Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN AUTISME


KELOMPOK 9

Disusun oleh :
1. Widya Kusumaningrum (1902114)
2. Widyaningtyas Tri Utami (1902115)
3. Yoanita Purnamasari (1902116)
4. Zulfa Ulin Nuha (1902117)
5. Amalia Novi Rusmanto (1802090)
DEFINISI
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang
autism seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autism baru
diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun
kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau
(Handojo,2003). Kartono (2000) berpendapat bahwa autism
adalah gejala menutup diri secara total, dan tidak mau
berhubungan lagi dengan Dunia luar keasyikan ekstrim dengan
pikiran dan fantasi sendiri
KLASIFIKASI
 autis ringan
 autis sedang
 autis berat
ETIOLOGI
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan
hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian
mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme
mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan
neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan
lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak.
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku
anak dalam berkomunikasi, bertingkalaku dan tingkat perkembanganya yakni yang terdapat pada
penderita autism dengan membedakan usia anak. Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan
harus diwaspadai:
 Usia 0-6 bulan :
Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis).
Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal.
 Usia 6-12 bulan:
Bayi tampak terlalu tenang.
Terlalu sensitive.
 Usia 1-2 tahun :
Kaku bila di gendong.
Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da).
 Usia 2-3 tahun :
Tidak bias bicara.
Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya).
 Usia 3-5 tahun :
Sering didapatkan ekolalia (membeo).
Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar).
 
PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus
listrik (dendrite). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna
kelabu (korteks). Akson di bungkus selaput bernama myelin terletak di
bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps
MANIFIESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
 Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan nonverbal yang
tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karenadapat menirukan lagu-
lagu dan istilah yang didengarnya, sertakurangnya sosialisasi mempersulit
estimasi potensi intelektualkelainan pola bicara, gangguan kemampuan
mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empa
ti danketidakmampuan berteman
 Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok,minat yang
sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
 Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada
objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencoloksaat dewasa
dimana anak tercenggang dengan objek mekanik
 Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anakuntuk
memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi
terikat dan tidak bisa dipisahkan darisuatu objek, dan dapat diramalkan.
 Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Neutrologis.
 Test neupsikologis.
 Test pendengaran.
 MRI(Magnetic resonance imaging).
 EEG(elektro encepalogram).
 Pemeriksaan darah.
 Pemeriksaan urine.
PENATALAKSANAAN
 Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-Hydroxytryptamine (5HT) yaitu neurotransmitter
atau penghantar singnal ke sel-sel saraf. Sekitar 30-50%
penyandang autis mempunyai kadar serotonin dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak
normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan
tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian Keperawatan
Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurutIsaac, A
(2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
Tidak suka dipegang.
Rutinitas yang berulang.
Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan.
Terpaku pada benda mati.
Sulit berbahasa dan berbicara.
50% diantaranya mengalami retardasi mental.
Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang
lain.
Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain Ketidakmampuan
untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain Mengulangi kata-kata yang
dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain.
Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan stuktur
gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun untuk menamai benda-benda,
ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak adanya ekspresi nonverbal
seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan depresi ibu
b. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Ketidakmampuan
untuk mempercayai
d. Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan Fiksasi pada fase
prasimbiotik dari perkembangan.
RENCANA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan depresi ibu
Tujuan : Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
Kriteria Hasil :
 Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan
perilaku-perilaku mutilatif diri.
 Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas.
Intervensi :
 Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang
kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri.
 Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai respon
terhadap kecemasan.
 Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-
mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik – narik rambut,
pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat
gerakan-gerakan histeris.
 Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat.
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri
Tujuan :Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata
Kriteria Hasil :
 Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain,
 Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain,
 Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain.
Intervensi :
 Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan kepercayaan.
 Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk
memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami
distress.
 Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha
untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan
pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Ketidakmampuan untuk
mempercayai
Tujuan :Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata
Kriteria hasil :
 Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain.
 Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal.
 Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain.
Intervensi :
 Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi anak.
 Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola
komunikasi terbentuk.
 Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh.
4. Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan Fiksasi pada fase prasimbiotik dari
perkembangan.
Tujuan : Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-bagian tubuh
dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri
terpisah dari orang lain saat pulang
Kriteria Hasil :
 Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian
dari tubuh orang lain.
 Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan
menghentikan ekolalia
Intervensi :
 Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak.
 Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatan-kegiatan
perawatan diri, seperti berpakaian dan makan.
 Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya.
 Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan untuk
menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati dengan
sentuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai