Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I
Pendahuluan.........................................................................................
BAB II
Tinjauan Pustaka..................................................................................
II.1 Definisi penurunan kesadaran....
II.2 Etiologi penurunan kesadara.....................................................................
II.3 Patofisiologi penurunan kesadaran.
II.4 Penegakan diagnosis penurunan kesadaran...............................................
II.5 Tatalaksana penurunan kesadaran.............................................................
II.6 Prognosis..................................................................................................
BAB III
Ringkasan...........
BAB IV
Daftar Pustaka.....

1
2
3
3
5
5
8
11
13
14
15

BAB I
1

Pendahuluan
Kesadaran mempunyai arti yang luas sekali. Maka dari itu, tidak mungkin untuk
membuat definisi yang singkat dan tepat. Sebagai teori kerja dalam bidang ilmu kedokteran,
kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls
eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat
dinamakan output susunan saraf pusat1.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada dikedua hemisfer serebri dan
Ascending Reticular Activating System (ARAS) dibatang otak. Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System rangkaian atau network system merupakan suatu yang dari kaudal berasal dari medulla
spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brainstem sehingga kelainan yang mengenai
lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter
yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmitter kolinergik, mono aminergik dan gamma
amino butyric acid (GABA)2.
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitive yang merupakan manifestasi rangkaian
inti inti dibatangotak dan serabut serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri
merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat dimana kedua korteks ini berperan
dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau input input rangsangan sensoris, hal ini
disebut juga sebagai awareness2. Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang
melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran dengan berbagai tingkatan3.
Penurunan kesadaran merupakan suatu kegawatdaruratan neurologi akut dengan ciri khas
adanya gangguan otak yang bermakna yang memerlukan cara pendekatan diagnostik, evaluasi
serta penatalaksanaan yang cepat. Para klinisi yang menghadapi pasien seperti ini harus segera
melakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan yang serentak, menyeluruh, tetapi singkat yang
dimulai dari penilaian ABC (airway, breathing, corculation), dilanjutkan dengan penilaian tingkat
kesadaran pasien. Pemeriksaan fisik umum berguna sebagai petunjuk menemukan etiologi
tambahan, menjadi dasar diagnosis dan penatalaksanaan2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENURUNAN KESADARAN
II.1 Definisi
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex
serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Pasien dengan
gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan baik
beberapa rangsangan - rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa
atau simbol, sehingga seringkali dikatakan bahwa penderita tampak bingung4.
Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai
final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran
maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi
tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan diklinik
yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,
dengan menggunakan skala koma Glasgow4.
Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif4,5
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware
atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam
(arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen
disebut juga sebagai : latergi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita
dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Sopor atau stupor berarti kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti
suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak
dapat dibangunkan sempurna.
Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari
penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
Koma ringan (semi-koma). Pada keadaan ini tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflex
(kornea, pupil dan lain sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons
terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Penderita sama
sekali tidak dapat dibangunkan.
Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan tidak ada jawaban sama sekali terhadap
rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
Delirium adalah suatu keadaan mental abnormal yang dicirikan oleh adanya disorientasi,
ketakutan, iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulasi sensorik, dan sering kali disertai dengan
halusinasi visual. Tingkah laku yang demikian biasanya menempatkan penderita di alam yang
tak berhubungan dengan lingkungannya, bahkan kadang penderita sulit mengenali dirinya
1.

sendiri. Keadaan ini dapat juga diselingi oleh suatu lucid interval. Biasanya delirium
menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks sistematis serta berlanjut sehingga tak
ada kontak sama sekali dengan lingkungannya serta secara psikologis.
Penderita umumnya menjadi banyak bicara, bicaranya keras, menyerang, curiga, dan agitatif.
Keadaan ini timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebih dari 4-7 hari namun salah persepsi dan
halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-minggu terutama pada penderita alkoholik
atau penderita yang berkaitan dengan penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delinum biasanya
tampil pada gangguan-gangguan toksik dan metabolik susunan saraf seperti keracunan atropin
yang akut, sindroma putus obat (alkohol-barbiturat), porfiria akut, uremia, gagal hati akut,
ensefalitis, penyakit vaskuler kolagen. Bentuk status epileptikus yang melibatkan sistem limbik
sering kali juga menimbulkan sindrom yang sulit dibedakan dengan keadaan delirium ini.
Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif5
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow
yang memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai
pada respons tersebut. Tanggapan/respons penderita yang perlu diperhatikan adalah:
2.

Mata:

E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri


E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsangsuara
E4 membuka mata spontan

Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicaradengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicaradengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8 menandakan koma.
Dua skala yang lebih sederhana ACDU (alert, confused, drowsy, unresponsive), dan AVPU
(alert, respon to voice, respon to pain, unresponsive). Skala AVPU adalah cara mudah dan cepat
untuk menilai tingkat kesadaran. Pemeriksaan ini ideal sebagai penilaian awal dan cepat, yaitu
terdiri dari:2
Alert
4

Respon terhadap suara


Respon terhadap nyeri
Penurunan kesadaran
AVPU termasuk ke dalam beberapa sistem skor peringatan dini untuk pasien pasien kritis,
sebagai cara yang lebih sederhana dibanding dengan GCS, tetapi tidak cocok untuk observasi
jangka panjang2.
II.2 Etiologi Penurunan Kesadaran
Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: gangguan
metabolik/fungsional dan gangguan struktural.2
1.
Gangguan metabolik/fungsional
Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat-obatan, intoksikasi
makanan serta bahan-bahan kimia, infeksi susunan saraf pusat.
2.
a.

b.

Gangguan struktural dapat dibagi lagi menjadi 2, yaitu:


Lesi supratentorial
i.
Perdarahanintraserebral
:
ekstradural, subdural, intraserebral
ii.
Infark
:
emboli, thrombosis
iii.
Tumor otak
:
Tumor primer, tumor sekunder, abses,
tuberkuloma
Lesi infratentorial
i.
Perdarahan
:
serebelum pons
ii.
Infark
:
batangotak
iii.
Tumor
:
serebelum
iv.
Abses
:
serebelum

II.3 Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang melibatkan hemisfer kiri
ataupun kanan atau struktur - struktur lain dari dalam otak
atau keduanya6. Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan
ARAS dibatang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon7. Mekanisme fisiologis kesadaran dan koma mulai memperoleh titik terang sejak
penelitian yang dilakukan oleh Berger (1928) dan kemudian Brcmcr (1937). Mereka
menyimpulkan bahwa salah satu pusat kesadaran berlokasi di daerah forebrain mengingat bahwa
koma merupakan akibat yang terjadi secara pasif bilamana rangsang sensorik spesifik pada
forebrain dihentikan atau diputus. Pada masa berikutnya Morrison dan Dempsey (1942)
menemukan adanya talamokortikal difus yang tak terpengaruh segala sistem sensorik primer
yang spesifik, atau dengan kata lain ternyata di samping hal di atas ada mekanisme nonspesifik
lain yang dapat mempengaruhi kesadaran. Hal ini diperjelas oleh penemuan Moruni dan Mogoun
pada tahun 1949 tentang suatu daerah tambahan pada formasio rektikulatis yang terletak di
5

bagian netral batang otak, yang bila dirangsang akan menimbulkan aktivasi umum yang
nonspesifik pada korteks serebri, yang disebut sebagai Sistem Aktivasi Rektikuler Asendens
(ARAS - Ascendence Retricular Activating System). Sistem ini mencakup daerah-daerah di
tengah batang otak, meluas mulai dari otak tengah sampai hipotalamus dan ralamus, dan
menjabarkan bahwa struktur-struktur tersebut mengirimkan transmisi efek-efek fisiologis difus
ke korteks baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam peranannya terhadap arousal
kesadaran. Bilamana ARAS binatang yang sedang tidur dirangsang secara langsung dengan
elektrode maka akan menampilkan desinkronlsasi gelombang EEG dan binatang ini segera akan
menjadi bangun. Sebaliknya bila ARAS digelombang EEG akan melambat dan terjadi koma
(balikan walaupun diberikan rangsangan yang kuat).
Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi dua,
yaitu : supratentorial (15%), infratentorial (15%)., dan difus (70%) misalnya pada intoksikasi
obat dan gangguan metabolik7.
1.
Koma diensefelik7
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon
dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma
diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi
infratentorial.
a.
Lesi supratentorial pada umumnya berbentuk proses desak ruang atau space occupying
process, misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO atau stroke) dalam bentuk perdarahan,
neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstruktif. Proses desak ruang tadi menyebabkan
tekanan intrakranial meningkat dan kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon dan
diensefalon (herniasi otak).
b.
Lesi infratentorial meliputi dua macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa
kranii posterior).pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak sistem
retikularis, dan yang kedua merupakan proses di dalam batang otak yang secara langsung
mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa:
i.
penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formasio retikularis)
ii.
herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebeli yang kemudian
menekan formasio retikularis di mesensefalon, dan
iii.
herniasi tonsilo-serebelum ke bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan
medula oblongata.
2.
Koma kortikal-bihemisferik7
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada terkecukupinya penyediaan oksigen. Pada
individu sehat dengan konsumsi okesigan otak kurang lebih 3,5ml/100gr otak/menit maka aliran
darah otak kurang lebih 50ml/100gr otak/menit. Bila aliran darah otak menurun menjadi 2550ml/gr menit/otak, mungkin akan terjadi kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen dari
aliran darah. Apabila aliran darah turun lebih rendah lagi maka akan terjadi penurunan konsumsi
oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi
karbondioksida dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang
konstan untuk mengeluarkan ion natrium dari dalam sel dan mempertahankan ion kalium di
dalam sel. Apabila tidak ada oksigen maka terjadilah glikolisis anaerob untuk memproduksi ATP.
Glukosa dapat berubah menjadi laktat dan ATP, tetapi energi yang ditimbulkannya kecil.
Dengan demikian oksigen dan glukosa memegang peranan yang sangat penting dalam
memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupun penyediaan oksigen dan glukosa
6

tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah,
elekrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
a.
Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnea, gagal jantung
kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik yang tidak efektif lagi. Dasar
mekanisme terjadinya gangguan kesadaran apda hipoventilasi belum diketahui secara jelas.
Hipoksia merupakan faktor potensial untuk terjadinya ensefalopati, tetapi bukan faktor tunggal
karena gagal jantung kongestif masih mempunyai toleransi terhadap hipoksemia dan pada
kenyataannya tidak menimbulkan ensefalopati. Retensi CO2 malahan berhubungan erat dengan
gejala neurologik. Sementara itu, munculnya gejala neurologiuk bergantung pula pada lamanya
kondisi hipoventilasi. Sebagai contoh, penderita dengan hiperkarbia kronis tidak menunjukkan
gejala neurologik kronis dan penderita yang mengalami hiperkarbia akut akan segera mengalami
gangguan kesadaran sampai koma.
b.
Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat pula kurang
cukup membwa oksigen tetapi aliran darah otak tak cukup untuk memberi darah ke otak.
Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan curah jantung, misalnya: infark jantung, aritmia,
renjatan dan refleks vasofagal, atau penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral
misalnya oklusi arterial atau spasme. Iskemia pada umumnya lebih berbahaya daripada hipoksia
karena asam laktat tidak dapat dikeluarkan.
c.
Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk kedalam darah.
Dengan demikian baik isi maupun tekanan ioksigen dalam darah menurun. Keadaan demikian ini
terdapat pada tekanan oksigen lingkungan yang rendah (tempat yang tinggi atau adanya gas
nitrogen) atau oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler
alveoli.
d.
Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan membawa
oksigen dalam darah menurrun. Sementara oksigen yang m,asuk ke dalam darah cukup. Keadaan
ini terdapat pada anemia maupun keracunan karbonmonoksida.
e.
Hipoksi atau iskemia difus akut disebabkan oleh dua keadaan, ialah kadar oksigen dalam
darah menurun cepat sekali atau aliran darah otak menurun secara mendadak. Penyebab
utamanya antara lain: obstruksi jalan napas, obstruksi serebral secara masif, dan keadaan yang
menyebabkan menurunnya curah jantung secara mendadak. Trombosis atau emboli termasuk
purpura trombositopeni trombotika, koagulasi intravaskularis diseminata, endokarditis bakterial
akut, malaria falsiparum, dan emboli lemak, semuanya mampu menimbulkan iskemia multifokal
yang luas dan secara klinis akan memberi gambaran iskemia serebral difus akut.
f.
Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia dan asidosis
laktat. Diabetes melitus tidak mengangggu otak secara langsung. Delirium, stupor dan koma
biasanya merupakan gejala DM pada tahap tertentu.
g.
Gangguan keseimbangan asam basa meliputi asidosis metabolik dan respoiratorik serta
alkalosis respiratorik dan metabolik. Dari 4 jenis gangguan asam basa tadi, hanya asidosis
respiratorik yang bertindak sebagai penyebab langsung timbulnya stupor dan koma. Asidosis
metabolik lebih sering menimbulkan delirium dan obtundasi. Alkalosis respiratorik hanya
menimbulkan bingung dan perasaan tidak enak di kepala. Satu alasan mengapa gangguan
keseimbangan asam basa sistemik sering tidak mengganggu otak, ialah karena adanya
mekanisme fisiologik dan biokimiawi yang melindungi keseimbangan asam-basa di otak
terhadap perubahan pH serum yang cukup besar.
7

h.
Uremia sering kali mengganggu kesadaran penderita. Namun demikian, walaupun telah
dilakukan penelitian yang cukup luas, penyebab pasti disfungsi otak pada uremia belum
diketahui. Urea itu sendiri bukan bahan toksik untuk otak, karena infus dengan urea tidak
menimbulkan gejala-gejala uremia; sementara itu hemodialisis mampu memperbaiki gejala
klinik uremia justru kedalam cairan dialisis ditembahkan urea.
i.
Koma hepatik sering dijumpai di klinik. Defisiensi atau bahan-bahan toksik diperkirakan
sebagai penyebab potensial koma hepatik, tetapi tidak satupun yang memberi kejelasan tentang
patofisiologinya. Meningkatnya kadar amonia dalam darah di otak dianggap sebagai faktor
utama terjadinya koma hepatik. Amonia, dalam kadara yang tinggi dapat bersifat toksik langsung
terhadap otak.
j.
Defisiensi vit. B sering kali mengakibatkan delirium, demensia dan mungkin pula stupor.
Defisiensi tiamin dianggap yang paling serius dalam diagnosis banding koma. Defisiensi tiamin
menimbulkan penyakit Wernicke, suatu kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron
dan vaskular di substanta grisea, daerah sekitar ventrikulus, dan akuaduktus.

II. 4 Penegakan Diagnostik Penurunan Kesadaran


Untuk mendiagnosis penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah apa yang
menjadi penyebab penurunan kesadaran tadi dan bagaimana siatuasi koma yang sedang
dihadapinya (tenang, herniasi otak). Pendekatan diagnostik tidak berbeda dengan kasus-kasus
yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan fisik neurologik, dan pemeriksaan
penunjang. Perbedaannya terletak pada tuntutan kecepatan berpikir dan bertindak7.
1.
Anamnesis (riwayat penyakit)2
Tanyakan pada pasien atau pada pengantar tentang lingkungan sekeliling saat awitan terjadi serta
perjalanan penyakitnya. Beberapa poin penting yang harus ditanyakan:
a.
Awitan: waktu, lingkungan sekeliling.
Usia pasien merupakan bagian penting dari anamnesis. Pada pasien yang sebelumnya sehat, usia
muda, penurunan kesadarannya terjadi tida-tiba, kemungkinan penyebabnya bisa keracunan obat,
perdarahan subarachnoid, atau trauma kepala. Sedangkan pada usia tua, penurunan kesadaran
yang tiba-tiba lebih mungkin disebabkan oleh perdarahan serebral atau infark.
8

b.
Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri kepala, kelemahan,
pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal seperti sulit bicara, tidak bisa membaca,
perubahan memori, disorientasi, baal atau nyeri, kelemahan motorik, berkurangnya enciuman,
perubahan penglihatan, sulit menelan, gangguan pendengaran, gangguan melangkah atau
keseimbangan, tremor.
c.
Pemakaian obat-obatan atau alkohol.
d.
Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya
.
2.
Pemeriksaan fisik8
a.
Tandavital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang
sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.
b.
Bau nafas
Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya uremia,
ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sednag berlangsung.
c.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda tanda trauma, stigmata kelainan hati dan stigmata
lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan
leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga
adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk
dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
d.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
e.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas, kelumpuhan
4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
f.
Toraks/abdomen dan ekstremitas.
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
Pemeriksaan fisik neurologis8
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan
kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat
kesadaran dan pemeriksaan motorik2.
1).
Umum

Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma

Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral

Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas

seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).


2).

Level kesadaran
Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, soporo dan koma)
Kuantitatif (menggunakanGCS)

Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya

3).

Simetris/reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik.Pupil


reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik(-), dicurigai suatu koma metabolik
Midposisi(2-5mm),ixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
Pupil reaktif point-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiate kolinergik.
Dilatasi unilateral danixed,terjadi herniasi.
Pupil bilateral ixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik iskemi global, keracunan
barbiturat.
Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopik perhatikanlah keadaan papil. apakah ada edema, perdarahan, dan
eksudasi, serta bagaimana keadaan pembuluh darah Tekanan intrakranlal yang meninggi dapat
menyebabkan terjadinya edema papli. Pada perdarahan subarakhnoid dapat dijumpai perdarahan
subhiaMd. Pada retinopati diabetik dapat dijumpai mikro-anerisma di pembuluh darah retina

Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)


Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh nervus
okulomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari cortical, tectal, dan
tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari sistem vestibular dan vestibule
cerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa dengan menolehkan kepala pasien, namun harus
hati-hati pada pasien trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical.
Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan
yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem okulomotor dan membuat mata
berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa. Pada pasien sadar, refleks
memfokuskan pandangan menutupi reflex tesebut, sehingga pemeriksaan dolls eye tidak
dilakukan pada pasien sadar, namun pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Refleks okuloauditorik , bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata maka
gangguan di pons. Sedangkan pada refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus
dirangsang air hangat akan timbul nistagmus ke arah rangsangan maka gangguan di pons.
Pemeriksaan pupil berupa:

Lesi di hemisfer kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang


terganggu.Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal

Lesi di talamuskedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil,


reflekscahaya negatif.

lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil,
reflekscahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.

lesi di serebellumkedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya
positif normal

gangguan N oculomotoriuspupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yanglebar,


ptosis
4).
Pemeriksaan rangsang meningeal
5).
Fungsi motorik
Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (ada paresis). Gerak mioklonik dapat
dijumpai pada ensefalopati metabolik (mininya pada gagal hepar, uremta. htpoksia). demikian
juga gerak astcriksis Kejang miofokal dapat dijumpai pada gangguan metaboik. Sikap
dekortikasi (lengan dalam keadaan fleksi dan aduksi. Sedangkan tungkai dalam keadaan
okstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemisfer atau tepat di alas mesensefalon. Sikap
10

deserebrasl (lengan dalam keadaan ekstensi, aduksi dan endorotasl, sedangkan tungkai dalam
sikap ekstensi) dapat dijumpai pada lesi batang otak bagian atas. di antara nukleus ruber dan
nukleus vestibular
.

3.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat terencana.
Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi pemeriksaan glukosa
darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus tertentu
(meningitis, ensefalitis, perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal dan
kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal.
b.
Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas kecuali pemeriksaan
EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudah, tetapi
manfaat diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi tidak
perlu dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada kasus mati otak
(brain death).
c.
Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu. CT
scan akan sangat bermanfaat pada kasus-0kasus GPDO, neoplasma, abses, trauma kapitis, dan
hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT scan kepala.
II.5 Penatalaksanaan penurunan kesadaran
Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan
penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun
metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk
reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat. Prinsip tatalaksana pasien dengan penurunan secara
umum adalah:2

Oksigenasi

Mempertahankan sirkulasi

Mengontrol glukosa

Menurunkan tekanan tinggi intrakranial

Menghentikan kejang

Mengatasi infeksi

Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan elektrolit

Penilaian suhu tubuh

Pemberian thiamin

Pemberian antidotum (contoh: nalokson pada kasus keracunan morfin)


11

Mengontrol agitasi

1.
Mengontrol jalan napas (airway) 2
Jalan napas yang baik dan suplementasi oksigen yang adekuat merupakan tindakan yang sangat
penting dalam mencegah terjadinya kerusakan otak lebih lanjut akibat kondisi penurunan
kesadaran terutama pada kasus-kasus yang akut.
Tindakan menjaga jalan napas tetap baik yang paling sederhana adalah dengan mencegah
jatuhnya lidah ke dinding faring posterior dengan jaw lift maneuver yaitu dengan
mengekstensinya kepala samapi menyentuh atlanto-occipital joint bersamaan dengan menarik
mandibula ke depan. Manuver ini dapat memperlebar jarak antara lidah dan dinding faring
sekitar 25%. Manuver ini tidak boleh dilakukan pada kecurigaan adanya fraj=ktur atau lesi pada
daerah cervical.
Pemasangan oropharingeal tube dapat juga dilakukan untuk menjaga patensi jalan napas pada
pasien dengan penurunan kesadaran. Oral airway device dapat digunakan untuk mencegah
tergigitnya lidah pada pasien dengan penurunan kesadaran disertai kejang. Sedangkan nasal
airway juga dapat digunakan dengan menempatkan selang oksigen ke lubang hidung maupun
nasofaring. Nasal airway dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanya lesi pada
cervical dan kontraindikasi untuk dilakukan maneuver jaw lift maupun head-tilt.
Tindakan intubasi merupakan indikasi untuk jalan napas tetap terjaga dengan baik pada pasien
dengan penurunan kesadaran dan gangguan fungsi bulber. Pasien dengan GCS yang rendah
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan pernafasan walaupun masalah
utamanya bukan pada sistem pernafasan. Pasien dengan nilai GCS 8 harus dilakukan tindakan
intubasi.
2.
Pernafasan2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu diperhatikan frekuensi pernafasan dan pola
pernafasan. Frekuansi pernafasan normal adalah 16-24 kali permenit dengan pola nafas
torakoabdominal. Pada psien dengan gangguan pernafasan seringkali disertai retraksi otot-otot
ekstrapulmonal, seperti rektarksi suprasternal, retraksi supraklavikula, dan retraksi otot
abdominal. Suara nafas tambahan juga perlu diperhatikan pada pasien dengan penurunan
kesadaran. Suplai oksigen binasal dapat diberikan sesuai dengan oksigenasinya. Pada keadaan
tertentu seperti kecurigaan adanya penyakit paru yang berat dapat siperiksa analisis gas darah
dan digunakan ventilator bila terdapat kondisi gagal nafas.
Pemeriksaan pola pernafasan berupa:

Cheyne-Stokes (pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar

amplitudonya)gangguan hemisfer dan atau batang otak bagian atas


Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) gangguan di tegmentum (antara

mesensephalon & pons)


Apneustik (inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama waktu yang

lama) gangguan di pons


Ataksik (pernapasan dangkal,

cepat,

tak

teratur)

gangguan

di

fomartioretikularis bagian dorsomedial & medula Oblongata


3.

Sirkulasi2
12

Pada pasien dengan penurunan kesadaran, untuk monitor dan evaluasi kondisi sirkulasi
sebaiknya dipasang kateterisasi vena sentral untuk memudahkan dalam monitoring cairan dan
pemberian nutrisi. Selain itu pula optimalkan tekanan darah dengan target Mean Arterial Pressure
di atas 70mmHg. Pada kondisi hipovolemia berikan cairan kristaloid isotonik seperti cairan NaCl
fisiologis dan ringer laktat. Kita harus menghindari pemberian cairan hipotonik seperti cairan
glukosa maupun dektrosa terutama pada kasus stroke kecuali penyebab penurunan kesadarannya
adalah kondisi hipoglikemi. Bila cairan infus sudah diberikan tetapi MAP belum mencapoai
target, maka diusahakan untuk pemberian obat-obatan vasopresor seperti dopamine dan
epinefrin/norepinefrin.
II.6 Prognosis
Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan
serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis
pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya
kelainan yang sifatnya ireversible.
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak, seperti
dolls eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa adanya
refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari2.

BAB III
RINGKASAN
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex
serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Penurunan
kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final
common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran
maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi
tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan diklinik
yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,
dengan menggunakan skala koma Glasgow4
13

Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: gangguan
metabolik/fungsional dan gangguan struktural2. Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan
penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial
(15%)., dan difus (70%) misalnya pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik7.
Untuk mendiagnosis penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah apa yang
menjadi penyebab penurunan kesadaran tadi dan bagaimana siatuasi koma yang sedang
dihadapinya (tenang, herniasi otak). Pendekatan diagnostik tidak berbeda dengan kasus-kasus
yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan fisik neurologik, dan pemeriksaan
penunjang. Perbedaannya terletak pada tuntutan kecepatan berpikir dan bertindak7.
Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan
penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun
metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk
reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat.2
Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan
serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis
pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya
kelainan yang sifatnya ireversible.
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak,
seperti dolls eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa
adanya refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari2

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mardjono M, Sidharta P. 2012. Kesadaran dan fungsi luhur dalam neurologi klinis dasar.
Dian rakyat. Jakarta.
2.
Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and management.
Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung.
3.
Cavanna AE, Shah S, Eddy CM. 2011. Conscioussnes : A neurological perspective. IOS
press. UK
4.
PlumF, PosnerJB, SaperCB, SchiffND. 2007. Plum and Posners Diagnosis of Stupor
and Coma. Ed. IV. Oxford University Press. NewYork.
5.
Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Balai penerbit
FKUI. Jakarta.
6.
Kelly JP. 2001. Loss of Consciousness: Pathophysiology and Implications in Grading and
Safe Return to Play. Journal of athletic training. Chicago
7.
Harsono.2008.Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.GajahMada University Press.
Yogyakarta.
8.
Wulandari DS. 2011. Penurunan kesadaran. Fakultas kedokteran universitas yarsi. Serang
14

15

Anda mungkin juga menyukai