Anda di halaman 1dari 84

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Enuresis adalah mengompol yang berlangsung dengan proses berkemih yang normal
tetapi terjadi pada tempat dan saat yang tidak tepat (yaitu berkemih di tempat tidur dan
menyebabkan pakaian basah). Enuresis dapat bersifat noktural (mengompol saat tidur
malam) atau diurnal (siang hari) atau keduanya (Rudolph, 2006).
Enuresis merupakan masalah umum yang memengaruhi lebih dari 50 juta anak – anak
berusia 5 hingga 15 tahun, dengan prevelensi 15-20 % pada usia 5 tahun keatas, 5 % pada
usia 10 tahun keatas, 2 % pada anak – anak berusia lebih dari 12 tahun. Anak laki – laki lebih
cenderung untuk mengalaminya dari pada anak perempuan, dan jarang berlangsung setelah
masa pubertas. Frekuensinya adalah 20,6 – 23,1 % untuk anak laki – laki, dan 8,7 – 18,2 %
untuk anak perempuan (canbulat. 2009).
Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggris, setengah juta anak inggris berusia
6-16 tahun masih suka mengompol. Dan survei lain di Irlandia, Belanda dan Selandia baru
pada tahun 1998 lalu menunjukan, 1 diantara 6 (17 %) anak berusia 5 tahun masih
mengompol secara teratur, 14 % anak berusia 7 tahun, 9 % anak berusia 9 tahun 1-2% anak
berusia 15 tahun juga masih mengompol (Pardede cit Azizah, 2006 : 2). Di Nigeria prevalensi
anak dengan enuresis yaitu 22,8%, 38,3% anak perempuan dan 61,6% pada anak laki- laki
(Chinawa dkk, 2014).
Di Turki prevalensi anak dengan enuresis nokturnal pada usia 6 – 12 tahun mencapai
17,5% dan enuresis diurnal 1,9 (Ozden, 2007). Di sebuah sekolah dasar Di Basra frekuensi
enuresis 9,48%, laki – laki 53,1% dan perempuan 46,9% (Shaker, 2013). Lalu di sekolah dasar
Di Oromieh, Republik Islam Iran frekuensi enuresis nokturnal yaitu 7,7%, pada anak laki – laki
8,6% dan pada anak perempuan 6,7% (Pashapour, 2008). Kemudian Di Jordan, Arab
Frekuensi Enuresis 23,8%, 52.5% pada usia 6 tahun, 35.2% pada usia 7 tahun dan 12.3% pada
usia 8 tahun (Hazza dan Hussein, 2002).
2

Di sekolah anak Di Karachi Pakistan frekuensi anak dengan enuresis yaitu 9,1%, 53,9%
pada anak laki – laki dan 46% pada anak perempuan ( Mithani). Sedangkan Di Korea,
Prevalensi keseluruhan anak umur 7 – 12 dengan enuresis adalah 12,8%, yang terdiri dari
9,4% untuk enuresis nokturnal, 2,1% untuk enuresis diurnal dan 1,3% untuk gabungan siang
dan malam pembasahan (LEE, 2000). Di Taiwan prevalensi enuresis yaitu 9,7% pada anak
perempuan dan 9,8% anak laki – laki (Chang, 2001).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional tahun 2012 menyatakan di
Indonesia di perkirakan jumlah balita yang susah mengontrol Buang Air Besar dan Buang Air
Kecil (enuresis) di usia dini sampai pra sekolah mencapai 75 juta anak. Berdasarkan hasil
studi epideminologi menyebutkan prevalensi anak yang mengalami enuresis sangat beragam,
seperti di Jakarta prevalensi enuresis pada anak berumur 5-14 tahun berkisar antara 10-25%
(Suwardadi 2000). Di Kotamadya, Denpasar prevalensi enuresis pada anak usia prasekolah
yaitu 10,9% terdiri dari 58,3% anak perempuan dan 41,7% anak laki – laki (Windiani, 2008).
Hasil prevalensi anak yang mengalami enuresis Di Medan, Sumatera Utara, yaitu
sekitar 5,3%. Sedangkan Di Surabaya, Jawa Timur prevalensi enuresis yaitu sebanyak 13
orang (52%) (Kurniawati, 2008). Di Jawa Tengah yaitu Di PAUD AL – Khoriyyah Sukoharjo
prevalensi enuresis yaitu 46,3% (Bastari, 2015). Dan Prevalensi anak enuresis Di RA Al Iman
Semarang yaitu 31,9% (Fatmawati, 2013).
Terjadinya enuresis memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan anak.
Menurut Zuraiq tahun 2008, menyatakan bahwa pengaruh mengompol pada anak adalah
anak merasa adanya kekurangan pada dirinya, merasa kehilangan rasa aman, hina, malu dan
cenderung menyendiri, perubahan sikap anak,seperti membangkang, merusak benda –
benda, cenderung balas dendam, berontak dan mudah marah.
Dampak secara sosial dan kejiwaan yang ditimbulkan akibat kebiasaan mengompol
(Enuresis) dapat mengganggu kehidupan seorang anak. Pengaruh buruk secara psikologis dan
sosial yang menetap akibat mengompol akan mempengaruhi kualitas hidup anak saat
dewasa, dan bila berkepanjangan akan berpengaruh buruk bagi anak sebagai biasanya anak
menjadi tidak percaya diri, rendah diri, malu, dan hubungan sosial dengan teman – temannya
juga terganggu (Kurniawati, 2008).
3

Stimulus yang penting dilakukan oleh orang tua adalah dalam melakukan
kemandirian terhadap anak melalui pelatihan buang air besar dan buang air kecil yaitu
melalui toilet traininig (Rudolph, 2006). Toilet training ini dapat berlangsung pada fase
kehidupan anak yaitu umur 18 bulan – 2 tahun. Dalam melakukan latihan buang air kecil dan
buang air besar pada anak membutuhkan persiapan tersebut diharapkan anak mampu
mengontrol buang air besar atau kecil secara mandiri (Hidayat, 2005).
Sebuah studi menunjukkan bahwa metode toilet training sangat penting dilakukan
untuk mencegah gangguan mengompol dan prilaku akibat enuresis. Orang tua harus
memberikan informasi secara baik tentang metode pelatihan toilet yang sesuai kepada anak
(Secil, 2010). Oleh karena itu pengetahuan orang tua akan toilet training sangat diperlukan
guna keberhasilan pelaksanaan toilet training pada anak agar anak dapat menyelesaikan
tugas toilet training pada usia toddler sehingga kejadian enuresis pada anak prasekolah
dapat berkurang (Widyastuti, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan Marlina M (2013) Di Desa Keji Kecamatan Unggaran
Barat didapatkan bahwa sebagian besar (45,5%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang
toilet training pada anak. Penelitian Lestari P. dkk Di Kelurahan Patut Purwodadi (2013)
didapatkan (53,2%) ibu memiliki pengetahuan yang tidak baik mengenai toilet training. Dan
dari hasil penelitian Kartini M. Di Desa Miruk Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 menyatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang ibu, maka semakin tinggi pula kesiapanya
dalam mengaplikasikan toilet training.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Posyandu Rahayu
Di Desa Ujung Gebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon, dengan cara wawancara
tidak terstruktur terdapat 22 anak yang berusia 12 – 36 bulan. Studi pendahuluan dilakukan
dengan wawancara pada saat posyandu yang dibantu dengan kader kesehatan setempat.
Dari hasil wawancara dengan 22 ibu yang hadir mengatakan anaknya masih mengompol dan
tidak mengetahui mengenai toilet training. 7 anak menurut ibunya, tahu tempat untuk buang
air kecil tetapi masih belum mampu untuk melakukan personal hyigene secara mandiri.
Sedangkan 15 orang ibu mengatakan anaknya tidak mengetahui tempat untuk buang air kecil
maupun buang air besar.
4

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektifitas
Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet
Training Terhadap Pengetahuan Ibu Di Posyandu Rahayu Di Desa Ujung Gebang Kecamatan
Susukan Kabupaten Cirebon.

1.2 Perumusan Masalah


Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia pada anak, tetapi kurangnya
pengetahuan ibu tentang toilet training akan berdampak buruk pada anak, salah satunya
yaitu anak menjadi tidak mandiri dan masih akan membawa kebiasaan mengompolnya
sampai besar. Melihat penelitian yang sudah dilakukan di dapati bahwa sebagian besar
pengetahuan ibu mengenai toilet training memang masih dianggap kurang, padahal
pengetahuan ibu tentang toilet training sangat penting. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Efektifitas Penyuluhan
Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet Training
Terhadap Pengetahuan Ibu Di Posyandu Rahayu Di Desa Ujung Gebang Kecamatan Susukan
Kabupaten Cirebon?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Efektifitas penyuluhan dengan media video tutorial dan leaflet
pada ibu tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu Di Posyandu Rahayu Di Desa
Ujung Gebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Mengidentifikasi pengetahuan ibu mengenai toilet training sebelum dilakukan
penyuluhan kesehatan
2) Mengidentifikasi pengetahuan ibu mengenai toilet training setelah dilakukan penyuluhan
kesehatan
5

3) Menganalisa pengaruh penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial dan leaflet
pada ibu tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu di posyandu rahayu di desa
ujung gebang kecamatan susukan kabupaten cirebon
4) Membandingkan penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial dan leaflet pada ibu
tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu di posyandu rahayu di desa ujung
gebang kecamatan susukan kabupaten cirebon.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Ibu
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman orang tua khususnya para ibu
tentang penerapan toilet training pada anak usia dini.
1.4.2 Bagi Desa / Posyandu
Dapat menjadi bahan informasi ibu – ibu dan warga sehingga dapat mengetahui lebih
banyak mengenai toilet training.
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan
Dapat menjadi bahan refrensi untuk pengembangan ilmu keperwatan, terutama pada
bidang keperawatan anak terkait enuresis dan toilet training.
1.4.4 Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti dalam melakukan
penelitian ilmiah khususnya tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR ENURESIS


2.1.1 Definisi Enuresis
Enuresis atau mengompol adalah gangguan umum dan bermasalah yang didefinisikan
sebagai keluarnya urine yang disengaja atau involunter ditempat tidur (biasanya dimalam
hari) atau pada pakaian disiang hari dan terjadi pada anak – anak yang usianya secara normal
telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara volunter (Wong, 2008)
Untuk gangguan yang di diagnosis sebagai enuresis, kronologis atau usia
perkembangan anak minimal harus 5 tahun dan pengeluaran urin harus terjadi minimal 2 x
seminggu dan sekurang – kurangnya terjadi selama 3 bulan. Enuresis lebih umum terjadi
pada anak laki – laki dari pada anak perempuan. Hal tersebut terutama adalah perubahan
fungsi neuromuskular kandung kemih dan sering kali tidak berbahaya dan menghilang
sendiri. Mengompol nocturnal biasanya berhenti pada usia antara 6 dan 8 tahun, walaupun
kadang – kadang mengompol ini berlanjut sampai remaja (Wong, 2008).
Jadi enuresis adalah keluarnya urine yang disengaja baik pada malam ataupun siang
hari dan pada tempat atau saat yang tidak tepat.

2.1.2 Gejala Enuresis


Gejala utama enuresis yaitu :
1) Adanya desakan yang timbul cepat
2) ketidaknyamanan akut
3) kegelisaan
7

4) kadang – kadang sering berkemih (Wong, 2008).

2.1.3 Penyebab Enuresis


1. Faktor Organik yaitu :
1) Gangguan struktural saluran kemih
2) Infeksi saluran kemih
3) Defisit neurologis
4) Gangguan yang meningkatkan keluaran normal urine, seperti diabetes
5) gangguan yang mengganggu kemampuan ginjal untuk memekatkan urine seperti gagal
ginjal kronis atau penyakit sel sabit (Wong, 2008).
2. Faktor Keluarga, Enuresis memiliki kecenderungan keluarga yang kuat (Wong, 2008).
3. Ariesta (2010) menyatakan bahwa kebiasaan mengompol dapat disebabkan oleh :
1) Gangguan psikologis seperti stres, tertekan, merasa diperlakukan kurang adil, kurang
perhatian dll.
2) Gangguan organis seperti infeksi saluran kecing, sumbatan, dll
3) Terlambatnya kematangan bagian otak yang mengontrol kencing
4) Gangguan tidur, biasanya mereka yang tidurnya termasuk sangat nyenyak dan
mengompolnya bisa terjadi setiap saat dalam waktu tidur
5) Gangguan kekurangan produksi hormon anti diuretik (hormon anti kencing) pada malam
hari, sehingga pada malam hari produksi air kencing berlebihan
6) Faktor emosional seperti :
 Ekspresi daripada perubahan anak akibat terlalu cepat dilatih toilet training yang
terlalu keras dan dini
 Latihan yang kurang adekuat yaitu tidak secara rutin dilatih
 Overproteksi ibu karena anggapan masih terlalu kecil atau terlalu lemah untuk
dilatih.
4. Pada kasus lain enuresis di pengaruhi oleh faktor – faktor emosional, walaupun
meragukan bahwa faktor – faktor emosional tersebut adalah faktor penyebabnya. Orang
tua melaporkan bahwa anak – anak ini tidur lebih pulas daripada anak – anak lainnya;
8

namun, kedalaman tidur tidak teridentifikasi sebagai penyebab enuresis nocturnal.


Enuresis memiliki kecenderungan keluarga yang kuat (Wong, 2008).

2.1.4 Jenis Enuresis


1) Menetap (Enuresis Primer)
Yakni pada malam hari tidak pernah kering (selalu mengompol) (Behrman, 1999). Menuru
Aziz (2006) bahwa tipe ini disebut enuresis nokturnal (mengompol yang terjadi pada malam
hari). enuresis tetap pada malam hari sering akibat pelatihan buang air tidak tepat atau tidak
memadai. Enuresis nokturnal biasanya berhenti pada usia antara 6 dan 8 tahun, walaupun
kadang – kadang mengompol ini berlanjut sampai usia remaja (Wong, 2008).
2) Regresif (Enuresis Sekunder)
Yakni anak yang telah dapat mengendalikan untuk sekurang – kurangnya 1 tahun mulai
mengompol lagi (Behrman, 1999). Menurut aziz (2006) bahwa tipe ini disebut enuresis
diurnal (mengompol yang terjadi disiang hari). tipe ini dipercepat oleh peristiwa – peristiwa
lingkungan yang penuh tekanan, seperti pindah rumah baru, konflik perkawinan,atau
kematian dalam keluarga. Mengompol demikian adalah sebentar – sebentar (intermitten)
dan sementara prognosisnya lebih baik dan penatalaksanaannya lebih mudah daripada anak
dengan mengompol primer (Behrman dkk, 1999).

2.1.5 Dampak Enuresis


Terjadinya enuresis memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan anak.
Menurut zuraiq tahun 2008, menyatakan bahwa pengaruh mengompol pada anak adalah
anak merasa adanya kekurangan pada dirinya, merasa kehilangan rasa aman, hina, malu dan
cenderung menyendiri, perubahan sikap anak,seperti membangkang, merusak benda –
benda, cenderung balas dendam, berontak dan mudah marah.
Dampak secara sosial dan kejiwaan yang ditimbulkan akibat kebiasaan mengompol
(Enuresis) dapat mengganggu kehidupan seorang anak. Pengaruh buruk secara psikologis dan
sosial yang menetap akibat mengompol akan mempengaruhi kualitas hidup anak saat
dewasa, dan bila berkepanjangan akan berpengaruh buruk bagi anak sebagai biasanya anak
9

menjadi tidak percaya diri, rendah diri, malu, dan hubungan sosial dengan teman – temannya
juga terganggu (Kurniawati, 2008).

2.1.6 Teknik Terapeutik Dalam Pelaksanaan Enuresis


Teknik ini terdiri dari atau obat – obatan, pelatihan kandung kemih, pembatasan atau
eliminasi cairan setelah makan malam, bangun dimalam hari untuk berkemih, dan beberapa
jenis peralatan elektrik yang dirancang untuk membuat respon refleks yang dapat
dikondisikan guna membangunkan anak pada saat mulai berkemih (Wong, 2008)

2.2 KONSEP DASAR PENGETAHUAN


2.2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(Overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

2.2.2 Tingkat Pengetahuan


Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsang yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah.
b. Memahami (Comprehension)
10

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar. Orang telah
paham terhadap objek atau materi yang harus dijelaskan, menyebutkan contoh
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya) ialah dapat menggunakan rumus – rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip –
prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang telah diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di dalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitanya satu dengan yang lain. Kemampuan analisis dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggunakan dan menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian –
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah
kemampuan untuk menyusun suatu formasi – formasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian – penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.
(Notoatmodjo, 2010)

2.2.3 Cara memperoleh pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
a. Cara tradisional atau non-ilmiah
11

Cara kuno atau non tradisonal ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain :
1) Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka akan
dicoba dengan kemungkinan yang lain.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang
yang mempunyai kreativitas tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaran,
baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini
disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa
yang dikemukakanya adalah benar.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa yang lalu.
Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun
seseorang untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir
kritis dan logis.
4) Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan
pikiranya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi adalah proses pembuatan
kesimpulan itu melalui pernyataan – pernyataan khusus pada umum. Deduksi adalah
proses pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus.
b. Cara modern atau ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematik,
logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan
12

observasi langsung dan membuat pencatatan – pencatatan terhadap semua fakta


sehubungan dengan objek penelitiannya (Kholid, 2015)

2.2.4 Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan


Faktor – faktor yang memengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010) yaitu :

1) Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dia akan semakin mudah dalam
menerima hal – hal baru sehingga akan lebih mudah pula untuk menyelesaikan hal – hal
yang baru tersebut.
2) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan
pengetahuan yang jelas.
3) Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi –
informasi baru akan disaring kira – kira sesuai dengan tidaknya dengan kebudayaan yang
ada dan agama yang dianut.
4) Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya
pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur semakin banyak (semakin
tua).
5) Sosial Ekonomi
Tingkatan seseoran untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan
yang ada sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan semaksimal
mungkin. Begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada mereka
sesuaikan pendapatan yang ada.

2.2.5 Pengetahuan Sebagai Determinan Terhadap Perubahan Prilaku


Faktor penentu atau determinan prilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku
merupakan resultan dari berbagai faktor. Pada realitasnya sulit dibedakan dalam
13

menentukan prilaku karena dipengaruhi oleh faktor lainya, yaitu antara lain faktor
pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya masyarakat, dan sebagainya sehingga
proses terbentuknya pengetahuan dan prilaku ini dapat dipahami seperti yang di kemukakan
sesuai teori Green Lawrence (1980), secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yakni faktor prilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku itu sendiri di tentukan atau
terbentuk dari tiga faktor ;

a. Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,


sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.
b. Faktor – faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana – sarana kesehatan.
c. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku
seseorang yang bersangkutan (Kholid, 2015).

2.3 KONSEP DASAR PENYULUHAN KESEHATAN


2.3.1 Definisi Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan dalam bahasa belanda disebut dengan voorlicthing (penerangan)
sedangkan dalam bahasa jerman aufklarung (pencerahan). Istilah penyuluhan telah
dikembangkan selama ini, memiliki konotasi berbeda dinegara – negara berbeda. Orang
australia menggunakan kata forderung (selanjutnya) yang berarti sesuatu seperti
“menstimulasi seseorang untuk pergi kearah yang diinginkan”, kemudian penyuluhan juga
memiliki arti suatu kegiatan profesional dipraktikan oleh orang yang dibayar dan atau diberi
penghargaan dalam melakukannya (Ensiklopedia Komunikasi, 2014 :622).
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi
prilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri
dalam mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2002).
14

2.3.2 Sasaran
1) Masyarakat umum dengan berorientas pada masyarakat pedesaan
2) Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam
kelompok khusus ini adalah lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan negeri,
sekolah agama swasta maupun negeri
3) Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu (Susilo, 2011).

2.3.3 Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Penyuluhan Kesehatan


1) Tingkat Pendidikan
2) Tingkat Sosial Ekonomi
3) Adat istiadat
4) Kepercayaan Masyarakat
5) Ketersediaan Waktu di Masyaraka (Efendy, 1998).

2.3.4 Tahap – Tahap Kegiatan


1) Tahap sensitisasi
Tahap ini dilakukan guna memberikan informasi dan kesadaran pada masyarakat
terhadap adanya hal – hal penting berkaitan dengan kesehatan, misalnya kesadaran akan
adanya pelayanan kesehatan, kesadaran akan adanya fasilitas kesehatan, kesadaran akan
adanya wabah penyakit dan kesadaran akan adanya kegiatan imunisasi.
2) Tahap Publisitas
Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap sensitisasi. Bentuk kegiatan misalnya press release
dikeluarkan oleh departemen kesehatan untuk menjelaskan lebih lanjut jenis atau macam
pelayanan kesehatan apa saja yang diberikan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

3) Tahap Edukasi
15

Tahap ini sebagai kelanjutan dari tahap sensitisasi. Tujuannya untuk meningkatkan
pengetahuan, mengubah sikap serta mengarahkan kepada prilaku yang diinginkan oleh
kegiatan tersebut.
4) Tahap Motivasi
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap edukasi. Perorangan atau masyarakat setelah
mengikuti pendidikan kesehatan, benar – benar mengubah prilaku sehari – harinya sesuai
dengan prilaku yang dianjurkan oleh pendidikan kesehatan pada tahap ini (Susilo, 2011)

2.3.5 Peran / Tugas Penyuluhan Kesehatan


Mardikanto (2009 : 29-30) mengemukakan beragam peran / tugas penyuluhan dalam
satu kata yaitu edfikasi, yang merupakan akronim dari :
1) Edukasi : untuk memfasiltasi proses belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat
penyuluhan (beneficiaries) dan atau stakholders pembangunan yang lain.
2) Diseminasi informasi / inovasi : penyebarluasan informasi/inovasi dari sumber informasi
dan atau penggunanya
3) Fasilitas / Pendampingan : yang lebih bersifat melayani kebutuhan – kebutuhan yang
disarankan oleh client-nya.
4) Konsultasi : tidak jauh beda dengan fasilitasi yaitu, membantu memecahkan masalah atau
sekedar memberikan alternatif pemecahan masalah.
5) Supervisi / Pembinaan : dalam praktek supervisi seringkali di salah artikan sebagai
kegiatan “pengawasan” atau “pemeriksaan”. Tetapi sebenarnya lebih kepada upaya
bersama klien melakukan penilaian (Self Assesment) untuk kemudian memberikan saran
alternatif perbaikan terhadap masalah yang sedang dihadapi.
6) Pemantauan : kegiatan evaluasi yang dilakukan selama kegiatan proses sedang
berlangsung.
7) Evaluasi : kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat dilakukan pada sebelum
(Formatif), selama (on-going)

2.3.6 Media Penyuluhan Kesehatan


16

1. Konsep Media
Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang
secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yang berarti perantara atau pengantar
sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media
pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajran adalah teknologi
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Semantar itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana
fisik untuk menyampaikan isi / materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan
sebagainya. Sedangkan National Education Associaton (1969) menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang – dengar,
termasuk teknologi perangkat keras.
Jadi dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana fisik atau sarana komunikasi
dalam bentuk cetak atau padang – dengar yang berupa buku, film, dan video untuk
menyampaikan isi / materi pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran (Susilo, 2011 ).

2. Fungsi Media
Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah :
1) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para
audience.
2) Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara audience dengan
lingkungannya.
3) Media menghasilkan keseragaman pengamatan
4) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis.
5) Media membangkitkan keinginan dan minat baru
6) Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar
7) Media memberikan pengalaman yang integral / menyeluruh dari yang konkret sampai
dengan abstrak (Susilo, 2011 ).
17

3. Jenis – Jenis Media


 Menurut Susilo (2011) Terdapat berbagai jenis media pembelajaran, ditinjau dari
bentuknya, yaitu :
1) Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik.
2) Media Auditif : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
3) Projected Still Media : slide, over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya.
4) Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
 (Rebert Heinich dalam Susilo 2011) menyebutkan macam – macam media yang
digunakan dalam proses pembelajaran sebagai berikut :
1) Media nonproyeksi seperti poto, diagram, display dan model
2) Media proyeksinseperti slid, overhead transparency (OHT), proyeksi komputer.
3) Media audio seperti kaset dan compact disc (CD)
4) Media bergerak seperti video dan film
5) Pembelajaran yang dimediasi computer
6) Multimedia dan hypermedia berbasis komputer
7) Media seperti radio dan televisi digunakan untuk pembelajaran jarak jauh.
 (Anderson dalam susilo 2011) mengelompokan media pembelajaran menjadi sepuluh
golongan sebagai berikut :
No. Golongan Media Contoh
1. Audio Kaset audio, siaran radio, CD,
telepon
2. Cetak Buku pelajaran, modul, brosur,
koran, foto / gambar
3. Audio – cetak Kaset audio yang dilengkapi
bahan tertulis
4. Proyeksi visual diam Overhead transparansi (OHT)
5. Proyeksi audio Film bingkai (slide) bersuara
visual
6. Visual gerak Film bisu, animasi
7. Audio visual gerak Film gerak bersuara, video/VCD,
televisi
8. Objek fisik Benda nyata, model, spesimen
9. Manusia dan Penyaji, pustakawan, laboran
lingkungan
18

10. Komputer CAI, CBI

 (Allen dalam susilo 2011) mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan
pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :
No. Jenis Media 1 2 3 4 5 6
1. Gambar Diam S T S S R R
2. Gambar Hidup S T T T S S
3. Televisi S S T S R S
4. Objek Tiga Dimensi R T R R R R
5. Rekaman Audio S R R S R S
6. Programmed S S S T R S
Instruction
7. Demonstrasi R S R T S S
8. Buku Teks Tercetak S R S S R S

Keterangan :
R : Rendah S : Sedang T : Tinggi
1 : Belajar informasi faktual
2 : Belajar pengenalan visual
3 : Belajar prinsip, konsep dan aturan
4 : Prosedur belajar
5 : Penyampaian keterangan persepsi motorik
6 : Mengembangkan sikap, opini, dan motivasi (Susilo, 2011 ).

5. Jenis – Jenis Media Publikasi Massa


A. Media Cetak
1. Poster
Poster merupakan pesan singkat dari bentuk gambar dengan tujuan untuk
memengaruhi seseorang agar tertarik pada sesuatu atau memengaruhi agar seseorang
bertindak akan sesuatu hal. Poster lebih cocok kalau diperuntukan sebagai tindak lanjut dari
suatu pesan yang sudah disampaikan beberapa waktu yang lalu.
Pada umumnya sebuah poster berupa lembaran kertas dengan ukuran tertentu, berisi
tulisan dan gambar. Poster dapat dibuat dengan tangan secara langsung, teknik sablon
19

(screen printing) dan offset (cetak mesin), dalam warna hitam putih dan penuh warna
(fullcolors). Penyebarluasan poster dengan cara dipajang atau di tempel di tempat umum
seperti tembok, pohon, halte dan lain – lain (Susilo, 2011)
2. Leaflet
Leaflet adalah suatu bentuk media publikasi yang berupa kertas selebaran dengan
ukuran tertentu, disajikan dalam bentuk lembaran kertas berlipat (pada umumnya 2-3
lipatan) dan tanpa lipatan. Leaflet atau sering juga disebut pamplet merupakan selembar
kertas yang berisi tulisan cetak tentang sesuatu masalah khusus untuk suatu sasaran dan
tujuan tertentu. Ukuran leaflet biasanya 20 x 30 cm, berisi tulisan 200-400 kata. Isi harus bisa
ditangkap sekali baca (Susilo, 2011)
3. Baligho
Baligho adalah media informasi yang dipasang di tempat terbuka, ditempat – tempat
strategis seperti jalan raya. Baligho dibuat dengan ukuran besar, menggunakan bahan dari
papan triplek dan cat pewarna. Biasanya berukuran antara 4,6,8 kali lembaran triplek. Pada
umumnya berisi mengenai sesuatu, penawaran suatu produk dan lain – lain yang dilengkapi
dengan gambar.
Baligho merupakan media yang lebih besar cakupannya untuk menyampaikan pesan
kemasyarakat yang membawa kendaraan, dikarenakan baligho hanya berada ditempat –
tempat tertentu dengan desain yang lebih sederhana pada penulisan keterangan event.
Bahan dasar pembuatan baligho ini umumnya menggunakan bahan frinlite yang dicetak
dengan teknis digital printing ukuran 3 x 4,5 meter (Susilo, 2011)
4. Spanduk
Spanduk adalah media informasi yang berupa kain berukuran panjang 5 meter sampai
8 meter. Teknik pembuatanya dapat dikerjakan dengan tangan secara langsung
(menggunakan cat), teknik sablon (screen printing) dan offset (cetak mesin), dengan warna
hitam, putih atau berwarna (Susilo, 2011)
5. X-Banner
Ukuran dalam X-banner ialah 60 cm X 160 cm, pengaplikasianya dengan cara ditempel
di dinding atau permukaan datar lainya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat
20

mungkin. Karena itu X-banner biasanya dibuat dengan warna – warna kontras dan kuat.
Disebut sebagai standing banner karena memang berbentuk seperti spanduk yang berdiri
dengan terdapat tulang dibelakang untuk menjaganya berdiri dan tulang ini berbentuk
seperti huruf X (Susilo, 2011).
6. Gimmick
Gimmick merupakan media efektif yang diberikan langsung ke msyarakat dan bisa
digunakan oleh masyarakat yang ditargetkan. Media gimmick yang tersedia dari bahan dan
teknis produksinya antara lain : kaos, mug, kalender, pin, topi, gantungan kunci, tempat
minum, sticker, tempat pensil dan lain – lain (Susilo, 2011).
7. Media Massa (Koran/Majalah/Tabloid dab Lain-lain)
Media massa atau pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada 1920-an
untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat
yang luas. Dalam pembicaraan sehari – hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.

Media surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya
dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran. Topiknya bisa berupa even
politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi karikatur
yang biasanya dijadikan bahan sindiran lewat gambar berkenaan dengan masalah – masalah
tertentu, komik, TTs dan hiburan lainnya (Susilo, 2011).

B. Media Audio Visual


1. Telivisi
Televisi selain sebagai media hiburan dan informasi juga dapat digunakan sebagai
pendidikan. Karakteristik audio visual yang lebih dirasakan peran nya dalam mempengaruhi
khalayak, sehingga dapat dimanfaatkan oleh negara dalam menyukseskan pembangunan
dalam bidang pendidikan melalui program televisi sebagai sarana pendukung (Susilo, 2011).

2. Radio
21

Radio adalah media elektrinik termurah, baik pemancar maupun penerimanya.


Dibandingkan dengan media lain, biaya yang rendah sama artinya dengan akses kepada
pendengar yang lebih besar dan jangkauan lebih luas dari radio (Susilo, 2011).

3. Film
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk
‘gambar bergerak’). Film secara kolektif sering disebut ‘sinema’. Gambar-hidup adalah
bentuk seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman
dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera dan/atau oleh
animasi (Susilo, 2011).

4. Iklan
Iklan merupakan sarana komunikasi yang digunakan komunikator dalam hal ini
perusahaan atau produsen untuk menyampaikan informasi tentang barang atau jasa kepada
publik, khususnya pelangganya melalui suatu media massa. Tujuannya yaitu untuk memberi
informasi dan membujuk para konsumen untuk mencoba dan mengikuti apa yang ada di
iklan tersebut (Susilo, 2011).

C. Media Internet
1. Jejaring Sosial / Social Network
Metode promosi menggunakan jejaring sosial sangat efektif dan dengan biaya yang
sangat murah, hal ini dapat digunakan sebagai media salam promosi yang cepat seiring
dengan berkembangnya teknologi (Susilo, 2011).

2. Website/Blog/Wordpress dan Lain – Lain


Teknologi Informasi (TI), atau Information Technology (IT) adalah istilah umum yang
menjelaskan teknologi apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah,
menyimpan, mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi
dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara dan video.

Hal ini dapat digunakan sebagai media dalam promosi kesehatan yang sangat efektif
dengan teknologi percetakan memungkinkan pengiriman informasi lebih cepat lagi.
22

Teknologi elektronik seperti radio, televisi, komputer mengakibatkan informasi menjadi lebih
cepat tersebar diarea yang lebih luas dan lebih lama tersimpan (Susilo, 2011).

2.4 KONSEP DASAR TOILET TRAINING


2.4.1 Definisi Toilet Training
Salah satu tugas mayor masa toddler adalah toilet training. Kontrol volunter sfigter
anal dan uretra terkadang dicapai kira – kira setelah anak berjalan, mungkin antara usia 18
dan 24 bulan, namun, diperlukan faktor psikofisiologis kompleks untuk kesiapan. Anak harus
mampu mengenali urgensi untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu
mengkomunikasikan sensasi ini kepada orang tua (Wong, 2008). Toilet training adalah suatu
usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air besar dan
buang air kecil (Hidayat, 2008).
Jadi toilet training adalah pelatihan untuk anak agar anak secara mandiri dapat
mengontrol buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya yaitu toilet.

2.4.2 Kesiapan Toilet Training


Menurut Wong (2008) Kesiapan anak dalam toilet training adalah :
1) Kesiapan Fisik
a) Kontrol volunter sfingter anal dan utrtral, biasanya pada usia 18 sampai 24 bulan
b) Mampu tidak mengompol selama 2 jam, jumlah popok yang basah berkurang, tidak
mengompol selama tidur siang
c) Keterampilan motorik kasar yaitu duduk, bejalan dan jongkok
d) Keterampilan motorik halus seperti mebuka pakaian.
2) Kesiapan Mental
a) Mengenali urgensi defekasi atau berkemih
b) Keterampilan komunikasi verbal dan non verbal untuk menunjukan saat basah atau
memiliki urgensi defekasi atau berkemih
23

c) Keterampilan kognitif untuk menirukan prilaku yang tepat dan mengikuti perintah.
3) Kesiapan Psikologis
a) Mengekspresikan keinginan untuk menyenangkan orang tua
b) Mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa bergoyang atau terjatuh
c) Ketidaksabaran akibat popok yang kotor oleh feces atau basah, ingin segera di ganti.
4) Kesiapan Parental
a) Mengenali tingkat kesiapan anak
b) Orang tua berkeinginan meluangkan waktunya untuk latihan toilet training
c) Ketiadaan stres atau perubahan keluarga, seperti perceraian, pindah rumah, dan
sebagainya.

2.4.3 Teknik Pelaksanaan Toilet Training


1. Teknik Lisan
Teknik lisan merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi
pada anak dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air besar dan buang air kecil.
Teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk
buang air kecil dan buang air besar, dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak
akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air
kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008).
2. Teknik Modelling
Teknik modelling merupakan usaha melatih anak dalam melakukan buang air kecil atau
buang air besar dengan memberikan contoh seperti menggunakan boneka (Hidayat, 2008
dan Warner, 2006).
3. Teknik Pemilihan Tempat Duduk Untuk Eliminasi
1) Pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi (potty chair) dan/atau penggunaan
toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain
memungkinkan anak merasa aman (Wong, 2008).
24

2) Tempat duduk fortabel yang diletakkan diatas toilet biasa yang memudahkan transisi
dari kursi berlubang untuk eliminasi ke toilet biasa dan menempatkan bangku panjang
yang kecil dibawah kaki membantu menstabilkan posisi anak (Wong, 2008).
3) Menempatkan kursi berlubang untuk eliminasi dikamar mandi dan biarkan anak
mengamati ekskresinya ketika dibilas kedalam toilet untuk menghubungkan aktivitas ini
dengan praktik biasa (Wong, 2008).
Sesi latihan ini harus dibatasi pada 5 – 10 menit, orang tua harus menunggui anaknya
dalam melakukan toilet training dan kebiasaan sanitasi harus dilakukan setiap kali selesai
eliminasi (Wong, 2008).

2.4.4 Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan Toilet Training.
1) Hindari pemakaian popok sekali pakai
2) Ajari anak mengucapkan kata – kata yang berhubungan dengan buang air besar dan
buang air kecil
3) Motivasi anak untuk melakukan rutinintas ke kamar mandi seperti mencuci tangan dan
kaki sebelum tidur
4) Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training (Hidayat, 2008).

2.4.5 Waktu Anak Siap Melaksanakan Toilet Training


1) Menunjukan tanda – tanda ingin buang air kecil dan buang air besar
2) Buang air kecil dalam jumlah banyak
3) Mampu mengikuti perintah sederhana
4) Berjalan dengan baik
5) Memahami konsep penggunaan toilet
6) Memahami adanya hubungan antara buang air kecil dan buang air besar di toilet dengan
celana yang basah atau kering
7) Memahami bahasa yang menunjukan pada buang air kecil dan buang air besar
8) Dapat membuat orang lain memahami keinginanya untuk buang air kecil dan buang air
besar (Fitri, 2006 : 63).
25

2.4.6 Strategi Pengenalan Toilet Training


1) Kenalkan terlebih dahulu istilah – istilah buang air besar dan buang air kecil seperti pup,
eek, dan pipis terutama saat anak selesai aktifitas tersebut
2) Kenalkan suasana kamar mandi, biarkan anak bereskplorasi dengan isi kamar mandi
3) Kenali tanda – tanda saat anak akan buang air kecil atau buang air besar. (Hidayat, 2008)

2.4.7 Cara Mengajarkan Toilet Training Pada Anak


1. Tahap Pertama
 Perkenalkan dahulu jenis – jenis toilet yaitu toilet jongkok dan toilet duduk
 Perlihatkan pada anak bagaimana cara menggunakan toilet duduk atau toilet jongkok
 Perkenalkan alat – alat untuk membersihakn toilet seperti ember, gayung, dan selang
 Ajarkan pada anak bagaimana cara membuka celana dan celana dalam anak
 Bantu anak dalam melakukan toilet training
 Setelah selesai mengajarkan toilet training, jangan lupa untuk mengajarkan anak
mencuci tangan setelah melakukan buang air kecil maupun buang air besar.
2. Tahap Kedua
 Tahapan pertama yang diinginkan adalah bagaimana anak dapat membuka celana dan
celana dalamnya sendiri
 Ketika anak berhasil melakukannya, berikan pujian pada anak
 Dampingi anak dalam melaksanakan toilet training
 Bantu anak menyiram dan membersihkan diri setelah melaksanakan toilet training
 Setelah selesai, kemudian bantu memakaikan celana dan celana dalam anak (Youtube :
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2014)

2.4.8 Peran Orang Tua Terhadap Toilet Training


26

Peran orang tua terhadap toilet training pada anak dapat di wujudkan dalam bentuk
peran pada anak dalam toilet training, menurut Ratna (2010) bentuk peran antara lain :
1) Perhatian secara emosi
Dapat diekspresikan melalui kasih sayang, cinta atau empati yang bersifat memberikan
peran. Kadang dengan hanya menunjukan eskpresi saja sudah dapat memberikan rasa
tentram. Ekspresi ini penting untuk seseorang terutama orang tua, karena ekspresi yang
salah dapat menimbulkan rasa malas pada anak untuk melakukan toilet training.
2) Bantuan instrumental
Barang – barang yang di inginkan oleh anak untuk dapat termotivasi untuk melakukan toilet
training, seperti dengan membelikan peralatan toilet training yang sesuai dengan keinginan
anak.
3) Pemberian informasi
Informasi sekecil apapun merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi anak untuk melakukan
toilet training, misalnya bagaimana dampaknya anak jika tidak mau melakukan toilet training.
4) Peran penilaian
Orang tua dapat memberikan penilaian pada anak dalam melakukan toilet training, seperti
menilai apakah sudah sesuai atau belum, dll.

2.4.9 Dampak Keberhasilan Toilet Training


Seorang anak yang berhasil melakukan toilet training memiliki beberapa keuntungan
sebagai berikut :
1) Anak memiliki kemampuan mengontrol dalam buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB)
2) Anak memiliki kemampuan menggunakan toilet pada saat ingin buang air kecil (BAK) dan
buang air besar (BAB)
3) Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak
sudah bisa melakukan sendiri hal – hal seperti buang air besar (BAB) dan buang air kecil
(BAK)
27

4) Toilet training membuat anak dapat mengetahui bagian – bagian tubuh serta fungsinya
(Warga, 2007).

2.4.10 Dampak Kegagalan Toilet Training


Dampak orang tua yang gagal dalam menerapkan toilet training pada anak
dianataranya anak akan keras kepala bahkan kikir. Sikap tersebut dapat disebabkan oleh
sikap orang tua yang sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil
saat anak berpergian.
Apabila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak
akan dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh,
suka membuat gara – gara dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari – hari (Hidayat,
2008)
Kegagalan toilet training pun akan menyebabkan anak mengalami enuresis atau mengompol
(Aziz, 2006).

2.4.11 Konsep Tumbuh Kembang


Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang sangat penting bagi makhluk
hidup yaitu sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan melestarikan
keturunan. Secara umum pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (development)
memiliki pengertian yang sama yaitu sama – sama mengalami perubahan, namun seecara
khusus keduanya berbeda.
Strathearn et al (2001) mendefinisikan pertumbuhan (growth) erat kaitanya dengan
masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran, biasa diukur dalam ukuran berat, panjang,
umur tulang dan keseimbangan metabolic. Menurut Soetjaningsih (1998) perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh
yang komplek dalam pola teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan.
Sedangkan menurut Depkes (2006) pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan
jumlah sel serta jaringan interseluler, bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam
arti sebagian atau keseluruhan. Pertumbuhan dapat diukur secara kuantitatif, yaitu dengan
28

mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas terhadap umur,
untuk mengetahui pertumbuhan fisik.
Jadi pertumbuhan dan perkembangan adalah terjadinya perubahan atau
bertambahnya ukuran fisik seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan
atas dan bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang komplek serta
dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan.

2.4.12 Faktor Internal yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia


1. Gen
Gen merupakan faktor paling dominan yang bisa mempengaruhi tumbuh dan
kembang manusia. Gen adalah sifat yang diturunkan dari induknya. Gen sangat dominan
dalam menentukan ciri dan juga sifat manusia. Contoh yang diturunkan dari gen adalah
bentuk tubuh manuia, tinggi tubuh manusia, warna kulit manusia, bentuk hidung, wajah, alis,
mata dan masih banyak lagi lainnya. Gen juga berpengaruh terhadap sistem metabolisme
manusia sehingga gen tersebut bisa berpengaruh terhadap tumbuh dan kembangnya.
Manusia yang memiliki gen yang baik, dia bisa tumbuh dan berkembang sesuai
umurnya. Jika manusia memiliki kelainan genetik akibatnya adalah tumbuh dan kembang
manusia menjadi terganggu. Kelainan genetik ini disebut dengan albino. Ciri dari orang yang
mengidap albino ini adalah dia akan memiliki rambut yang terang, mata yang terang dan juga
rambut yang terang. Sayangnya kelainan ini tidak dapat disembuhkan.

2. Hormon
Anak remaja yang sudah mendapatkan menstruasi atau mimpi basah hormonnya
akan mengalami kematangan sehingga tidak jarang pada anak remaja yang telah
mendapatkan menstruasi maupun mimpi basah dia akan memiliki berbagai macam
perubahan bentuk tubuh dimana perubahan tersebut termasuk dalam pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
Berikut ini adalah pertumbuhan dan perkembangan manusia di saat remaja :
29

• Pada wanita hormon yang matang akan menyebabkan wanita mengalami pembesaran
payudara, pinggang semakin terbentuk, tubuh semakin tinggi dan juga suara akan
menjadi halus. Hormon itu juga membuat wanita sudah mulai menyukai lawan jenisnya.
(baca : fungsi hormon LH dan FSH pada wanita)
• Perubahan yang bisa terjadi pada pria yang menginjak remaja adalah timbulnya jakun di
leher, mulai tumbuh kumis dan juga jenggot, mulai tumbuh bulu ketiak dan juga bulu
kemaluan, dada semakin bidang dan juga suara pria akan terasa lebih berat. Tidak hanya
pada wanita, hormon yang matang itu juga membuat pria sudah mulai menyukai lawan
jenisnya. Sehingga banyak anak remaja yang sudah berani untuk pacaran.

3. Ras
Ras juga menjadi penentu pertumbuhan dan perkembangan bagi manusia. Hal itu
dikarenakan manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan rasnya masing-masing.
Contohnya adalah ras Asia akan memiliki postur tubuh yang lebih pendek dibandingkan
dengan ras Amerika. Selain itu kulit ras Asia cenderung lebih gelap jika dibandingkan dengan
kulit ras Amerika. Warna rambut ras Asia cenderung hitam dan gelap namun warna rambut
untuk ras Amerika banyak yang memiliki rambut yang pirang.

4. Umur
Tidak selamanya manusia berada di dalam fase pertumbuhan dan perkembangan.
Ada masanya tumbuh kembangnya berhenti. Yang menghentikan tumbuh dan kembang
manusia adalah umur. Saat menjadi dewasa, manusia sudah tidak termasuk dalam fase
tumbuh dan kembang lagi. Tumbuh dan kembang manusia akan dimulai dari dalam rahim
sampai dengan dia berumur 20 tahun. Saat itu pertumbuhan dan perkembangan akan terasa
lebih cepat dibandingkan dengan saat sesudah itu.

5. Jenis Kelamin
30

Jenis kelamin juga merupakan faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan


manusia. Contohnya saja adalah sebagai berikut ini:
• Saat masih bayi dan anak-anak, masa pertumbuhan anak wanita lebih cepat
dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga tidak heran jika anak wanita akan lebih
cepat berbicara dan berjalan dibandingkan dengan anak laki-laki.
• Saat masa pubertas, keadaannya akan terbalik dimana pertumbuhan dan perkembangan
anak laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan anak wanita. Tidak jarang, laki-laki yang
seumuran dengan anak wanita memiliki gestur tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita. Hal tersebut merupakan salah satu tanda bahwa saat pubertas tumbuh dan
kembang anak laki-laki lebih cepat. (Kozier B, 2004)

2.4.13 Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Pertumbuhan & Perkembangan Manusia


1. Gizi
Salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
manusia adalah faktor gizi. Tidak semua manusia memiliki gizi yang sama. Saat dalam masa
pertumbuhan ada baiknya manusia mencukupi asupan gizinya dengan baik. Gizi juga bisa
mempengaruhi tumbuh dan kembang manusia. Gizi yang baik untuk manusia adalah
makanan yang 4 sehat dan 5 sempurna.

2. Penyakit
Faktor eksternal yang kedua yang bisa mempengaruhi tumbuh dan kembang adalah
penyakit. Penyakit yang bisa menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan manusia
terganggu baik masih di dalam kandungan maupun saat sudah berada di luar adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus. Pernahkah anda mendengar istilah penyakit TORCH?, penyakit
itu bisa membuat perkembangan dan pertumbuhan manusia menjadi terganggu sejak masih
di dalam kandungan. TORCH ini sangat berbahaya sebab bisa menembus plasenta dan
mengganggu kehidupan janin yang ada di dalam rahim.

3. Infeksi
31

Infeksi juga menjadi faktor eksternal yang bisa mengganggu pada pertumbuhan dan
pekembangan manusia. Infeksi itu misalnya saja adalah PMS atau penyakit menular seksual.
Infeksi itu bisa menyebabkan proses reproduksi seseorang mengalami keguguran, cacat janin
dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada di dalam kandungan.
Hal itu dikarenakan virus HPV penyebab infeksi bisa masuk ke dalam plasenta sehingga janin
bisa terinfeksi oleh virus tersebut.

4. Pekerjaan
Pekerjaan juga menjadi faktor eksternal yang bisa menyebabkan tumbuh dan kembang
manusia menjadi terganggu. Bisa kita lihat kuli panggul yang memanggul barangnya di leher,
kepala atau punggung, mereka lama-kelamaan akan memiliki tubuh yang pendek dan
perkembangan yang tidak maksimal. Hal itu dikarenakan membawa barang yang berat dan
membebani tubuh bisa membuat tubuh menjadi bungkuk. Sehingga tubuh bungkuk itu
membuat pertumbuhan dan perkembangan menjadi terganggu.

5. Sanitasi lingkungan
Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang tercemar bisa membuat anak tersebut
rentan untuk terhambat tumbuh dan kembangnya. Hal itu dikarenakan zat-zat berbahaya
yang ada pada lingkungan yang tercemar itu bisa masuk kedalam tubuh anak dan
mempengaruhi organ-organnya.

6. Perasaan Manusia
Manusia yang hidup dalam kondisi perasaan yang tertekan akan terhambat tumbuh
dan kembangnya. Selain itu manusia yang selalu dalam perasaan tertekan akan
menyebabkan kesehatan menjadi terganggu dan akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan manusia melalui fase pertumbuhan (Kozier B., 2004).
32

2.4.14 Tugas Perkembangan


1. Tugas yg muncul pada periode tertentu dalam kehidupa individu
2. Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas ini menimbulkan kepuasan dan keberhasilan
dalam melaksanakan tugas berikutnya
3. Kegagalan menyebabkan ketidakpuasan pada diri individu, celaan dari masyarakat, dan
kesulitan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.

2.4.15 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan


Tahap Usia Karakterisitik Penting Implikasi
Keperawatan
Neonatus Lahir -28 hari Perilaku hampir Bantu orang tua utk
seluruhnya bersifat refleks mengidentifikasi &
& berkembang menjadi memenuhi
perilaku yg lebih terarah kebutuhan yg
belum terpenuhi
Bayi 1 bulan - 1 Pertumbuhan fisik Kontrol lingkungan
tahun berlangsung cepat di sekitar bayi agar
kebutuhan fisik dan
psikologis terpenuhi
Toddler 1 – 3 tahun Perkembangan motorik Strategi aman dan
memungkinkan yang beresiko harus
peningkatan otonomi fisik. seimbang,
Keterampilan psikososial utk mendukung
meningkat pertumbuhan
Pra Sekolah 3-6 tahun Dunia prasekolah semakin Beri kesempatan
luas. Pengalaman baru & untuk bermain dan
peran sosial anak usia melakukan kegiatan
prasekolah dipraktikan sosial
selama bermain.
Pertumbuhan fisik
berlangsung lebih lambat
Usia Sekolah 6 – 12 tahun Tahap ini meliputi periode Beri kesempatan
pra remaja (10-12 tahun). anak utk
Kelompok teman sebaya meluangkan waktu
sangat memengaruhi & tenaga utk
perilaku anak. melakukan hobi &
Perkembangan fisik , kegiatan sekolah.
kognitif, & sosial Kenali dan dukung
33

meningkat, & keterampilan prestasi anak


komunikasi semakin baik
Remaja 12-20 tahun Konsep diri berubah Dampingi remaja
sejalan dengan utk
perkembangan biologis. mengembangkan
Nilai-nilai dipraktikkan. perilaku koping.
Pertumbuhan fisik semakin Bantu remaja
cepat. mengembangkan
Stres meningkat, terutama strategi guna
saat menghadapi konflik mengatasi konflik

Dewasa 20 -40 tahun Gaya hidup pribadi Terima gaya hidup


muda berkembang, individu yg dipilih oleh
membentuk hub. Dengan individu dewasa dan
individu lain yg berarti bantu dalam
baginya & membangun penyesuaian yg
komitmen terhadap penting terkait
sesuatu kesehatan. Dukung
perubahan yg
penting bagi
kesehatan
Dewasa 40 -65 tahun Gaya hidup berubah akibat Bantu klien
menengah perubahan dalam hal lain, membuat
sebagai contoh anak perencanaan dalam
meninggalkan rumah, perubahan hidup yg
tujuan okupasional telah diperkirakan,
berubah mengenali faktor
risiko yg berhub.
Dengan kesehatan,
dan berfokus pada
kekuatan
Lansia muda 65 – 74 tahun Adaptasi terhadap masa Bantu klien utk
pensiun dan perubahan tetap aktif secara
kemampuan fisik seringkali fisik maupun sosial,
penting dilakukan dan utk memelihara
interaksi dengan
teman sebaya
Lansia 75 – 84 tahun Adaptasi terhadap Bantu klien utk
menengah penurunan kecepatan menghadapi
pergerakan, waktu utk kehilangan (mis.
bereaksi, dan pningkatan Pendengaran,
ketergantungan thdp kemampuan
individu lain sensorik, dan
penglihatan)
34

Beri tindakan
pengamanan yang
penting
Lansia Akhir 85 tahun atau Masalah-masalah fisik Bantu perawatan
lebih mungkin meningkat diri klien sesuai
kebutuhan dengan
mempertahankan
kemandirian sebisa
mungkin.

2.4.16 Periode Usia & Tugas Perkembangan Menurut Havighurst


 Periode bayi dan kanak-kanak awal:
1. Belajar berjalan
2. Belajar makan makanan padat
3. Belajar berbicara
4. Belajar mengontrol eliminasi
5. Mempelajari perbedaan jenis kelamin dan kesopanan seksual
6. Mencapai stabilitas psikologik
7. Membentuk konsep sederhana mengenai realitas sosial & fisik
8. Belajar membangun ketertarikan emosi dengan ortu, saudara, org lain
9. Belajar membedakan benar salah dan pengembangan hati nurani

 Periode Kanak-kanak Menengah


1. Mempekajari keterampilan fisik yg penting utk permainan umum
2. Membangun sikap sehat terhadap diri sendiri sebagai makhluk hidup yg bertumbuh
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Mempelajari peran sosial maskulin atau feminin yg sesuai
5. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung
6. Mengembangkan berbagai konsep dalam kehidupan sehari-hari
7. Membangun hati nurani, moralitas, skala nilai
8. Mencapai kemandirian personal
35

 Periode Remaja
1. Mencapai hub. Baru & lebih matang dengan teman sebaya, baik laki-laki maupun
perempuan
2. Mencapai peran sosial feminim atau maskulin
3. Menerima kondisi fisik diri sendiri & memanfaatkan tubuh scr efektif
4. Mencapai kemandirian emosi dari ortu & individu dewasa lainnya.
5. Memperoleh jaminan kemandirian ekonomi
6. Memilih pekerjaan & mempersiapkan diri utk bekerja
7. Mempersiapkan diri utk menikah & berumah tangga
8. Mengembangkan keterampilan intelektual & konsep penting utk mencapai kompetensi
sbgai warga negara
9. Mengharapkan & mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab
10. Menjadikan sekumpulan nilai & sistem etis sebagai pedoman perilaku

 Periode Dewasa Awal


1. Memilih teman hidup
2. Belajar utk hidup bersama pasangan
3. Membentuk keluarga
4. Membesarkan anak
5. Mengatur rumah tangga
6. Mulai bekerja
7. Menjalani tanggungjawab sbg warga negara
8. Menemukan kelompok sosial yg sesuai

 Periode Paruh Baya


1. Menyelesaikan tanggungjawab sosial & tanggungjawab sebagai warga negara dewasa
2. Membangun & mempertahankan standar ekonomi hidup
3. Membantu anak remaja utk bertanggungjawab & menjadi individu dewasa yg bahagia
4. Melakukan aktivitas guna mengisi waktu luang
36

5. Berhubungan dengan pasangan sbgai seorang individu


6. Menerima & menyesuaikan diri dengan perubahan yg terjadi pada usia paruh baya
7. Menyesuaikan diri dengan org lain yg semakin menua

 Periode Lansia
1. Menyesuaikan diri dengan kekuatan fisik & kesehatan tubuh yg menurun
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan pendapatan yg menurun
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan
4. Membangun afiliasi eksplisit dengan kelompok seumur
5. Memenuhi kewajiban sosial & kewajiban sbagai warga negara
6. Membuat pengaturan kehidupan fisik yg memuaskan.

2.4.17 Tahap Pekembangan Menurut Frued


Tahap Usia Karakteristik Implikasi
Oral Lahir – 1,5 Mulut merupakan pusat Saat makan
tahun kesenangan. memberikan
Keselamatan merupakan kesenangan serta
kebutuhan utama perasaan aman &
Konflik utama nyaman pada anak.
penyapihan Saat makan hrs
menjadi saat yg
menyenangkan bagi
anak.
Anal 1,5 – 3 tahun Anus & kandung kemih Pengontrolan &
merupakan sumber pengeluaran feses
kesenangan memberi kesenangan
Konflik utama toilet & perasaan kontrol
training bagi anak. Toilet
training hsr menjadi
pengalaman yg
menyenangkan bagi
anak
Folik 4 -6 tahun Genital anak merupakan Anak mengidentifikasi
pusat kesenangan . diri mereka dengan
Masturbasi memberikan ortu yang berjenis
kesenangan. Aktivitas kelamin berbeda dan
37

lainnya dapat meliputi kemudian menjalani


berfantasi, hubungan percintaan
bereksperimen dnegan di luar lingkungan
teman sebaya, & keluarga. Dukung
bertanya tentang topik identitas anak.
seksual pada orang
dewasa. Konflik utama:
kompleks oedipus dan
elektra. Kompleks
Oedipus adalah
ketertarikan anak laki2
ke ibunya. Kompleks
elektra mengacu pada
ketertarikan anak
perempuan kpd
ayahnya.

Laten 6 tahun hingga Energi digunakan utk Dukung anak utk


pubertas ativitas fisik & melakukan aktivitas
intelektual. Impluls rekreasi fisik dan
seksual yg muncul intelektual. Dukung
cenderung ditekan. anak utk berolahraga
Membangun hubungan dan melakukan
dengan teman sebaya yg aktivitas lain bersama
berjenis kelamin sama teman sebaya yg
berjenis kelamin
sama.
Genital Pubertas & Energi diarahkan utk Dukung proses
sesudahnya kematangan & fungsi pemisahan anak dari
seksual yg utuh dan ortu, pencapaian
perkembangan kemandirian, dan
keterampilan dibutuhkan pembuatan
utk menghadapi keputusan.
lingkungan
Catatan : dari Health Promotion Strategies Through The Life Spon, 7th Ed.,
(hlm.238), oleh R.B Murray dan J.P Zentner
38

2.1 Kerangka Teori


Berdasarkan tinjauan teoritis di atas, dapat di jelaskan dalam kerangka teori sebagai
berikut :

Kelompok 1 Kelompok 2

Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan Kesehatan


dengan media video dengan media Leaflet pada
tutorial pada ibu tentang ibu tentang Toilet Training
Toilet Training Terhadap Terhadap Pengetahuan
pengetahuan ibu Ibu

Faktor – faktor yang memengaruhi


penyuluhan kesehatan :

1. Materi
2. Lingkungan Fisik
3. Lingkungan Sosial
4. Instrumental
5. Kondisi Individu
a) Kondisi Panca Indra
b) Pengamatan

Faktor – faktor yang memengaruhi


pengetahuan :

1. Pendidikan
2. Media masa / sumber informasi
3. Sosial budaya dan ekonomi
39

Gambar 2.1 Kerangkaa Teori


Sumber : Diadaptasi dari Notoatmodjo (2010) dan Efendy (1998)
Keterangan :
: Bagian yang diteliti

: Bagian yang tidak diteliti


2.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian disusun sebagai kerangka kerja dalam melakukan penelitian.
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Penyuluhan kesehatan
dengan media video
Terhadap Pengetahuan

Penyuluhan Kesehatan
dengan Leaflet

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


40

2.3 Hipotesis
1. Ho : Terdapat efektifitas penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial pada ibu
tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu Di Posyandu Rahayu
2. Ha : Tidak terdapat efektifitas penyuluhan kesehatan dengan media leaflet pada ibu
tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu Di Posyandu Rahayu

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang akan digunakan adalah Quasi Eksperimental dengan rancangan
Non Equivalent Pretest Postest Control Group Design. Dalam rancangan penelitian ini peneliti
membagi subjek dalam dua kelompok yang sama – sama di berikan perlakuan, kelompok 1
di beri perlakuan (Penyuluhan) dengan media video, kemudian kelompok 2 diberikan
perlakuan (Penyuluhan) tetapi dengan media leflet.
Tabel 3.1 desain penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
(Intervensi)
Kelompok 1 O¹ X O²
Kelompok 2 O¹ Y O²

Keterangan :
O¹ : Pretest yang diberikan pada kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberikan
perlakuan
O² : Tes pada kelompok 1 dan kelompok 2 setelah diberikan perlakuan
X : Perlakuan berupa penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial
Y : Perlakuan berupa penyuluhan kesehatan dengan media leflet
41

Dalam desain penelitian di atas, dapat di jelaskan bahwa sebelum diberikan


perlakuan pada masing – masing kelompok (kelompok 1 berupa penyuluhan kesehatan
dengan media video tutorial, sementara kelompok 2 diberikan penyuluhan dengan media
leaflet) di berikan tes terlebih dahulu tes (pretest) berupa pengisian kuesioner pengetahuan.
Setelah dilakukan pretest kelompok 1 dan kelompok 2 diberikan perlakuan berupa
penyuluhan kesehatan dengan media video dan leaflet, kemudian masing – masing kelompok
diberikan tes kembali (posttest) untuk mengukur tingkat keberhasilan perlakuan yang telah
diberikan.

3.2 Subjek Penelitian


3.2.1 Batasan Populasi
Populasi dalam penelitian ini mencakup :
Kriteria Inklusi
1) Ibu dengan anak usia 12 - 36 bulan dan masih mengompol dengan frekuensi yang sering
dalam sehari
2) Ibu yang belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai toilet training
3) Ibu bersedia menjadi responden
4) Ibu bisa berbicara dan dapat mendengar dengan baik
5) Ibu dapat memahami bahasa indonesia serta dapat membaca dan menulis
Kriteria Ekslusi
1) Ibu dengan anak gangguan sistem perkemihan
2) Ibu dengan anak gangguan mental
3) Ibu yang tidak selesai mengikuti penyuluhan

3.2.2 Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini yaitu 22 ibu dari anak yang masih mengompol Di
Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon.
42

3.2.3 Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik total sampling.
Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2007). Menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian


Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep tertentu. (Arikunto,
2005). Pada penelitian ini variabel di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel independen (bebas) atau disebut juga variabel eksperimental atau
variabel X yaitu variabel yang diselidiki pengaruhnya (Arikunto, 2005). Variabel
independen pada penelitian ini yaitu penyuluhan kesehatan dengan media video
tutorial dan leaflet.
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen (terikat) atau variabel Y yaitu variabel yang diramalkan
akan timbul dalam hubungan fungsional dengan atau sebagai pengaruh dari variabel
bebas (Arikunto, 2005). Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini yaitu
pengetahuan ibu Di Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang Kecamatan Susukan
Kabupaten Cirebon.

3.4 Definisi Operasional


43

Tabel 3.4 Definisi Operasional


No Definisi Operasional Cara Skala Hasil
. Pengukuran Variabel Ukur
1. Penyuluhan Kesehatan : SAP Ordinal Paham = Jika
adalah penambahan responden
pengetahuan dan mampu
kemampuan seseorang menjawab 80%
melalui tehnik belajar atau pernyataan
instruksi dengan tujuan dengan benar
mengubah atau
mempengaruhi prilaku ibu Tidak Paham =
mengenai toilet training. Responden hanya
Toilet training adalah mampu
pelatihan buang air besar dan menjawab 40%
buang air kecil pada pernyataan
tempatnya yaitu toilet
sehingga anak dapat secara
mandiri dan di siplin dalam
memenuhi kebutuhan
eliminasi.
2. Pengetahuan adalah segala Kuisoner Ordinal a. Baik
informasi yang diketahui (76 – 100%)
(hasil tahu) responden (ibu) b. Cukup
mengenai pelaksanaan toilet (56 – 75%)
training yang benar. c. Kurang
Pengukuran pengetahuan (<56%)
dilakukan dengan cara ukur (Budiarto, 2010)
berupa wawancara
sedangkan alat ukur yang di
gunakan berupa kuesioner.

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, menyelidiki sesuatu masalah atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan
menyajikan data – data secara sistematis dan objektif dengan tujuan memecahkan suatu
persoalan atau menyajikan hipotesa (Nursalam, 2013). Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu berupa SAP atau satuan acara penyuluhan dan kuesioner pengetahuan
tentang toilet training.
44

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang sudah tersusun dengan


baik, sehingga tinggal memberikan jawaban atau memberikan tanda – tanda tertentu
(Arikunto, 2006). Pengisian jawaban dilakukan dengan menngunakan tanda chek list (√).
Kuesioner pengetahuan dalam penelitian ini terdiri dari 14 pernyataan tertutup dengan
menggunakan skala Likert. Jawaban yang disajikan dalam kuesioner berupa Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Ragu – ragu (RR), Tidak Setuju (ST), Sangat Tidak Setuju (STS) dengan kriteria
hasil ukur Baik (76 – 100%), Cukup (56 – 75%) dan Kurang (<56%) (Budiarto, 2010).

3.6 Uji Validitas Dan Reabilitas Instrumen


1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar – benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). (Arikunto, 2010) mengatakan bahwa
sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

2. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga bias dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang sama maka hasil pengukuran itu
tetap konsisten (Notoatmodjo, 2010). Teknik uji reabilitas ini menggunakan rumus Alpha
Cronbach (a), dimana r hasil adalah alpha. Apabila r alpha > r tabel maka dikatakan realiabel,
sebaliknya bila r alpha < r tabel maka dikatakan tidak realiabel (Hidayat, 2008).

3. Hasil Uji Validitas Dan Reabilitas


Uji validitas dan reabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan Di Posyandu Teguh
Desa Ujung Gebang kecamatan susukan dengan melibatkan 20 responden dikarenakan
wilayah tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan sampel di posyandu rahayu desa
ujung gebang kecamatan susukan dan memenuhi kriteria inklusi serta ekslusi pada
45

penelitian ini. pelaksanaan uji validitas di bantu oleh kader posyandu teguh untuk
memberikan kepercayaan kepada ibu-ibu yang memiliki anak dengan usia 12-36 bulan di
wilayah setempat. Uji validitas ini di gunakan untuk menguji kuesioner pengetahuan ibu
tentang toilet training. Hasil menunjukan bahwa jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel
yaitu 0,444 maka di nyatakan valid, sehingga dari total 25 pernyataan terdapat 14
pernyataan yang valid yaitu pada nomer 1,2,7,9,10,11,13,14,15,17,19,21,23,25.

3.7 Pengolahan Dan Analisa Data


Sebelum melakukan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih
dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat di analisa tidak mendapatkan
kendala. Tahapan tersebut terdiri dari :
1. Cleaning
Tahapan ini dilakukan pada saat pengumpulan data kuesioner dari responden, dilakukan
kembali jawaban responden mungkin ada jawaban ganda atau belum di jawab.
2. Coding
Ada dua tahap coading (memberi kode) pada jawaban responden
1) Memberikan kode identitas responden untuk menjaga kerahasiaan identitas dan
mempermudah proses penelusuran biodata responden bila diperlukan. Selain itu
juga untuk mempermudah penyimpanan data.
2) Menetapkan kode untuk scorring jawaban.
3. Scoring
Tahap ini dilakukan di tetapkan kode jawaban sehingga setiap jawaban responden dapat
di beri skor.
4. Entring
Memasukan data yang telah diskor kedalam komputer seperti kedalam spread sheet
program atau kedalam SPSS 16 (statistik product and service solution). Setelah tahapan
diatas maka langkah berikutnya adalah menganalisa data dilakukan untuk menjawab
atau membuktikan diterima atau ditolak hipotesa yang sudah ditegakan.
46

Analisa data dilakukan dengan cara sebagai berikut :


1. Analisa Univariat
Analisis univariat merupakan analisis dari setiap variabel yang dinyatakan
dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau
grafik (Setiadi, 2007). Analisis univariat dalam penelitian ini akan berbentuk data usia,
pendidikan, pekerjaan, dan informasi tentang toilet training berskala kategorik yang masing –
masing di jelaskan dan presentase untuk setiap variabel.

2. Analisa Bivariat
Analisa ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara variabel dependen
dan variabel independen dengan cara melalui uji statistik berup paired t test untuk
menganalisa pengaruh penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial dan leaflet pada
ibu tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu pada pretest dan posttest.

3.8 Etika Penelitian


Prinsip etika penelitian yang menjadi pertimbangan peneliti adalah :
1. Prinsip Manfaat
Penelitian dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada responden dan
menghindari responden dari keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti menjelaskan
dan meyakinkan responden bahwa partisipasi dalam penelitian atau informasi yang telah
diberikan, tidak akan digunakan dalam hal – hal yang bisa merugikan responden dalam
bentuk apapun, selain itu peneliti sangat berhati – hati mempertimbangkan resiko dan
keuntungan yang akan berakibat pada responden pada setiap perlakuan, serta dapat
menambahkan pengetahuan ibu tentang toilet training.
2. Prinsip Menghormati Manusia
47

Peneliti memperlakukan responden dengan manusiawi. Responden berhak untuk


memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden atau tidak, tanpa sanksi
apapun.
3. Prinsip Keadilan
Dalam melakukan penelitian, peneliti memperlakukan responden secara adil, sebelum,
selama, dan sesudah keikutsertaanya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi
terhadap mereka yang tidak bersedia menjadi responden. Peneliti sangat memahami
bahwa subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan sehingga responden tidak perlu mencantumkan nama pada instrumen,
melainkan hanya mencantumkan nama responden saja, dan peneliti menjamin
kerahasiaan data yang diberikan responden.

3.9 Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini, peneliti merasa banyak kekurangan yang menjadi keterbatasan dari
penelitian ini. Keterbatasan tersebut antara lain :
1. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu kurangnya responden karena sebagian responden
menolak dijadikan responden.
2. Terbatasnya waktu responden.

3.10 Alur Penelitian


1. Langkah awal dalam penelitian ini adalah mencari permasalahan serta melakukan studi
literatur dari berbagai jurnal dan sumber yang mendukung tentang penelitian toilet
training
2. Mengajukan ijin pengambilan data awal dengan melakukan pendekatan melaui
wawancara tak terstruktur dengan ibu
48

3. Mengajukan ijin untuk melakukan penelitian dengan cara menjelaskan terlebih dahulu
maksud dan tujuan peneliti kepada ibu
4. Mengajukan ijin persetujuan menjadi responden
5. Menentukan besar sampel pada penelitian dengan accidental sampling
6. Melakukan penyusunan instrumen dan uji validitas instrumen penelitian
7. Menentukan jumlah populasi dalam penelitian
8. Penelitian dengan melakukan pretest dengan mengisi kuesioner yang sudah diuji
validitas, setelah dilakukan pretest kemudian diberikan perlakuan berupa penyuluhan
kesehatan tentang toilet training menggunakan media yang berbeda yaitu kelompok 1
dengan media video tutorial dan kelompok 2 dengan media leaflet, kemudia dilakukan
posttest kembali dengan mengisi kuesioner yang sama untuk memperoleh hasil
9. kemudian dilakukan pengolahan data dan analisa data
10. Penarikan kesimpulan.

3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Tempat dilakukan penelitian ini adalah Di Posyandu Rahayu Di Desa Ujung Gebang
Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian telah dimulai sejak tanggal 07 september – 10 september
2017
49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan Di Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang Kecamatan Susukan
Kabupaten Cirebon, mulai tanggal 7-10 september 2017. Penelitian ini menggunakan metode
Quasi Eksperimental dengan rancangan Non Equivalent Pretest Postest Control Group
Design. Sampel dalam penelitian ini yaitu sebesar 22 responden dan telah memenuhi kriteria
inklusi, menggunakan teknik accidental sampling dimana pengambilan sampel dengan
mengambil kasus atau reponden yang kebetulan ada atau tersedia. Data diperoleh dengan
menggunakan pre-test terlebih dahulu dengan kuesioner pengetahuan yang sudah diuji
validitas dan reabilitas Di Posyandu Teguh. kuesioner dibagikan kepada sampel yaitu ibu-ibu
yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk pertemuan pertama dilakukan pre-test dan
penyuluhan lalu dilakukan post-test kepada sampel penelitian.
Sebelum memulai penelitian, peneliti meminta izin kepada responden dengan
menandatangi lembar persetujuan responden yang disertakan bersama dengan penjelasan
50

penelitian dan lembar pre-test dan post-test. Setelah itu dilakukan pengumpulan data,
setelah itu data kemudian diolah. Hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
distribusi univariat dan bivariat.

4.2 Karakteristik Responden


Responden pada penelitian ini adalah 22 ibu yang memiliki anak usia 12-36 bulan Di
Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang. Karakteristik yang diamati pada responden adalah
usia, pendidikan dan pekerjaan.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Usia (Tahun) Frekuensi Persentase
20-30 10 45,5%
31-40 12 54,5%
Total 22 100%

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase


SD 11 50,0 %
SMP 7 31,8 %
SMA 4 18,2 %
Total 22 100%

Pekerjaan Frekuensi Persentase


Ibu Rumah Tangga 13 59,1 %
Wiraswasta 6 27,3 %
Buruh 3 13,6 %
Total 22 100%

Pada tabel 4.2 data yang di peroleh pada saat penelitian menjelaskan tentang
distribusi frekuensi responden Di Posyandu Rahayu berdasarkan usia menunjukan bahwa
usia responden yang terbanyak yaitu pada usia 31-40 tahun dengan presentase sebesar
54,5%. Sedangkan distribusi frekuensi pada tingkat pendidikan sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan SD/Sederajat dengan presentase 50,0%. Kemudian pada
51

distribusi frekuensi pekerjaan mayoritas responden yang ada Di Posyandu Rahayu yaitu ibu
rumah tangga dengan presentase sebesar 59,1%.

4.3 Hasil Analisa Data


4.3.1 Distribusi Pengetahuan Pretest dan Posttest Dengan Media Video Tutorial
Tabel 4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pretest dan
Posttest
Pengetahuan Perlakuan
Sebelum Sesudah
n % N %
Baik 0 0% 8 72,7%
Cukup 0 0% 2 18,2%
Kurang 11 100% 1 9,1 %
Total ( n ) 11 100% 11 100%

Pada tabel 4.3.1 menunjukan bahwa kebanyakan responden sebelum diberikan


penyuluhan kesehatan memiliki pengetahuan yang kurang, yakni 11 orang (100%),
sedangkan responden yang sesudah diberikan penyuluhan kesehatan dengan media video
tutorial berpengetahuan baik yaitu 8 orang (72,7%)
52

4.3.2 Distribusi Pengetahuan Pretest dan Posttest Dengan Media Leaflet


Tabel 4.3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pretest dan
Posttest
Pengetahuan Perlakuan
Sebelum Sesudah
n % N %
Baik 0 0% 0 0%
Cukup 0 0% 2 18,2 %
Kurang 11 100% 9 81,8 %
Total ( n ) 11 100% 11 100%

Tabel 4.3.2 menunjukan bahwa kebanyakan responden sebelum diberikan


penyuluhan kesehatan memiliki pengetahuan yang kurang yakni 11 orang (100%) sedangkan
responden yang sudah diberikan penyuluhan kesehatan dengan media leaflet
berpengetahuan cukup yaitu 2 orang (18,2%).
53

4.3.3 Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Pada Ibu Tentang
Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu

Tabel 4.3.3 Uji Paired Samples Test Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media
Video Tutorial Pada Ibu Tentang Toilet
Training Terhadap Pengetahuan Ibu

Paired Samples Test

Paired Differences

95%
Confidence
Interval of
the
Std. Std. Difference
Deviati Error Sig. (2-
Mean on Mean Lower Upper T df tailed)

Pair 1 Pre - - 5.317 1.603 - - - 1 .000


Post 30.54 34.11 26.97 19.05 0
5 8 3 3
Dari
hasil analisa paired sampel test untuk media video tutorial dengan nilai signifikan 0,000 yang
berarti kurang dari 0,05 mengandung makna bahwa ada pengaruh efektifitas penyuluhan
kesehatan dengan media video tutorial. Adanya pengaruh tersebut membuat toilet training
pada anak lebih efektif.
54

4.3.4 Efetifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet
Training Terhadap Pengetahuan Ibu

Tabel 4.3.3 Uji Paired Samples Test Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media
Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet
Training Terhadap Pengetahuan Ibu

Paired Samples Test

Paired Differences

95%
Confidence
Interval of
the
Std. Std. Difference
Deviati Error Sig. (2-
Mean on Mean Lower Upper T df tailed)

Pair 1 Pre - 1.000 13.061 3.938 -7.775 9.775 .254 1 .805


Post 0
Dari
hasil analisa paired sampel test untuk media leaflet dengan nilai signifikan 0,805 yang berarti
lebih dari 0,05 yang mengandung makna bahwa tidak ada pengaruh dengan media leaflet.
Hal ini akan semakin menunjukan bahwa sebuah media dapat sangat berpengaruh terhadap
pemberian penyuluhan kesehatan.
55

4.4 PEMBAHASAN
4.4.1 Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Sebelum Diberikan Penyuluhan Kesehatan
dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet
Sebelum diberikan penyuluhan kesehatan tentang toilet training dengan media video
tutorial dan leaflet didapatkan responden dengan pengetahuan kurang (100%). Kurangnya
pengetahuan ibu tentang toilet training sebelum diberikan penyuluhan kesehatan
kemungkinan dikarenakan ibu kurang informasi dan pendidikan dari bidang kesehatan
sehingga untuk mengetahui toilet training sendiri pun kurang. Notoatmodjo (2007)
menjelaskan bahwa informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan.
Selain itu penelitian menunjukan pengetahuan yang kurang karena faktor dari
individu responden sendiri berupa pendidikan, dimana didapatkan responden dengan tingkat
pendidikan paling banyak yakni SD/Sederajat (50,0%). Hal ini sejalan dengan teori yang ada
bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Jika
pendidikan ibu rendah ibu akan kurang memahami mengenai toilet training. Notoatmodjo
(2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pengetahuan diperoleh dari proses belajar
sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan membuat pengetahuan tentang
suatu objek akan lebih baik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartini M Di Desa
Miruk Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan seorang ibu, maka semakin tinggi pula kesiapanya dalam mengaplikasikan toilet
training pada anak.
56

4.4.2 Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Sesudah Diberikan Penyuluhan Kesehatan
dengan Media Video Tutorial
Hasil posttest atau setelah diberikan penyuluhan kesehatan dengan media video
tutorial tentang toilet training pada ibu didapatkan responden dengan pengetahun baik
(72,2%), pengetahuan cukup (18,2%) dan pengetahuan kurang (9,1%). Pemberian
penyuluhan kesehatan yang disampaikan melalui media video tutorial akan dapat
memberikan pengalaman yang lebih dibandingkan dengan media lainnya, karena pada saat
media digunakan indra dalam diri akan lebih mudah untuk merespon dan menangkap isi dari
media tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Habit Nursila
Tahun 2013 Di Mts Negri 1 Winong yang menyatakan bahwa penggunaan media video
tutorial dalam pembelajaran berpengaruh positif bagi hasil belajar siswa. Hal ini di dukung
oleh hasil penelitian dari Eubelen et al (2011), Najimi et al (2012) Pirzadel et al (2014) dan
Yusuf (2014) yang menyatakan bahwa pendidikan atau penyuluhan kesehatan menggunakan
audio visual dapat meningkatkan pengetahuan ibu karena media audio visual menampilkan
gerak, gambar, dan suara sehingga lebih menarik dan tidak monoton.
Pengetahuan yang baik dan positif dalam penelitian ini memungkinkan, dikarenakan
penggunaan media yang digunakan dalam penyuluhan kesehatan sudah tepat sesuai dengan
peserta penyuluhan, cara penyampaian yang mudah dimengerti oleh peserta dan materi
yang belum banyak diketahui oleh masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak usia 12-36
bulan sehingga dapat menambah antusias responden untuk mendengarkan materi yang
diberikan oleh penyuluh.

4.4.3 Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Sesudah Diberikan Penyuluhan Kesehatan
dengan Media Leaflet.
Hasil posttest atau setelah dibeikan penyuluhan kesehatan dengan media leaflet
tentang toilet training pada ibu didapatkan responden dengan pengetahuan baik (0%),
57

pengetahuan cukup (18,2%) dan buruk (81,8%). Pemberian penyuluhan kesehatan yang
disampaikan melalui media leaflet kurang efektif untuk meningkatkan pengetahuan
responden.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ervina pada Tahun 2015
yang menyatakan bahwa mayoritas responden yang diberikan penyuluhan kesehatan dengan
media leaflet memiliki pengetahuan yang cukup, sedangkan responden yang diberikan
penyuluhan kesehatan menggunakan video mayoritas memiliki pengetahuan baik, sehingga
media leaflet kurang efektif untuk meningkatkan pengetahuan responden. Hasil penelitian
dari Munawaroh (2014) yang juga menunjukan bahwa pemberian pendidikan kesehatan
melalui metode ceramah terbukti lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan
dibandingkan dengan media leaflet.
hal ini didukung dengan hasil dari penelitian Tatik pada tahun 2016 yang menyatakan
bahwa penyuluhan dengan individual lebih efektif meningkatkan pengetahuan daripada
penyuluhan dengan media leaflet. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoiron pada tahun
2014 juga menyatakan bahwa terdapat perubahan pengetahuan dengan menggunakan
media power point lebih besar dibandingkan dengan menggunakan media leaflet.

4.4.4 Efektifitas Pemberian Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Dan
Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubunganya
dengan kesehatan (Azrul Azwar, 1998). Sedangkan menurut Depkes (1997) penyuluhan
kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang dilandaskan prinsip-
prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau
58

masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya, dan melakukan
apa yang dilakukan, secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan
bila perlu.
Menurut dari teori sumiati tahun 2011 pengguanaan media dalam proses pendidikan
kesehatan dan pemberian informasi dapat meningkatkan keefektifan dan keaktifan siswa,
tergantung dari jenis, ketersediaan dan kemampuan dalam mempergunakannya. Konsep
tentang kemanfaatan alat bantu pandang dengan audio visual dapat melukiskan gambar
kehidupan dan didasarkan atas konsep tentang perolehan pengalaman seseorang melalui
media pembelajaran (perantara) yang digunakan. Semakin konkrit suatu media pembelajaran
yang digunakan semakin tinggi nilai pengalaman yang diperoleh. Kemampuan audio visual
dapat melukiskan gambar kehidupan dan suara yang memberikan daya tarik tersendiri.
Pada saat sebelum dilakukan penyuluhan tentang toilet training kepada responden,
sebagian besar responden tidak mengetahui tentang toilet training akan tetapi setelah
diberikan penyuluhan kesehatan dengan media terjadi peningkatan pengetahuan.
Responden mulai tahu mengenai toilet training.
Berdasarkan hasil penelitian menemukan bahwa efektifitas pemberian penyuluhan
kesehatan dengan media leaflet tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu diperoleh
nilai 0,805. Sedangkan hasil uji efektifitas penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial
diperoleh nilai 0,000. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyuluhan kesehatan dengan
media video tutorial lebih efektif dibandingkan dengan pemberian penyuluhan kesehatan
dengan media leaflet. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Anita Dyah Lestari 2017
yang menyatakan bahwa penggunaan media audio visual yang digunakan dalam proses
pendidikan atau penyuluhan kesehatan dapat merubah pengetahuan dan prilaku seseorang.
Didukung juga dengan hasil penelitian dari Dwi hendra pada tahun 2015 yang menyatakan
bahwa penggunaan media video tutorial dapat meningkatkan hasil belajar dengan nilai rata-
rata 88% yang memenuhi kriteria baik pada siswa dan siswi Di Smk Negri 3 Surakarta.
Penelitian dari Rahmatika Ammelda dkk tentang pengaruh modeling video dan
gambar terhadap peningkatan kemampuan toilet training pada anak toddler menunjukan
bahwa modeling media video dan gambar berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan
59

toilet training pada anak toddler. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan
pengliahatan dari sasaran. Penggunaan audio visual melibatkan semua alat indra
pembelajaran, sehingga semakin banyak alat indra yang terlibat untuk menerima dan
mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi tersebut dapat dimengerti dan
dipertahankan dalam ingatan.
Menurut pieget, sejak lahir hingga dewasa pikiran anak berkembang melalui jenjang-
jenjangberpriode sesuai dengan tingkat kematangan anak itu secara keseluruhan dengan
interaksinya dengan lingkungannya (Dhieni, 2008). Sebagian besar manusia belajar melalui
pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari pembelajaran
sosial adalah permodelan (modeling), merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran terpadu (Hall & Lindzey, 2012).
Hal ini juga sesuai dengan teori toilet training yaitu ada 2 teknik yang dapat dilakukan
dalam melatih anak untuk buang air besar dan buang air kecil yaitu teknik lisan dan teknik
modeling. Teknik modeling adalah usaha melatih anak dalam melakukan buang air besar dan
buang air kecil dengan cara meniru, memberi contoh dan membiasakan anak dalam
melakukan buang air besar dan buang air kecil secara benar (Hidayat, 2008).
60

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada 22 responden mengenai efektifitas penyuluhan
kesehatan dengan media video tutorial dan leaflet pada ibu tentang pengetahuan ibu Di
Posyandu Rahayu Di Desa Ujung Gebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon :
1. Hasil pretest penyuluhan kesehatan tentang toilet training dengan media video tutorial
dan leaflet didapatkan sebagian besar responden berpengetahuan kurang sekitar (100%)
2. Hasil posttest penyuluhan kesehatan tentang toilet training dengan media video tutorial
didapatkan sebagian responden dengan pengetahuan baik sekitar (72,2%) dan
pengetahuan cukup (18,2%). Sedangkan hasil posttest dengan media leaflet didapatkan
sebagian responden dengan pengetahuan kurang yaitu (81,8%) dan pengetahuan cukup
(18,2%)
3. Ada pengaruh antara penyuluhan kesehatan media video tutorial dengan pengetahuan
ibu Di Posyandu Rahayu sehingga di katakan efektif.
4. Tidak ada pengaruh antara penyuluhan kesehatan media leaflet dengan pengetahuan ibu
Di Posyandu Rahayu sehingga di katakana tidak efektif.

5.2 Saran
1. Ibu / Responden
61

Hasil penelitian ini di harapkan kepada ibu dengan anak usia 12-36 bulan akan
semakin menambah wawasan dan pengetahuan ibu tentang cara pelaksanaan toilet
training pada anak sehingga anak menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang tua
ketika buang air, serta anak dapat mengeri pentingnya kebersihan dan kesehatan.

2. Posyandu
Hasil penelitian ini diharapkan kader posyandu rahayu Di Desa Ujung Gebang diharapkan
lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan sebagai upaya peningkatan pengetahuan ibu
tentang toilet training.

3. Program Studi Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan ilmu
kesehatan khususnya di bidang keperawatan anak.

4. Peneliti Lain
Bagi penelitian lain diharapkan dapat melakukan observasi yang berhubungan dengan
pemberian penyuluhan kesehatan pada pengetahuan ibu dengan kesiapan toilet training
pada anak.
62

Daftar Pustaka

Ahmad Kholid, (2014). Promosi Kesehatan, Jakarta : PT RajaGrafinda Persada.

Ariesta 2010 dalam Jurnal Fatmawati, L dan Maryam (2013). Hubungan Stres Dengan
Enuresis Pada Anak Usia Prasekolah Di RA Al Iman Desa Banjaran Gunung Pati Semarang.
Jurnal Keperawatan Anak. Vol 1 : 24 – 29

Arikunto, S (2005). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, ed.rev,. Cetakan 14,
Jakarta : Rineka Cipta

Aziz, R.U (2006). Jangan Biarkan Anak Kita Tumbuh Dengan Kebiasaan Buruk, Cetakan 1. Solo
: Tiga Serangkai

Bastari, A. Wahyuni, S. dan Hirawati, H (2015). Hubungan Toilet Training Terhadap Kejadian
Enuresis Pada Balita Umur 3 – 5 Tahun di PAUD Al-Khoiriyyah Mranggen Polokarto
Sukoharjo. Artikel Penelitian. 1 – 7

Behman, R.E. dkk (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson, vol.1, ed.15. Jakarta : EGC

Canbulat, N. Yildiz, S (2009). Current Information On Enurezis, Jurnal Guncel Pedriatri. 2(7).
83-89.

Chinwa,J.M, Obu,H.A, Manyike,P.C and Odetunde,O.I (2014). Nocturnal Enuresis Among


School-age Children in South-Eastrn Nigeria : A Concealed Social Malaise, International
Journal of Tropical Disease & Health. 4(6) : 683 – 695
63

CHANG, P. CHEN, W.J TSAI, W.Y and CHIU, Y.N (2001). An Epidemiological Study Of Nocturnal
Enuresis in Taiwanese Children, BJU Internasional. 87 : 678 – 681

Dinas Pendidikan Kesehatan 2006 dalam Yuniatri, S. S.PSI.,S.KEP.,S.ST.,MKM (2015). Asuhan


Keperawatan Neonatus Bayi – Balita Dan Anak Pra-Sekolah, Bandung : PT Refika Aditama

Dr. Suririnah (2010). Buku Pintar Mengasuh Batita, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Fatmawati, L. dan Mariyam (2013). Hubungan Stress Dengan Enuresis Pada Anak Usia
Prasekolah di RA Al – Iman Desa Banaran Gunung Pati Semarang. Jurnal Keperawatan
Anak. Vol 1 : 24 – 29

Fitri, A (2006). Seri Parent’sGuide. Diary Tumbuh Kembang Anak. Jakarta.


ReadPublishingHouse

Hazza, I. And Tarawneh, H. (2002). Primary Nocturnal Enuresis Among School Children in
Jordan, Saudi J Kidney Dis Transplant. 13(4) : 478 – 480

Hidayat, A.A.A (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Cetakan Ketiga. Jakarta : Salemba
Medika

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) . Guruku Vol. 6 Toilet Training Yuk. Dari
http://www.youtube.com/wacth?v=E2aNS3ogVos&feature=yotube_gdata_player
Diakses pada 7 Maret 2017 jam 16 : 30 WIB

Kurniawati, F.E (2008). Kejadian Enuresis (mengompol) Berdasarkan Faktor Psikologi dan
Keturunan Pada Anak Usia Prasekolah (4-5 tahun) Di TK Sekar Ratih Krembang Jaya
Selatan. Buletin Penelitian RSUD Dr. Soetomo Vol. 10. No.2 Tahun 2008
64

Kartini M (2013). Faktor – faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengaplikasikan kesiapan
toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa miruk kecamatan krueng baron jaya
kabupaten aceh besar. Stkes u’budiyah banda aceh.

Kozier, B. (2004). Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice. New Jersey:
Pearson Education Inc.

Kozier, B. (2010). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses & Praktik. Jakarta: EGC

Potter Perry. (2009). Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 1. Singapura : Elsevier.

LEE, S.D. SHON, D.W. LEE, J.Z. PARK, N.C and CHUNG, M.K (2000). An Epidemiological Study
Of Enuresis in Korean Children, BJU Internasional. 85 : 869 – 873

Lestari P, Adi H, Supriyono M (2013). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Toilet Training Dengan Praktik Ibu Dalam Penggunaan Diapres Pada Anak Usia Toddler
(1-3 tahun) Di Kelurahan Patut Purwodadi. Jurnal STIKES Telogorejo Semarang. Hal : 1 – 7

Mardikanto, T (2009). Sistem Penyuluhan Pertanian. LPP UNS dan UNS PRESS : Surakarta.

Marlina M, Setyowati H, Mardiyaningsih E (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap


Ibu Tentang Toilet Training Pada Anak Usia 18-36 Bulan Di Desa Keji Kecamatan Ungaran
Barat. Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo. Jurnal Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo. Hal :
1–9

M. Sopiyudin Dahlan (2010). Langkah - Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang


Kedokteran Dan Kesehatan
Mithani, S. And Zaidi, Z. (2005). Bed Wetting In School Children of Karachi. Departemen of
Pediatric Urology, The Kidney Centre Postgraduate Training Institute, Karachi

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta
65

Notoatmodjo, S. (2010). Metodeologi Penelitian Kesehatan, ed.rev. Jakarta : Rineka Cipta

Ns. Rakhmat Susilo, S.Kep (2011). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan, Yogyakarta :
Nuha Medika

Ozkan, S. Durukan, E. Iseri, E. Gurocak, S. Maral, I and Bumin Ali, M (2010). Prevalence and
Risk Factors of Monosymptomatic Nocturnal Enuresis in Turkish Children. Indian Journal
of Urology. 26(2) : 200 – 205

Ozden, C. L.Ozdem, Ozdal, Altinova, S, Oguzulgen, I. Urgancioglu, G and Memis A. (2007).


Prevalence and Associated Factors Of Enuresis in Turkish Children, Jurnal International
Braz J Urol. Vol.33 (2) : 216 – 222

Paryanti, D. (2013). Hubungan peran ibu dalam pelaksanaan toilet training dengan
kemampuan toilet training pada anak usia 18-36 bulan Di Posyandu Kalirase Trimulyo
Sleman Di Yogyakarta, Skripsi STIKES Aisyiyah Yogyakarta

Pashapour, N. Golmahammadlou, S. And Mahmoodzadeh, H. (2008). Nocturnal Enuresis and


Its Treatment Among Primary – School Children in Oromieh, Islamic Republik Of Iran, La
Revue de Sante de la Mediterranee orientale. Vol.14 : 376 – 380

Pardede cit Azizah 2006 dalam Jurnal Paryanti, D (2013). Hubungan Peran Ibu Dalam
Pelaksanaan Toilet Training Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 18 – 36
Bulan Di Posyandu Kalirase Trimulyo Sleman D.I.Yogyakarta. Naskah Publikasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta.

Ratna, D (2010). Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Bina Pustaka


66

Roudolph (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta : EGC

Shaker, M. Issa, S. (2013). Frequency of Enuresis In Primary School Children in Barsa And Its
Impact On Their Growth, Asian Journal of Pharmacy, Nursing and Medical Sciences. Vol 01
– Issue 02 : 2321 – 3639

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Nasional. 2012.

Strathearn et al 2001 dalam dalam Yuniatri, S. S.PSI.,S.KEP.,S.ST.,MKM (2015). Asuhan


Keperawatan Neonatus Bayi – Balita Dan Anak Pra-Sekolah, Bandung : PT Refika Aditama

Soetjaningsih 1998 dalam buku dalam Yuniatri, S. S.PSI.,S.KEP.,S.ST.,MKM (2015). Asuhan


Keperawatan Neonatus Bayi – Balita Dan Anak Pra-Sekolah, Bandung : PT Refika Aditama

Sugiyono (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Suwardi S.S (2000). Enuresis Pada Anak Sekolah di Jakarta, Tesis, UI


Warga, W (2007). Toilet Training. Student Of Journalism Universitas Gunadarma

Warner, P (2006). Mengajari Anak Ke Toilet. Editor Edisi Bahasa Indonesia, Surya
Satyanegara. Jakarta : Arean

Windiani, I.G.A.T dan Soetjaningsih (2008). Prevalensi dan Faktor Risiko Enuresis Pada Anak
Taman Kanak – Kanak di Kotamadya Denpasar, Sari Pediatri. Vol 10 : 151 – 157

Wong, D.L. dkk. (2008). Edisi 6 Buku Ajar Keperawatan Pedriatrik, Jakarta : EGC
67

Zuraiq (2008) dalam Jurnal Kurniasih Widyastuti. Pengaruh Penyuluhan Toilet Training Pada
Orang Tua Terhadap Kejadian Enuresis Di Taman Kanak – Kanak Bhakti Siwi Kalimeneng
Kemiri Purworejo 2011. Skripsi STIKES Aisyiyah Yogyakarta : 1 – 12
Lampiran 2

INFORMASI/INFORMED CONSENT UNTUK RESPONDEN

Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu Tentang
Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu Di Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang
Kecamatan Susukan

Di Kabupaten Cirebon

Tahun 2017

Peneliti adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Cirebon yang sedang melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh penyuluhan kesehatan dengan media video tutorial dan leaflet tentang toilet
training pada ibu terhadap pengetahuan ibu di poyandu rahayu desa ujung gebang
kecamatan susukan kabupaten Cirebon Tahun 2017.

Latar Belakang Penelitian:


Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia pada anak, tetapi kurangnya
pengetahuan ibu tentang toilet training akan berdampak buruk pada anak, salah satunya
yaitu anak menjadi tidak mandiri dan masih akan membawa kebiasaan mengompolnya
sampai besar. Melihat penelitian yang sudah dilakukan di dapati bahwa sebagian besar
pengetahuan ibu mengenai toilet training memang masih dianggap kurang, padahal
pengetahuan ibu tentang toilet training sangat penting.
68

Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan design media video tutorial dan leaflet
pada ibu tentang toilet training terhadap pengetahuan ibu Di Posyandu Rahayu Di Desa
Ujung Gebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon.

Mengapa anda terpilih:

Ibu terpilih untuk diikutkan dalam penelitian ini oleh karena ibu mempunyai anak yang masih
mengompol dengan frekuensi yang sering dalam sehari serta ibu yang belum mengetahui
tentang toilet training.

Prosedur:

Bila ibu bersedia untuk ikut dalam penelitian ini, Ibu akan menandatangani lembar
persetujuan maka akan diberikan penjelasan tentang tujuan dari penelitian ini, dan pengisian
kuesioner yang akan dilakukan.Setelah Ibu mendapat penjelasan tersebut, peneliti tidak akan
memaksa dan akan menghargai hak Ibu untuk ikut serta atau menolak berpartisipasi dalam
penelitian ini.

Risiko dan Ketidaknyamanan:

Risiko dan ketidaknyamanan fisik secara langsung tidak akan Ibu rasakan,namun ada sedikit
ketidaknyamanan karena waktu Ibu akan tersita. Pengisian kuesioner akan membutuhkan
waktu 30 menit. Jadi, akan diberikan kompensasi yang sesuai atas waktu yang tersita selama
proses pengisian kuesioner.

Manfaat:
69

Manfaat langsung dari penelitian ini adalah Ibu dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman orang tua khususnya para ibu tentang penerapan toilet training pada anak usia
dini.

Kerahasiaan data:
Selama Ibu ikut dalam penelitian ini, setiap informasi dan data penelitian ini akan
diperlakukan secara rahasia sehingga tidak memungkinkan untuk diketahui oleh orang lain.

Perkiraan jumlah subjek yang akan diikut sertakan

Ibu-ibu yang mempunyai anak usia 13 – 36 bulan yang masih mengompol dan belum
mengetahui tentang toilet training.

Kesukarelaan:
Keikutsertaan ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela disertai tanggung jawab sampai
selesainya penelitian ini. Sebelum penelitian dilakukan, Ibu akan diberikan penjelasan
tentang prosedur penelitian, risiko dan ketidaknyamanan serta manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini sehingga dapat memutuskan untuk ikut serta maupun menolak ikut serta dalam
penelitian ini.

Pembiayaan dan kompensasi:

Semua biaya yang berkaitan dengan penelitian ini tidak akan dibebankan kepada Ibu
melainkan akan ditanggung peneliti. Dalam penelitian ini, Ibu akan diberikan cinderamata
sebagai ucapan terima kasih peneliti atas partisipasi Ibu dalam penelitian ini

Pertanyaan:

Jika ada pertanyaan sehubungan dengan penelitian ini lebih lanjut dapat menghubungi saya,
Lia Nur Alam, mahasiswa S.1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Cirebon, No Hp,
089656130440.
70

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN PROSEDUR PENELITIAN


71

Dengan ini, saya mengerti dan mengetahui akan tujuan penelitian yang akan
dilakukan, kemudian saya juga mengetahui dampak dan manfaat dari penelitian ini. Adapun
yang tertanda di bawah ini, saya:
Nama Inisial :
Tanda tangan :

Prosedur penelitian ini yaitu bila ibu bersedia untuk ikut dalam penelitian ini, Ibu
akan menandatangani lembar persetujuan maka akan diberikan penjelasan tentang tujuan
dari penelitian ini, dan pengisian kuesioner yang akan dilakukan. Pengisian kuesioner akan
membutuhkan waktu 30 menit. Jadi, akan diberikan kompensasi yang sesuai atas waktu yang
tersita selama proses pengisian kuesioner. Setelah Ibu mendapat penjelasan tersebut,
peneliti tidak akan memaksa dan akan menghargai hak Ibu untuk ikut serta atau menolak
berpartisipasi dalam penelitian ini.

Sekian dan terima kasih.

Lampiran 4
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (PSP)

UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya sepenuhnya menyadari,


mengerti dan memahami tentang tujuan, manfaat dan risiko yang mungkin timbul dalam
72

penelitian, serta telah di beri kesempatan untuk bertanya dan telah dijawab dengan
memuaskan, juga sewaktu – waktu dapat mengundurkan diri dari keikut sertaannya, maka
saya setuju/tidak setuju ikut dalam penelitian ini, yang berjudul :

“Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu
Tentang Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu Di Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang
Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon”.

Saya dengan sukarela memilih untuk ikut serta dalam penelitian ini tanpa tekanan/paksaan
siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar penjelasan dan formulir persetujuan yang telah
saya tandatangani untuk arsip saya.

Saya setuju :

Ya / Tidak*

Tgl : Tanda tangan (bila tidak bisa


dapat digunakan cap jempol)
Nama Peserta :
Umur :
Alamat :
Nama Peneliti :
*) coret yang tidak perlu

Lampiran 5
KUESIONER PENELITIAN

“Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu
Tentang Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu Di Posyandu Rahayu Di Desa Ujung
Gebang Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon”

A. Identitas Responden
1. Nomor Urut* : ..............
73

2. Nama Inisial :
3. Usia : ............... Tahun
4. Jenis Pekerjaan** :
1. Ibu Rumah Tangga
2. Pegawai (Negeri/Swasta)
3. Wiraswasta
4. Buruh
5. Pendidikan Terakhir** :
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Sarjana

Keterangan :
*) : diisi oleh peneliti
**) : Pilih salah satu sesuai dengan status ibu

B. Kuesioner Penelitian
Petunjuk Penelitian
Berilah tanda ceklis (√) pada setiap kolom nilai jawaban yang paling merefleksikan persepsi
Ibu pada setiap pernyataan. Instrumen pengetahuan ibu disusun dengan menggunakan skala
likert terdiri dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif.
Pernyataan Positif :
Untuk jawaban Sangat setuju (SS) diberi nilai 5, Setuju (S) diberi nilai 4, Ragu – ragu (R) diberi
nilai 3, Tidak setuju (TS) diberi nilai 2, Sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 1.
Pernyataan Negatif :
Untuk jawaban Sangat setuju (SS) diberi nilai 1, Setuju (S) diberi nilai 2, Ragu – ragu (R) diberi
nilai 3, Tidak setuju (TS) diberi nilai 4, Sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 5.
74

NO. Daftar Pernyataan Alternati Jawaban


f
SS S RR TS STS
5 4 3 2 1
1. Ibu mengetahui bahwa
toilet training adalah latihan
menanamkan kebiasaan
pada anak untuk aktifitas
buang air kecil dan buang
air besar pada tempatnya
(Toilet).
2. Saya mengetahui jika anak
saya menunjukan tanda –
tanda ingin buang air besar
atau buang air kecil
misalnya ketika anak saya
memegang perut dengan
ekspresi wajah meringis.
3. Saya memahami jika anak
sudah mengenal rasa ingin
berkemih (BAK) dan
devekasi (BAB) merupakan
ciri- ciri kesiapan mental
anak dalam toilet training
4. Saya tidak pernah
memberikan contoh pada
anak dalam menerapkan
toilet training
5. Saya tidak pernah
memberikan contoh pada
anak dalam pelaksanaan
toilet training dengan baik
dan benar karena saya
sibuk
6. Saya memahami jika anak
sudah merasa tidak betah
dengan kondisi basah dan
adanya benda padat
dicelana dan ingin segera di
ganti merupakan salah satu
75

faktor yang mendukung


toilet training pada anak
dalam kesiapan psikologis
anak
7. Saya tidak mengenali tanda
– tanda anak akan Buang air
kecil atau buang air besar
8. Saya tidak pernah
mengenalkan istilah – istilah
BAK seperti pipis, dll pada
anak
9. Saya tidak memcontohkan
cara toilet training dengan
benar karena tidak tahu
mengenai toilet training
10. Ibu mengetahui bagaimana
tahap – tahap mengajarkan
toilet training pada anak.
11. Saya tidak pernah
memotivasi anak untuk
melakukan rutinitas ke
kamar mandi seperti cuci
tangan dan cuci kaki
sebelum tidur
12. Saya masih membiasakan
anak menggunakan popok
13. Saya mengenalkan jenis Wc
jongkok dan wc duduk pada
anak
14. Saya mengajarkan posisi
Buang air kecil pada anak
laki – laki dan anak
perempuan.
76

Lampiran 6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : LIA NUR ALAM

Tempat Tanggal Lahir : Indramayu, 05 Oktober 1995

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Raya bondan, Rt 07 Rw 04 no 29 Kecamata Sukagumiwang


Kabupaten Indramayu

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Email : lia.nuralam@yahoo.com

Pendidikan Terakhir :

1. SDN Bondan 2000 – 2006


2. SMPN 1 Ciwaringin 2006 – 2009
3. SMK Muhammadiyah Jatibarang 2009 – 2012
4. Universitas Muhammadiyah Cirebon 2013 – 2017

Lampiran 8

SAP
77

(Satuan Acara Penyuluhan)

TOPIK : Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media

Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet Training Terhadap
Pengetahuan Ibu Di Posyandu Rahayu Desa Ujung Gebang Kecamatan
Susukan Kabupaten Cirebon

Hari / Tanggal : Jum’at / 08 September 2017

Waktu

1. Penyuluhan : 08.00 WIB


Video
2. Penyuluhan : 10.00 WIB
Leaflet

Tempat : Posyandu Rahayu

Sasaran : Ibu dengan anak usia 12 – 36 bulan yang masih

mengompol dengan frekuensi sering dalam sehari dan ibu yang tidak
tahu mengenai toilet training.

Penyuluh / : Lia Nur Alam

Fasilitator

I. Tujuan Penyuluhan
A. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan diharapkan ibu – ibu / orang tua murid dapat
menjelaskan tentang Toilet Training
78

B. Tujuan Intruksional Khusus


Setelah mendapatkan Penyuluhan Kesehatan selama kurang lebih 15 – 20 menit ibu – ibu
atau orang tua wali murid mampu :
1) Menjelaskan pengertian toilet training
2) Menjelaskan tanda – tanda anak mulai bisa di ajak toilet training
3) Menyebutkan faktor – faktor yang mendukung toilet training pada anak
4) Menjelaskan teknik – teknik dalam toilet training
5) Menyebutkan hal – hal yang perlu di perhatikan selama toilet training
6) Menyebutkan strategi pengenalan toilet training pada anak
7) Menjelaskan cara mengajarkan toilet training pada anak

II. Pokok Bahasan & Sub Pokok Bahasan


A. Pokok Bahasan
Penyuluhan Kesehatan dengan Media Video Tutorial Dan Leaflet Pada Ibu Tentang Toilet
Training Terhadap Pengetahuan Ibu
B. Sub Pokok Bahasan
1. Pengertian Toilet Training
2. Tanda – tanda anak mulai bisa diajak toilet training
3. Faktor – faktor yang mendukung dalam pelaksanaan toilet training
4. Teknik – teknik dalam penerapan toilet training
5. Strategi pengenalan toilet training
6. Cara pelaksanaan Toilet Training pada anak

III. Materi Penyuluhan


1. Pengertian Toilet Training
2. Tanda – tanda anak mulai bisa diajak toilet training
3. Faktor – faktor yang mendukung dalam pelaksanaan toilet training
4. Teknik – teknik dalam penerapan toilet training
79

5. Strategi pengenalan toilet training


6. Cara pelaksanaan Toilet Training pada anak

IV. Metode Penyuluhan


1. Ceramah
2. Tanya Jawab

V. Media Penyuluhan
1. Materi
2. Infocus
3. Leaflet
4. Video Tutorial

VI. Kegiatan Belajar Mengajar Penyuluhan


NO Tahap Waktu Kegiatan Kegiatan
. Penyuluhan Penyuluhan Sasaran
1. Pembukaan 5 Menit  Mengucapkan salam  Menjawab salam
 Memperkenalkan diri  Memperhatikan
 Menjelaskan maksud
dan tujuan
2. - Penyampaian 10 - 15  Menjelaskan Tentang :  Memperhatikan
Materi dengan Menit  Pengertian Toilet
Video Tutorial Training
 Tanda – tanda anak
mulai bisa diajak toilet
training
 Faktor – faktor yang
mendukung dalam
pelaksanaan toilet
training
 Teknik – teknik dalam
penerapan toilet
training
 Strategi pengenalan
toilet training
80

 Cara pelaksanaan Toilet


Training pada anak
- Penyampaian 5 – 10  Pengertian Toilet
Materi dengan Menit Training
Leaflet  Tanda – tanda anak
mulai bisa diajak toilet
training
 Faktor – faktor yang
mendukung dalam
pelaksanaan toilet
training
 Teknik – teknik dalam
penerapan toilet
training
 Strategi pengenalan
toilet training
 Cara pelaksanaan Toilet
Training pada anak
3. Penutup 5 – 10  Menanyakan Kembali :  Menjawab
Menit  Pengertian Toilet Pertanyaan
Training  Memperhatikan
 Tanda – tanda anak  Menjawab Salam
mulai bisa diajak toilet
training
 Faktor – faktor yang
mendukung dalam
pelaksanaan toilet
training
 Teknik – teknik dalam
penerapan toilet
training
 Strategi pengenalan
toilet training
 Cara pelaksanaan Toilet
Training pada anak

I. Evaluasi
Waktu : 10 – 15 Menit
Jenis Tes : Tulisan ( Lembar Kuesioner )
Jumlah Pertanyaan : 14 Pertanyataan
81

Lampiran 10

Karakteristik Responden

Statistics
Responden Umur Pendidikan Pekerjaan
N Valid 22 22 22 22
Missing 0 0 0 0

Frequency Table
Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Vali
d 1 1 4.5 4.5 4.5
2 1 4.5 4.5 9.1
3 1 4.5 4.5 13.6
4 1 4.5 4.5 18.2
5 1 4.5 4.5 22.7
6 1 4.5 4.5 27.3
7 1 4.5 4.5 31.8
8 1 4.5 4.5 36.4
82

9 1 4.5 4.5 40.9


10 1 4.5 4.5 45.5
11 1 4.5 4.5 50
12 1 4.5 4.5 54.5
13 1 4.5 4.5 59.1
14 1 4.5 4.5 63.6
15 1 4.5 4.5 68.2
16 1 4.5 4.5 72.7
17 1 4.5 4.5 77.3
18 1 4.5 4.5 81.8
19 1 4.5 4.5 86.4
20 1 4.5 4.5 90.9
21 1 4.5 4.5 95.5
22 1 4.5 4.5 100
Total 22 100 100

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 10 45.5 45.5 45.5
2 12 54.5 54.5 100
Total 22 100 100

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 11 50 50 50
2 7 31.8 31.8 81.8
3 4 18.2 18.2 100
Total 22 100 100
83

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 13 59.1 59.1 59.1
3 6 27.3 27.3 86.4
4 3 13.6 13.6 100
Total 22 100 100
Lampiran 11

Rekap Nilai Uji Validitas Kuesioner

No. Item r-hitung r-tabel Keterangan


1. 0,500 0,444 Valid
2. 0,559 0,444 Valid
7. 0,450 0,444 Valid
9. 0,449 0,444 Valid
10. 0,473 0,444 Valid
11. 0,575 0,444 Valid
13. 0,496 0,444 Valid
14. 0,586 0,444 Valid
15. 0,564 0,444 Valid
17. 0,607 0,444 Valid
19. 0,473 0,444 Valid
21. 0,634 0,444 Valid
23. 0,476 0,444 Valid
25. 0,576 0,444 Valid
84

Anda mungkin juga menyukai