BAB 1
PENDAHULUAN
lebih dari 50 juta anak yang berusia 5 hingga 15 tahun. Hal ini dapat menjadi
masalah jika enuresis terjadi lebih dari satu kali dalam sebulan dan terjadi pada
seseorang yang berusia di atas 5 tahun (Supati, 2000). Menurut teori functional
fungsional kandung kemih yang lebih kecil dibanding anak yang tidak mengalami
enuresis (Wong, 1999). Sekitar 15-20 % anak usia 5-6 tahun mengalami enuresis
dan kebanyakan dari mereka adalah laki-laki (Norby, 2005). Hasil Studi
Ringinrejo Kabupaten Kediri telah didapatkan dari 38 anak yang duduk di kelas 1
ada 13 anak yang mengalami enuresis dan dari 34 anak yang duduk di kelas 2 ada
3 anak yang mengalami enuresis, selain itu didapatkan data 2 dari 13 anak yang
mengalami enuresis setiap hari. Salah satu cara penanganan enuresis adalah
berusia 6 tahun atau lebih (Robert, 2006). Penetapan metode ini didasarkan pada
pernyataan bahwa enuresis masih dianggap normal bila terjadi pada anak balita
(Harjaningrum, 2005). Pada anak usia sekolah, mulai dari 6 tahun, sebanyak 85 %
telah memiliki kendali penuh terhadap kandung kemih dan defekasi (Muscary,
fungsional kandung kemih dengan cara menyuruh anak minum air dalam jumlah
2
yang cukup banyak, kemudian anak diminta menahan diri untuk berkemih selama
training terhadap perubahan kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah
dikutip Wong (1999), pada 5 juta anak di Amerika Serikat prevalensi enuresis
pada anak usia 5 tahun adalah 7 % untuk laki –laki dan 3 % untuk anak
perempuan, pada anak usia 10 tahun prevalensinya 3 % untuk anak laki-laki dan 2
% untuk anak perempuan, pada anak usia 18 tahun prevalensinya 1 % untuk anak
laki-laki dan sangat jarang untuk anak perempuan. Pada sebagian besar kasus,
enuresis pada anak memang dapat sembuh dengan sendirinya ketika anak berusia
10-15 tahun. Namun jika hal ini diabaikan, akan memberikan pengaruh tersendiri
bagi anak (Harjaningrum, 2005). Selain itu jika anak usia 8 tahun yang masih
peluang 50% untuk sembuh pada usia 12 tahun (Supati, 2000). Kira-kira 15 %
kasus enuresis tipe nocturnal dimaklumi dan tidak dilakukan penanganan secara
tepat oleh orang tua. Jika hal ini dibiarkan akan dapat berlanjut hingga masa
remaja dan dewasa (Wong, 1999). Di SDN Selodono Desa Selodono Kecamatan
Ringinrejo Kabupaten Kediri telah didapatkan data dari 38 anak yang duduk di
kelas 1 terdapat 2 anak yang berusia 7 tahun, 9 anak berusia 8 tahun, dan 2 anak
berusia 10 tahun masih mengalami enuresis. Selain itu didapatkan data dari 34
tahun masih mengalami enuresis. Dampak secara sosial dan kejiwaan yang
3
Biasanya anak menjadi tidak percaya diri, rendah diri, malu, dah hubungan sosial
gangguan tidur (deep sleep), kadar ADH (Anti Diuretic Hormone) dalam tubuh
yang kurang, kelainan anatomi (ukuran kandung kemih yang kecil), stres
menunjukkan bahwa enuresis tipe primer dapat terjadi karena faktor keturunan
penurunan sifat dari orang tua kepada anak) yang diduga dapat menyebabkan
tua, anak yang mengalami enuresis, tidur mendengkur dan sulit untuk
(1998) menyatakan bahwa anak yang mengalami enuresis tipe nocturnal sering
mempunyai kapasitas fungsional kandung kemih yang lebih kecil daripada anak
yang tidak mengalami enuresis. Kandung kemih pada anak usia sekolah
4
kandung kemih tidak dapat menampung sejumlah urin yang diproduksi malam
Salah satu upaya yang dapat dilakukan perawat sebagai edukator adalah
Rusyam (1992) yang dikutip Hidayat (2002) menyatakan bahwa perilaku yang
fungsional kandung kemih pada malam hari (Cendron, 1999). Dari uraian di atas,
sekolah.
pembelajaran.
training.
1.4 Manfaat
terhadap perubahan kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah sehingga
cara yang efektif dalam menurunkan frekuensi enuresis pada anak usia sekolah.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
8
BAB 3
Persepsi (+)
Koping (+)
faktor itu adalah keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP),
faktor genetik, gangguan tidur, kadar ADH dalam tubuh yang kurang, kelainan
anatomi : ukuran kandung kemih yang kecil, stres kejiwaan, kondisi fisik yang
yang dapat membuat frustasi orang tua. Enuresis juga dapat mempengaruhi
kehidupan anak, anak jadi pendiam, pemalu, bahkan rendah diri. Karena itu
enuresis pada anak usia sekolah harus ditangani dengan penanganan yang tepat.
Perawat sebagai edukator dapat membantu orang tua dan anak dalam
mengatasi enuresis pada anak usia sekolah. Pendidikan tersebut dapat melalui
belajar adalah transformasi dari masukan (input) dalam hal ini berupa
lain proses kendali kognisi berhubungan dengan fungsi otak yang tinggi terhadap
persepsi atau proses informasi, pengambilan keputusan, dan emosi baik dalam
dengan seleksi perhatian, kode, dan ingatan. Persepsi yang positif berdampak pada
koping yang positif. Penggunaan koping yang positif akan berpengaruh terhadap
10
sikap, dan praktik. Identifikasi peningkatan ketiga aspek ini menunjukkan adanya
pengetahuan, sikap, dan praktik ini diharapkan akan dapat menurunkan frekuensi
Menurut Guyton dan Hall (1997), mekanisme kontraksi dan meningkatnya tonus
otot polos dinding kandung kemih (muskulus detrusor), dapat terjadi karena
rangsangan pada otot polos kandung kemih sebagai dampak dari latihan. Bladder-
kandung kemih (muskulus detrusor) mengandung filamen aktin dan miosin, yang
mempunyai sifat kimiawi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Proses
interaksi diaktifkan oleh ion kalsium, dan adeno trifosfat (ATP), selanjutnya
dipecah menjadi adeno difosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi
meningkatkan rangsangan pada serat otot polos kandung kemih terutama saraf
kandung kemih. Pada otot polos visera (unit tunggal) biasanya akan timbul
otomatis dan karena itu menahan regangan. Regangan pada muskulus detrusor
11
untuk meningkatkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos kandung kemih
sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos kandung
sekolah
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.2 Populasi, Sampel dan Sampling : Semua anak usi sekolah dst
2. INFORMED CONSENT