Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tua,

kehadirannya diharapkan dan ditunggu serta disambut dengan penuh bahagia.

Semua orang tua mengharapkan memiliki anak yang sehat, membanggakan,

dan sempurna. Akan tetapi, terkadang kenyataan yang terjadi tidak sesuai

dengan keinginan. Beberapa diantaranya memiliki anak dengan kebutuhan

khusus, seperti autisme. Oleh sebab itu untuk mendapatkan anak yang sehat,

cerdas dan sesuai dengan tumbuh kembang, maka membutuhkan nutrisi yang

baik agar anak terlahir dengan sempurna.

Tumbuh kembang yang optimal bertujuan untuk menjadikan anak

menjadi manusia yang berkualitas dengan tidak hanya sekedar tumbuh secara

fisik, namun juga berkemampuan untuk berdaya guna dan berhasil guna baik

bagi diri, keluarga, serta masyarakat. Oleh karena itu, masa anak-anak perlu

mendapatkan perhatian. Pencapaian suatu kemampuan setiap anak bisa

berbeda-beda, namun ada patokan umur tentang kemampuan apa saja yang

perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Adanya patokan itu

dimaksudkan agar anak yang belum mencapai tahap kemampuan tertentu

perlu dibentuk stimulasi agar dapat mencapai perkembangan yang optimal.

Pemantauan perkembangan ada empat aspek yang dinilai, yaitu motorik

kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial (Hartanto, 2006:18).

1
Salah satu aspek penting pada proses tumbuh kembang anak adalah

perkembangan psikomotorik karena merupakan awal dari kecerdasan dan

emosi sosialnya. Perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi

pada anak, dilihat dari berbagai aspek, antara lain misalnya pada aspek fisik

(motorik). Perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang

terkoordinasi antara susunan saraf, otot dan otak. Salah satu perkembangan

yang penting adalah motorik kasar, yaitu gerakan tubuh yang menggunakan

otot-otot besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan

anak itu sendiri. Jika keterampilan motorik kasar anak kurang baik, tidak

hanya pemenuhan kemandirian aktivitasnya yang terlambat, akan tetapi hal

itu juga berdampak kepada perkembangan anak yang lain seperti halnya

aktivitas sosial, kemampuan konsentrasi, dan kemampuan motor planning

yang juga akan kurang baik. Keterlambatan tersebut juga sering disebabkan

oleh kurangnya kesempatan anak untuk mempelajari ketrampilan motorik,

perlindungan orang tua yang berlebihan atau kurangnya motivasi anak untuk

mempelajarinya (Hurlock, 2000).

Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan

“isme” yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu

paham tertarik pada dunianya sendiri. Autisme juga dapat disebut sebagai

gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya

gangguan komunikasi, interaksi sosial dan perilaku (McCandless, 2003).

Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943.

Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk

2
berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan

penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, pembalikan kalimat, adanya

aktivitas bermain yang tidak normal, rute ingatan yang kuat dan keinginan

obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.

Autisme juga dapat disebut sebagai gangguan perkembangan yang

berat pada anak. Perkembangan yang terganggu terutama dalam komunikasi,

interaksi, dan perilaku. Pada usia 2-3 tahun, di masa anak balita lain mulai

belajar bicara, anak autis tidak menampakkan tanda-tanda perkembangan

bahasa. Kadangkala ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya,

sekali-kali ia bisa menirukan kalimat atau nyanyian yang sering di dengar.

Tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada maknanya. Kalau pun ada perkembangan

bahasa biasanya ada keanehan dalam kata-katanya. Setiap kalimat yang

diucapkan bernada tanda tanya atau mengulang kalimat yang diucapkan oleh

orang lain (seperti latah) tata bahasanya kacau, sering mengatakan "kamu"

sedangkan yang dimaksud "saya". Anak autis juga sering kali melakukan

gerakan aneh yang diulang-ulang. Misalnya duduk sambil menggoyang-

goyangkan badannya secara ritmis, berputar-putar dan mengepak-ngepakkan

lengannya seperti sayap. Ia bisa terpukau pada anggota tubuhnya sendiri,

misalnya jari tangan yang terus menerus digerak-gerakkan dan diperhatikan.

Penyandang juga suka bermain air dan memperhatikan benda yang berputar,

seperti roda sepeda atau kipas angin sikapnya sangat cuek. Kadang

melompat-lompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab, anak autis sulit

dibujuk, mereka bahkan menolak untuk digendong atau dirayu oleh siapapun.

3
Kasus autisme bukanlah masalah baru, karena sudah ada sejak dulu,

jika membaca cerita-cerita lama tentang anak yang dianggap „‟aneh‟‟ karena

sejak lahir sudah menunjukan gejala-gejala tidak normal seperti, meronta jika

digendong, selalu menangis dimalam hari, dan banyak tidur disiang hari.

Bicara sendiri dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang-orang

sekitarnya, jika marah menjadi agresif, menyerang, mencakar, menjambak,

menggigit, atau menyakiti dirinya sendiri, tertawa sendiri seolah-olah ada

yang mengajak bercanda (Budhiman, 2002:11).

Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan

ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal

maupun memahami emosi serta perasaan orang lain. Autisme adalah salah

satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari kelainan Spektrum

Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD). Autisme bukanlah penyakit

kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak

sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak

normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme.

Gejala ini mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam

kehidupan mereka, perkembangan yang terganggu terutama dalam

komunikasi, interaksi, dan perilaku. Pada usia 2-3 tahun, di masa anak balita

lain mulai belajar bicara, anak autis tidak menampakkan tanda-tanda

perkembangan bahasa. Kadangkala ia mengeluarkan suara tanpa arti, namun

anehnya sekali-kali ia bisa menirukan kalimat atau nyanyian yang sering di

dengar. Tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada maknanya. Kalau pun ada

4
perkembangan bahasa biasanya ada keanehan dalam kata-katanya. Setiap

kalimat yang diucapkan bernada tanda tanya atau mengulang kalimat yang

diucapkan oleh orang lain (seperti latah) tata bahasanya kacau, sering

mengatakan "kamu" sedangkan yang dimaksud "saya". Anak autis juga sering

kali melakukan gerakan aneh yang diulang-ulang. Misalnya duduk sambil

menggoyang-goyangkan badannya secara ritmis, berputar-putar dan

mengepak-ngepakkan lengannya seperti sayap. Ia bisa terpukau pada anggota

tubuhnya sendiri, misalnya jari tangan yang terus menerus digerak-gerakkan

dan diperhatikan. Anak autis juga suka bermain air dan memperhatikan benda

yang berputar, seperti roda sepeda atau kipas angin sikapnya sangat cuek.

Kadang melompat-lompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab, anak autis

sulit dibujuk, mereka bahkan menolak untuk digendong atau dirayu oleh

siapapun (Baron-Cohen, 1993).

Sepuluh tahun lalu penyebab autisme masih merupakan misteri,

sekarang berkat alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat dengan

autopsi. Penyebab autis sangat bervariasi, salah satu yang dapat diketahui

sekarang adalah karena adanya gangguan pada fungsi syaraf pusat.

Ganggunan fungsi ini diakibatkan karena kelainan truktur otak yang terjadi

pada janin pada saat usia dibawah 3 bulan dikarenakan mengidap virus

TORCH (tokso, rubella, cytomegali, herpes), mengkonsumsi makanan yang

mengandung zat kimia yang menggangu pertumbuhan sel otak, menghirup

udara beracun, mengalami pendarahan hebat. Faktor genetik juga memegang

peran terhadap munculnya autisme. Gaya hudup manusia yang terlalu banyak

5
memakai zat kimia beracun dapat menyebabkan mutasi kelainan genetik,

percernaan yang buruk juga memegang peran yang penting, seringkali adanya

jamur yang terlalu banyak di usus sehingga menghambat sekresi enzim. Usus

tidak menyerap sari-sari makanan tetapi berubah menjadi „‟morfin‟‟ yang

mempengaruhi perkembangan anak.

Namun, ternyata setiap penyandang mempunyai cara berbeda untuk

mengatasi kekurangan tersebut, sebaliknya ada makanan tertentu yang

mempunyai pengaruh memperberat gejala. Ada pula penderita yang

menderita gangguan pencernaan serta metabolisme yang disebabkan karena

adanya alergi. Menurut para ahli, faktor genetik juga memegang peranan

kuat. Pasalnya, manusia banyak mengalami mutasi genetik karena cara hidup

yang semakin "modern" penggunaan zat kimia dalam kehidupan sehari-hari,

faktor udara yang semakin terpolusi. (Sumber : dr. Melly Budhiman Sp.Kj.

2009. Penanganan Dini Bagi Anak Autis. (Online). (http://forum. kompas.

com /medis/15097-penanganan-dini-bagi-anak-autis.html) diakses pada hari

Senin, 27 Februari 2014 pukul 17.00 WIB).

Anak yang menderita autis sebenarnya dapat diketahui sejak usia dini,

namun kebanyakan orangtua kurang tanggap dengan gejala yang timbul pada

anak tersebut hingga anak berusia empat tahun. Padahal pada usia tersebut,

anak sudah larut dengan dunianya sendiri sehingga tidak bisa berkomunikasi

dan berinterakasi dengan lingkungan. Ketika kondisi tersebut terlambat

diketahui, maka langkah utama yang harus dilakukan ialah memfokuskan

kelebihan anak di bidang tertentu yang dikuasainya seperti keterampilan yang

6
dimiliki anak, karena dengan demikian orang tua dapat mengetahui anak

tersebut terdeteksi mengalami gangguan autisme atau tidak. Sehingga

secepatnya orang tua dapat mengetahui keadaan anak dan segera mencari

solusi secara dini dengan melakukan diagnosa, konsultasi dan tindakan

treatment atau segera dirujuk di lembaga agar mendapat penanganan yang

tepat untuk kesembuhan anak, dikarenakan penanganan dini sangat penting

bagi perkembangan anak yang mengalami gangguan autisme.

Kedokteran UNHAS Makasar, Akademi Terapi Wicara Jakarta, Para

pelaksana pelayanan keterapian fisik dari Rumah Sakit Pusat dan Daerah

(Banda Aceh, Medan, Pekan Baru, Bangka Belitung, Palembang, Banten,

Bandung, Cirebon, Purwokerto, Kendal, Jogjakarta, Semarang, Magelang,

Jombang, Sragen, Surabaya, Kalbar, Kaltim, Kalteng, Menado, Ambon) serta

Subdit Bina Pelayanan Keteknisan Medik dan Keterapian Fisik Direktorat

Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan. Dalam rangka mendukung

tercapainya akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, maka salah satu

upaya yang dilakukan pemerintah adalah menyediakan layanan, SDM

maupun fasilitas yang berkualitas dan terjangkau.

Faktor pendukung lain adalah dengan kebijakan Rumah Sakit tentang

pemberlakuan standar mutu pelayanan kesehatan yang harus dicapai oleh

Rumah Sakit secara berkelanjutan melalui standarisasi, perizinan dan

akreditasi rumah sakit. Berdasarkan UU RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, bahwa semua rumah sakit di Indonesia wajib melaksanakan dan

memenuhi standar pelayanan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan, dalam

7
hal ini berperan untuk menetapkan berbagai kebijakan dan standar untuk

melakukan pemantauan dan menilai serta mendorong Rumah Sakit untuk

melaksanakan standar pelayanan, sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit

dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini berarti bahwa pemerintah

menginginkan Rumah Sakit selalu meningkatkan mutu pelayanannya,

termasuk pelayanan keterapian fisik yaitu; fisioterapi, terapi okupasi dan

terapi wicara untuk Rumah Sakit yang mempunyai pelayanan khusus untuk

anak autis. (Sumber: Suhartati, S.Kp., M.Kes. Pengembangan Pelayanan

Keterapian Fisik di Rumah Sakit. 2011. (Online). (http://buk.depkes.

go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=163%3Apengemban

gan-pelayanan-keterapian-fisik-di-rumahsakit &Itemid =138) diakses hari

Selasa, 29 April 2014 Pukul 19.00 WIB).

Di Indonesia berdasarkan Susenas Triwulan 1 Maret 2011, jumlah

anak Indonesia sebanyak 82.980.000. Dari populasi tersebut 9.957.600 jiwa

adalah anak berkebutuhan khusus dalam kategori penyandang disabilitas.

Sedangkan anak yang menggalami gangguan autisme sendiri dalam kurung

waktu akhir-akhir ini mencapai 112.000 jiwa. Hal ini mendapat perhatian luas

dari masyarakat maupun para dokter di Indonesia. Direktur Bina Kesehatan

Jiwa Kementerian Kesehatan, Diah Setia mengatakan, diperkirakan terdapat

112.000 anak di Indonesia menyandang autisme, pada rentang usia sekitar 5-

19 tahun. "Bila diasumsikan dengan prevalensi autisme 1,68 per 1000 untuk

anak di bawah 15 tahun dimana jumlah anak usia 5-19 tahun di Indonesia

mencapai 82.980.000 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2011 maka

8
diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak penyandang autisme pada

rentang usia 5-19 tahun. Data anak yang menderita autis di berbagai belahan

dunia menunjukkan angka yang bervariasi. Berdasarkan data dari UNESCO

pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia.

Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme (Sumber:

Diah Setia, 2014. "Diagnosis Akurat, Pendidikan Tepat dan Dukungan Kuat

untuk Menciptakan Masa Depan Anak Autis yang Lebih Baik‟‟ (Online).

http://www.republika.co.id/berita/ nasional /umum/ 13/04/11/mkz2un112000-

anak-indonesia-diperkirakan-menyandang-autisme di akses pada hari Selasa,

29 Februari 2014 pukul 19.15 WIB).

Semakin berkembang jumlah penyandang autis di Indonesia, maka

peran permerintah dalam memberikan fasilitas terkait kebutuhan anak

autisme seperti, menambah sekolah, instansi maupun lembaga khusus untuk

penanganan anak autis, agar anak tersebut mendapatkan penanganan yang

maksimal. Penanganan yang dilakukan kepada anak autisme tentunya perlu

sekali dilakukan secara dini dan terpadu. Hal ini seperti dalam bukunya

Maulana Mirza 2010:17 yang berjudul „‟Anak Autis‟‟ penanganan dini

merupakan penanganan sejak awal dimana anak dengan penyandang autis

harus sedini mungkin mendapatkan penanganan agar anak tersebut tidak

semakin bertambah gangguan autis yang dideritanya, sedangkan penanganan

terpadu mencakup beberapa terapi seperti terapi medikmentosa, terapi wicara,

terapi perilaku dan pendidikan khusus.

9
Kutipan diatas dapat dipahami bahwa sebuah penanganan yang benar

adalah dilakukan sejak dini dan terpadu, agar anak sendiri tidak semakin berat

gangguan autis yang dialaminya. Saat ini banyak sekolah ataupun lembaga

yang membuka layanan untuk anak autis, seperti halnya di Rumah Sakit

Islam Malang tepatnya di Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme. Rumah

Sakit Islam Malang merupakan satu-satunya Rumah Sakit yang khusus

membuka pelayanan untuk anak autis. Tujuan umum diselenggarakanya

pelayanan untuk anak autisme adalah meningkatkan kualitas hidup anak autis

dalam menjalankan tugas sosialnya, perkembangannya, mengantarkan

mereka ke arah kemandirian yang dapat di terima dalam kelompok

masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh Instalasi Tumbuh Kembang Anak

Autisme RSI Malang ada dua bentuk penanganan yang dilakukan, yaitu

penanganan dini dan holistik.

Penanganan dini di Instalasi lebih menekankan terapi dirumah dan

pendampingan anak, sedangkan penanganan holistik di Instalasi berupa

pemeriksaan medis, penanganan medis dan beberapa terapi seperti : terapi

wicara, akademik, okupasi, sosialisasi, bermain, perilaku dan relaksasi

disesuaikan dengan kebutuhan anak autis agar penanganan berjalan

sempurna, maka hal ini dibutuhkan tenaga terapis yang memiliki keahlian

khusus dibidangnya, dikarenakan anak autis akan menampakan sikap yang

tidak terduga apabila dibandingkan dengan anak normal lainnya, yang

dibutuhkan dari seorang terapis dalam kepribadiannya adalah kepekaan dan

kepedulian terapis untuk memperlakukan anak secara sabar, ulet dan

10
profesional, agar anak tersebut merasa nyaman saat mengikuti penanganan

yang diberikan. Oleh karena itu dalam memilih tenaga terapis, peran lembaga

juga sangat penting untuk mengetahui latar belakang pendidikan tenaga

terapis dan pengetahuan serta keterampilan terapis menguasai teori maupun

praktek penanganan anak autis. Sehingga lembaga sendiri tidak salah dalam

memilih tenaga terapis sesuai Standar Pelayanan Minimum Anak

Berkebutuhan Khusus.

Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi Rumah Sakit Islam

Malang, dikarenakan menurut peneliti Rumah Sakit tersebut merupakan satu-

satunya Rumah Sakit yang berada di Kota Malang yang membuka Pelayanan

khusus untuk anak autisme, dan melihat banyaknya minat masyarakat yang

mempercayakan anak autis dengan harapan besar kepada Rumah Sakit Islam

Malang, khusunya Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme, serta jumlah

pasien penderita autisme di lembaga tersebut yang semakin meningkat,

sehingga peneliti ingin melakukan penelitian langsung dengan judul „‟Pola

Penanganan Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme (Studi di Rumah

Sakit Islam Malang).

11
B. Rumusan Masalah

Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam latar belakang masalah

diatas, ada beberapa rumusan masalah yang menjadi inti penelitian yang akan

dilakukan penulis, di antaranya :

1. Bagaimana pola penanganan yang dilakukan Instalasi Tumbuh Kembang

Anak Autisme terhadap pasien autisme di Rumah Sakit Islam Malang?

2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penanganan yang

dilakukan Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme terhadap pasien

autisme?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pola penanganan yang dilakukan Instalasi Tumbuh

Kembang Anak Autisme terhadap pasien autisme di Rumah Sakit Islam

Malang.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mendukung dan

menghambat penanganan yang dilakukan Instalasi Tumbuh Kembang

Anak Autisme terhadap pasien autisme.

12
D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Keilmuan

Hasil penelitian ini di harapkan mampu digunakan sebagai bahan

referensi sekaligus untuk memperkaya wacana keilmuan khususnya Ilmu

Kesejahteraan Sosial tentang pola penanganan pada anak autisme.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk dijadikan sebagai

bahan evaluasi bagi Rumah Sakit Islam Malang khususnya Instalasi

Tumbuh Kembang Anak Autisme, agar dapat meningkatkan penanganan

yang lebih maksimal kepada anak autis, sehingga pelayanan yang

diberikan sesuai dengan kebutuhan anak dan standar pelayanan anak

berkebutuhan khusus.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibuat untuk pembatasan terkait data yang

akan diteliti, antara lain :

1. Pola penanganan yang dilakukan Instalasi Tumbuh Kembang Anak

Autisme terhadap pasien autisme di Rumah Sakit Islam Malang, meliputi :

a. Alur pelayanan pasien autisme

b. Pola penanganan Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme

c. Jadwal penanganan pasien autisme

d. Alur penanganan dini

13
e. Alur penanganan holistik

f. Standar indikator keberhasilan penanganan (OUTPUT)

2. Faktor yang dapat mendukung dan menghambat penanganan yang

dilakukan Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme terhadap pasien

autisme, meliputi :

a. Faktor pendukung yang menunjang penanganan Instalasi Tumbuh

Kembang Anak Autisme, yaitu :

1) Penanganan 1 anak 1 terapis.

2) Sarana dan prasarana yang memadai sebagai pendukung penanganan

Instalasi Tumbuh Kembang Anak Autisme.

b. Faktor penghambat penanganan Instalasi Tumbuh Kembang Anak

Autisme, yaitu :

1) Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) tenaga terapis dilembaga.

2) Kurangnya pengawasan kinerja terapis oleh petugas dilembaga.

14

Anda mungkin juga menyukai