Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTISME PADA ANAK

I. KONSEP DASAR AUTISME


1.1 Definisi
Autisme diartikan oleh Leo Kanner dalam penelitiannya pada tahun 1943 adalah suatu
gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada seseorang
sehingga secara tak langsung individu tersebut dapat dikatakan “ hidup dalam
dunianya sendiri “ (Dr. Melly Budhiman, 2008).

Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi
autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan
pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2008).

1.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2008) diantaranya yaitu:
1.2.1 Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom
yang disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).

1
1.2.2 Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun
setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella,
Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.

1.2.3 Faktor Kelahiran dan Persalinan


Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam
timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan.
Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang
bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya
keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja
berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.

Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi


makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang
mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam
tingkah laku dan fisik termasuk autis.

1.3 Manisfestasi Klinik


1.3.1 Pada Tahap Pertumbuhan
Umumnya penderita Autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang
wajar dan normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak,
dan berdiri), kemampuan bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Anak dengan autis juga dapat meniru beberapa lagu yang
didengarakannya atau dapat menggunakan panca indranya dengan normal dan
secara luas ketika mengeksplorasi lingkungannya. Walaupun terdapat

2
kenormalan pada proses pertumbuhannya, pada anak penderita Autis didapati
keterbatasan dalam memfungsikan organnya, misalnya:
1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran
bicara pada usia 12- 14 bulan.
2) Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
3) Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
4) Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
5) Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
6) Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan
rumit (Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki
dan tangan (Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan (Hypotonic)
sehingga tak mampu untuk mengembangkan kemampuan duduk, berdiri, dan
berjalan secara mandiri, pada pertumbuhan anak normal didapati kemampuan
untuk berdiri sendiri dan berjalan pada usia 6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri
sehingga anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.
9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang
nantinya juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan
intelektual.

Anak Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2
tahun dan setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.

1.3.2 Pada Tahap Perkembangan


Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan gangguan
dalam hal psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan untuk

3
berkomunikasi dan berprilaku juga mengalami penyimpangan. Dalam usia 5
tahun, komunikasi anak dan ibu terganggu dengan adanya sikap anak yang tidak
mau menatap ibunya ketika ditimang, hal ini menunjukkan kesan tidak
mengenal. Tidak dapat bercakap-cakap dengan orang lain di sekitar secara
mandiri, adanya gangguan praverbal yang ditunjukkan dengan berteriak dan
ekolia (bicara yang mengulang kata atau ungkapan), padahal anak normal pada
usia 6- 18 bulan sudah dapat melakukannya (dalam kemampuan berbahasa sesuai
batas usia). Dalam berperilaku, anak biasanya duduk dalam jangka waktu yang
lama, sibuk dengan tangannya (dengan mengepakkannya, memainkan jarinya
atau bertepuk tangan), tercengang dan menatap terus pada objek tertentu
(mengkilap dan bersifat mekanis) seolah tak dapat dipisahkan dan sangat terikat
daripadanya.

Gambaran lain adalah adanya sikap rirualistik dan konvulsif dimana anak
menekankan suatu rutinitas kehidupan harian tertentu dan menolak suatu
perubahan, dan adanya gerakan yang tidak biasa ditemukan pada anak normal
yaitu sering mengedipkan mata secara berulang, wajah sering menyeringai, sikap
melompat dan berjingkat. Pada segi psikologis didapati adanya perubahan
suasana hati yang tiba-tiba, tertawa dengan sebab yang tidak jelas dan sering
diselingi dengan kemarahan yang bersifat destruktif. Anak sering ketakutan
dengan suara tertentu dan tercengang dengan suara yang lain.

Hal ini juga akan mengarahkan anak untuk mengalami gangguan mental psikotik
paranoid (takut dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak mempercayai
orang lain), schizotypal (menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri), dan
histionik (selalu ingin diperhatikan, diutamakan, dan dituruti seluruh
keinginannya). Sisi intelektual anak dengan autis akan dihadapkan dengan

4
adanya retardasi, tetapi ada kecenderungan untuk membaik jika anak dapat lepas
dari sikap menarik diri. Kemampuan olah bicara anak autis sering terhambat
pada hal intonasi dan hal lain yang mengalami gangguan adalah kemampuan
untuk menentukan waktu.

Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:


1) Di bidang komunikasi:
(1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian
hilang kemampuan bicara.
(2) Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
(3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak
dimengerti orang lain.
(4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau
membeo (Echolalia).
(5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang
didengar tanpa mengerti artinya.
(6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
(7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2) Di bidang interaksi sosial:


(1) Anak autis lebih suka menyendiri
(2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata dengan orang lain.

5
(3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
(4) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.

3) Di bidang sensoris:
(1) Anak autis tidak peka terhadap sentuhan seperti tidak suka dipeluk.
(2) Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
(3) Anak autis senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.

4) Di bidang pola bermain:


(1) Anak autis tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
(2) Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
(3) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
(4) Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar-putar.
(5) Senang terhadap benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, dan sejenisnya.
(6) Sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.

5) Di bidang perilaku:
(1) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
(2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri
seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.

6
(3) Berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan
dengan bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
(4) Tidak suka terhadap perubahan.
(5) Duduk bengong dengan tatapan kosong.

6) Di bidang emosi:
(1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa.
(2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya.
(3) Kadang agresif dan merusak.
(4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
(5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada
disekitarnya atau didekatnya.

1.4 Patofisiologi
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di beberapa
jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) set besar gangguan
dengan berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari perkembangan
faktor-faktor yang mempengaruhi banyak atau semua fungsi sistem otak, dan
mengganggu perkembangan otak waktu lebih dari produk akhir.

Neuroanatomical penelitian dan asosiasi-asosiasi dengan teratogen sangat


menyarankan bahwa mekanisme autisme itu meliputi perubahan dari perkembangan
otak segera setelah pembuahan. anomali ini muncul untuk memulai kaskade patologis
peristiwa dalam otak yang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Hanya setelah lahir, otak anak-anak autistik cenderung tumbuh lebih cepat dari
biasanya, diikuti dengan normal atau relatif lebih lambat pertumbuhan di masa kanak-

7
kanak. Tidak diketahui apakah awal pertumbuhan yang berlebihan terjadi pada semua
anak-anak autistik. Tampaknya menjadi yang paling menonjol di wilayah-wilayah otak
yang mendasari perkembangan kognitif yang lebih tinggi spesialisasi.

Hipotesis untuk seluler dan molekuler dasar patologis berlebih awal meliputi:
1) Kelebihan neuron yang menyebabkan overconnectivity lokal di daerah otak kunci.
2) Terganggu saraf migrasi selama awal kehamilan.

Interaksi antara sistem kekebalan dan sistem saraf mulai awal selama tahap embrionik
kehidupan dan sukses neurodevelopment tergantung pada respon imun yang seimbang.
Ada kemungkinan bahwa aktivitas kekebalan yang menyimpang selama periode kritis
neurodevelopment adalah bagian dari mekanisme dari beberapa bentuk ASD.
Meskipun beberapa kelainan pada sistem kekebalan telah ditemukan dalam sub-sub
kelompok khusus individu autistic tidak diketahui apakah kelainan ini relevan dengan
atau sekunder untuk proses penyakit autisme. Sebagaimana autoantibodies ditemukan
dalam kondisi selain ASD, dan tidak selalu hadir dalam ASD, hubungan antara
gangguan kekebalan dan autisme tetap tidak jelas dan controversial. Hubungan antara
zat kimia saraf dengan autisme belum dipahami dengan baik; beberapa telah diselidiki,
dengan banyak bukti-bukti untuk peran serotonin dan perbedaan genetis dalam
transportasi.

Beberapa data menunjukkan peningkatan beberapa hormon pertumbuhan data lain


berpendapat untuk berkurang faktor pertumbuhan. Beberapa kekeliruan metabolisme
bawaan berhubungan dengan autisme tetapi account mungkin kurang dari 5% dari
kasus. Sistem neuron cermin (MNS) hypothesizes autisme teori bahwa distorsi dalam
perkembangan MNS imitasi mengganggu dan menyebabkan autisme fitur inti
kerusakan sosial dan komunikasi, kesulitan MNS beroperasi ketika binatang

8
melakukan suatu tindakan atau mengamati binatang lain melakukan tindakan yang
sama. MNS dapat berkontribusi pada pemahaman individu orang lain dengan
mengaktifkan modeling perilaku mereka diwujudkan melalui simulasi dari tindakan
mereka, niat, dan emosi.

Individu autistik cenderung menggunakan berbagai wilayah otak (kuning) untuk tugas
gerakan dibandingkan dengan kelompok kontrol (biru).
ASD-pola yang terkait fungsi dan menyimpang rendah aktivasi di otak berbeda-beda
tergantung pada apakah otak melakukan tugas-tugas sosial atau nonsocial. Di autisme
ada bukti untuk mengurangi konektivitas fungsional dari jaringan standar, skala besar
jaringan otak yang terlibat sosial dan emosional dalam pengolahan, dengan
konektivitas utuh dari tugas-jaringan positif, yang digunakan dalam perhatian
berkesinambungan dan tujuan-diarahkan berpikir. Pada orang dengan autis dua
jaringan tidak berkorelasi negatif pada waktunya, menunjukkan adanya
ketidakseimbangan dalam Toggling antara dua jaringan, mungkin mencerminkan
gangguan referensial diri berpikir.

1.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi
dua yaitu:
1) Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaan-
perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi
sekitar usia bayi 6 bulan.
2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus,

9
lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata,
hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).

Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati 2007)


mengelompokkan autisme menjadi:
1) Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal
karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2) Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (6-7
tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak
usia minggu-minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan-
gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang.

1.6 Faktor Resiko


Penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli.
Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis.
Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang
telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak
menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan
tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang
beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa
periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.
1.6.1 Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat
terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada
ibu tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan

10
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme.

1.6.2 Periode Persalinan


Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat
menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam
persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan
oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ
yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka
sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan
perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi
(nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama persalinan, lamanya
persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah (< 2500 gram).

1.6.3 Periode Usia Bayi


Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi
dapat mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko untuk
terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk
terjadinya autisme adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan
berat badan, kelainan bawaan: kelainan jantung bawaan, kelainan genetik,
kelainan metabolik, gangguan pencernaan: sering muntah, kolik, sulit buang air
besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf: trauma kepala,
kejang, otot atipikal, kelemahan otot.

11
1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autism:
1.7.1 Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan
didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah
yang paling banyak dipakai di Indonesia.

1.7.2 Terapi Wicara


Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu
autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-
kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk
memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam
hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

1.7.3 Terapi Okupasi


Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan
motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk
memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan
menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi
okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot halusnya dengan
benar.

12
1.7.4 Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan
tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat
banyak menolong untuk menguatkan ototnya dan memperbaiki keseimbangan
tubuhnya.

1.7.5 Terapi Sosial


Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan
dalam ketrampilan berkomunikasi dua arah, membuat teman dan main bersama
ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan
fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari
caranya.

1.7.6 Terapi Bermain


Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan
dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar
bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu
anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

1.7.7 Terapi Perilaku


Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak
heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk

13
mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.

1.7.8 Terapi Perkembangan


Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional dan intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan
terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih
spesifik.

1.7.9 Terapi Visual


Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode
belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS
(Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga
dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

1.7.10 Terapi Biomedik


Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam
DAN (Defeat Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset dan
menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan
metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu
anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan
rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi
bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila

14
mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam
tubuh sendiri (biomedis).

Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:


(1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang
dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap
lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita
untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang
mudah.
(2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan
dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat
kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang
seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif
dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah Haloperidol
(antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif)

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran
4. MRI(Magnetic resonance imaging)
5. EEG(elektro encepalogram)
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan urine.

15
1.9 Pathway

16
II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2) Riwayat Kesehatan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada
otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak
nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu cepat,
Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir
rendah ( < 2500 gram).
4) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa
atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit
melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang
terbuka, jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada
benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan
baik, secara fisik terlalu.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.
6) Psikososial
(1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua

17
(2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
(3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
(4) Perilaku menstimulasi diri
(5) Pola tidur tidak teratur
(6) Permainan stereotip
(7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
(8) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
(9) Kemampuan bertutur kata menurun
(10) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
7) Neurologis
(1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
(2) Refleks mengisap buruk
(3) Tidak mampu menangis ketika lapar
8) Gastrointestinal
(1) Penurunan nafsu makan
(2) Penurunan berat badan

2.2 Diagnosa Keperawatan


Kemungkinan diagnosa yang muncul
1) Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2) Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di rumah sakit.
3) Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

18
2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa I: Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus.
1) Definisi
Penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima,
memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol.
2) Batasan Karakteristik
Tidak ada kontak mata
Kesulitan mengungkapkan fikiran secara verbal
Kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat
Disorientasi dalam tiga lingkup, waktu, ruang, dan orang
Tidak atau tidak dapat berbicara
Dipsnea
Bicara pelo/bicara gagap
3) Faktor yang Berhubungan
Tidak adanya orang terdekat
Perubahan pada sistem saraf pusat
Gangguan persepsi
Kondisi fisiologis

Hasil yang diharapkan: Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan


menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang
dengan anak, bicaralah mungkin merupakan satu-satunya cara
dengan kalimat singkat berkomunikasi karena anak yang autistik
yang terdiri atas satu mungkin tidak mampu mengembangkan tahap

19
hingga tiga kata, dan ulangi pikiran operasional yang konkret. Kontak mata
perintah sesuai yang langsung mendorong anak berkonsentrasi pada
diperlukan. Minta anak pembicaraan serta menghubungkan pembicaraan
untuk melihat kepada anda dengan bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi
ketika anda berbicara dan anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi
pantau bahasa tubuhnya satu-satunya cara baginya untuk
dengan cermat. mengomunikasikan pengenalan atau
pemahamannya terhadap isi pembicaraan
2. Gunakan irama, musik, dan 2. Gerakan fisik dan suara membantu anak
gerakan tubuh untuk mengenali integritas tubuh serta batasan-
membantu perkembangan batasannya sehingga mendoronnya terpisah dari
komunikasi sampai anak objek dan orang lain
dapat memahami bahasa
3. Bantu anak mengenali 3. Memahami konsep penyebab dan efek membantu
hubungan antara sebab dan anak membangun kemampuan untuk terpisah dari
akibat dengan cara objek serta orang lain dan mendorongnya
menyebutkan perasaannya mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya
yang khusus dan melalui kata-kata
mengidentifikasi penyebab
stimulus bagi mereka
4. Ketika berkomunikasi 4. Biasanya anak austik tidak mampu membedakan
dengan anak, bedakan antara realitas dan fantasi, dan gagal untuk
kenyataan dengan fantasi, mengenali nyeri atau sensasi lain serta peristiwa
dalam pernyataan yang hidup dengan cara yang bermakna. Menekankan
singkat dan jelas perbedaan antara realitas dan fantasi membantu
anak mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya.

20
4) Diagnosa II: Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di RS.

Hasil yang diharapkan: Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan


melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh
frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan
kemampuan mengatasi frustasi.
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan 1. Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak mungkin rutinitas melalui lingkungan yang kondusif dan
sepanjang periode perawatan di RS rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam
hidup mereka. Mempertahankan
program yang teratur dapat mencegah
perasaan frustasi, yang dapat
menuntun pada ledakan kekerasan
2. Lakukan intervensi keperawatan 2. Sesi yang singkat dan sering
dalam sesingkat dan sering. Dekati memungkinkan anak mudah
anak dengan sikap lembut, mengenal perawat serta lingkungan
bersahabat dan jelaskan apa yang rumah sakit. Mempertahankan sikap
anda akan lakukan dengan kalimat tenang, ramah dan mendemontrasikan
yang jelas, dan sederhana. Apabila prosedur pada orang tua, dapat
dibutuhkan, demontrasikan prosedur membantu anak menerima intervensi
kepada orang tua. sebagai tindakan yang tidak
mengancam, dapat mencegah perilaku
destruktif

21
3. Gunakan restrain fisik selama 3. Restrain fisik dapat mencegah anak
prosedur ketika membutuhkannya, dari tindakan mencederai diri sendiri.
untuk memastikan keamanan anak Biarkan anak terlibat dalam perilaku
dan untuk mengalihkan amarah dan yang tidak terlalu membahayakan,
frustasinya, misalnya untuk misalnya membanding bantal,
mencagah anak dari membenturkan perilaku semacam ini memungkinkan
kepalanya ke dinding berulang- menyalurkan amarahnya, serta
ulang, restrain badan anak pada mengekpresikan frustasinya dengan
bagian atasnya, tetapi cara yang aman
memperbolehkan anak untuk
memukul bantal
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku 4. Pemberian imbalan dan hukuman
yang tepat untuk menghargai dapat membantu mengubah perilaku
perilaku positif dan menghukum anak dan mencegah episode kekerasan
perilaku yang negatif. Misalnya,
hargai perilaku yang positif dengan
cara memberi anak makanan atau
mainan kesukaannya, beri hukuman
untuk perilaku yang negatif dengan
cara mencabut hak istimewanya
5. Ketika anak berperilaku destruktif, 5. Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba menunjukkan perasaan stres
menyampaikan sesuatu, misalnya meningkat, kemungkinan muncul dari
apakah ia ingin sesuatu untuk kebutuhan untuk mengomunikasikan
dimakan atau diminum atau apakah sesuatu.
ia perlu pergi ke kamar mandi

22
5) Diagnosa III: Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan
gangguan.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang
ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari
nasihat serta bantuan
Intervensi Rasional
1. Anjurkan orang tua untuk 1. Membiarkan orang tua
mengekpresikan perasaan dan mengekpresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka kekhawatiran mereka tentang kondisi
kronis anak membantu mereka
beradaptasi terhadap frustasi dengan
lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok 2. Kelompok pendukung
pendukung autisme setempat dan memperbolehkan orang tua menemui
kesekolah khusus jika diperlukan orang tua dari anak yang menderita
autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan dukungan emosioanl
3. Anjurkan orang tua untuk 3. Kontak dengan kelompok swabantu
mengikuti konseling (bila ada) membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan
dengan autisme

23
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Melly Budhiman, (2008). Langkah Menanggulangi Autisme. Jakarta:


Penerbit Majalah Nirmala

Purwati, N., H., (2007). 100 Ide Membimbing Anak Autis. Jakarta: Penerbt
Erlangga

Devision, (2008). Autisme, How to live with autism and asperger syndrome.
Jakarta : Dian Rakyat Indonesia

Kurniasih, dkk (2002). Menangani Anak Autis. Majalah Nakita. Jakarta:


Gramedia

NANDA International. (2012). Nursing Diagnosis: Definitions &


Classifications 2012-2014. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith.M, 2011, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC

24
Banjarmasin, Agustus 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(Sri Sundari. S.Kep.,Ns) (...........................................)

25

Anda mungkin juga menyukai