Anda di halaman 1dari 24

Psikologi Umum (kajian tentang AUTIS)

PENDAHULUAN
Sering timbul kekuatiran jika anak kita terlambat bicara atau bertingkah laku tidak lazim ,
apakah anak menderita autisme. Kata autisme saat ini sering kali diperbincangkan , angka
kejadian di seluruh dunia terus meningkat. Banyak penyandang autisme terutama yang ringan
masih tidak terdeteksi dan bahkan sering mendapatkan diagnosa yang salah , atau bahkan terjadi
overdiagnosis . hal tersebut tentu saja sangat merugikan anak
Memiliki anak yg menderita autis memang berat. Anak penderita autis seperti seorang
yang kerasukan setan. Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan
emosinya. Kadang tertawa terbahak, kadang marah tak terkendali. Dia sendiri tidak mampu
mengendalikan dirinya sendiri dan memiliki gerakan-gerakan aneh yang selalu diulang-ulang.
Selain itu dia punya ritual sendiri yg harus dilakukannya pada saat-saat atau kondisi tertentu
Faktor genetik dianggap sebagai satu-satunya penyebab autisme sehingga penderitanya
dianggap tidak bisa disembuhkan namun bukti-bukti yang sekarang muncul menunjukkan ada
peluang untuk penyembuhan karena gangguan itu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik
melainkan juga dipengaruhi faktor lingkungan.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AUTIS
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi
sosial. Autism dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota,
berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun
demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal
sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Angka
kejadian autis tampaknya meningkat pesat dalam beberapa tahun terahkir ini. Peningkatan ini
terutama karena meningkatnya penyampaian informasi yang disampaikan berbagai media cetak
maupun elektronik terutama internet. Sehingga baik kalangan medis maupun awam mengetahui
perkembangan tehnolgi kesehatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga masalah
penyimpangan perilaku pada anak khususnya autis ini menjadi persoalan yang aktual dan

menarik yang ingin diketahui oleh masyarakat baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat
umumnya.
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis merupakan
kelainan genetik yang mengakibatkan gangguan fungsional susunan saraf pusat yang disertai
gangguan kerusakan pada saluran cerna. Keadaan itu dapat disebabkan dan dipicu oleh berbagai
hal di antaranya gangguan dan infeksi sejak dalam kehamilan, pengaruh reaksi simpang
makanan, dan berbagai pemicu lainnya.
B. TANDA DAN GEJALA AUTISME
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal

Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara.
Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.

Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat.

Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (bahasa planet)

Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.

Ekolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.

Bicaranya monoton seperti robot

Bicara tidak digunakan untuk komunikasi

Mimik datar

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial

Menolak atau menghindar untuk bertatap muka

Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli

Merasa tidak senang atau menolak dipeluk

Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang
tersebut melakukan sesuatu untuknya

Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain

Saat bermain bila didekati malah menjauh

3. Gangguan dalam bermain

Bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang
panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu
lama.

Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi.

Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.

Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang
karet, baterai atau benda lainnya

Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan
temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura.

Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak.
Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.

4. Gangguan perilaku

Sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya

Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah.

Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga
sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding

Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap
mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu
benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif
ke orang lain atau dirinya sendiri.

Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.

5. Gangguan perasaan dan emosi

Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata

Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu
yang diinginkan

Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya,


bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.

Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain

6. Gangguan dalam persepsi sensoris

Sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan
sampai berat.

Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja

Bila mendengar suara keras, menutup telinga

Menangis setiap kali dicuci rambutnya

Meraskan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu

Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari
pelukan.

C. RESIKO AUTIS
1. PERIODE KEHAMILAN
Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat
berkembang jadi autism adalah :

Infeksi selama persalinan terutama infeksi virus

Peradarahan selama kehamilan. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena
placental complications, diantaranya placenta previa, abruptio placentae, vasa previa,
circumvallate placenta, and rupture of the marginal sinus. Kondisi tersebut mengakibatkan
gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak
janin. Perdarahan awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir
berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi terjadinya
autism

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester pertama. Peneliti di Swedia
melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal kehamilan dapat mengganggu
pembentukan sistem susunan saraf pusat yang mengakibatkan autism

Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan
masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat

adanya Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam
kandungan terutama terjadi malam hari.

Infeksi saluran kencing, Panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan penelitian
terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209 tanpa autism. Ditemukan
kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan depresi pada ibu tampak jumlahnya bermakna
pada kelompok ibu dengan anak autism.

2. PERIODE PERSALINAN
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya.
Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan
dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan
aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ
yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat
mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah :

Pemotongan tali pusat terlalu cepat

Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 )

Komplikasi selama persalinan

Lamanya persalinan

letak presentasi bayi saat lahir

Berat lahir rendah ( < 2500 gram)

3. PERIODE USAI BAYI


Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat
mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan
autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah sebagai berikut :

Prematuritas

Alergi makanan

Kegagalan kenaikan berat badan

Kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik,

Gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar

Gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.


4. DIAGNOSIS
Tidak ada satupun pemeriksaan laboratorium yang dapat memastikan suatu diagnosis Autism
pada anak. Untuk menetapkan diagnosis gangguan autis sebenarnya hanya dengan diagnosis

klinis. Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak dalam
berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Banyak tanda dan gejala perilaku
seperti autis yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis dan
penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain
tersebut. Para klinisi sering menggunakan pedoman DSM IV.Gangguan Autism didiagnosis
berdasarkan DSM-IV.
Karena dengan menggunakan diagnosis klinis maka subyektifitasnya sangat besar. Terutama
anak yang mengalami gangguan perilaku ringan yang masuk Grey Area lebih sulit
mendiagnosisnya. keadaan seperti ini bila seseorang ingin mengetahui assessment penyakit anak
pada dokter akan mendapatkan hasil yang berbeda. Dengan pemeriksaan anak yang sama dan
dokter yang berbeda seringkali menerima diagnosis yang berbeda pula, Berbagai diagnosis yang
diterimanya adalah Autis ringan, bukan Autis, PDDNOS, MSDD, Hiperaktif, ADHD atau
berbagai diagnosis lainnya. Banyak kasus anak seperti ini saat didiagnosis bermacam-mavcam
oleh dokter ternyata saat besarnya sehat seperti anak biasa. Sebaliknya banyak anak dengan
keterlambatanm bicara yang dianggap biasa pada usia di bawah 2 tahun tetapi karena
keterlambatan diagnosis ternyata pengidap Autis dan terlambat dalam penanganannya.
D. DETEKSI AUTIS SEJAK LAHIR HINGGA 5 USIA TAHUN
USIA
0-6
BULAN

USIA
6 - 12
BULAN

Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila


mandi

Tidak babbling

Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu

Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan

Perkembangan motor kasar/halus sering tampak


normal

Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

USIA
1- 2
TAHUN

USIA
2-3
TAHUN

Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

Gerakan tangan dan kaki berlebihan

Sulit bila digendong

Tidak babbling

Menggigit tangan dan badan orang lain secara


berlebihan

Tidak ditemukan senyum sosial

Tidak ada kontak mata

Perkembangan motor kasar/halus sering tampak


normal

Kaku bila digendong

Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,


da-da)

Tidak mengeluarkan kata

Tidak tertarik pada boneka

Memperhatikan tangannya sendiri

Terdapat keterlambatan dalam perkembangan


motor kasar/halus

Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain

Melihat orang sebagai benda

Kontak mata terbatas

Tertarik pada benda tertentu

USIA
4-5
TAHUN

Kaku bila digendong

Sering didapatkan ekolalia (membeo)

Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau


datar)

Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah

Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)

Temperamen tantrum atau agresif

E. MENANGGULANGI AUTIS
Tidak ada obat untuk autisme, tetapi dokter, terapis, dan guru khusus dapat membantu anakanak dengan autisme, menyesuaikan dengan banyak kesulitan. Sedari dini mulai pengobatan
untuk autisme, lebih baik.
Tiap anak-anak berbeda dalam membutuhkan jenis bantuan, tetapi belajar bagaimana
berkomunikasi selalu merupakan langkah penting pertama. Bahasa bisa sulit bagi anak-anak
dengan autisme untuk belajar.Kebanyakan anak autis memahami kata-kata yang lebih baik
dengan melihat, jadi terapis mengajar mereka cara untuk berkomunikasi dengan menunjuk atau
menggunakan gambar atau bahasa isyarat. Itu membuat belajar hal-hal lain lebih mudah, dan
akhirnya, banyak anak dengan autis belajar bicara.
Terapis juga membantu anak belajar keterampilan sosial, seperti cara menyapa orang,
menunggu giliran, dan ikuti petunjuk. Beberapa anak membutuhkan bantuan khusus dengan
keterampilan hidup (seperti menggosok gigi atau membuat tempat tidur). Lainnya lagi
mengalami kesulitan duduk diam atau mengendalikan emosi mereka dan membutuhkan terapi
untuk membantu mereka mengendalikan perilaku mereka. Beberapa anak mengambil obat untuk
membantu suasana hati mereka dan perilaku, tetapi tidak ada obat yang akan membuat autisme
anak itu pergi.
Tiap anak-anak berbeda dalam membutuhkan jenis bantuan, tetapi belajar bagaimana
berkomunikasi selalu merupakan langkah penting pertama. Bahasa bisa sulit bagi anak-anak
dengan autisme untuk belajar.Kebanyakan anak autis memahami kata-kata yang lebih baik
dengan melihat, jadi terapis mengajar mereka cara untuk berkomunikasi dengan menunjuk atau

menggunakan gambar atau bahasa isyarat. Itu membuat belajar hal-hal lain lebih mudah, dan
akhirnya, banyak anak dengan autis belajar bicara
PENUTUP
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis merupakan
kelainan genetik yang mengakibatkan gangguan fungsional susunan saraf pusat yang disertai
gangguan kerusakan pada saluran cerna. Keadaan itu dapat disebabkan dan dipicu oleh berbagai
hal di antaranya gangguan dan infeksi sejak dalam kehamilan, pengaruh reaksi simpang
makanan, dan berbagai pemicu lainnya
Beberapa anak dengan autisme ringan akan tumbuh dan bisa hidup sendiri. Mereka yang
memiliki masalah yang lebih serius akan selalu memerlukan beberapa jenis bantuan. Tapi semua
anak-anak dengan autis memiliki masa depan cerah ketika mereka memiliki dukungan dan
pemahaman dari dokter, guru, pengasuh, orang tua, saudara, saudara, dan teman-teman.

DAFTAR PUSTAKA
dr Widodo Judarwanto SpA ( http://childrenclinic.wordpress.com
http://childrenautismclinic.wordpress.com/ )
Abdi Susanto Autisme, Bisa Disembuhkan
Emanuel Setio Dewo Anak Autis
www.suaramedia. cek gejala Autisme bayi usia 1 tahun, peluang sembuh lebih besar com

Dr.suriviana Mengenali Anak Autisme


Agus Tri Haryanto, S.Pd. Konsultan anak berkesulitan belajar dan Pelayanan Autisme Yayasan
Wilakertia, Bintaro
Diposkan oleh alfan dienk di 08.55

Kemahiran Asas Sosial Kanak-Kanak Autisme


Di Persekitaran Sekolah
oleh
Vijayen a/l Gopal
Maktab Perguruan Keningau. Sabah

vjvas@tm.net.my
ABSTRAK
Kajian kes ini bertujuan untuk menjawab tiga persoalan kajian iaitu a)
apakah kemahiran asas sosial yang te
lah oleh kanak-kanak autisme. b)
apakah kemahiran-kemahiran asas sosial
yang belum dikuasai oleh
kanak-kanak autisme, dan c) apakah
faktor-faktor yang membolehkan
kanak-kanak autisme berupaya
menguasai dan tidak menguasai
kemahiran asas sosial mengiku
t pandangan guru. Tiga kanak-kanak
autisme di Sekolah Kebangsaan Bukit Padang, Kota Kinabalu, Sabah,
dipilih sebagai subjek dan tiga
orang guru yang mengajar subjeksubjek ini ditemubual. Kajian ini be
rfokus kepada lima kemahiran asas
sosial sahaja. Kaedah pemerha
tian dan temubual dengan instrument
senarai semak dan soalan ter
buka digunakan. Dapatan kajian
menunjukkan kelima-lima kemahiran asas
sosial dikuasai oleh subjek
tetapi belum menguasai beberapa
sub kemahiran. Dapatan temubual
menunjukkan faktor guru, persekitaran, rakan sebaya, dan kaedah
mengajar membolehkan penguas
aan kemahiran-kemahiran asas
sosial. Sebaliknya faktor kekurangan pendedahan mengenai autisme
dan kaedah mengajar yang khusus, pertukaran guru dan kekurangan
pengetahuan ibu bapa mengenai autisme menghalang penguasaan
kemahiran asas sosial.
PENGENALAN
Kemahiran sosial amat penting dalam kehi
dupan manusia dan dipelajari sejak kecil.
Kemahiran asas sosial yang perlu dikuasa
i oleh kanak-kanak ialah kemahiran:
menarik perhatian orang lain, berkongsi
dan memberi, meminta dan bertanya,
memberi idea dan memuji atau memberi
penghargaan. Malangnya terdapat kanakkanak yang tidak dapat mempelajari untuk be
rinteraksi secara positif dengan rakan
sebaya mereka.(Simpson et al. 1991;
Sewell 1998). Kanak-kanak ini tidak dapat
mempelajari kemahiran-kemahiran sosial
dengan sendiri dan juga dikenali sebagai

kumpulan bermasalah pembelajaran (Kuri


kulum Program Bermasalah Pembelajaran
Peringkat Rendah 1999). Satu kumpulan pelajar yang menghadapi masalah untuk
menguasai kemahiran asas sosial ialah kanak-kanak autisme.
Autisme merujuk kepada gangguan perkembangan pervasif (
pervasif developmental
disorder
). Menurut American Psychiatric Asso
ciation (1994), gangguan ini berkisar
pada tiga perkara utama iaitu gangguan inte
raksi sosial, komunikasi dan tingkah laku
berulangan yang streotaip dan terhad. Me
nurut Trevarthen et al. (1998) hampir
kesemua kes autisme menghadapi gangguan
interaksi sosial, masalah kemahiran
berkomunikasi dan aspek imaginasi. Namun
begitu, tahap gangguan ini tidak sama di
2
antara satu individu autisme berbanding ya
ng lain (Wing 1976). Kanak-kanak autisme
kategori teruk menghadapi masalah yang
serius berbanding dengan kanak-kanak
autisme kategori ringan dan
berfungsi tinggi (Jordan 1997).
Kemahiran sosial merupakan satu ciri au
tisme yang penting (American Psychiatric
Association 1994). Defisit sosial yang wujud dalam diri kanak-kanak autisme ini amat
serius, memandangkan kemahiran sosial se
bagai alat yang penting dalam kehidupan
setiap individu (Ball 1996). Di Malaysia
, kanak-kanak autisme mengikuti program
percantuman. Walaupun kanak-kanak autis
me telah didedahkan dengan kemahirankemahiran ini di sekolah, tetapi penggunaan kemahiran-kemahiran ini dalam situasi
yang tepat dengan cara yang betul masih menjadi
persoalan. Oleh itu satu kajian bagi
mengenalpasti kemahiran-kemahiran sosial
asas yang telah dan belum dikuasai oleh
kanak-kanak autisme dan pengunaannya di
persekitaran sekolah adalah amat
diperlukan. Kajian ini merupakan kajian lanj
utan kepada cadanga
n Ball (1996) dalam
kajiannya supaya satu kajian dalam gene
ralisasi kemahiran sosial kanak-kanak
autisme perlu dijalankan.
TUJUAN KAJIAN
Kajian ini adalah bertujuan: a) untuk menge

nal pasti kemahiran-kemahiran asas sosial


yang telah dikuasai oleh kanak-kanak au
tisme b) untuk mengenal pasti kemahirankemahiran asas sosial yang belum dikuasai
oleh kanak-kanak autisme dan c) untuk
mengenal pasti faktor-faktor yang membol
ehkan kanak-kanak autisme menguasai dan
tidak menguasai kemahiran asas sosial mengikut pandangan guru.
SOALAN KAJIAN
Kajian ini berfokus kepada tiga
soalan kajian yang berikut:
a.
Apakah kemahiran-kemahiran asas sosial yang telah dikuasai oleh kanakkanak autisme.
b.
Apakah kemahiran-kemahiran asas sosial yang belum dikuasai oleh kanakkanak autisme.
c.
Apakah faktor-faktor yang membolehkan kanak-kanak autisme berupaya
menguasai dan tidak menguasai kemahiran-kemahiran asas sosial mengikut
pandangan guru?
TINJAUAN LITERATUR
Kajian-kajian memberikan panduan kepa
da golongan professional untuk mencuba
pelbagai teknik dalam mengubah tingkahl
aku kanak-kanak autisme (McClannahan &
Krantz 1999). Kajian-kajian membuktikan
bahawa tingkahlaku kearah meningkatkan
interaksi kanak-kanak autisme dapat dija
lankan. Namun begitu tahap pencapaian
diperolehi mungkin berbeza mengikut tahap dan kategori kanak-kanak autisme yang
diajar (Wing 1976; Barbara 1989). Peni
ngkatan dalam tingkahlaku dalam kajiankajian menyokong kenyataan Sharyn (1997)
yang mengatakan bahawa program
therapi dapat meningkatkan dan menggantik
an tingkahlaku yang tidak sesuai dengan
tingkahlaku sesuai (Thacker 1996).
3
Kajian Ball (1996) berfokus kepada meningkatkan interaksi sosial dengan
menggunakan rakan sebaya. Kajian ini
menggunakan lapan orang kanak-kanak
autisme pra sekolah. Kanak-ka
nak ini diajar dalam kelas
yang mempunyai lapan lagi
pelajar normal yang sebaya. Sistem stes
yen digunakan untuk me
ngajar kemahiran

akdemik. Aktiviti kumpulan digunakan untuk mengajar konsep asas dan masa main
digunakan untuk mengajar kemahiran sosial
. Kumpulan kecil digunakan untuk
menggalakkan interaksi kanak-kanak auti
sme dengan rakan sebaya yang normal.
Kaedah-kaedah yang digunakan ialah skill
streaming, rakan sebaya dan bantuan
kumpulan.
Dapatan kajian Ball (1996) menunjukkan baha
wa tujuh daripada lapan kanak-kanak
autisme menunjukkan peningkatan dalam as
pek kontek mata, kemahiran bermain
secara selari dan simbolik, ikut giliran da
n respon-respon secara lisan dan bukan lisan.
Ball (1996) mendapati, penggunaan rakan se
baya sebagai model dalam mengajar
kemahiran sosial memberikan kesan yang
tinggi dalam mengekalkan integrasi kanakkanak di dalam bilik darjah.
Dougen (1994) mengkaji penggunaan teknik pe
ngajaran secara incidental untuk
mengajar cara bertanya yang sesuai denga
n menggunakan rakan sebaya kurang upaya.
Dapatan menunjukkan bahawa pengajaran deng
an teknik ini sang
at efektif dalam
meningkatkan kemahiran bertanya dengan cara yang sesuai. Teknik ini juga
menghasilkan peningkatan dalam generalisas
i. Penggunaan teknik ini bukan sahaja
meningkatkan cara bertanya yang sesuai
malah tahap vokalisasi subjek turut
meningkat dan dikekalkan tanpa latihan. Pe
ningkatan dalam interaksi juga berlaku
disebabkan oleh pengukuhan positif yang diperolehi bagi setiap cubaan yang betul.
Kajian ONeill dan Baker (2001) melihat poten
si kesan generalisasi daripada latihan
komunikasi berfungsi dan peranan kemungkinan tingkah laku bermasalah dan
bersesuaian untuk mencapai
tahap komunikasi berfungsi.
Dua sampel kanak-kanak
autisme kategori teruk dan ketidakupayaan
intelek kategori teruk digunakan. Kedua
subjek ini tidak mempunyai
tingkah laku komunikatif berf
ungsi dan mengikut arahan
lisan langkah demi langkah serta penyegeraan secara lisan dan fizikal. Dapatan kajian
ini menunjukkan bahawa wujud pengurangan
dalam tingkah laku negatif dan berlaku

peningkatan dalam kemahiran be


rtanya atau meminta untuk
berehat tanpa galakan.
Selain itu, terdapat generalisasi tingkah laku dalam situasi yang lain.
DEFINISI OPERASIONAL
Kajian ini telah menggunakan dua istilah yang khusus secara meluas. Istilah-istlah
yang digunakan ialah kemahiran sosi
al dan persekitaran sekolah.
Kemahiran Sosial
Menurut Philip (1991) kemahiran sosial
membawa maksud tingkah laku-tingkah laku
yang prihatin untuk melakukan perhubungan in
terpersonal yang efektif. Sebaliknya
Thacker (1996) pula mendefinisikan kemahi
ran sosial sebagai keupayaan untuk
berkomunikasi secara efektif dengan indivivu
lain dalam situasi sosial atau kerja.
Istilah kemahiran sosial yang digunakan da
lam kajian ini bermaksud keupayaan untuk
menghasilkan tingkahlaku-tingkahlaku atau
respon-respon yang se
suai secara lisan
atau bukan lisan dalam proses berinteraksi
tanpa menyakitkan perasaan orang lain.
4
Persekitaran Sekolah
Dalam kajian ini, istilah persekitaran sekolah
merujuk kepada ruangan di dalam kelas,
ruang permainan dan kantin sekolah sahaja. Pengkaji menghadkan ruangan
persekitaran sekolah bagi memudahkan pr
oses pemerhatian yang dijalankan. Ketigatiga ruangan yang dinyatakan adalah temp
at yang sesuai untuk melihat kemahiran
asas sosial yang dipamerkan oleh kanak-kanak autisme.
METHOD
Rekabentuk Kajian
Kajian ini menggunakan kaedah kualitatif dengan kajian kes multi-case. Reka
bentuk multi-case dipilih supaya dapat melakukan perbandingan antara kes.
Subjek Kajian
Sejumlah tiga pelajar lelaki autisme dan tig
a orang guru dipilih sebagai sampel kajian
secara persampelan bertujuan Subjek-sub
jek kajian dikenal pasti dengan bantuan
guru. Subjek dipilih berdasarkan kepada
beberapa kriteria. Kriteria utama ialah
kehadiran pelajar dan murid autisme kategori ringan.
Subjek pertama ialah seorang kanak-kanak
lelaki yang bernama Ah Meng. Subjek ini

berumur sepuluh tahun. Subjek ini berupa


ya untuk berkomunikasi dengan rakan dan
guru pada tahap rendah. Subjek kedua iala
h seorang kanak-kanak lelaki yang bernama
Tan. Subjek ini berumur sepuluh tahun da
n dikenal pasti sebagai autisme kategori
sederhana melalui penilaian klinikal oleh pakar professional. Subjek ini juga
berkeupayaan untuk berinteraksi dengan ra
kan dan guru pada tahap yang sederhana
dan subjek yang ketiga ialah seorang kanakkanak lelaki yang bernama Mark. Subjek
ini berumur sembilan tahun. Subjek ini
dikenal pasti sebagai autisme kategori
sederhana. Subjek ini berupa
ya untuk berinteraksi dengan
rakan dan guru pada tahap
yang sederhana.
Tenaga pengajar subjek seramai tiga orang dipilih secara persampelan bertujuan untuk
ditemubual. Guru-guru ini juga dipilih kerana mempunyai hubungan yang erat dan
mengenali subjek kajian secara mendalam dalam aspek kemahiran asas sosial dan
merupakan pelaksana kurikulum pendidikan khas.
Instrumen Kajian
Kajian ini menggunakan dua instrumen iait
u senarai semak dan soalan terbuka.
Senarai semak digunakan dalam pemerh
atian untuk mengumpul data mengenai
kemahiran-kemahiran asas sosial yang di
gunakan oleh kanak-kanak autisme dalam
interaksi di kalangan pelaja
r dan dengan guru di persekitaran sekolah. Senarai semak
ini dibina dengan mengadaptasi tingkahla
ku-tingkahlaku kemahiran-kemahiran asas
sosial daripada senarai semak McClella
n dan Katz (2001), Artwood dan Gray (1999)
dan Strain et al. (1998).
Soalan Terbuka
Empat soalan terbuka telah digunakan da
lam temubual. Soalan
-soalan itu adalah
berkaitan dengan pandangan guru mengena
i kemahiran asas sosial, kemahirankemahiran sosial yang sudah dikuasai,
belum dikuasai, faktor-faktor yang
membolehkan kanak-kanak autisme me
nguasai dan tidak menguasai kemahirankemahiran sosial.
5
Prosedur Mengumpul Data

Kajian ini dijalankan mengikut prosedur ya


ng telah ditetapkan. Pertama, mengadakan
latihan bagi empat orang pemerhati yang di
pilih. Latihan berfokus kepada peraturanperaturan pemerhatian, tujuan
kajian, fokus pemerhatian, kemahiran-kemahiran asas
sosial dan tingkahlaku-tingkahlaku yang se
suai, penggunaan senarai semak dan cara
mengisi senarai semak. Latihan tahap ke
dua ialah latihan me
ngumpul data dalam
situasi sebenar sehingga kebolehpercayaan
antara pemerhatian mencapai sekurangkurangnya 0.8.
Setiap pemerhatian dijalankan selama 30 minit untuk tempoh tiga minggu. Pemerhati
diberi masa berehat selama 30 minit di
antara setiap sesi pemerhatian untuk
mengelakkan keletihan. Pemerhatian dijalankan
sebanyak 16 bagi setiap persekitaran
(lapan kali di bilik darjah
dan lapan kali pada waktu rehat)
bagi setiap subjek. Selepas
setiap sesi pemerhatian, senarai sema
k dikumpul dan direkodkan. Selepas sesi
pemerhatian yang kelapan, satu latih
an diadakan untuk menentukan tahap
kebolehpercayaan antara pemerha
ti tetap diperingkat yang tinggi.
Prosedur temubual
Temubual yang dirakamkan dijalankan me
ngikut jadual temubual yang ditetapkan.
Pengkaji telah menyediakan trankrip verbatim
dan ketepatan maklumat disahkan oleh
guru-guru yang ditemubual.
Analisis Data
Data yang dikutip melalui pemerhatian di
analisakan berdasarkan senarai rekod
senarai semak yang digunakan. Sebaliknya data yang diperolehi melalui temubual
dianalisiskan setelah ditranskripsikan.
Analisis data pemerhatian
Data pemerhatian dipisahkan kepada dua ba
hagian iaitu di dalam kelas dan pada
waktu rehat mengikut subjek A, B dan C.
Kekerapan pelajar mempamerkan tingkah
laku kemahiran asas sosial bagi setiap ke
mahiran yang berlainan dijumlahkan. Data
kemahiran asas sosial ini dilaporkan dari
aspek kemahiran asas sosial yang paling

kerap dipamerkan dan kemahiran sosial yang mana yang kurang dipamerkan atau
tidak dipamerkan. Kekerapan dalam mempam
erkan kemahiran-kemahiran asas sosial
ini akan menentukan kemahiran yang sudah
dikuasai dan yang belum dikuasai oleh
subjek A, B dan C.
Analisis temubual
Data yang dikumpul melalui temubual dian
alisis dengan menggunakan sistem koding
dengan menginterpretasikan transkrip unt
uk menentukan tema (Miles dan Huberman
1994). Setiap kod yang disediakan diberi defi
nisi operasi dari perspektif kajian
pengkaji. Perbandingan secara berterusan gunakan untuk menganalisa data (Gay
1996). Pekali persetujuan Kohen-Kappa
digunakan untuk menentukan nilai
persetujuan penilai terhadap definisi opera
si pengkaji. Seterus
nya, pengkaji membuat
pentafsiran data secara de
skriptif dan penerangan. Data temubual akan dibandingkan
dengan data pemerhatian.
6
DAPATAN DAN PERBINCANGAN
Kemahiran-Kemahiran Asas Sosial Yang Telah Dan Belum Dikuasai
Dapatan kajian ini diperolehi melalu
i pemerhatian dengan menggunakan senarai
semak (Lampiran A). Alpha kebolehpercay
aan antara pemerhati yang diperolehi
untuk subjek pertama ialah 0.94 (Ah Me
ng), 0.95 (Tan) dan 0.95 (Mark).
Kemahiran menarik perhatian orang lain
Kemahiran ini telah dikuasai oleh ketigatiga subjek. Namun begitu Tan lebih
menguasai dan menggunakan kemahiran ini be
rbanding dengan Ah Meng dan Mark.
Sub kemahiran yang melibatkan
lisan selain daripada memanggil nama dikuasai oleh
Ah Meng berbanding dengan Tan dan Mark
walaupun hanya dua kali. Dapatan ini
juga selari dengan kenyataan guru baha
wa Ah Meng boleh berinteraksi yang
memerlukan kemahiran menarik perhatian.
Kemahiran Berkongsi Dan Memberi
Ketiga-tiga subjek telah menguasai kemahiran ini. Namun begitu Tan lebih
menguasai kemahiran ini berbanding dengan Ah Meng dan Mark kerana telah
mempamerkan kesemua sub kemahiran. Ah Meng dan Mark tidak memperlihatkan
kemahiran lisan seperti nah dan ambillah

. Ini mungkin disebabkan lisan digantikan


dengan tindakan menghulurkan tangan de
ngan benda ataupun dengan tindakan
mengangguk kepala tanda memberi (Jorda
n, 1997). Sub kemahiran melimat mata
diperlihatkan sebanyak 65 kali oleh Ah Me
ng, 29 kali oleh Tan dan 52 kali oleh
Mark. Memanggil nama rakan digunakan
oleh semua subjek, mungkin disebabkan
mudah.
Kemahiran bertanya dan meminta
Bagi kemahiran ini Tan dan Mark te
lah mempamerkan penguasaan berbanding
dengan Ah Meng yang tidak memperlihatk
an sebarang sub kemahiran pada waktu
rehat. Ini mungkin disebabkan oleh
Ah Meng memerlukan persekitaran yang
berstruktur. Bagi kes Mark pula kenyat
aan guru yang mengatakan Mark belum
menguasai kemahiran bertanya atau memint
a adalah bertentangan dengan dapatan
pemerhatian. Selain itu Ah Meng telah menghulur tangan untuk meminta sebanyak 10
kali di dalam bilik darjah. Tan pula tela
h menngunakan bahasa lembut sebanyak 31
kali di dalam bilik darjah dan 33 kali pada waktu rehat. Dapatan ini adalah selari
dengan kajian Ball (1996) yang mendapati
aktiviti yang diwujudkan di dalam bilik
darjah dapat meningkatkan kemahiran lisan.
Kemahiran memberi idea
Dalam kemahiran ini Tan dan Mark menunjukkan penguasaan menyeluruh
berbanding dengan Ah Meng yang tidak
mempamerkan dua daripada empat sub
kemahiran yang melibatkan lisan. Namun be
gitu Ah Meng telah beritahu apa boleh
buat sebanyak 37 kali di dalam bilik darjah dan 24 kali pada waktu rehat dan sub
kemahiran memberitahu apa yang boleh buat
atau dilakukan dipamerkan sebanyak 22
kali di bilik darjah berba
nding dengan hanya dua kali dipa
merkan pada waktu rehat.
Tetapi, Ah Meng tidak langsung mempamerka
n sub kemahiran suruh ikut yang dibuat
atau dilakukan di dalam bilik darjah ma
hupun pada waktu rehat. Keadaan ini mungkin
disebabkan tidak wujud kepe
rluan untuk tindakan menyuruh
ikut. Dapatan ini adalah
7

selari dengan kajian Paweni dan Rubovits


(2000) yang mendapati aktiviti permainan
dapat menggalakkan kemahiran memberi idea.
Kemahiran memberi dan menerima pujian dan penghargaan
Kemahiran memberi dan menerima pujia
n dan penghargaan mengandungi lapan sub
kemahiran. Bagi kemahiran ini pula Ah
Meng telah mempamerkan penguasaan yang
menyeluruh berbanding dengan Tan dan Mark
. Kesemua sub kemahiran yang terlibat
telah digunakan oleh Ah Meng kecuali me
ngucap terima kasih. Kemahiran yang
menonjol dan dipamerkan oleh Ah Meng
ialah memberi senyuman iaitu sebanyak 11
kali dalam bilik darjah berbanding dengan bilangan tingkahlaku ini dipamerkan pada
waktu rehat iaitu sebanyak tujuh kali. Sebaliknya Tan pula tidak mempamerkan
sebarang sub kemahiran pada waktu rehat.
Selain itu Tan juga tidak mempamerkan
sub kemahiran peluk rakan dan high five.
Pandangan guru mengenai faktor-fa
ktor yang membolehkan kanak-kanak
autisme menguasai kemahiran asas sosial
Dapatan temubual mempunyai Alpha kebo
lehpercayaan 0.86. Ketiga-tiga guru
berpendapat bahawa kemahiran sosial
utama yang perlu ada pada kanak-kanak
autisme ialah pengurusan diri. Selain itu, kemahiran menegur rakan dan guru juga
perlu. Ini,ungkin disebabkan oleh syar
at pendidikan khas yang menetapkan
pengurusan diri sebagai satu faktor mem
bolehkan pelajar khas memasuki sekolah.
Faktor utama yang menentukan penguasaan
kemahiran asas sosial kanak-kanak
autisme ialah guru. Walaupun hanya satu guru saja yang handle dia tapi semua
guru tau apa masalah dia ..macam jawapan di
a tidak betulkan. Cikgu akan bagitau dia
cara menjawab dengan betullah. Guru dapat memahami tingkah laku murid dan tahu
cara menanganinya. Guru yang lain daripa
da guru pendidikan khas juga membuat
pengajaran secara incidental di persek
itaran sekolah apabila ternampak murid
melakukan sesuatu dengan cara yang salah
atau bercakap dengan cara yang tidak
sesuai dengan situasi. Dapatan in
i menyokong kajian Dougen (1994) yang mendapati
penggunaan teknik pengajaran secara incidental (incidental teaching) meningkatkan
kemahiran bertanya. Selain itu, guru dapa
t mengeksploitasikan minat dan kesukaan

pelajar dalam pengajaran.


Faktor kedua ialah pengajaran berbantukan
visual atau gambar mengikut minat pelajar
memberikan kesan. Kenyataan guru, Kita
ambil kira minat dia. Dia suka sangat
dengan kereta. Kadang-kadang dia akan cakap
benda lain, contohnya bila dia tengok
gambar lalu lintas, dia ca
kap polis polis, ambulan ambul
an. Maksudnya dia boleh beri
idea dan dia tu ada hubung, maksudnya bila
kemalangan, polis mesti ada, ambulan
mesti ada ataupun kadang-kadang gambar api, dia tahu bomba. Dia akan cakap
telefon bomba, telefon bomba. Guru juga
berpendapat bahawa pemberian latihan
serta tindakan latih tubi akan membol
ehkan kanak-kanak autisme menguasai
kemahiran asas sosial (Charlop & Trasowech, 1991)
Faktor ketiga ialah rakan sebaya. Ketiga-tiga
guru mendapati rakan sebaya di sekolah
dapat meningkatkan penguasaan kemahiran as
as sosial. Rakan sebaya dapat mengajar
melalui interaksi dan membimbing dan menga
jar cara yang betul kepada kanak-kanak
autisme. Dapatan ini adalah selari dengan
dapatan kajian Howlin dan Yates (1999),
Pierce dan Schreibman (1995) dan kaji
an Pepperberg dan Sherman (2000) yang
8
mendapati penggunaan rakan sebaya adalah ef
ektif dalam mengajar kemahiran sosial
yang kompleks iaitu memulakan perbua
lan dan permainan dan meningkatkan
tumpuan.
Faktor keempat ialah persekitaran dan ke
rjasama ibu bapa. Guru mendapati bahawa
persekitaran sekolah yang menyediakan pe
lbagai kemudahan belajar dan galakan guru
serta rakan sebaya yang sedi
a ada di sekolah memberikan
peluang untuk kanak-kanak
belajar dan menguasai kemahiran asas so
sial. Guru-guru mendapati kanak-kanak
autisme menguasai kemahiran-kemahiran sosi
al asas kerana tindakan ibu bapa yang
bekerjasama dengan pihak sekolah dalam me
njalankan tindakan susulan di rumah.
Faktor-faktor yang menyeb

abkan tidak menguasai ke


mahiran asas sosial.
Ketiga-tiga orang guru mendapati terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan kanakkanak autisme tidak berupaya untuk menguasai kemahiran-kemahiran asas sosial.
Pertama, ialah kurang tumpuan pelajar te
rhadap pengajaran dan pembelajaran dan
aktiviti dalam bilik darjah dan di luar bilik darjah. Kedua, guru-guru mendapati
bahawa mengajar kanak-kanak autisme secara kumpulan adalah kurang berkesan
berbanding dengan pendekatan individu (S
ewell 1998). Sistem di sekolah yang
menggunakan kumpulan akan menyebabkan kanak-kanak autisme tidak berupaya
untuk menguasai kemahiran-kemahiran asas sosial.
Ketiga, ialah kekurangan pendedahan menge
nai autisme bagi guru-guru khas. Guruguru tersebut berpendapat kekurangan
pendedahan mengenai autisme dan kaedah
dan pendekatan mengajar kanak-kanak au
tisme menyebabkan guru hanya mengajar
mengikut pengalaman, cuba jaya dan mengi
kut logik tanpa mengetahui sama ada cara
itu betul atau salah. Di samping itu penge
tahuan yang sama diseba
rkan kepada pihak
ibu bapa. Selain itu, pertukaran guru j
uga menyebabkan perubahan dalam kaedah
dan pendekatan mengajar. Guru yang sebelu
m lebih memahami dan mengetahui caracara menangani masalah individu autisme
. Perubahan ini akan mengganggu proses
pengajaran dan pembelajaran dan pengasaan
kemahiran asas sosial kanak-kanak
autisme.
Keempat ialah faktor persek
itaran di rumah. Faktor
persekitaran dirumah tidak
kondusif untuk pembelajaran. Ibu bapa
tidak mempunyai pengetahuan mengenai
autisme dan tidak tahu membantu kanak-ka
nak ini. Ini myeba
bkan ibu bapa tidak
dapat menjalankan tindakan susulan kepada aktiviti di sekolah. Di rumah juga kanakkanak ini dibiarkan tanpa bimbingan dan
galakan interaksi. Dapatan ini menyokong
dapatan Ball (1996).
KESIMPULAN
Dapatan kajian ini penting untuk semua pi
hak yang terlibat dalam bidang pendidikan

khas. Kajian ini menunjukkan kelima-lima ke


mahiran asas sosial yang dikaji telah
dikuasai walaupun terdapat beberapa sub kemahiran dalam kemahiran-kemahiran
tertentu belum lagi dikuasai sepenuhnya ol
eh subjek kajian. Da
patan kajian ini juga
menunjukkan bahawa guru-guru pendidika
n khas memerlukan kursus memerlukan
kursus khas untuk bertindak lebih professi
onal lagi. Kemahiran sosial perlu
dimasukkan dalam Rancangan Pengajara
n Individu (RPI) untuk mempastikan
pengajaran kemahiran asas sosial ini dila
ksanakan. Adalah diharapkan melalui cara
9
ini harapan ibu bapa yang lebih berminat
untuk mendapatkan peluang-peluang bagi
anak-anak mereka membentuk persahabat
an dan kemahiran sosial daripada
pencapaian akademik dalam program per
khidmatan pendidikan khas akan tercapai
(Zalizan Mohd Jelas 2000).
Batasan Kajian
Kajian ini mempunyai batasan-batasanny
a yang tersendiri. Kajian ini hanya
dijalankan di sebuah sekolah
di negeri Sabah. Kedua, ialah kajian ini hanya
menggunakan tiga subjek sahaja walaupun terd
apat enam orang kanak-kanak autisme
di lokasi ini. Ketiga, ialah ketiga-tiga subj
ek yang dipilih terdir
i daripada kanak-kanak
lelaki kerana ketiadaan kanak-kanak perem
puan autistme di lokasi kajian ini. Ini
menyebabkan perbandingan penguasaan kemahi
ran asas sosial an
tara jantina tidak
dapat dilakukan. Keempat, ialah walaupun te
rdapat banyak kemahiran sosial, namun
kajian ini hanya berfokus kepada lima kema
hiran sahaja disebabkan oleh kekangan
metod yang digunakan.
Implikasi Kajian
Bagi meningkatkan lagi keberkesanan sesi
pengajaran dan pembelajaran kemahiran
asas sosial maka guru-guru pendidikan kha
s perlu diberikan kursus khas. Kemahiran
berinteraksi secara lisan untuk memberi dan menerima pujian atau penghargaan perlu

diberi penekanan. Pengajaran dan pembel


ajaran, khususnya mengenai kemahiran asas
sosial pelu dijalankan dalam persekitaran
berstruktur (Sewell 1998; Koegel & Koegel,
1995). Selain itu sesi pengajaran dan pembelaj
aran juga perlu dilaksanakan di dalam
dan di luar kelas supaya generalisasi dapa
t dibuat dalam persekitaran yang lain.
Cadangan Kajian Lanjutan
Kajian lanjutan perlu membuat replikasi di
sekolah-sekolah rendah dan menengah di
negeri Sabah yang mempunyai latarbelak
ang suku kaum dan budaya yang berbeza.
Selain itu, kajian lanjutan juga perlu memilih lebih daripada tiga subjek termasuk
subjek perempuan. Pemilihan kanak-kanak perempuan autisme akan membolehkan
pengkaji membandingkan tahap penguasaan kemahi
ran asas sosial di antara jantina.
BIBLIOGRAFI
American Psychiatric Association. (1994).
Diagnostic criteria from DSM-IIIR.
Washington D.C: American Psychiatric Association.
Artwood, T. & Gray, C. (1999).
Understanding and teachi
ng friendship skills.
Available:
http://www.tonyartwood.com/paper3.htm
Ball, J. (1996).
Increasing social interaction
of preschoolers with autism
through relationships with typicially developing peers
. Available:
http://www.edrs.com/DocLibrary4/0397/ED400654.PDF
.
Barbara, P.(1989
). Growing towards independence by learning functional
skills and behaviors. Funtional
programming for people with autism
. Available
http://www.edrs.com/DocLibrary4/0394/ED363065.PDF
.
Charlop & Trasowesh. (1991).
Reseachers trained paren
ts of children with
autism to use a time delay procedure, a t
echnique of behavior analysis, to increase
spontaneous speech in natural occuring daily settings
. Available:

http://www.feat.org/autism/language.htm
Dougen, F. (1994). Using incidental teaching by peers.
http://www.feat.org/autism/language.htm

Anda mungkin juga menyukai