DISUSUN OLEH :
NAMA MAHASISWA : VIKA FAHDIAN MELITASARI
NIM : 1902113
3
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : AFIKSIA
Menyetujui,
3
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa
saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer)
atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa
saat setelah lahir (asfiksia sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti ,
2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang
mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor
perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
B. ETIOLOGI
Afiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaan gas dan pengangkutan oksigen
(Reyhan dan PHIBBS, 2015) gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setalah lahir. (Gomella, 2010) yang mengutip dari American heard association
(AHA) Dan American academi of peatrics (AAP) mengklarifikasikan penyebab afiksia
pada neonate sebagai berikut :
1. Factor ibu
a. Hipoksia ibu menyebabkan hipoksis pada janin. Kondisi ini dapat terjadi karena
hipofentilasi akibat memberian obat analgeik atau anastesia lain
b. Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah uterus akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke janin
2. Factor plasenta
3
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi ole luas dan kondisi plasenta afiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta misalnya solutio
plasenta, perdarahan plasenta dan lainya
3. Factor janin
Kompresi umnilikus akan mengakibatkan terganggunyaaliran arah pada pembulh darah
umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusar melilit leher dan lain lainya
4. Factor neonates
Supresi pust pernafasan paa neonates dapat terjad karenabeberapa kondsi yaitu :
a. Pemakaian obat anastesia dan analgesia yang berlebihan
b. Trauma persalinan
c. Kelainan koginital bai seperti hernia diagfargmatika, atresia saluran pernapasa,
hipolasia paru dan lainya
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Afiksia Berat ( Nilai APGAR 0-3)
Pada kasus afiksia berat, bayi aka mengalami asidosis sehingga memerlukan perbaikan
dan resultasi aktif dengan segera. Tanda dan gealan yang muncul pada afiksia berat
antara lain : frekuensi jntung kurang dari 40 kali per menit tidak ada usaha panas, tonus
ott lemah bahkan hamper tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
rangsangan bay tampak pucat bahkan sapai berwarna kelabu terjadi kekurangan yang
berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
2. Afiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada afiksia sedang tanda dan gejala yang muncul antara lain : frekuensi jantung
menurun menjadi 80 kali ermenit, usahakan panas lambat, tonus otot dalam basanya
dalam keadaan baik, bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan bayi
tampak saonis, tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selam proses
persalinan.
3. Afiksia ringan ( nilai APGAR 7-10)
Pada afiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul antara lain : nafas lebih dari
100 kali permenit dan warna kulit bayi tampak kemerah merahan, gerak tons otot bayi,
bayi menangis kuat ( Yuliana, 2012).
3
D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di
pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah
dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan
secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012)
3
Pathway
Faktor lain: anestesi, obat-
Persalinan lama,lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan obatan narkotik
Presentasi janin abnormal
ASFIKS
Janin Paru-par
kekurangan cairan
Dan kadar CO2
meningkat
Naf J
Pola napas
tidak efektif a S
S
u
u
s p
p
l
Kerusakan otak l
Resiko a
tidak a
ketidakseimbangan i
Kematian bayi bereak i
suhu tubuh
C si
O
terhada O
Proses keluarga e p 2 2
terhenti rangsa
Resiko cedera ngank
p d
e
a
a l
p a
a m
t
r
u
d
a
r
A
a
h
p
m
n
e
n
e
u
r
u u
n
D
J
6
Bersihan jln
nafas tidak
efektif
G3
metabo
lisme &
peruba
han
asam
basa
Asidosis
respirat
orik
G3
perfusi
ventila
si
Kerusakan
pertukaran gas
6
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan
Fauziah, 2013 ) yaitu :
1. Pemeriksaan analisa gas darah
2. Pemeriksaan elektrolit darah
3. Berat badan bayi
4. Penilaiaan APGAR Score
5. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan
F. PENATALAKSANAANMEDIK
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
1. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
3. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus
dada, perut dan punggung
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth
to mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan
cara : membungkus bayi d engan kain hangat, badan bayi harus dalam
keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan
minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi,
4. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat,
pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan
pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda
pengenal bayi.
8
Pelaksanaan resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan
ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya
intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak
terlambat).
1. Membuka jalan nafas
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode : Meletakkan bayi pada posisi yang benar: letakkan bayi secara
terlentang atau miring dengan leher agak eksetensi/ tengadah. Perhatikan
leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang.
Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-
paru terhalangi. Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu
sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras. Apabila cairan/lendir terdapat
banyak dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir
berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga
mudah disingkirkan.
2. Membersihkan jalan nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung. Apabila air
ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya
menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan
jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera
setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan
keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan
menghisap mulut, farings dan hidung.
3
3. Mencegah kehilangan suhu tubuh
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode : meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm
35°C. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan
selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah
kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian
rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan
pernafasan. Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram)
atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan
sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
4. Pemberian tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) Tujuan
: untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode : Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP
efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi
harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit. Tekanan
ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut : Nafas pertama setelah lahir
membutuhkan 30-40 cm H2O, setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm
H2O, bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance membutuhkan 20-40 cm H2O, tekanan ventilasi hanya dapat
diukur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
5. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik
nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti
tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
6. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
10
7. Penilaian suara nafas bilatera
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di
kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang
benar.
8. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh
salah satu sebab berikut : perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara
terhambat dan tidak cukup tekanan
3
PROSES KEPERWATAN
I. PENGAKJIAN
1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa
dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan
dengan diagnosa asfiksia neonatorum.
2. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak
napas.
4. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake
oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu
bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. Pola eliminasi :
umumnya bayi mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi
harus menjaga kebersihan terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya
terganggu karena bayi sesak napas.
5. Pemeriksaan fisik :
3
hidung, atau substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi
dan keteraturan pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas :
stridor, krekels, mengi, bunyi menurun basah, mengorok, keseimbangan
bunyi napas
6. Data penunjang
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal 15-19 gr%)
biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah
sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal
350 x 10 gr/ct) Trombosit pada bayi preterm dengan post asfiksia cenderung
turun karena sering terjadi hipoglikemi.
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksia terdiri dari : pH (normal 7,36-
7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik. PCO 2 (normal 35-
45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi
hiperapnea. PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28
mEq/L).
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :Natrium (normal 134-
150 mEq/L) . Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L). Kalsium (normal 8,1-10,4
mEq/L)
Photo thorax : Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
12
II. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi baru lahir dengan asfiksia
(Wong, 2008) adalah :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan
2. ermoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu
yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
3. Risiko tinggi infeksi berhungngan dengan pertahanan imunologi yang
kurang
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi)
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas
dan atau penyakit.
3
c. Observasi adanya tanda gawat napas (pernapasan cuping hidung, retraksi
3
dinding dada, takpnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi oksigen yang
rendah.
d. Lakukan pengisapan. R/ untuk menghilangkan mukus yang
terakumulasi dari nasofaring, trakea.
e. Gunakan posisi semi-telungkup atau miring. R/ untuk mencegah
aspirasi pada bayi dengan mukus berlebihan atau yang sedang diberi
makan.
f. Pertahankan suhu lingkungan yang netral. R/ untuk
menghemat penggunaan O₂.
14
c. Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan institusional
d. Instruksikan pekerja perawat kesehatan dan orang tua dalam
prosedur kontrol infeksi
e. Beri antibiotik sesuai instruksi
3
d. Atur cairan parenteral dengan kertat
e. Hindari pemberian cairan hipertonik (mis, obat tidak diencerkan,
infus glukosa terkonsetrasi)
f. Pantau keluaran urin dan nilai laboratorium untuk bukti dehidrasi
V. Evaluasi keperawatan
Tahap ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.
16
DAFTAR PUSTAKA