Penyusun:
Rico Pratama Wiyono 2016.04.2.0149
Ridge Handojo Pratignjo 2016.04.2.0150
Pembimbing:
dr. Bambang Widjianto, Sp.An
1
yang berhubungan dengannya. Anestesi regional terbagi atas spinal anestesi,
epidural anestesi dan blok perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas
digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota tubuh bagian bawah pada operasi
abdomen bagian bawah.
Pada anestesi umum terjadi kehilangan kesadaran total dan dapat diberikan
secara inhalasi, intravena, intramuskuler, subkutan, per–oral, per–rektal. Obat
anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang bersifat heterogen, yang
mendepresi sistem saraf pusat (SSP) secara reversibel dengan spektrum yang
hampir sama dan dapat dikontrol.
Salah satu teknik anestesi umum yaitu anestesi inhalasi. Anestesi inhalasi
modern yang pertama adalah karbon dioksida dan asam nitrat. Karbon dioksida
tidak digunakan secara teratur sebagai anestesi inhalasi, sedangkan asam nitrat
lebih sering digunakan dan masih digunakan sampai sekarang.
Saat ini anestesi inhalasi sangat populer oleh karena adanya kemudahan
dalam tatalaksananya dan juga kemampuan untuk memonitor efek yang
ditimbulkan secara langsung oleh pemberian obat-obatan anestesi tersebut.
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. kemudian menyusul, eter, kloroform, etil-
klorida, etilen, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-
eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran,
desfluran dan sevofluran.
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.
Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anestesi regional
dan sistem anestesi inhalasi.
BAB 2
ANESTESI REGIONAL
2.1 Definisi
Anestesi regional adalah salah satu teknik anesthesia untuk daerah
tertentu khususnya lengan, abdomen bawah, atau tungkai, dimana terjadi
2
hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk sementara pada impuls saraf
sensorik. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, namun
kondisi pasien dalam keadaan sadar.
2.2 Klasifikasi
Anesthesi regional dibagi menjadi antara lain:
1. Blok sentral (blok neuroaksial) yaitu meliputi blok spinal, blok epidural,
dan blok kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf) misalnya blok pleksus brachialis, aksiler,
analgesia regional intravena, dan lain - lainnya
A. Indikasi :
Bedah ekstremitas inferior
Bedah panggul
Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi
dengan anastesi umum ringan
Bedah urologi
Bedah obstetri-ginekologi
Tindakan sekitar rectum-perineum
Bedah abdomen bawah
B. Kontra indikasi absolut :
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
Tekanan intracranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesia
C. Kontra indikasi relatif :
Infeksi sistemik (sepsis, bakteremia)
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
3
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronis
D. Penyebaran anestesi spinal bergantung pada :
1. Karakter pasien :
a) Usia
b) Tinggi badan
c) Berat badan
d) Jenis kelamin
e) Tekanan Intra Abdominal
f) Konfigurasi anatomi columna spinal
g) Posisi pasien
2. Teknik injeksi :
a) Lokasi injeksi
b) Arah jarum injeksi
c) Arah bevel (kec. Jarum whitecare)
d) Jumlah injeksi
3. Karakter cairan spinal :
a) Volume
b) Tekanan
c) Densitas
4. Karakter cairan anestetik :
a) Densitas
b) Jumlah
c) Konsentrasi
d) Volume
4
umum, selalu ada kemungkinan komplikasi neurologi dan sirkulasi sehingga
menimbulkan ketidakstabilan hemodinamik, dan pasien mendengar berbagai
bunyi kegiatan operasi dalam ruangan operasi.
5
Gambar 2.1 Posisi pasien dalam dekubitus lateral
6
Gambar 2. 2 Letak processus spinosus L4
7
Gambar 2.2 Anatomi vertebra lumbal
8
Gambar 2.3 Blok spinal subarachnoid
H. Komplikasi tindakan :
Hipotensi berat
Bradikardi
Hipoventilasi
Trauma pembuluh darah
Trauma saraf
Mual muntah
Gangguan pendengaran seperti tinitus
Blok spinal tinggi atau total
I. Komplikasi Pasca tindakan :
Nyeri tempat suntikan
Nyeri punggung
Nyeri kepala karena kebocoran liquor
Retensio urine
Meningitis
9
dibanding anesthesia spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga
lebih lemah.
Isi ruang epidural :
1. Sakus duralis
2. Cabang saraf spinal (spinal nerve roots)
3. Pleksus venosus epiduralis
4. Arteria spinal
5. Pembuluh Limfe
6. Jaringan lemak
10
Gambar 2.5 Jarum Epidural Crawford
11
Gambar 2.7 Epidural Space
12
Gambar 2.8 Teknik Loss of Resistance
13
Gambar 2.9 Teknik Hanging Drop
d. Cara Penyuntikkan.
Setelah dilakukan uji dosis dan diyakini posisi jarum berada diruang
epidural, masukkan kateter epidural sampai kateter berada di ruang
epidural ±5cm, kemudian cabut jarum epidural dan fiksasi kateter pada
bahu pasien.
14
Gambar 2.10 Anesthesi Epidural
Masukkan anesthesi lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml
sampai tercapai dosis total. Suntikan yang terlalu cepat bisa menyebabkan tekanan
dalam ruang epidural mendadak tinggi sehingga menimbulkan peningkatan
tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan gangguan sirkulasi pembuluh darah
epidural.
e. Untuk mengetahui keberhasilan epidural dilakukan uji keberhasilan
epidural :
i. Blok Simpatis diketahui dari perubahan suhu
ii. Blok Sensorik diketahui dari uji tusuk jarum
iii. Blok Motorik diketahui dari Skala Bromage
15
4. Volume Obat 4cc 15 atau 20cc
5. Teknik Lebih mudah Lebih sulit
6. Blok motoris Kuat Sedang
7. Efek Besar Kecil-sedang
hemodinamik
(hipotensi)
F. Komplikasi
- Blok tidak merata
- Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
- Depresi Cardiovascular (hipotensi)
- Mual – muntah
B. Kontraindikasi :
Pasien menolak
Pasien tidak kooperatif
Gangguan faal hemostasis
Infeksi daerah anorektal
Dehidrasi
Shock
Anemia
SIRS
Kelainan tulang sacrum
C. Teknik Anesthesi kaudal :
1. Persiapan:
a) Rutin
b) Alat pantau yang diperlukan
c) Kit emergensi
d) Obat anestetik lokal lidokain 5% atau bupivakain 0,5%
e) Jarum suntuik 10 ml
16
2. Posisi penderita telungkup dengan simphisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari pantat) atau dekubitus lateral, terutama pada wanita
hamil.
3. Dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena
(venocath, abbocath) ukuran 20-22 pada penderita dewasa.
4. Pada dewasa biasanya ditusukkan pada L5-S1 dengan dosis 1 – 2 ml/
segmen.
5. Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan menemukan kornu sakralis
kanan dan kiri (sangat mudah teraba pada penderita kurus) dan Spina
Iliaca Superior Posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
17
Gambar 2. 4 Lokasi penusukan pada blok epidural caudal
18
Gambar 2. 5 Arah jarum pada blok epidural kaudal
G. Komplikasi
- Blok tidak merata - Hipoventilasi
- Depresi Cardiovascular - Mual - muntah
A. Indikasi :
Untuk bedah singkat sekitar 45 menit di daerah siku, lengan bawah, lutut dan
tungkai bawah.
B. Kontraindikasi :
- Pasien menolak
- Pasien tidak kooperatif
- Gangguan faal hemostasis
C. Persiapan Anasthesi Regional Intravena :
a. Informed Consent
b. Pemeriksaan Fisik (Vital Sign : Tensi, Nadi, Suhu, Respiratory Rate)
c. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine Lengkap, Liver
Function Test, Renal Function Test, Faal Hemostasis : Prothrombine Time,
Partial Tromboplastin Time, dan lain-lain)
D. Peralatan Anasthesi Regional Intravena :
a. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter, dan EKG.
b. Peralatan Resusitasi / Anesthesi Umum
c. Obat anesthetik lokal lidokain 5% atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg
d. Kateter vena (venocath)
19
e. Perban Elastik (Eshmark Bandage)
f. Tourniquet atau manset ganda
E. Teknik Anasthesi Regional Intravena :
a. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada
sisi tangan atau lengan yang akan dibedah, untuk memasukkan
obat anesthesi lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-
obat yang mungkin diperlukan seandainya timbul kegawatan atau
diperlukan cairan infus.
b. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan
dibedah dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara
manual atau dengan bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari
distal ke proksimal. Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah
dan tentunya dosis obat.
20
Gambar 2. 7 Anesthesi regional intravena
21
d. Suntikkan Lidocain atau Prilocain 0,5% 0,6ml/kg (Bupivakain
tidak dianjurkan karena toksisitasnya lebih besar) melalui kateter
dipunggung tangan. Untuk tungkai lewat vena punggung kaki
dengan dosis 1-1,2ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15
menit dan pembedahan dapat dimulai.
e. Setelah 20-30 menit atau kalau penderita sudah merasa tidak enak
atau nyeri pada torniquet, kembangkan manset distal dan
kempiskan manset proksimal.
f. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara
bertahap. Buka tutup selang selama beberapa menit untuk
menghindari keracunan obat. Pada pembedahan yang sangat
singkat, untuk mencegah keracunan sistemik torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat
keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar.
F. Penyulit:
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Paresis nervus axilaris
5. Nyeri tourniquet
22
Gambar 2. 9 Anatomi Pleksus brachialis
23
Gambar 2. 11 Relasi Plexus brachialis dengan pembuluh darah
b. Kontraindikasi:
1. Pasien menolak, dan tidak kooperatif
2. Gangguan faal hemostasis
24
3. Pemeriksaan Laboratorium (Darah Lengkap, Urine
Lengkap, Liver Function Test, Renal Function Test, Faal
Hemostasis : Prothrombine Time, Partial Tromboplastin Time,
dan lain-lain)
25
Gambar 2. 12 Anesthesi Pleksus Brachialis Interscaleni
f. Komplikasi :
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Paralisis nervus phrenicus
5. Hematoma
6. Obat masuk rongga epidural/subarachnoid
7. Neuropathy
26
di antara muskulus skalene anterior dan media dan berada di atas arteri
subklavia.
a. Indikasi:
Operasi di daerah ekstremitas atas kecuali bahu
b. Kontraindikasi:
1. Pasien menolak, dan tidak kooperatif
2. Gangguan faal hemostasis
27
Gambar 2. 13 Blok pleksus brachialis supraclavicular
f. Komplikasi:
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Hematoma
5. Pneumothorax
6. Neuropathy
28
Gambar 2. 14 Blok pleksus brachialis infraclavicular
b. Kontraindikasi:
1. Pasien menolak, dan tidak kooperatif
2. Gangguan faal hemostasis
29
1. Peralatan Monitor : Tekanan darah, Nadi, Pulse Oximeter,
dan EKG.
2. Peralatan Resusitasi / Anesthesi Umum
3. Obat anesthetik lokal procaine 2%, lidocaine 1-2%,
bupivacaine 0,5%
30
Gambar 2. 15 Anesthesi Pleksus Brachialis Axiler
f. Komplikasi :
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Hematoma
5. Neuropathy
31
b. Operasi belum selesai obat sudah habis
c. Tidak selalu berhasil 100 %
d. Tidak bisa untuk lokasi tertentu
e. Intoksikasi (+)
BAB 3
SISTEM ANESTHESI INHALASI
A. Definisi
Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,
selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan
sifat gas masing-masing. Anestesi inhalasi masuk dengan inhalasi atau
inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak.
Berdasarkan kemasannya, obat anastesia umum inhalasi ada 2
macam. Obat anestesi inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap,
yaitu: (a) derivat halogen hidrokarbon, seperti halotan, khloroform,
trikloretilen, (b) derivat eter, seperti enfluran, metoksifluran, isofluran,
sevofluran. Obat anastesi yang berupa gas yaitu: (a) nitrous oksida (N2O),
(b) etilen siklopropan. Dalam praktek anastesiologi saat ini yang sering
digunakan yaitu halotan, isofluran dan sevofluran.
Anastesi inhalasi memiliki keunggulan pada potensinya yang
tinggi dan konsentrasinya yang dapat dikendalikan melalui mesin,
memungkinkan titrasi dosis untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
Sistem penghantar gas atau sistem anesthesia atau sirkuit
anesthesia ialah alat yang bukan saja menghantarkan gas atau uap
anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan nafas pasien tetapi juga harus
32
sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas segar
atau dengan menghisapnya dengan kapur soda.
B. Fisiologi Respirasi
1. Volume Tidal (VT):
volume udara inspirasi atau ekspirasi pada setiap daur nafas tenang.
Pada dewasa ±500 ml (8-10 ml/kg)
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV, Inspiratory Reserve Volume) :
Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir inspirasi
tenang. Pada dewasa ±1500ml
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV, Ekspiratory Reserve Volume) :
Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi
tenang. Pada dewasa ±1200ml
4. Volume Sisa ( RV, Residual Volume) :
Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi
maksimal. Pada dewasa ±2100ml
5. Kapasitas Inspirasi ( IC, Inspiratory Capacity/TV + IRV) :
Volume udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi
tenang. Pada dewasa ±2000ml
6. Kapasitas Sisa Fungsional ( FRC, Functional Residual Capacity/ERV
= RV)
Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi tenang.
Pada dewasa ±3300ml
7. Kapasitas Vital ( VC, Vital Capacity/ IRV + TV + ERV) :
Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha
maksimal setelah inspirasi maksimal. Pada dewasa ±3200ml
8. Kapasitas Paru Total (TLC, Total Lung Capacity/ IRV + TV + ERV +
RV) :
Volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal. Pada
dewasa ±5300ml
9. Minute Volume (MV) :
VT dalam 1 menit (rumus : VT X f)
10. Dead Space (VD):
Bagian saluran saluran napas atau VT yang tidak ikut dalam
pertukaran udara. Normalnya 1/3 VT
11. Ventilasi Alveoli (VA) :
Udara di alveoli yang yang terlibat dalam pertukaran udara. VA= (VT-
VD) X RR (frekuensi selama 1 menit)
12. Rebreathing :
Udara ekshalasi yang terhirup kembali
13. CO2 absorber :
33
Bahan pengikat CO2 yang terjadi terdiri dari Ca(OH2) dengan
Na(OH)2 atau sodalime
14. MAC (Minimal Alveolar Concentration) :
Merupakan konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat anastesi di
dalam alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia pada pasien.
MAC meningkat pada : hyperthermia, hypernatremia, obat-obatan
yang meningkatkan katekolamin, Chornic Alkohol Abuse
MAC menurun pada : hypothermia, hyponatremia, premedikasi,
usia.
Ambilan alveolus terhadap gas atau uap anestesi inhalasi ditentukan oleh
sifat fisiknya, yaitu :
- Ambilan paru
- Difusi gas dari paru ke darah
- Distribusi dari darah ke otak
Sirkuit Anastesi
Sistem anastesi atau sirkuit anastesi adalah suatu alat yang tidak
hanya menghantarkan gas atau uap anastetik dan oksigen dari mesin ke
jalan nafas atas pasien tetapi juga harus dapat membuang CO2 dengan
mendorongnya dengan aliran gas segar atau dengan menghisapnya dengan
kapur soda / soda lime.
34
1. Face mask, Laryngeal Mask Airway(LMA),atau Endotracheal Tube
2. Katup ekspirasi dengan per atau pegas (expiratory loaded spring
valve, pop-off valve, APL, adjustable pressure limiting valve).
3. Pipa ombak, pipa cadang (corrugated tube, reservoir tube)
4. Kantong cadang (reservoir bag)
5. Tempat masuk campuran gas anesthesi dan O2 (Fresh gas inlet).
35
Kelebihan :
Pertukaran udara menjadi bebas
Tidak ada rebreathing, tidak terjadi akumulasi CO2
Biasanya menggunakan eter tetes
36
Sistem ini terdiri atas sungkup muka, lubang masuk untuk aliran
gas segar, pipa ombak sebagai pipa cadang dan kantong cadang.
Tambahan kantong cadang ini memudahkan memonitor nafas
spontan dan melakukan nafas kendali. Dikenal juga dengan nama
Mapleson F.
Syaratnya:
Aliran udara harus 2 kali volume semenit
Mempunyai katup ekshalasi
d. Kerugian :
i. Boros
ii. Mudah terjadi kebakaran/ ledakan
iii. Dapat mengiritasi kulit muka
37
iv. Butuh waktu lebih lama untuk mecapai level anestesi
f. Kerugian:
i. Sama dengan open sirkuit
ii. Bisa terjadi akumulasi CO2 dalam sungkup (mudah terjadi
hipoksia).
38
2. Sistem Semi close
a. Gas ekspirasi sebagian keluar ke atmosfir dan sebagian masuk ke
dalam
saluran inspirasi
b. Terdapat tabung penyerapan CO2.
c. Keuntungan: lebih irit, tidak terjadi akumulasi CO 2, bahaya
kebakaran/
ledakan berkurang
d. Kerugian: jika soda lime sudah tua bisa terjadi akumulasi CO2 =>
CO2
narcosis
e. Debu dari soda lime dapat mengiritasi paru penderita
f. Untuk dewasa
Peralatan Anastesi
Alat yang digunakan disebut mesin anastesi. Fungsi mesin anastesi
adalah menyalurkan gas atau campuran gas anastesi yang aman ke
39
rangkaian sirkuit anastesi yang kemudian dihisap oleh pasien dan juga
membuang sisa campuran gas pasien.
40
41
Gambar 3.8 Mesin Anestesi
Sirkuit anastesi yang populer sampai saat ini ialah sirkuit lingkaran (circle
sistem), sirkuit Magiil, sirkuit Bain dan sistem pipa T.
a. Sistem tetes terbuka
Sistem tetes terbuka (open drop system) ialah sistem anesthesi yang
sederhana yaitu dengan meneteskan cairan anastetik (eter, koloform) dari
botol khusus ke wajah dengan bantuan sungkup muka (face mask)
Schimmelbusch. Masker Schimmelbusch berupa masker rangka besi dengan
cekungan untuk mengumpulkan agen anestesi yang berlebihan dan
42
dilengkapi rangka kawat yang dapat dilepas untuk menahan kain penutup.
Pada teknik ini sejumlah zat anestesi inhalasi diteteskan melalui masker yang
dipasang pada wajah penderita diatas mulut dan hidung. Zat anestesi yang
mudah menguap, seperti ether atau halothane menetes di atas kain tipis yang
menutupi wajah (masker Schimmebusch), digunakan pada wajah pasien. Zat
anestesi diteteskan secara perlahan-lahan di atas masker kemudian dialirkan
oksigen yang cukup dibawahnya sehingga didapatkan sirkulasi udara yang
baik di bawah masker. Ketika proses inspirasi, udara melewati kain,
menguapkan agen cair dan membawa zat anestesi dalam konsentrasi tinggi
pada pasien. Penguapan menurunkan temperatur masker, mengakibatkan
kondensasi uap air dan pengembunan serta penurunan tekanan uap anestesi
(tekanan uap sebanding dengan suhu).
Sistem ini tahanan nafasnya minimal dapat ditambahkan O 2 melalui
pipa kecil ke dalam sungkup.Keburukan sistem ini ialah selain boros, udara
ekspirasi mencemari lingkungan sekitar.
b. Sistem Insuflasi
Sistem ini diartikan sebagai penghembusan gas anastetik dengan
sungkup muka ke wajah pasien tanpa menyentuhnya. Istilah insuflasi
menunjukkan peniupan gas anestesi di wajah pasien. Meskipun insuflasi
dikategorikan sebagai breathing system, mungkin istilah ini lebih baik bila
dianggap sebagai suatu teknik anestesi tanpa hubungan langsung antara
sebuah rangkaian alat pernafasan dengan pasien. Karena anak-anak sering
menolak penempatan masker wajah atau melalui intravena, insuflasi berguna
43
sekali untuk induksi pasien anak-anak dengan anestesi inhalasi. Biasanya
dikerjakan pada bayi anak yang takut disuntik pada mereka yang sedang tidur
supaya tidak terbangun.
Untuk menghindari penumpukan gas CO2 aliran gas harus cukup
tinggi sekitar 8 - 10 liter / menit. Seperti sistem tetes terbuka cara ini
mencemari udara sekitar.
c. Sistem Mapleson
Sistem Mapleson asli tak dilengkapi dengan penyerap CO2 sehingga
aliran gas harus sanggup membuang CO2. Sistem ini disebut juga sebagai
sistem aliran nafas terkendali (flow controlled breathing sistem). Sistem ini
terdiri dari beberapa kelas yaitu ABCDE. Willis menambah dengan sistem F
dan sistem ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelas A, kelas BC dan
kelas DEF. Sistem Mapleson disebut juga sebagai sistem semi-tertutup yang
terdiri dari sungkup muka (face mask), pipa ombak (carrugated tubing),
kantong cadang (reservoir bag) dan lubang aliran gas segar (fresh gas flow
inlet).
44
45
Gambar 3.11 Sistem Mapleson
Sistem Mapleson A
Sistem Mapleson A disebut sebagai sistem Magiil atau Magiil attachment.
Sistem ini cocok digunakan pada anesthesi dengan pernapasan spontan.
Katub Ekspirasi (KE) diletakkan di dekat sungkup muka (SM=P),
menggunakan pipa ombak, sedangkan tempat masuk aliran gas segar
(AGS=FG) di dekat atau pada kantong cabang (KC=T). Pada pasien
pernapasan spontan, aliran gas segar minimal harus sama dengan besarnya
ventilasi pasien semenit (80 – 100 ml/kg) yang pada pasien dewasa sekitar 5
– 6 liter / menit dan katub ekspirasi dibuka maksimal. Sistem ini sekarang
jarang digunakan.
46
diperlukan aliran gas segar sekitar dua kali ventilasi semenit. Mapleson C
seperti Mapleson B, tetapi tidak menggunakan pipa ombak. Dengan
menambah kanister kapur soda, Mapleson C ini disebut juga sebagai sistem
Water’ to and fro.
Sistem Mapleson D
Pada Sistem Mapleson D, katup ekspirasi diletakkan didekat masing-masing
cadang dan lubang aliran gas segar di dekat sungkup muka. Untuk mencegah
penghisapan kembali CO2 perlu aliran gas segar 2,5 x ventilasi semenit.
Modifikasi sistem ini disebut sistem Bain. Pada sistem Bain pipa kecil yang
mengalirkan gas segar di dekat sungkup masih di dalam pipa ombak. Pipa
ombak biasanya dari plastik transparan, tembus pandang, sehingga kalau ada
kerusakan pipa dalam segera diketahui.
Keuntungan sistem Bain ialah :
Lebih ringkas, lebih ringan, dengan pipa tunggal
Dapat digunakan kembali dan untuk semua usia
Dapat digunakan untuk napas spontan atau kendali
Dapat digunakan dengan ventilator
Mudah disterilkan
Untuk napas spontan perlu aliran gas segar 100 – 150 mL/Kg, napas kendali
70 mL /Kg.
47
Sistem ABC sekarang jarang digunakan, sistem DEF umumnya digunakan
dan di Amerika banyak digunakan sistem Bain.
d. Sistem lingkar
Sistem ini populer di Amerika, menggunakan dua katup ekspirasi, satu
di dekat pasien yang lainnya di dekat kantong cadang. Aliran gas cukup
2 – 3 menit asalkan kadar O2lebih dari 25%. Sistem ini variasinya
cukup banyak dan umumnya terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
Tempat masuk campuran gas segar (fresh gas islet)
Katup ombak inspirasi dan ekspirasi
Pipa ombak inspirasi dan ekspirasi
Konektor Y
Katup pop-off
Kantong cadang
Kanister berisi kapur soda
Dua katup searah harus diletakkan antara pasien dan kantong cadang
pada ujung distal pipa ombak
Gas segar jangan dimasukkan ke sirkuit antara pasien dan katup
ekspirasi.
Katup pop-off tidak dapat ditempatkan antara pasien dan katup
inspirasi.
48
Gambar 3.12 Sistem Lingkar
Tergantung tingginya aliran gas segar, maka sistem ini dapat digunakan
untuk:
Resistensi tinggi.
Tidak ideal untuk anak
Pengenceran oleh udara ekspirasi
49
Farmakologi Anesthesi Umum Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertamakali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. kemudian menyusul eter, kloroform,
etil-klorida, etilen, divinil eter, siklopropan, trikloroetilen, iso-propenil-
vinil-eter, propenil-metil-eter, flouroksan, etil-vinil-eter, halotan,
metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Dalam dunia
modern, anetesi inhalasi yang sekarang ini umum digunakan adalah N2O,
halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.
Pemakaian N2O harus selalu dikombinasikan dengan O2 dengan
perbandingan 70:30 atau 60:40 atau 50:50, tergantung kondisi
pasien.Dosis obat volatil (halotan, enfluran, isofluran,
sevoflurandandesfluran) dimulai dengan “dial set” rendah kemudian
ditingkatkan sesuai dengan target stadium anesthesi yang diperlukan.
Apabila diperlukan relaksasi lapangan operasi yang optimal, masing-
masing kombinasi ini dapat ditambahkan obat pelumpuh otot golongan
non depolarisasi, antara lain: pankuronium bromide atau atrakurium
besylate dan lain-lainnya secara intravena. Pilihan kombinasi tergantung
indikasi.
1. N2O
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak
menimbulkan iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat
ini dikemas dalam bentuk cair dalam silinder warna biru 9000 L atau
1800 L dengan tekanan 50 atm atau 750 psi.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai dengan O2minimal
25%. Gas ini bersifat anestesi lemah, tetapi analgesiknya kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada
pemakaiannya sering dikombinasi dengan salah satu obat anestesi
lainnya seperti halotan, dll.
2. Halotan
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,
asalkan anestesinya cukuo dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan
analgesic semprot lidokain 4% atau 10% disekitar laring dan faring.
50
Pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2% dan pada nafas
kendali sekitar 0,5-1 vol% yang disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, sehingga jarang
dipakai untuh bedah otak.
Adanya kelebihan dosis menyebabkan depresi nafas, menurunkan tonus
simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi
vasomotor, depresi miokard dan inhibisi reflex baroreseptor. Kombinasi
dengan adrenalin dapat menyebabkan disritmia, sehingga penggunaan
adrenalin harus dibatasi.
Sekitar 20% halotan dimetabolisme terutama di hepar secara oksidatif
menjadi komponen bromine, klorin dan asam trikloro asetat, dan secara
reduktif menjadi komponen flourida dan produk non-volatil yang
dikeluarkan lewat urin. Metabolism reduktif ini menyebabkan hepar
bekerja keras, sehingga merupakan kontraindikasi bagi penderita
gangguan hepar.
3. Isofluran
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Hal ini dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran
sering digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
banyak digunakan untuk pasien dengan gangguan koroner
4. Sevofluran
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dari isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
nafas, sehingga lebih disukai untuk induksi anestesi inhalasi
daibandingkan halotan.
Efek pada kardiovaskular cukup stabil, sehingga jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum
ditemukan efek toksik pada hepar.
5. Enfluran
Merupakan halogenasi eter, dihindari penggunaannya pada pasien
dengan riwayat epilepsy Karena menunjukkan tanda-tanda epileptic
51
yang disertai hipokapnia. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3
kali dibanding halotan. Enfluran dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar
menjadi produk nonvolatile yang dikeluarkan lewat urin, sisanya
dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat daripada halotan.
Efek depresi nafas lebih kuat dibanding halotan, dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan. Depresi sirkulasi lebih kuat disbanding
halotan, namun tidak sampai menimbulkan aritmia. Efek relaksasi otot
lurik lebih baik daripada halotan.
Tabel 3.2 Efek obat anesthesia umum inhalasi
52
BAB 4
KESIMPULAN
53
flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
Anestesia inhalasi yang sempurna adalah yang (a) masa induksi dan masa
pemulihannya singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anestesinya terjadi
cepat, (c) relaksasi ototnya sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak
menimbulkan efek toksik atau efek samping yang berat dalam dosis anestetik
yang lazim.
Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi
adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi
jaringan (tekanan darah,nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak
ditentukan oleh kelarutan zat anestetik, kadar anestetik dalam udara yang dihirup
oleh pasien atau disebut tekanan parsial anestetik, ventilasi paru, aliran darah paru
, dan perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena.
54
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II.
Companies. 2006
55
56