhalasi atau
inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak.
Berdasarkan kemasannya, obat anastesia umum inhalasi ada 2
macam. Obat anestesi inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap,
yaitu: (a) derivat halogen hidrokarbon, seperti halotan, khloroform,
trikloretilen, (b) derivat eter, seperti enfluran, metoksifluran, isofluran,
sevofluran. Obat anastesi yang berupa gas yaitu: (a) nitrous oksida (N2O),
(b) etilen siklopropan. Dalam praktek anastesiologi saat ini yang sering
digunakan yaitu halotan, isofluran dan sevofluran.
Anastesi inhalasi memiliki keunggulan pada potensinya yang
tinggi dan konsentrasinya yang dapat dikendalikan melalui mesin,
memungkinkan titrasi dosis untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
Sistem penghantar gas atau sistem anesthesia atau sirkuit
anesthesia ialah alat yang bukan saja menghantarkan gas atau uap
anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan nafas pasien tetapi juga harus

32
sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas segar
atau dengan menghisapnya dengan kapur soda.

B. Fisiologi Respirasi
1. Volume Tidal (VT):
volume udara inspirasi atau ekspirasi pada setiap daur nafas tenang.
Pada dewasa ±500 ml (8-10 ml/kg)
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV, Inspiratory Reserve Volume) :
Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir inspirasi
tenang. Pada dewasa ±1500ml
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV, Ekspiratory Reserve Volume) :
Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi
tenang. Pada dewasa ±1200ml
4. Volume Sisa ( RV, Residual Volume) :
Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi
maksimal. Pada dewasa ±2100ml
5. Kapasitas Inspirasi ( IC, Inspiratory Capacity/TV + IRV) :
Volume udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi
tenang. Pada dewasa ±2000ml
6. Kapasitas Sisa Fungsional ( FRC, Functional Residual Capacity/ERV
= RV)
Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi tenang.
Pada dewasa ±3300ml
7. Kapasitas Vital ( VC, Vital Capacity/ IRV + TV + ERV) :
Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha
maksimal setelah inspirasi maksimal. Pada dewasa ±3200ml
8. Kapasitas Paru Total (TLC, Total Lung Capacity/ IRV + TV + ERV +
RV) :
Volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal. Pada
dewasa ±5300ml
9. Minute Volume (MV) :
VT dalam 1 menit (rumus : VT X f)
10. Dead Space (VD):
Bagian saluran saluran napas atau VT yang tidak ikut dalam
pertukaran udara. Normalnya 1/3 VT
11. Ventilasi Alveoli (VA) :
Udara di alveoli yang yang terlibat dalam pertukaran udara. VA= (VT-
VD) X RR (frekuensi selama 1 menit)
12. Rebreathing :
Udara ekshalasi yang terhirup kembali
13. CO2 absorber :

33
Bahan pengikat CO2 yang terjadi terdiri dari Ca(OH2) dengan
Na(OH)2 atau sodalime
14. MAC (Minimal Alveolar Concentration) :
Merupakan konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat anastesi di
dalam alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia pada pasien.
 MAC meningkat pada : hyperthermia, hypernatremia, obat-obatan
yang meningkatkan katekolamin, Chornic Alkohol Abuse
 MAC menurun pada : hypothermia, hyponatremia, premedikasi,
usia.

Ambilan alveolus terhadap gas atau uap anestesi inhalasi ditentukan oleh
sifat fisiknya, yaitu :

- Ambilan paru
- Difusi gas dari paru ke darah
- Distribusi dari darah ke otak

Hiperventilasi meningkatkan ambilan alveolus, sedangkan


hipoventilasi sebaliknya.Dalam prakteknya, kelarutan zat inhalasi dalam
darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan
induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada
zat yang tidak larut, dan lambat pada zat yang larut.

Eliminasi obat – obat inhalasi sebagian besar dikeluarkan oleh


tubuh melalui paru. Sebagian lagi dimetabolisme oleh hepar dengan sistem
oksidasi sitokrom P450. Kemudian, sisa metabolisme yang larut dalam air
dikeluarkan melalui ginjal.

 Sirkuit Anastesi
Sistem anastesi atau sirkuit anastesi adalah suatu alat yang tidak
hanya menghantarkan gas atau uap anastetik dan oksigen dari mesin ke
jalan nafas atas pasien tetapi juga harus dapat membuang CO2 dengan
mendorongnya dengan aliran gas segar atau dengan menghisapnya dengan
kapur soda / soda lime.

Sirkuit anastesi umumnya terdiri dari:

34
1. Face mask, Laryngeal Mask Airway(LMA),atau Endotracheal Tube
2. Katup ekspirasi dengan per atau pegas (expiratory loaded spring
valve, pop-off valve, APL, adjustable pressure limiting valve).
3. Pipa ombak, pipa cadang (corrugated tube, reservoir tube)
4. Kantong cadang (reservoir bag)
5. Tempat masuk campuran gas anesthesi dan O2 (Fresh gas inlet).

Sirkuit anastesi diklasifikasikan sebagai rebreathing dan non-


rebreathing berdasarkan adatidaknya udara ekspirasi yang dihirup
kembali. Sirkuit ini juga dibedakan sebagai open, semi open, semi closed,
dan closed berdasarkan :
1. Ada tidaknya reservoir bag
2. Udara ekspirasi yang dihirup kembali (rebreathing exhale gas)
3. Komponen untuk menyerap CO2 ekspirasi (CO2 absorber)
4. Katup satu arah

Pembagian berdasarkan teknik sistemnya membagi sirkuit


anesthesi menjadi open, semi-open, semi-closed, dan closed

Tabel 3.1 Pembagian sirkuit anesthesi


SISTEM CO2 ABSORBER REBREATHING

Open - Tidak ada


Semi Open - Sebagian
Close + Total
Semi Close + Sebagian

C. Sistem Anestesi open dan semi open


1. Sistem Open
a. Tidak terjadi nafas ulang (rebreathing)
b. Tidak ada penyerapan CO2 (CO2 Absorber)
c. Terutama untuk anesthesi anak-anak < 20 Kg
Contoh :
- Sistem Open dengan sungkup tanpa plastik
Sistem ini menggunakan sistem tetes terbuka yaitu sistem anestesi
yang sederhana dengan meneteskan cairan anestetik (eter,
kloroform) dari botol khusus ke wajah pasien dengan bantuan
sungkup muka (face mask) schimmelbusch

35
Kelebihan :
 Pertukaran udara menjadi bebas
 Tidak ada rebreathing, tidak terjadi akumulasi CO2
 Biasanya menggunakan eter tetes

Gambar 3.1 Masker Schimmelbusch

Gambar 3.2 Sungkup Tanpa Plastik

Gambar 3.3 Sungkup Tanpa Plastik dengan Kassa

- Sistem Open dengan Jacson Reese,

36
Sistem ini terdiri atas sungkup muka, lubang masuk untuk aliran
gas segar, pipa ombak sebagai pipa cadang dan kantong cadang.
Tambahan kantong cadang ini memudahkan memonitor nafas
spontan dan melakukan nafas kendali. Dikenal juga dengan nama
Mapleson F.
Syaratnya:
 Aliran udara harus 2 kali volume semenit
 Mempunyai katup ekshalasi

Gambar 3.4 Jackson Reese (Mapleson F)

- Sistem open dengan Ayre’s T-Tube


Sistem ini akan menjadi sistem terbuka bila aliran O2 sama
dengan 2 kali volume semenit. Terdiri atas sungkup muka, lubang
masuk untuk aliran gas segar, dan pipa ombak sebagai pipa
cadang, tanpa kantong cadang. Sistem ini dikenal pula dengan
nama Mapleson E.

Gambar 3.5 Sistem Mapleson E (Ayre’s T-piece)

d. Kerugian :
i. Boros
ii. Mudah terjadi kebakaran/ ledakan
iii. Dapat mengiritasi kulit muka

37
iv. Butuh waktu lebih lama untuk mecapai level anestesi

2. Sistem Semi Open


a. Udara ekspirasi tidak bebas keluar seluruhnya sehingga sebagian
udara dari ekspirasi akan kembali pada waktu inspirasi.
b. Ada rebreathing sebagian
c. Tidak ada CO2 Absorber
d. Alat biasa menggunakan eter-air buatan LOOSCO atau EMO
Contoh: open drop dengan sungkup yang dilapisiplastik, alat untuk
ether (E.M.O atau Losco).

Gambar 3.6 Sistem semi open E.M.O


e. Keuntungan:
i. Sama dengan sistem open
ii. Konsentrasi obat lebih tinggi dibanding sistem open
iii. Induksi lebih cepat dibanding sistem open

f. Kerugian:
i. Sama dengan open sirkuit
ii. Bisa terjadi akumulasi CO2 dalam sungkup (mudah terjadi
hipoksia).

D. Sistem Anestesi Close dan Semi Close


1. Sistem Close
a. Circle sirkuit katup ekshalasi tertutup
b. Udara ekspirasi dihisap lagi dan diikat dengan atmosfer
c. Tidak ada udara yang berhubungan dengan atmosfer
d. Hemat O2 dan obat anesthesi
e. Berbahaya bila CO2 Absorber tidak berfungsi dengan baik
f. Untuk dewasa

38
2. Sistem Semi close
a. Gas ekspirasi sebagian keluar ke atmosfir dan sebagian masuk ke
dalam
saluran inspirasi
b. Terdapat tabung penyerapan CO2.
c. Keuntungan: lebih irit, tidak terjadi akumulasi CO 2, bahaya
kebakaran/
ledakan berkurang
d. Kerugian: jika soda lime sudah tua bisa terjadi akumulasi CO2 =>
CO2
narcosis
e. Debu dari soda lime dapat mengiritasi paru penderita
f. Untuk dewasa

Gambar 3.7 Sistem semi close dan sistem close

 Peralatan Anastesi
Alat yang digunakan disebut mesin anastesi. Fungsi mesin anastesi
adalah menyalurkan gas atau campuran gas anastesi yang aman ke

39
rangkaian sirkuit anastesi yang kemudian dihisap oleh pasien dan juga
membuang sisa campuran gas pasien.

Mesin anastesi dikatakan aman dan ideal bila memenuhi persyaratan


berikut:
1. Dapat menyalurkan gas anastesi dengan dosis tepat.
2. Ruang rugi minimal
3. Mengeluarkan CO2 dengan efisien.
4. Bertekanan rendah
5. Kelembaban terjaga dengan baik
6. Penggunaannya sangat mudah dan aman

Sebelum digunakan mesin anastesi harus diperiksa apakah berfungsi


dengan baik atau tidak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Periksa mesin dan peralatan kaitannya secara visual apakah ada


kerusakan atau tidak, apakah rangkaian sambungannya benar.
2. Periksa alat penguap apakah sudah terisi obat dan penutupnya tidak
longgar atau bocor.
3. Periksa apakah sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah
benar.
4. Periksa meter aliran gas apakah berfungsi baik.
5. Periksa aliran gas O2 dan N2O

Mesin anastesi modern biasanya memiliki komponen sebagai berikut:

1. Sumber O2, N2O dan udara tekan


2. Alat pantau tekanan gas (pressure gauge)
3. Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve)
4. Meter aliran gas (flowmeter)
5. Satu atau lebih penguap carian anastetik (vaporizer)
6. Lubang keluar campuran gas (common gas outlet)
7. Kendali O2 darurat (oxygen flush control)
8. Ventilator
9. Monitor fisiologi untuk memonitor laju jantung, EKG, tekanan
darah, dan saturasi oksigen.
10. Perlengkapan suction
11. Sistem pembuangan
12. Alat penukar panas dan uap
13. Terdapat tatakan / laci meja kecil tempat meletakkan perlengkapan
pengelolaan jalan nafas.

40
41
Gambar 3.8 Mesin Anestesi

Sirkuit anastesi yang populer sampai saat ini ialah sirkuit lingkaran (circle
sistem), sirkuit Magiil, sirkuit Bain dan sistem pipa T.
a. Sistem tetes terbuka
Sistem tetes terbuka (open drop system) ialah sistem anesthesi yang
sederhana yaitu dengan meneteskan cairan anastetik (eter, koloform) dari
botol khusus ke wajah dengan bantuan sungkup muka (face mask)
Schimmelbusch. Masker Schimmelbusch berupa masker rangka besi dengan
cekungan untuk mengumpulkan agen anestesi yang berlebihan dan

42
dilengkapi rangka kawat yang dapat dilepas untuk menahan kain penutup.
Pada teknik ini sejumlah zat anestesi inhalasi diteteskan melalui masker yang
dipasang pada wajah penderita diatas mulut dan hidung. Zat anestesi yang
mudah menguap, seperti ether atau halothane menetes di atas kain tipis yang
menutupi wajah (masker Schimmebusch), digunakan pada wajah pasien. Zat
anestesi diteteskan secara perlahan-lahan di atas masker kemudian dialirkan
oksigen yang cukup dibawahnya sehingga didapatkan sirkulasi udara yang
baik di bawah masker. Ketika proses inspirasi, udara melewati kain,
menguapkan agen cair dan membawa zat anestesi dalam konsentrasi tinggi
pada pasien. Penguapan menurunkan temperatur masker, mengakibatkan
kondensasi uap air dan pengembunan serta penurunan tekanan uap anestesi
(tekanan uap sebanding dengan suhu).
Sistem ini tahanan nafasnya minimal dapat ditambahkan O 2 melalui
pipa kecil ke dalam sungkup.Keburukan sistem ini ialah selain boros, udara
ekspirasi mencemari lingkungan sekitar.

Gambar 3.9 Sungkup muka (face mask) Schimmelbusch.

b. Sistem Insuflasi
Sistem ini diartikan sebagai penghembusan gas anastetik dengan
sungkup muka ke wajah pasien tanpa menyentuhnya. Istilah insuflasi
menunjukkan peniupan gas anestesi di wajah pasien. Meskipun insuflasi
dikategorikan sebagai breathing system, mungkin istilah ini lebih baik bila
dianggap sebagai suatu teknik anestesi tanpa hubungan langsung antara
sebuah rangkaian alat pernafasan dengan pasien. Karena anak-anak sering
menolak penempatan masker wajah atau melalui intravena, insuflasi berguna

43
sekali untuk induksi pasien anak-anak dengan anestesi inhalasi. Biasanya
dikerjakan pada bayi anak yang takut disuntik pada mereka yang sedang tidur
supaya tidak terbangun.
Untuk menghindari penumpukan gas CO2 aliran gas harus cukup
tinggi sekitar 8 - 10 liter / menit. Seperti sistem tetes terbuka cara ini
mencemari udara sekitar.

Gambar 3.10 Insuflasi agen anestesi di wajah pasien anak selama


induksi

c. Sistem Mapleson
Sistem Mapleson asli tak dilengkapi dengan penyerap CO2 sehingga
aliran gas harus sanggup membuang CO2. Sistem ini disebut juga sebagai
sistem aliran nafas terkendali (flow controlled breathing sistem). Sistem ini
terdiri dari beberapa kelas yaitu ABCDE. Willis menambah dengan sistem F
dan sistem ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelas A, kelas BC dan
kelas DEF. Sistem Mapleson disebut juga sebagai sistem semi-tertutup yang
terdiri dari sungkup muka (face mask), pipa ombak (carrugated tubing),
kantong cadang (reservoir bag) dan lubang aliran gas segar (fresh gas flow
inlet).

44
45
Gambar 3.11 Sistem Mapleson

Sistem Mapleson A
Sistem Mapleson A disebut sebagai sistem Magiil atau Magiil attachment.
Sistem ini cocok digunakan pada anesthesi dengan pernapasan spontan.
Katub Ekspirasi (KE) diletakkan di dekat sungkup muka (SM=P),
menggunakan pipa ombak, sedangkan tempat masuk aliran gas segar
(AGS=FG) di dekat atau pada kantong cabang (KC=T). Pada pasien
pernapasan spontan, aliran gas segar minimal harus sama dengan besarnya
ventilasi pasien semenit (80 – 100 ml/kg) yang pada pasien dewasa sekitar 5
– 6 liter / menit dan katub ekspirasi dibuka maksimal. Sistem ini sekarang
jarang digunakan.

Sistem Mapleson B dan C


Seperti pada Sistem Mapleson A, pada sistem Mapleson B katup ekspirasi
tetap didekat sungkup, tetapi lubang masuk aliran gas segar juga dekat
sungkup atau katup. Pipa ombak dan kantong cadang berfungsi sebagai ruang
tertutup (blind limb), tempat berkumpulnya gas segar, gas ruang mati (dead
space gas) dan gas alveolar. Kadang-kadang sistem ini digunakan di ruang
pulih (recovery room) pada pasien dengan nafas spontan dan pada sistem ini

46
diperlukan aliran gas segar sekitar dua kali ventilasi semenit. Mapleson C
seperti Mapleson B, tetapi tidak menggunakan pipa ombak. Dengan
menambah kanister kapur soda, Mapleson C ini disebut juga sebagai sistem
Water’ to and fro.

Sistem Mapleson D
Pada Sistem Mapleson D, katup ekspirasi diletakkan didekat masing-masing
cadang dan lubang aliran gas segar di dekat sungkup muka. Untuk mencegah
penghisapan kembali CO2 perlu aliran gas segar 2,5 x ventilasi semenit.
Modifikasi sistem ini disebut sistem Bain. Pada sistem Bain pipa kecil yang
mengalirkan gas segar di dekat sungkup masih di dalam pipa ombak. Pipa
ombak biasanya dari plastik transparan, tembus pandang, sehingga kalau ada
kerusakan pipa dalam segera diketahui.
Keuntungan sistem Bain ialah :
 Lebih ringkas, lebih ringan, dengan pipa tunggal
 Dapat digunakan kembali dan untuk semua usia
 Dapat digunakan untuk napas spontan atau kendali
 Dapat digunakan dengan ventilator
 Mudah disterilkan
Untuk napas spontan perlu aliran gas segar 100 – 150 mL/Kg, napas kendali
70 mL /Kg.

Sistem Mapleson E dan F


Sistem Mapleson E ini hanya terdiri dari sungkup muka, lubang masuk untuk
aliran gas segar dan pipa ombak sebagai pipa cadang. Sistem ini dikenal juga
dengan nama Ayre’s T-Piece atau y-piece in Rees atau Mapleson F.
Tambahan kantong cadang ini memudahkan memonitor napas spontan dan
melakukan napas kendali. Sistem ini cocok untuk bayi dan anak kecil. Untuk
mencegah dilusi oleh gas inspirasi dengan udara atau inspirasi dengan CO2
maka diperlukan aliran gas segar 2x ventilasi semenit. Keuntungan sistem ini
ialah tak ada resintensi ekspirasi.

47
Sistem ABC sekarang jarang digunakan, sistem DEF umumnya digunakan
dan di Amerika banyak digunakan sistem Bain.

d. Sistem lingkar
Sistem ini populer di Amerika, menggunakan dua katup ekspirasi, satu
di dekat pasien yang lainnya di dekat kantong cadang. Aliran gas cukup
2 – 3 menit asalkan kadar O2lebih dari 25%. Sistem ini variasinya
cukup banyak dan umumnya terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
 Tempat masuk campuran gas segar (fresh gas islet)
 Katup ombak inspirasi dan ekspirasi
 Pipa ombak inspirasi dan ekspirasi
 Konektor Y
 Katup pop-off
 Kantong cadang
 Kanister berisi kapur soda

Untuk mencegah hirupan kembali CO2, perhatikan hal-hal dibawah ini :

 Dua katup searah harus diletakkan antara pasien dan kantong cadang
pada ujung distal pipa ombak
 Gas segar jangan dimasukkan ke sirkuit antara pasien dan katup
ekspirasi.
 Katup pop-off tidak dapat ditempatkan antara pasien dan katup
inspirasi.

48
Gambar 3.12 Sistem Lingkar

Tergantung tingginya aliran gas segar, maka sistem ini dapat digunakan
untuk:

 Semi open (aliran gas tinggi, hirupan kembali minimal)


 Semi closed (sering digunakan, disertai hirupan kembali)
 Closed (hirupan kembali komplit)

Keuntungan sistem ini :

 Ekonomis (aliran gas rendah).


 Konsentrasi gas inspirasi relative stabil
 Ada kehangatan dan kelembapan pada jalan napas
 Tingkat polusi rendah

Kerugian sistem ini :

 Resistensi tinggi.
 Tidak ideal untuk anak
 Pengenceran oleh udara ekspirasi

Sistem ini kompleks dengan beberapa komponen di antaranya :

 Tempat gas segar masuk (fresh gas inlet)


 Katup searah inspirasi dan ekspirasi
 Pipa ombak inspirasi dan ekspirasi
 Konektor Y
 Katup pop-off
 Kanister berisi kapur soda

49
 Farmakologi Anesthesi Umum Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertamakali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. kemudian menyusul eter, kloroform,
etil-klorida, etilen, divinil eter, siklopropan, trikloroetilen, iso-propenil-
vinil-eter, propenil-metil-eter, flouroksan, etil-vinil-eter, halotan,
metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Dalam dunia
modern, anetesi inhalasi yang sekarang ini umum digunakan adalah N2O,
halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.
Pemakaian N2O harus selalu dikombinasikan dengan O2 dengan
perbandingan 70:30 atau 60:40 atau 50:50, tergantung kondisi
pasien.Dosis obat volatil (halotan, enfluran, isofluran,
sevoflurandandesfluran) dimulai dengan “dial set” rendah kemudian
ditingkatkan sesuai dengan target stadium anesthesi yang diperlukan.
Apabila diperlukan relaksasi lapangan operasi yang optimal, masing-
masing kombinasi ini dapat ditambahkan obat pelumpuh otot golongan
non depolarisasi, antara lain: pankuronium bromide atau atrakurium
besylate dan lain-lainnya secara intravena. Pilihan kombinasi tergantung
indikasi.

1. N2O
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak
menimbulkan iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat
ini dikemas dalam bentuk cair dalam silinder warna biru 9000 L atau
1800 L dengan tekanan 50 atm atau 750 psi.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai dengan O2minimal
25%. Gas ini bersifat anestesi lemah, tetapi analgesiknya kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada
pemakaiannya sering dikombinasi dengan salah satu obat anestesi
lainnya seperti halotan, dll.

2. Halotan
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,
asalkan anestesinya cukuo dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan
analgesic semprot lidokain 4% atau 10% disekitar laring dan faring.

50
Pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2% dan pada nafas
kendali sekitar 0,5-1 vol% yang disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, sehingga jarang
dipakai untuh bedah otak.
Adanya kelebihan dosis menyebabkan depresi nafas, menurunkan tonus
simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi
vasomotor, depresi miokard dan inhibisi reflex baroreseptor. Kombinasi
dengan adrenalin dapat menyebabkan disritmia, sehingga penggunaan
adrenalin harus dibatasi.
Sekitar 20% halotan dimetabolisme terutama di hepar secara oksidatif
menjadi komponen bromine, klorin dan asam trikloro asetat, dan secara
reduktif menjadi komponen flourida dan produk non-volatil yang
dikeluarkan lewat urin. Metabolism reduktif ini menyebabkan hepar
bekerja keras, sehingga merupakan kontraindikasi bagi penderita
gangguan hepar.

3. Isofluran
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Hal ini dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran
sering digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
banyak digunakan untuk pasien dengan gangguan koroner

4. Sevofluran
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dari isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
nafas, sehingga lebih disukai untuk induksi anestesi inhalasi
daibandingkan halotan.
Efek pada kardiovaskular cukup stabil, sehingga jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum
ditemukan efek toksik pada hepar.

5. Enfluran
Merupakan halogenasi eter, dihindari penggunaannya pada pasien
dengan riwayat epilepsy Karena menunjukkan tanda-tanda epileptic

51
yang disertai hipokapnia. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3
kali dibanding halotan. Enfluran dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar
menjadi produk nonvolatile yang dikeluarkan lewat urin, sisanya
dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat daripada halotan.
Efek depresi nafas lebih kuat dibanding halotan, dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan. Depresi sirkulasi lebih kuat disbanding
halotan, namun tidak sampai menimbulkan aritmia. Efek relaksasi otot
lurik lebih baik daripada halotan.
Tabel 3.2 Efek obat anesthesia umum inhalasi

Obat Hipnotik Analgetik Relaksasi otot


N2O - + -
Halotan ++ + +
Enfluran ++ + +
Isofluran ++ + +
Sevofluran ++ + +
Desfluran ++ + +

52
BAB 4
KESIMPULAN

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan


tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan
khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang
panggul, bedah obstetri, dan bedah anak.
Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan
dengan anestesi. Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat
dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri
punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi
nonsteroid seperti aspirin,novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah,
dan pasien yang tidak stabil.
Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk
anestesi regional yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke
dalam ruang epidural. Injeksi dapat menyebabkan keduanya kehilangan sensasi
(anestesi) dan hilangnya rasa sakit (analgesia), dengan menghalangi transmisi
sinyal melalui sarafdi dalam atau dekat tulang belakang. Menyuntikkan obat ke
dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk analgesia. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda dan untuk
berbagai alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural analgesia
mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi
mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah perifer).
Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat
dipertahankanselama beberapa hari, jika diperlukan.
Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di
ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh
ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan
antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum

53
flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
Anestesia inhalasi yang sempurna adalah yang (a) masa induksi dan masa
pemulihannya singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anestesinya terjadi
cepat, (c) relaksasi ototnya sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak
menimbulkan efek toksik atau efek samping yang berat dalam dosis anestetik
yang lazim.
Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi
adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi
jaringan (tekanan darah,nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak
ditentukan oleh kelarutan zat anestetik, kadar anestetik dalam udara yang dihirup
oleh pasien atau disebut tekanan parsial anestetik, ventilasi paru, aliran darah paru
, dan perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Karjadi Wirdjoatmpdjo, Prof, dr,. SpAn-KIC. Anesthesiologi dan reaminasi


modul dasar untuk pendidikan S1 Kedokteran. 2000. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
2. Latief A S, Suryandu KA, et al. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FK UI.
3. John F. B, David C. M, john D. W, 2013. Morga & Mikhail’s: Clinical
anesthesiology, 5th. Mc Graw Hill
4. Iswandi, Andi. 2013. Regional Anestesi.
http://andiiswandi.blogspot.co.id/2013/10/regional-anestesi.html

DAFTAR PUSTAKA

Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II.

Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009

Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994

Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010

Morgan, Edward dkk. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill

Companies. 2006

55
56

Anda mungkin juga menyukai